Anda di halaman 1dari 16

Hipokalemia et causa Diare

Rizki Siti Fitria


D9/102012263
Email : rizkisitifitria@gmail.com
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-
56942061. Fax. 021-5631731

PENDAHULUAN
Latarbelakang
Hipokalemi merupakan keadaan dimana kehilangan atau kekurangan kation
utama intrasel yaitu kalium.Dimana defisiensi kalium biasa dapat ditemukan pada
gangguan gastrointestinal dengan diare ataupun muntah.
Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan.Kandungan air di dalam sel
lemak lebih rendah dari pada kandungan air di dalam sel otot.Cairan dalam tubuh dibagi
dalam dua kompartmen utama yaitu cairan ekstrasel dan cairan intrasel.Cairan ekstrasel
dibagi dalam dua subkompartmen yaitu cairan intersisium dan cairan intravaskular
(plasma).Dalam dua kompartmen cairan tubuh ini terdapat beberapa kation dan anion
(elektrolit) yang penting dalam mengatur keseimbangan cairan dan fungsi sel. Elektrolit
adalah senyawa didalam larutan yang berdisosiasi menjadi partikel yang bermuatan
(ion) positif atau negatif. Sebagian besarproses metabolisme memerlukan dan
dipengaruhi oleh elektrolit. Konsentrasi elektrolit yang tidak normal dapat
menyebabkan banyak gangguan.Pemeliharaan tekanan osmotik dan distribusi beberapa
kompartemen cairan tubuh manusia adalah fungsi utama empat elektrolit mayor, yaitu
natrium(Na+), kalium(K+), klorida(Cl-), dan bikarbonat (HCO3-).
Disini akan dibahas lebih lanjut menganai hipokalemi et causa diare cair akut
yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, different
diagnosis, working diagnosis, gejalanya, anatomi, fisiologi, patofisiologi, komplikasi
dan juga tatalaksananya.

1|Page
Skenario
Seorang perempuan berusia 50 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan
utama kelemahan pada kedua tungkai bawah sejak satu hari yang lalu, keluhan disertai
dengan nyeri otot dan badan terasa lemas, pasien mengalami diare dan muntah sejak 3
hari yang lalu, frekuensinya 7-8x/hari.
Anamnesis
Pada anamnesis kita dapat langsung menanyakan pada pasien yang bersangkutan (auto-
anamnesis) maupun keluarga pasien (allo-anamnesis) jika pasien tidak dapat berkomunikasi
dengan baik akibat gangguan yang timbul pada usia lanjut (seperti sering lupa) atau dengan
tujuan memperlengkap data pasien.
Pada anamnesis yang dapat kita tanyakan adalah:
Dari skenario yang diberikan didapat keluhan untuk dan riwayat penyakit sekarang dan
keluhan penyerta.
 Keluhan utama : Seorang perempuan 50 tahun datang dengan keluhan kelemahan pada
kedua tungkai bawah
Saat menanyakan keluhan utama harus disertai lamanya keluhan tersebut timbul untuk
mengetahui masa inkubasi dari suatu penyakit sebagai bahan untuk diagnosis lebih lanjut.
 Riwayat penyakit sekarang : kelemahan pada kedua tungkai bawah, nyeri otot dan
lemas, diare
Dapat pula ditanyakan
- Apa ada rasa nyeri ? kapan saja, atau ada waktu tertentu?pada saat beraktivitas?
- Diarenya sudah berapa lama?
- Sudah berapa kali sehari BAB?
- Frekuensi(cair/ lendir? Darah? Ampas? dan volumenya)
- Apakah sudah meminum obat sebelumnya untuk mengurangi rasa sakit dan diare?
- apakah ada keluhan penyerta lainnya? Demam, pusing, mual, pegal-pegal dll
 Riwayat penyakit dahulu: jantung, hipertensi, diabetes mellitus.
Ditanyakan kepada pasien dan keluarga bila hadir dengan contoh pertanyaan :
Bagaimana ciri-ciri demamnya pak?Apakah demamnya panas sekali, atau hangat?
Demamnya terus menerus atau naik turun ?Apakah sudah minum obat?Lalu bagaimana
hasilnya setelah minum obat, tetap saja atau turun atau bagaimana?
2|Page
 Riwayat penyakit keluarga : apa dikeluarga ada yang seperti ini juga?
mungkin mempunyai penyakit ketururnan : hipertensi, diabetes mellitus, jantung.
 Riwayat sosial dan kebiasaan: lingkungan sekitar tempat tinggal? Dan mempunyai
kebiasaan merokok, mengosumsi obat-obatan dan minuman berakohol.

