Laporan Pendahuluan Pola Gangguan Nyeri
Laporan Pendahuluan Pola Gangguan Nyeri
A. NYERI
1. Definisi
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial. (Smeltzer & Bare, 2001)
Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subyektif dan hanya
orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan
tersebut. Secara umum nyeri dapat didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman, baik
ringan maupun sedang ( Iqbal, 2007).
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang
disebabkan oleh stimulus tertentu (Potter&Perry, 2005).
Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa nyeri adalah perasaaan
tidak nyaman yang disebabkan stimulus.
2. Klasifikasi Nyeri
- Menurut bentuknya
a. Nyeri akut, nyeri yang berlangsung tidak melebihi enam bulan, serangan
mendadak dari sebab yang sudah diketahui dan daerah nyeri biasanya sudah
diketahui, nyeri akut ditandai dengan ketegangan otot, cemas yang keduanya akan
meningkatkan persepsi nyeri.
b. Nyeri kronis, nyeri yang berlangsung enam bulan atau lebih, sumber nyeri tidak
diketahui dan tidak bisa ditentukan lokasinya. Sifat nyeri hilang dan timbul pada
periode tertentu nyeri menetap
Nyeri Kronis
3. Fisiologi Nyeri
Bagaimana nyeri merambat dan dipersepsikan oleh individu masih belum sepenuhnya
dimengerti. Akan tetapi, bisa tidaknya nyeri dirasakan dan hingga mana derajat nyeri
tersebut mengganggu dipengaruhi oleh interaksi antara system algesia tubuh dan
transmisi system saraf serta transmisi system saraf serta interprestasi stimulus.
- Nosisepsi
System saraf perifer terdiri atas saraf sensorik primer yang khusus bertugas
mendeteksi kerusakan jaringan dan membangkitkan sensasi sentuhan, panas,
dingin, nyeri, dan tekanan. Reseptor yang bertugas merambatkan sensasi nyeri
disebut nosiseptor. Nosiseptor merupakan ujung-ujung saraf perifer yang bebas dan
tidak bermielin atau sedikit bermielin. Reseptor nyeri tersebut dapat dirangsang
oleh stimulus mekanis, suhu, atau kimiawi. Sedangkan proses fisiologis terkait
nyeri disebut nosisepsi. Proses tersebut terdiri atas empat fase, yakni :
a. Transduksi
Pada fase transduksi, stimulus atau rangsangan yang membahayakan (mis:
bahan kimia, suhu, listrik, atau mekanis ) memicu pelepasan mediator biokimia
(mis: prostaglandin, bradikinin, histamine, substansi P ) yang mensensitisasi
nosiseptor.
b. Transmisi
Fase transmisi nyeri terbagi atas 3 bagian. Pada bagian pertama nyeri merambat
dari serabut saraf perifer ke medulla spinali. Dua jenis serabut nosiseptor yang
terlibat dalam proses tersebut adalah serabut C, yang mentransmisikan nyeri
tumpul dan menyakitkan, serta serabut A-Delta yang mentransmisikan nyeri
yang tajam dan terlolokalisasi. Bagian kedua adalah transmisi neri dari medulla
spinalis menuju batang otak dan thalamus melalui jaras spinotalamikus
(spinothalamic tract {STT}). STT merupakan suatu system diskriminatif yang
membawa informasi mengenai sifat dan lokasi melalui stimulus dan thalamus.
Selanjutnya pada bagian ketiga, sinyal trsebut diteruskan ke korteks sensori
somatic-
c. Persepsi
Pada fase ini individu mulai menyadari adanya nyeri. Tampaknya persepsi nyeri
tersebut terjadi di stuktur korteks sehingga memungkinkan munculnya berbagai
strategi perilaku kognitif untuk mengurangi komponen sensorik dan afektif
nyeri (McCaffery&Pasero,1999).
d. Modulasi
Fase ini disebut juga system desenden. Pada fase ini neuron di batang otak
mengirimkan sinyal-sinyal kembali ke medulla spinalis. Serabut desenden
tersebut melepaskan substansi seperti opioid, serotonin, dan norepineprin yang
akan menghambat impuls asenden yang membahayakan dibagian dorsal
medulla spinalis.
- Teori Gate Control
Banyak teori yang menjelaskan fisiologi nyeri, namun yang paling sederhanan
adalah teori Gate Control yang dikemukakan oleh Melzack dan Well (1965).
Dalam teorinya kedua orang ahli ini menjelaskan bahwa substansi gelatinosa (SG)
pada medulla spinalis bekerja layaknya pintu gerbang yang memungkinkan atau
menghalangi masuknya impuls nyeri menuju otak. Pada mekanisme nyeri,
stimulus nyeri ditransmisikan melalui serabut saraf berdiameter kecil melewati
gerbang. Akan tetapi, serabut saraf berdiameter besar yang juga melewati gerbang
tersebut dapat menghambat transmisi impuls nyeri dengan cara menutup gerbang
itu. Impuls yang berkonduksi pada serabut berdiameter besar bukan sekedar
menutup gerbang, tetapi juga merambat langsung ke korteks agar dapat
diidentifikasi dengan cepar (Long,1996).