Tetap perhatikan umur pasien. Penyakit ini sangat berhubungan dengan kelompok usia
yang sudah lanjut. Penderita usia muda kemungkinan mengalami ini karena trauma benturan.
Selain itu jangan lupakan kemungkinan komplikasi yang terjadi seperti adanya infeksi saluran
kemih dan ulkus dekubitus. Sedangkan pada wanita, inkontinensia dapat terjadi akibat
melemahnya otot dasar panggul karena sering melahirkan. Kemungkinan ini juga perlu
dipikirkan saat melakukan anamnesis.

Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik umum adalah mendapatkan atau mengidentifikasi
keadaan umum pasien saat diperiksa, dengan penekanan pada tanda-tanda kehidupan
(vital sign), keadaan sakit, keadaaan gizi, dan aktivitas baik dalam keadaan berbaring
atau pun berjalan.Pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi pemeriksaan tekanan darah,
denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh. Derajat kesadaran juga perlu diidentifikasi
bersamaan dengan keadaan umum pasien.1 Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisis
abdomen, pemeriksaan muskuloskeletal atau ekstremitas, serta turgor kulit.2
Abdomen
Pemeriksaan abdomen dimulai dari inspeksi, untuk melihat adakah distensi,
benjolan, asites, dan vena kolateral. Dengan palpasi bisa ditemukan hepatomegali
maupun splenomegali, disamping menemukan lokasi nyeri yang dikeluhkan penderita.
Perkusi dapat mendeteksi adanya asites dan menkonfirmasi pembesaran hati. Auskultasi
dapat mendeteksi bruit dari hepatoma.2
Ekstremitas
Pemeriksaan ekstremitas meliputi inspeksi, palpasi, memeriksa gerakan dan
kekuatan otot, memeriksa sensibilitas, dan memeriksa refleks.Perhatikan bentuk dan
ukuran. Periksa pula adanya luka, tumor, jaringan perut, daerah hiperemis, nyeri raba,
edema pada tekanan varises, palmar eritema, clubbing. Nilai pula keadaan sendi, tanda
radang, dan deformitas. Sedangkan palpasi dilakukan untuk memeriksa denyut nadi,
3|Page
konsistensi otot, adanya kelenjar, bentuk saraf tepi, dan pemeriksaan refleks serta
sensibilitas.1
Turgor kulit
Turgor kulit diperiksa di dinding perut, lengan, dan punggung tangan.1
Pemeriksaan Penunjang
pH urin dan asam basa
Salah satu fungsi ginjal adalah mengatur keseimbangan asam basa tubuh
melalui ekskresi ion H+ dan reabsorpsi bikarbonat sehingga pemeriksaan pH urin dapat
memberikan gambaran tentang keadaan pH tubuh.Urin normal mempunyai pH 4.8-7.4.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pH urin, antara lain status asam basa tubuh,
diet, infeksi traktus urinarius, dan penyakit tertentu, misalnya asidosis, diare, kelaparan.
pH urin alkalis dapat dijumpai pada diet sayuran atau buah-buahan, beberapa jenis obat
(misalnya NaHCO3), dan penyakit tertentu (misalnya renal tubular asidosis, asidosis
metabolic, infeksi traktus urinarius oleh kuman penghasil urease. Sedangkan pH urin
asam dapat dijumpai pada diet tinggi protein, beberapa jenis obat (misalnya NH4Cl,
mandelic acid), dan penyakit tertentu (misalnya diabetes mellitus dengan ketoasidosis,
infeksi traktus urinarius oleh kuman E. coli.). Cara penetapan pH urin dapat dilakukan
dengan carik celup atau pH meter.3
Pemeriksaan asam basa
Keseimbangan asam basa tubuh dikontrol oleh kompleks sistem buffer pada tubulus
proksimalis dan distalis, yang melibatkan pengaturan ion fosfat, bikarbonat, dan
ammonium; sedangkan sekresi ion hidrogen terutama terjadi di tubulus distalis.4

Pemeriksaan darah rutin


Pemeriksaan ini terdiri atas pemeriksaan kadar hemoglobin, leukosit, laju endap
darah, hitung jenis leukosit, dan hitung trombosit.4

Kadar kalium serum. Kalium serum merupakan pemeriksaan laboratorium yang paling
penting. Diantara serangan paralisis, kalium serum abnormal pada tipe paralisis periodik
sekunder, tetapi biasanya normal pada paralisis periodik primer. Selama serangan kadar
kalium serum dapat tinggi, rendah, atau di atas batas normal dan bisa di bawah batas

4|Page
normal. Pemeriksaan secara random kadar kalium serum dapat menunjukan fluktuasi
yang periodik pada paralisis periodik normokalemik.4

working diagnosis
Hipokalemia ecdiare
Hipokalemia adalah suatu keadaan dimana kadar kalium serum kurang dari 3.5 mmol/L.
Hipokalemia merupakan gangguan elektrolit yang paling sering ditemukan pada pasien yang
dirawat di rumah sakit. Sebagian besar disebabkan oleh terapi diuretic. Keadaan ini dapat terjadi
akibat meningkatnya jumlah kalium yang hilang melalui saluran kemih atau salurah pencernaan,
asupan yang kurang (seperti pada kelainan pola makan) atau perpindahan kalium ke dalam
kompartemen intraseluler (pada terapi insulin atau paralisis periodic familial). Kehilangan
melalui saluran pencernaan dapat terjadi akibat diare, muntah, penggunaan pencahar berlebihan
atau adenoma villi pada kolon. Kehilangan melalui ginjal dapat terjadi akibat terapi diuretic,
kelebihan mineral kortikosteroid (sindrom Conn, sindrom Cushing,hormone adreno kortikotropin
ektopik,hiperaldosteronisme sekunder atau asidosis tubulus ginjal).
Stimulasi pada reseptor adrenergic β mengakibatkan perpindahan kalium ke dalam sel.Hal ini
menjelaskan mengapa hipokalemia banyak terjadi pada orang yang sakit dan pada mereka yang
mendapat pengobatan salbutamol. Hipokalemia ringan sering terjadi tanpa gejala tetapi
hipokalemia dapat menimbulkan kelemahan, ileus usus, penurunan kemampuan ginjal
mengkonsentrasikan urin dan perubahan EKG berupa gelombang T yang datar, timbulnya
gelombang U dan bertambahnya insidensi takiaritmia. Hipokalemia yang berlangsung lama
dapat mengakibatkan kerusakan (ireversibel) pada tubulus distal, yang berlanjut pada kegagalan
kemampuan ginjal mengkonsentrasikan urin dan poliuria yang disertai polidipsia sebagai
mekanisme kompensasinya.5Apabila terjadi hipokalemia berat (< 2 mmol/L), gambaran klinis
didominasi oleh kelemahan otot lurik yang mungkin cukup berat dan dapat ditemukan paralisis
flasid. Pada keadaan ini dapat terjadi gagal nafas, walaupun jarang. Apabila kadar kalium <2.5
mmol/L, berikan kalium klorida intravena sebagai infuse dengan kecepatan tidak melebihi 20
mmol/jam dan pada konsentrasi yang tidak melebihi 40 mmol/L, karena kalium yang pekat dapat
merusak vena perifer. Apabila kadar kalium antara 2.5 mmol/L - 3.5 mmol/L, berikan terapi oral
(kecuali apabila pasien dalam keadaan puasa atau muntah-muntah) dengan dosis 80-120
mmol/hari yang terbagi dalam beberapa dosis

5|Page
Kalium merupakan kation yang memiliki jumlah yang sangat besar di dalam
tubuh dan terbanyak di dalam intrasel. Kalium berperan dalam sintesis protein,
kontraksi otot, konduksi saraf, pengeluaran hormone, transport cairan dan
perkembangan janin. Kadar kalium plasma kurang dari 3,5 meq/L disebut hipokalemia
dan kadar lebih dari 5 meq/L disebut hiperkalemia.
Diagnosa pada hipokalemia
Pada keadaan normal hipokalemia akan menyebabkan ekskresi kalium melalui
ginjal turun hingga kurang dari 25 meq/L per hari sedang ekskresi kalium dalam urin
lebih 40 meq/L per hari menandakan adanya pembuangan kalium berlebihan melalui
ginjal. Ekskresi kalium yang rendah melalui ginjal dengan disertai asidosis metabolic
merupakan petanda adanya pembuangan kalium berlebihan melalui saluran cerna
seperti diare akibat infeksi atau penggunaan pencahar. Ekskresi kalium yang berlebihan
melalui ginjal dengan disertai asidosis metabolic merupakan petanda adanya
ketoasidosis diabetic atau adanya RTA ( renal tubular acidosis) baik yang distal atau
proksimal. Ekskresi kalium dalam urin rendah disertai alkalosis metabolic, petanda dari
muntah kronik atau pemberian diuretic lama.