- Pengalaman nyeri
Pengalaman nyeri seseorang dipengaruhi oleh beberapa hal, yakni : arti nyeri bagi
idividu, persepsi nyeri individu, toleransi nyeri, dan reaksi individu terhadap nyeri.
4. Nilai-nilai Normal
a. Menurut Hayward
Hayward (1975), mengembangkan sebuah alat ukur nyeri (painometer)
dengan skala longitudinal, yang pada salah satu ujungnyatercantum nilai 0 (untuk
keadaan tanpa nyeri) dan ujung lainnya nilai 10 (untuk kondisi nyeri paling hebat).
Untuk mengukurnya, penderita memilih salah satu bilangan yang yang menurutnya
paling menggambarkan pengalaman nyeri yang terakhir kali ia rasakan, dan nilai
ini dapat dicatat pada sebuah grafik yang dibuat menurut waktu. Intensitas nyeri ini
sifatnya subjektif dan dipengaruhi banyak hal, seperti tingkat kesadaran,
konsentrasi, jumlah distraksi, tingkat aktivitas, dan harapan keluarga. Intensitas
nyeri dapat dijabarkan dalam sebuah skala nyeri dengan beberapa kategori.
0 = tidak nyeri
1-3 = nyeri ringan
4-6 = nyeri sedang
7-9 = sangat nyeri, tetapi masih dapat dikontrol dengan aktivitas yang bisa
dilakukan
10 = sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol
b. Deskriptif
c. Skala FACES
Menurut Wong-Baker FACES Rating Scale, skala ini ditujukan untuk klien
yang tidak mampu menyatakan intensitas nyerinya melalui skala angka. Ini
termasuk anak-anak yang tidak mampu berkomunikasi secara verbal dan lansia
yang mengalami gangguan kognisi dan komunikasi.
5. Pengkajian
- Kaji karakteristik PQRST
a. Palliative : aktivitas yang membuat nyeri makin parah
b. Qualitas : Bagaimana nyeri yang dirasakan, apakah terasa tajam, tumpul seperti
terbakar, tertindih benda berat, tertusuk, menjalar.
c. Region : Di lokasi mana nyeri dirasakan ?
d. Severity : Intensitas nyeri
e. Time : kapn nyerei mulai dirasakan ?
- Kaji riwayat nyeri
a. Lokasi, untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien menunjukkan
area nyerinya
b. Intensitas nyeri
c. Kualitas nyeri, terkadang nyeri bisa terasa seperti dipukul-pukul atau ditusuk-
tusuk.
d. Pola, pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi, dan kekambuhan atau interval
nyeri
e. Faktor presipitasi, factor pencetus timbulnya nyeri.
f. Gejala yang menyertai, meliputi mual, muntah, pusing dan diare
g. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari.
h. Sumber koping, setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda dalam
menghadapi nyeri
i. Respon afektif, respon klien bergantung pada situasi, derajat, dan durasi nyeri,
intepretasi tentang nyeri, dan faktor
- Kaji tanda-tanda vital tekanan darah, nadi, respiratory rate, suhu tubuh.
- Kaji respon perilaku dan fisiologis
a. Respon non verbal: ekspresi wajah, misal menutup mata rapat-rapat atau
membuka mata lebar-lebar, menggigit bibir bawah, dan seringai wajah.
b. Respon perilaku: menendang-nendang, membalik-balikkan tubuh di atas kasur,
dll.
c. Respon fisiologis: nyeri akut misalnya peningkatan tekanan darah, nadi, dan
pernafasan, diaphoresis, dilatasi pupil akibat terstimulasinya system saraf
simpatis.
7. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen injuri (fisik, biologis, dan psikologi)
b. Cemas b.d perubahan status kesehatan
c. Gangguan mobilitas fisik b.d tidak nyaman, nyeri
d. Defisit self care b.d kelemahan dan kelelahan, nyeri
8. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)
Tujuan : nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan
Kriteria hasil :
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu mrnggunakan teknik
teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3. Mampu mengenal nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Intervensi:
1. Kaji tingkat nyeri secara komprehensif
R/ Mengetahui skala, penyebab, kualitas, waktu dan tempat nyeri klien.
2. Monitor skala nyeri dan observasi tanda non verbal dan ketidaknyamanan
R/ Mengetahui keadaan umum klien
3. Mengajarkan teknik non farmakologis, teknik relaksasi nafas dalam pada
pasien.
R/ Nafas dalam dapat mengontrol pernafasan dan mampu mengurangi nyeri
4. Informasikan kepada klien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri.
R/ Agar klien dapat mengontrol nyeri secara mandiri
5. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian injeksI
R/ Mengurangi dan menghilangkan keluhan dengan obat
Intervensi
1. Bina hubungan. saling percaya
R/ Mempermudah melakukan intervensi
2. Libatkan keluarga dalam proses tindakan
R/ dengan melibatksn keluarga dapat mengurangi kecemasan
3. Jelaskan semua prosedur tindakan yang akan dilakukan
R/ dengan mengetahui prosedur tindakan maka dapat mengurangi kecemasan
4. Anjurkan pasien mengungkapkan kecemasannya
R/ mengetahui sebab dan tingkat kecemasan yang dialami pasien
5. Berikan motivasi pada pasien
R/ motivasi akan mengurangi kecemasan