Diagnosis banding
Hipomagnesemia
Hipomagnesemia adalah suatu keadaan konsentrasi serum Mg ≤ 1,6 mg/dl atau -
2 SD dari rata-rata populasi umum. Faktor predisposisi dan faktor presipitasi penyebab
hipomagnesemia serta keluhan yang dirasakan, seperti: apakah terdapat gangguan
gastrointestinal terutama diare, gangguan renal berupa penyakit renal atau penggunaan
diuretik, gangguan endokrin berupa hipertiroid atau hiperparatiroid, poliuria yang
mengarahkan ke SIADH, adanya riwayat diabetes atau terapi insulin, dan alkaholik
kronik. Pada pemeriksaan fisis, dapat ditemui gejala klinis berupa gangguan
neuromuskular seperti otot terasa lemas, faskulasi otot, tremor, tetani, tanda Chovstek,
dan Trousseau positif.Gejala klinis yang menyertai hipokalemia dan hipokalsemia
karena hipomagnesemia dapat menyebabkan gangguan elektrolit berupa hipokalemia
dan hipokalsemia.Gangguan neurologis juga dapat muncul seperti vertigo, nistagmus,

6|Page
afasia, hemiparesis, depresi, delirium, dan koreoatetosis. Gangguan kardiovaskular
berupa aritmia juga dapat ditemukan.2
Hipokalsemia
Hipokalsemia adalah kondisi dimana kadar kalsium dalam darah rendah, yaitu
konsentrasi kalsium bebas ion dalam darah di bawah 4.0-6.0 mg/dL. Penyebab kalsium
serum yang rendah dapat dikategorikan sebagai defisit hormon paratiroid, defisit
vitamin D, dan hilangnya kalsium.Anamnesis yang perlu ditanyakan adalah apakah ada
riwayat parestesia perifer dan perioral, confusion, otot kejang, otot kedutan, serta
riwayat operasi bedah leher (bedah tiroid atau paratiroid). Pemeriksaan fisis yang perlu
dilakukan adalah kulit, katarak, neurologi, serta uji spesifik.2
Hiponatremia
Menurunnya kadar natrium dalam darah dapat disebabkan oleh kurangnya diet
makanan yang mengandung natrium, sedang menjalankan terapi dengan obat diuretik
(mengeluarkan air kencing dan elektrolit), terapi ini biasanya diberikan dokter kepada
penderita hipertensi dan jantung, terutama yang disertai bengkak akibat tertimbunnya
cairan. Muntah-muntah yang lama dan hebat juga dapat menurunkan kadar natrium
darah, diare apabila akut memang dapatmenyebabkan hipernatremia tapi apabila
berlangsung lama dapat mengakibatkan hiponatremia, kondisi darah yang terlalu asam
(asidosis) baik karena gangguan ginjal maupun kondisi lain misalnya diabetes juga
dapat menjadi penyebab hiponatremia. Akibat dari hiponatremia sendiri relatif sama
dengan kondisi hipernatremia, seperti kejang, gangguan otot dan gangguan syaraf.1

Epidemiologi
Pada populasi umum, data mengenai hipokalemia sukar diperkirakan, namun kemungkinan besar
kurang dari 1% subyek sehat mempunyai kadar kalium lebih rendah dari 3,5mEq/L. Asupan
kalium berbeda-beda tergantung usia, jenis kelamin, latar belakang etnis dan status sosio
ekonomik. Apakah perbedaan asupan ini menghasilkan perbedaan derajat hipokalemia atau
perbedaan sensitivitas terhadap gangguan hipokalemia tidak diketahui. Diperkirakan sampai 21%
pasien rawat inap memiliki kadar kalium lebih rendah dari 3,5mEq/L, dengan 5%
pasienmemilikikadarkaliumlebihrendahdari 3 mEq/L.6

7|Page
Pada pasien yang menggunakan diuretik non-hemat kalium, hipokalemia dapat ditemukan pada
20-50% pasien. Pasien keturunan Afrika dan wanita lebih rentan, risiko juga ditingkatkan
dengan penyakit seperti gagal jantung dan sindroman efrotik. Kelompok lain dengan insidens
tinggi menderita hipokalemia termasuk kelompok dengan gangguan pola makan, insidens
berkisar antara 4,6% sampai 19,7%; pasien dengan AIDS di mana sampai 23,1% pasien rawat
inap menderita hipokalemia dan juga pasien alkoholik yang berkisar sampai 12,6% dan diduga
disebabkan oleh penurunan reabsorpsi kalium pada tubulus ginjal terkait hipomagnesemia.6

Etiologi
Hipokalemia merupakan kejadian yang sering di klinik, penyebabnya karena
asupan kalium kurang, pengeluaran kalium berlebihan, kalium masuk ke dalam sel.
Pengeluaran kalium yang berlebihan dari saluran cerna antara lain muntah, selang
nasogastrik, diare atau pemakaian pencahar.
Penurunan kadar kalium serum dapat diakibatkan oleh distribusi ulang antara
kompartmen kalium intrasel besar dan ruang kalium ekstrasel yang lebih kecil.
Pergeseran kalium transel dari serum ke sel ditemukan pada alkalosis akut, terapi
insulin, agen simpatomimetik, terapi dengan vitamin B12, dan paralisis periodik
hipokalemi familial.7
Kehilangan netto kalium ginjal terjadi akibat penggunaan kebanyakan diuretik,
aminoglikosida, amfoterisin B, kemoterapi kanker yang mengandung platinum,
pemberian mineralkortikoid berlebihan, penyakit ginjal, seperti asidosis tubulus renal,
dan sindrom Bartter. Sindrom Bartter ditandai dengan hipokalemia, alkalosis metabolik
hipokloremik, hiperaldosteronisme, hipereninemia, peningkatan ekskresi klorida urine,
gagal pertumbuhan, tekanan darah normal, hyperplasia apparatus jukstaglomerolus, dan
peningkatan ekskresi prostlagandin E2 urin. Kelainan ini tampaknya berupa defek pada
kotransporter Na-K-Cl pada nefron distal.7

Patofisiologi
 Perpindahan Trans-selular
Hipokalemia bisa terjadi tanpa perubahan cadangan kalium sel. Ini disebabkan faktor-
faktor yang merangsang berpindahnya kalium dari intravaskular ke intraseluler, antara
lain beban glukosa, insulin, obat adrenergik, bikarbonat, dsb. Insulin dan obat
8|Page
katekolamin simpatomimetik diketahui merangsang influks kalium ke dalam sel otot.
Sedangkan aldosteron merangsang pompa Na+/K+ ATP ase yang berfungsi sebagai
antiport di tubulus ginjal. Efek perangsangan ini adalah retensi natrium dan sekresi
kalium.1,8 Pasien asma yang dinebulisasi dengan albuterol akan mengalami penurunan
kadar K serum sebesar 0,2—0,4 mmol/L2,3, sedangkan dosis kedua yang diberikan
dalam waktu satu jam akan mengurangi sampai 1 mmol/L3. Ritodrin dan terbutalin,
yakni obat penghambat kontraksi uterus bisa menurunkan kalium serum sampai serendah
2,5 mmol per liter setelah pemberian intravena selama 6 jam.
Teofilin dan kafein bukan merupakan obat simpatomimetik, tetapi bisa
merangsang pelepasan amina simpatomimetik serta meningkatkan aktivitas Na+/K+ ATP
ase. Hipokalemia berat hampir selalu merupakan gambaran khas dari keracunan akut
teofilin. Kafein dalam beberapa cangkir kopi bisa menurunkan kalium serum sebesar 0,4
mmol/L. Karena insulin mendorong kalium ke dalam sel, pemberian hormon ini selalu
menyebabkan penurunan sementara dari kalium serum. Namun, ini jarang merupakan
masalah klinik, kecuali pada kasus overdosis insulin atau selama penatalaksanaan
ketoasidosis diabetes.
 Deplesi Kalium

Hipokalemia juga bisa merupakan manifestasi dari deplesi cadangan


kalium tubuh. Dalam keadaan normal, kalium total tubuh diperkirakan 50
mEq/kgBB dan kalium plasma 3,5--5 mEq/L. Asupan K+ yang sangat kurang
dalam diet menghasilkan deplesi cadangan kalium tubuh. Walaupun ginjal
memberi tanggapan yang sesuai dengan mengurangi ekskresi K+, melalui
mekanisme regulasi ini hanya cukup untuk mencegah terjadinya deplesi kalium
berat. Pada umumnya, jika asupan kalium yang berkurang, derajat deplesi
kalium bersifat moderat. Berkurangnya asupan sampai <10 mEq/hari
menghasilkan defisit kumulatif sebesar 250 s.d. 300 mEq (kira-kira 7-8%
kalium total tubuh) dalam 7—10 hari4. Setelah periode tersebut, kehilangan
lebih lanjut dari ginjal minimal. Orang dewasa muda bisa mengkonsumsi
sampai 85 mmol kalium per hari, sedangkan lansia yang tinggal sendirian atau
lemah mungkin tidak mendapat cukup kalium dalam diet mereka.8,9
 Kehilangan K+ Melalui Jalur Ekstra-renal

9|Page
Kehilangan melalui feses (diare) dan keringat bisa terjadi bermakna.
Pencahar dapat menyebabkan kehilangan kalium berlebihan dari tinja. Ini perlu
dicurigai pada pasien-pasien yang ingin menurunkan berat badan. Beberapa
keadaan lain yang bisa mengakibatkan deplesi kalium adalah drainase lambung
(suction), muntah-muntah, fistula, dan transfusi eritrosit.
 Kehilangan K+ Melalui Ginjal
Diuretik boros kalium dan aldosteron merupakan dua faktor yang bisa
menguras cadangan kalium tubuh. Tiazid dan furosemid adalah dua diuretik yang
terbanyak dilaporkan menyebabkan hipokalemi.8,9

manisfestasi klinis
 Asupan berkurang: asupan K+ normal adalah 40—120 mmol/hari. Umumnya ini
berkurang pada pasien bedah yang sudah anoreksia dan tidak sehat. Meningkatnya influks
K+ ke dalam sel: alkalosis, kelebihan insulin, -agonis, stress, dan hipotermia. Semuanya
menyebabkan pergeseran K+ ke dalam sel. Tidak akan ada deplesi K+ sejati jika ini
adalah satu-satunya penyebab.
 Kehilangan berlebihan dari saluran cerna: muntah-muntah, diare, dan drainase adalah
gambaran khas seorang pasien sebelum dan setelah pembedahan abdomen.
Penyalahgunaan pencahar pada usia lanjut biasa dilaporkan dan bisa menyebabkan
hipokalemia pra-bedah.
 Kehilangan berlebihan dari urin: hilangnya sekresi lambung, diuretik, asidosis
metabolik, Mg++ rendah, dan kelebihan mineralokortikoid menyebabkan pemborosan
K+ ke urin. Mekanisme hipokalemia pada kehilangan cairan lambung bersifat kompleks.
Bila cairan lambung hilang berlebihan (muntah atau via pipa nasogastrik), NaHCO3 yang
meningkat diangkut ke tubulus ginjal. Na+ ditukar dengan K+ dengan akibat peningkatan
ekskresi K+. Kehilangan K+ melalui ginjal sebagai respons terhadap muntah adalah
faktor utama yang menyebabkan hipokalemia. Ini disebabkan kandungan K+ dalam
sekresi lambung sedikit. Asidosis metabolik menghasilkan peningkatan transpor H+ ke
tubulus. H+ bersama K+ bertukar dengan Na+ , sehingga ekskresi K+ meningkat.8,9

kelemahan otot, perasaan lelah, nyeri otot, retless legs syndrome merupakan
gejala pada otot yang timbul akibat kadar kalium yang kurang dari 3 meq/L, penurunan
10 | P a g e
yang berat akan menyebabkan kelumpuhan atau rambdomiolosis. Aritmia berupa
timbulnya fibrilasi atrium, takikardi ventrikuler merupakan efek dari hipokalemia pada
jantung. Hipokalemia juga akan meningkatkan produksi NH4 dan produksi dan produksi
bikarbonat di tubulus proksimal yang akan menimbulkan alkalosis metabolic.
Meningkatnya NH4 (ammonia) dapat mencetuskan koma pada pasien dengan gangguan
fungsi hati.

penatalaksanaan
Untuk hilangnya cairan akan diobati berdasarkan tipe penanganan yang dipilih
bergantung pada penyebab yang mendasari. Kehilangan melalui ginjal dan
gastrointestinal biasanya dapat diganti dengan memberikan kalium klorida tambahan
per oral atau intravena. Kehilangan kalium harus diganti secara hati-hati untuk
menghindari hiperkalemia karena kalium harus melalui ruang ekstrasel untuk memenuhi
defisit intrasel yang lebih besar.7
Indikasi koreksi kalium dapat dibagi dalam.10
1. Indikasi mutlak, pemberian kalium mutlak segera diberikan yaitu pada keadaan
pasien sedang dalam pengobatan digitalis, pasien dengan ketoasidosis diabetik,
pasien dengan kelemahan otot pernapasan, dan pasien dengan hipokalemia berat
(K<2 meq/L).
2. Indikasi kuat, kalium harus diberikan dalam waktu tidak terlalulama yaitu pada
keadaan insufisiensi koroner atau iskemi otot jantung, ensefalopati hepatikum,
dan pasien yang memakai obat yang dapat menyebabkan perpindahan kalium dari
ekstra ke intrasel.
3. Indikasi sedang, pemberian kalium tidak perlu segera, seperti pada hipokalemia
ringan (K antara 3-3,5 meq/L).

Pemberian kalium lebih disenangi dalam bentuk oral oleh karena lebih mudah.
Pemberian 40-60 meq dapat menaikan kadar kalium sebesar 1-1,5 meq/L, sedang
pemberian 135-160 meq dapat menaikan kadar kalium sebesar 2,5-3,5 meq/L.10
Pemberian kalium intravena dalam bentuk larutan KCl disarankan melalui vena yang
besar dengan kecepatan 10-20 meq/jam.Pada keadaan aritmia yang berbahaya atau
kelumpuhan otot pernapasan, dapat diberikan dengan kecepatan 40-100 meq/jam.KCl

11 | P a g e
dilarutkan sebanyak 20 meq dalam 100 ml NaCl isotonik. Bila melalui vena perifer,
KCl maksimal 60 meq dilarutkan dalam NaCl isotonic 1000 ml. Sebab bila melebihi ini
dapat menimbulkan rasa nyeri dan dapat menyebabkan sklerosis vena.
Untuk mengobati diare cair akut, ada beberapa penggolongan farmakologi sebagai
berikut:10

 Kemoterapeutika untuk terapi kausal yaitu memberantas bakteri penyebab diare seperti
antibiotika, sulfonamide, kinolon dan furazolidon.

1. Racecordil
2. Loperamide merupakan golongan opioid yang bekerja dengan cara memperlambat
motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus.
Obat diare ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek
konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut. Efek
samping yang sering dijumpai adalah kolik abdomen (luka di bagian perut),
sedangkan toleransi terhadap efek konstipasi jarang sekali terjadi.
3. Nifuroxazide
4. Dioctahedral smectite suatu aluminosilikat nonsistemik berstruktur filitik, secara
in vitro telah terbukti dapat melindungi barrier mukosa usus dan menyerap toksin,
bakteri, serta rotavirus. Smectite mengubah sifat fisik mukus lambung dan
melawan mukolisis yang diakibatkan oleh bakteri. Zat ini juga dapat memulihkan
integritas mukosa usus seperti yang terlihat dari normalisasi rasio laktulose-
manitol urin pada anak dengan diare akut.

 Obstipansia untuk terapi simtomatis (menghilangkan gejala) yang dapat menghentikan


diare dengan beberapa cara: 10

1. Zat penekan peristaltik, sehingga memberikan lebih banyak waktu untuk


resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus seperti derivat petidin
(difenoksilatdan loperamida), antokolinergik (atropine, ekstrak belladonna)
2. Adstringensia yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak
(tannin) dan tannalbumin, garam-garam bismuth dan alumunium.

12 | P a g e
3. Adsorbensia, misalnya karbo adsorben yanga pada permukaannya dapat
menyerap (adsorpsi) zat-zat beracun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri
atau yang adakalanya berasal dari makanan (udang, ikan). Termasuk di sini
adalah juga musilago zat-zat lendir yang menutupi selaput lendir usus dan
luka-lukanya dengan suatu lapisan pelindung seperti kaolin, pektin (suatu
karbohidrat yang terdapat antara lain sdalam buah apel) dan garam-garam
bismuth serta alumunium.

 Spasmolitik, yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang seringkali
mengakibatkan nyeri perut pada diare antara lain papaverin dan oksifenonium.10

Komplikasi
 Kardiovaskular

Hipokalemia memiliki pengaruh luas di banyak sistem organ yang, dari waktu
ke waktu, dapat menyebabkan penyakit kardiovaskular.Komplikasi
kardiovaskular secara klinis pertanda paling penting dari morbiditas yang
signifikan atau mortalitas dari hipokalemia.Meskipun hipokalemia telah terlibat
dalam pengembangan aritmia atrium dan ventrikel, aritmia ventrikel namun ini
telah menerima perhatian yang besar. Peningkatan kerentanan terhadap aritmia
jantung diamati dengan hipokalemia yang disertai dengan gagal jantung
kongestif, penyakit atau akut iskemia jantung iskemik miokard, terapi agresif
hiperglikemia, seperti dengan diabetic ketoacidosis, terapi digitalis, terapi
Metadon, serta Sindrom Conn.11
Asupan kalium rendah telah terlibat sebagai faktor risiko untuk
pengembangan hipertensi dan atau kerusakan akhir organ.Hipokalemia
menyebabkan reaktivitas vaskular berubah, kemungkinan dari efek deplesi
kalium terhadap ekspresi reseptor adrenergik, reseptor angiotensin, dan
mediator relaksasi pembuluh darah. Hasilnya adalah peningkatan
vasokonstriksi dan gangguanrelaksasi, yang memainkan peran dalam gejala
klinis yang beragam, seperti iskemik aktivitas sistem saraf pusat atau
rhabdomyolysis.1

13 | P a g e
 Muskuloskeletal

Kelemahan otot, depresi refleks deep-tendon, dan bahkan flaccid


paralysis dapat mempersulit hipokalemia.Rhabdomyolysis dapat diprovokasi,
terutama dengan olahraga berat. Namun, rhabdomyolysis juga telah terlihat
sebagai komplikasi hipokalemia berat, hiperaldosteronisme primer dengan
tidak adanya latihan.11
 Ginjal

Kelainan fungsi ginjal sering menyertai hipokalemia akut atau kronis.


Ini termasuk diabetes insipidus nefrogenik, alkalosis metabolik dari ekskresi
bikarbonat yang terganggu dan peningkatkan ammoniagenesis, serta degenerasi
kistik dan interstitial jaringan parut.11

 Gastrointestinal
Hipokalemia mengurangi motilitas usus, yang dapat menyebabkan atau
memperburuk ileus. Hipokalemia juga merupakan faktor dalam terjadinya ensefalopati
dalam sirosis.7

 Metabolik

Hipokalemia memiliki efek ganda pada regulasi glukosa dengan


mengurangi pelepasan insulin dan sensitivitas insulin perifer. Bukti klinis
menunjukkan bahwa efek hipokalemia dari thiazide merupakan faktor
penyebab diabetes mellitus thiazide terkait.11
Prognosis

Prognosis hipokalemia tergantung pada penyebabnya. Serangan akut oleh karena


diare mempunyai prognosis yang baik. Sedangkan hipokalemia karena kelainan
kongenital mempunyai prognosis yang jauh lebih buruk oleh karena seringkali terapi
tidak berhasil.

14 | P a g e
Kesimpulan

Pada wanita berusia 50 tahun yang datang dengan keluhan lemah kedua
tungkai, lemas otot, nyeri otot badan lemas dan diare terdiagnosis terkena hipokalemi e.t
diare . Hasil diagnosis telah ditunjang dari adanya pemeriksaan fisik juga pemeriksaan
penunjang yang dilakukan.

15 | P a g e
Daftar pustaka
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta; Interna Publishing; 2011.h.11-25, 47-8,
61, 155-65.
2. Setiati S, Sari DP, Rinaldi I, Ranitya R, Pitoyo CW. Lima puluh masalah kesehatan di
bidang ilmu penyakit dalam. Buku kesatu. Jakarta: Interna Publishing; 2008.h.102-18,
263-9.
3. Sediono H, Iskandar I, Halim SL, Santoso R, Sinsanta. Patologi klinik urinalisis.
Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran UKRIDA; 2009.h.24-5.
4. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Jakarta: CV Sagung Seto; 2012.h.1-3, 21-38.
5. Born-Frontsberg E, Reincke M, Rump LC, et al. Cardiovascular and cerebrovascular
comorbidities of hypokalemic and normokalemic primaryaldosteronism: results of the
German Conn’sRegistr
y . J Clin EndocrinolMeta b. Apr 2009; 94(4): 1125-30.
6. Miller KK, Grinspoon SK, Ciampa J, et al. Medical findings in outpatients with
anorexia nervosa. Arch Intern Med. Mar 14 2005;165, 561-6.
7. Behrman RE, Kliegman RM. Esensi pediatric nelson. Edisi 4. Jakarta: EGC;
2010.h.736-41.
8. Setiyohadi SB. Anamnesis. Dalam:Alwi I,Setia S, Simardibrata MK, Sudoyo AW.
Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5 jilid 1. Jakarta: EGC; 2009. Hal. 25,77-9.
9. Tambunan KL. Hipokalemia . Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna
Publishing; 2009. Hal.181-2.
10. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Ilmu penyakit dalam.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2006.h529-40.
11. Harvey TC. Addison's disease and the regulation of potassium: the role of insulin
and aldosterone. Med Hypotheses. 2007;69(5):1120-6.

16 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai