Anda di halaman 1dari 14

DAFTAR ISI

BAB 1 ............................................................................................................................................. 2

PENDAHULAN ............................................................................................................................ 2

BAB II ............................................................................................................................................ 3

PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 3

A. Definisi ................................................................................................................................. 3

B. Etiologi ................................................................................................................................. 3

C. Epidemiologi ........................................................................................................................ 4

D. Patologi ................................................................................................................................ 5

E. Manifestasi Klinis ................................................................................................................ 6

F. Diagnosis Banding ............................................................................................................... 8

G. Komplikasi ......................................................................................................................... 10

H. Tatalaksana ........................................................................................................................ 11

I. Prognosis ............................................................................................................................ 13

J. Pencegahan ........................................................................................................................ 13

Daftar pustaka............................................................................................................................. 14
BAB 1

PENDAHULAN

Morbili adalah salah satu penyakit menular pada bayi dan anak yang masih menjadi
masalah kesehatan di Indonesia dan merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
(PD31). Penyakit ini tetap menjadi salah satu penyebab utama kematian di kalangan anak – anak
di dunia, meskipun tersedia vaksin yang aman dan efektif. Penyakit ini menyerang anak dibawah
umur 5 tahun namun campak juga bisa menyerang semua umur. Setiap tahun melalui kegiatan
surveilans dilaporkan lebih dari 11.000 kasus suspek campak, dan hasil konfirmasi laboratorium
menunjukkan 12–39% di antaranya adalah campak pasti (lab confirmed) sedangkan 16–43%
adalah rubella pasti. Dari tahun 2010 sampai 2015, diperkirakan terdapat 23.164 kasus campak
dan 30.463 kasus rubella. Jumlah kasus ini diperkirakan masih lebih rendah dibanding angka
sebenarnya di lapangan, mengingat masih banyaknya kasus yang tidak terlaporkan, terutama dari
pelayanan kesehatan swasta serta kelengkapan laporan surveilans yang masih rendah.

Sangat pentingnya peranan imunisasi dalam menurunkan angka kematian anak, sehingga
imunisasi bisa menjadi salah satu indicator dalam mencapai tujuan MDGs yang keempat yaitu
menurunkan angka kematian anak.

Menurut profil kesehatan Indonesia, Indonesia merupakan Negara ASEAN yang memiliki
kasus morbili terbanyak dengan jumlah 15.489 kasus urutan kedua terbanyak adalah Thailand
dengan 5.197 kasus sedangkan Negara ASEAN lain memiliki jumlah lebih sedikit dan tidak lebih
dari 3.000 kasus.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Morbili adalah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium,
yaitu stadium kataral, stadium erupsi, stadium konvalesensi. Penyakit ini sangat infeksius
dapat menular sejak awal masa prodromal sampai 4 hari setelah munculnya ruam.
Penyebaran infeksi terjadi dengan perantara droplet. Morbili memiliki gejala khas yaitu
terdiri dari 3 stadium yang masing – masing memiliki ciri khusus. Seperti stadium masa
tunas berlangsung 10 – 12 hari, stadium prodromal dengan gejala pilek dan batuk serta
ditemukan enantema pada mukosa pipi (bercak koplik), peradangan mukosa konjungtiva,
stadium akhir dengan keluarnya ruam dari mulai belakang telinga menyebar ke muka,
badan, lengan dan kaki.

B. Etiologi
Penyebabnya adalah virus morbili yang terdapat dalam secret nasofaring dan darah
selama masa prodromal sampai 24 jam setelah timbul bercak – bercak. Cara penularan
dengan droplet dan kontak. Virus tidak aktif pada pH rendah.

Virus campak termasuk golongan paramyxovirus berbentuk bulat dengan tepi yang
kasar dan bergaris tengah 140nm, dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak
dan protein. Virus ini adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan paling tinggi.
Apabila berada di luar tubuh manusia, keberadaannya tidak kekal. Pada tempratur kaamar
ia akan kehilangan 60% sifat infektivitasnya setelah 3 – 5 hari, pada suhu 37 derajat celcius
waktu paruh usianya 2 jam sedangkan pada suhu 56 derajat celcius hanya satu jam.
Sebaliknya virus ini mampu bertahan dalam keadaan dingin pada suhu -70 dengan media
protein ia dapat hidup selama 5 bulan tetapi tanpa media protein hanya 2 minggu dan dapat
hancur oleh sinar ultraviolet.

C. Epidemiologi
Penyakit ini timbul biasanya pada masa anak dan kemudian menyebabkan
kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita morbili
akan mendapat kekebalan secara pasif melalui plasenta sampai umur 4 – 6 bulan dan
setelah imir tersebut kekebalan akan mengurang sehingga bayi dapat menderita morbili.
Bila ibu belum pernah menderita morbili maka bayi yang dilahirkan tidak mempunyai
kekebalan terhadap morbili dan dapat menderita penyakit ini setelah ia dilahirkan. Bila
seorang wanita menderita morbili ketika hamil 1 atau 2 bulan maka 50% kemungkinan
akan mengalami abortus, bila menderita morbili pada trimester pertama, kedua, ketiga
maka ia mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan atau seorang anak
dengan berat badan lahir rendah atau lahir mati atau anak yang kemudian meniggal
sebelum usia 1 tahun

Di Indonesia menurut survey kesehatan rumah tangga, morbili menduduki


peringkat ke-5 dalam 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7%) dan peringkat ke-5
dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak usia 1 – 4 tahun (0,77%). Morbili
merupakan penyakit endemis terutama di Negara sedang berkembang. Di Indonesia
penyakit campak sudah dikenal sejak lama. Di masa lampau campak dianggap suatu hal
yang harus dialami setiap anak, sehingga anak yang terkena campak tidak perlu diobati,
mereka beranggapan campak akan sembuh sendiri bila ruam sudah keluar. Ada anggapan
bahwa penyakit campak akan berbahaya jika ruam tidak keluar pada kulit sebab ruam akan
muncul di rongga tubuh lain seperti tenggorokan, paru, perut, atau usus. Hal ini diyakini
akan menyebabkan anak terkena diare dan sesak napas yang dapat menyebabkan kematian.

Pengalaman menunjukan bahwa epidemic campak di Indonesia muncul secara


tidak teratur. Di daerah perkotaan epidemic campak timbul setiaap 2 – 4 tahun. Wabah
terjadi pada kelompok anak yang rentan terhadap campak, yakni daerah populasi balita
yang mengidap gizi buruk dan daya tahan tubuh yang lemah. Campak menyebabkan
penurunan daya tahan tubuh secara umum, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder atau
penyulit. Penyulit yang sering dijumpai adalah bronkopneumonia, gastroenteritis,
ensefalitis dan lain – lain. Cakupan imunisasi campak yang lebih dari 90% akan
menghasilkan daerah bebas campak, seperti halnya amerika serikat.

D. Patologi
Sebagai reaksi terhadapvirus maka terjadi eksudat yang serous dan proliferasi sel
mononukleus dan beberapa sel polimorfonukleus di sekitar kapiler. Kelainan ini erdapat
pada kulit, selaput lender nasofaring, bronkus, dan konjungtiva.

Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat
menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan terjadi melalui droplet yang terbawa di
udara, sejak 1 – 2 hari sebellum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam.
Virus masuk ke dalam limfatic local, bebas maupun berhubungan dengan sel
mmononuklear, kemudian mencapai kelenjar getah bening regional. Di sini virus
memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dimulailah penyebaran ke sel jaringan
limforetikuler seperti limpa. Sel mononuclear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya
sel raksasa yang berinti banyak (sel Warthin), sedangkan limfosit T dan T helper yang
rentan terhadap infeksi turut aktif membelah.

Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara lengkap,
tetapi 5 – 6 hari infeksi awal, terbentuknya focus infeksi yaitu ketika virus masuk ke dalam
pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran napas,
kulit, kandung kemih dan usus.

Pada hari ke 9 dan 10 fokus infeksi berada di epitel saluran napas dan konjungtiva
akan menyababkan timbulnya nekrosis pada satu sampai dua lapis sel. Pada saat itu virus
dalam jumlah banyak masuk kembali kedalam pembuluh darah dan menimbulkan
manifestasi klinis dari system saluran napas diawali dengan keluhan batuk pilek disertai
konjungtiva hiperemis. Respon imun yang terjadi adalah proses peradangan epitel pada
system saluran napas diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak
sakit berat dan bercak koplik yang merupakan tanda pasti untuk menegakan diagnosis.
Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respon delayed
hypersensitivity terhadap antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari ke 14
sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibody humoral dapat dideteksi pada kulit.

Focus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak secara
mikroskopis di epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh di kulit. Penelitian dengan
imunoflouresen dan histologic menunjukan adanya antigen campak dan diduga terjadi
suatu reaksi Arthus. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan
memberikan kesempatan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media,
dan lain lain. Dalam keadaan tertentu pneumonia juga dapat terjadi, selain itu campak dapat
menyebabkan gizi kurang.

E. Manifestasi Klinis
Diagnosis morbili dibuat berdasarkan kelompok gejala klinis yang sangat
berkaitan, yaitu koriza dan mata meradang disertai batuk dan demam tinggi dalam beberapa
hari, diikuti timbulnya ruam yang memiliki ciri khas yaitu diawali dari belakang telinga
kemudian menyebar ke muka, dada, tubuh, lengan dan kaki bersamaan dengan
menigkatnya suhu tubuh dan selanjutnya mengalami hiperpigmentasi dan mengelupas.
Pada stadium prodromal dapat ditemukan enantema di mukosa pipi yang merupakan tanada
patognomonik campak (bercak koplik).
1. Diagnosis
a. Anamnesis
 Adanya demam tinggi terus menerus disertai batuk, pilek, nyeri
menelan, mata merah, dan silau bila terkena cahaya (fotofobia),
seringkali disertai diare
 Pada hari ke 4 dan 5 demam, timbul ruam kulit, didahului oleh suhu
meningkat lebih tinggi dari semula. Pada saat ini anak dapat mengalami
kejang demam.
 Saat ruam timbul, batuk dan diare dapat bertambah parah sehingga anak
mengalami sesak napas atau dehidrasi. Adanya kulit kehitaman dan
bersisik dapat merupakan tanda penyembuhan
2. Pemeriksaan Fisik
Gejala klinis terjadi setelah masa tunas dibagi dalam 3 stadium
a. Stadium prodromal

Biasanya stadium ini berlangsung selama 4 – 5 hari disertai panas, malaise,


batuk, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir stadium ini dan 24 jam
timbul enantema, timbul bercal koplik yang patognomonik bagi morbili, tetapi
sangat jarang dijumpai. Bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum
dan dikelilingi oleh eritam. Lokalisasinya di mukosa bukalis berhadapan dengan
molar bawah. Kadang terdapat pula macula halusyang kemudian menghilang
sebelum stadium erupsi. Gambaran penyakit ini mirp influenza. Diagnosis
perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada bercak koplik dan penderita pernah
kontak dengan penderita morbili dalam waktu 2 minggu terkahir

b. Stadium erupsi

Koriza dan batuk bertambah. Timbul eritema di palatum durum dan palatum
mole. Kadang terlihat pula bercak koplik. Terjadinya eritema yang brbentuk macula
papula disertai demam. Mula – mula eritema timbul dibelakang telinga, rasa gatal,
muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan akan
menghilang dengan urutan seperti terjadinya.
Terdapat pembesaran kelenjar getah bening pada mandibular dan di leher
belakang, splenomegaly dan bisa disertai mual dan muntah. Morbili biasanya juga
disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung, dan traktus digestivus.

c. Stadium konvalesensi
Erupi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua yang lama – lama
akan hilang sendiri. Selaini itu ditemukan juga kulit bersisik. Hiperpigmentasi
merupakan gejala patognmonik untuk morbili. Suhu menurun sampai normal bila
tidak ada komplikasi
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah tepi: jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi
bakteri
b. Pemeriksaan untuk komplikasi:
 Ensepalopati dilakukan pemeriksaan cairan serebospinal, kadar elektrolit
darah dan analisis gas darah
 Enteritis: feses lengkap
 Bronkopneumonia: dilakukan pemeriksaan rontgen thorax dan analisa gas
darah

F. Diagnosis Banding
1. German measles, pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran
kelenjar di daerah suboksipital, servikal posterior dan aurikula
2. Eksantema subitum. Ruam akan timbul bila suhu badan menjadi normal

3. Demam skarlatina, kelainan kulit pada demam skarlatina biasanya timbul dalam 12 jam
pertama sesudah demam, batuk dan muntah.

4. Infeksi enterovirus, ruam kulit cenderugn kurang jelas dibanding dengan morbili.
Sesuai dengan derajat demam dan berat penyakitnya
5. Rickettsia, disertai batuk tapi ruam kulit yang biasanya timbul tidak mengenai wajah
yang secara khas terlihat pada campak.
6. Meningokoksemia, disertai ruam kulit yang mirip dengan morbili, biasanya tidak
dijumpai batuk dan konjungtivitis

G. Komplikasi
Penyakit morbili terdapat resistensi umum yang menurun sehingga dapat terjadi
anergi (uji tuberculin yang semula positif menjadi negative). Keadaan ini menyebabkan
mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti otitis media akut, ensefalitis,
bronkopneumonia.

1. Bronkopneumonia
Bronkopneumonia dapat menyebabkan kematian pada bayi yang masih
muda, anak dengan malnutrisi energy protein, leukemia. Oleh karena pada
keadaan tertentu harus dilakukan pencegahan.
2. Laryngitis akut
Laryngitis akut timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran
napas yang bertambah parah ada saat demam mencapai puncaknya. Ditandai
dengan distress pernapasan, sesak, sianosis, stridor. Ketika demam turun
keadaan akan membaik dan gejala akan menghilang
3. Komplikasi neurologis pada morbili dapat berupa hemiplegia, paraplegia,
afasia, gangguan mental, neuritis optika, dan ensefalitis.
4. Ensefalitis
Ensefalitis morbili dapat terjadi pada anak yang sedang menderita morbili
atau dalam satu bulan setelah mendapat imunisasi dengan vaksin virus morbili
hidup. Ensefalitis morbili akut ini timbul pada stadium eksantem.
5. Immunosuppressive measles encephalopathy
Didapatkan pada anak dengan morbili yang sedang menderita defisiensi
imunologik karena keganasan atau karena memakai obat imunosupresan.
6. SSPE (subacute sclerosing panencephalitis).
Subacute sclerosing panencephalitis merupakan kelainan degenerative
susunan saraf pusat yang jarang disebabkan oleh infeksi virus morbili yang
persisten. Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang sebelumnya
menderita morbili adalah 0,6 – 2,2 per 100.000 infeksi morbili. Risiko terjadi
SSPE lebih besar pada usia yang lebih muda, dengan masa inkubasi rata – rata
7 tahun. Gejala SSPE didahului dengan gangguan tingkah laku dan intelektual
yang progresif, diikuti oleh inkoordinasi motoric, kejang umumnya bersifat
mioklonik. Laboratorium menunjukan peningkatan globulin dalam cairan
serebrospinal, antibody terhadap morbili daam serum (CF dan HAI) meningkat
(1:1280). Tidak ada terapi untuk SSPE, rata – rata jangka waktu timbulnya
gejala sampai meninggal antara 6 – 9 bulan.
7. Otitis media.
Otitis media, Invasi virus ke dalam telinga tengah umumnya terjadi pada
morbili. Gendang telinga biasanya hiperemis pada fase prodromal dan stadium
erupsi. Jika terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak karena
invasi virus akan terjadi otitis media purulenta. Dapat pula terjadi mastoiditis.
8. Kejang demam. Dapat timbul pada periode demam, umumnya puncak demam
saat ruam keluar. Kejang dalam hal ini diklasifikasikan sebagai kejang demam.

H. Tatalaksana
Pasien morbili tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan cukup
cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik. Sedangkan pada pasien
morbili dengan penyulit, pasien perlu dirawat inap. Diperlukan perbaikan keadaan umum
dengan memperbaiki kebutuhan cairan dan diet yang memadai. Vitamin A 100.000 IU per
oral diberikan satu kali, apabila terdapat malnutrisi dilanjutkan dengan 1500 IU tiap hari.
Vitamin A diberikan untuk membantu pertumbuhan epitel saluran napas yang rusak,
menurunkan morbiditas morbili juga berguna untuk meningkatkan titer IgG dan jumlah
limfosit total.

Pengobatan secara simtomatik yaitu antipiretik bila suhu tinggi, sedativum, obat
batuk dan memperbaiki keadaan umum. Tindakan lain adalah pengobatan segera terhadap
komplikasis yang timbul.

Pasien dirawat (di ruang isolasi) bila:

- Hiperpireksia
- Dehidrasi
- Kejang
- Asupan oral sulit
- Adanya komplikasi

Apabila terdapat komplikasi maka dilakukan pengobatn untuk mengatasi komplikasi:

 Bronkopneumonia

Diberikan antibiotic ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena


dikombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis,
sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral selama 7 – 10
hari.

 Enteritis

Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan intravena
dapat dipertimbangkan

 Otitis media

Sering karena infeksi sekunder, diberikan kotrimoksazol-sulfametoksazol 4


mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis

 Ensefalopati
Perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga ¾ kebutuhan untuk mengurangi
edema otak, disamping pemberian kortikosteroid. Perlu dilakukan koreksi elektrolit
dan gangguan gas darah.

I. Prognosis
Baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, prognosis buruk bila keadaan umum
buruk, anak yang sedang menderita penyakit kronis atau komplikasi. Mortalitas
diperkirakan antara 5 – 7%. Kematian disebabkan oleh bronkopenumonia atau ensefalitis,
dengan resiko kematian yang lebih tinggi pada pasien keganasan atau yang terinfeksi HIV.
Kematian pada remaja atu dewasa terjadi karena SSPE. Bentuk lain dari ensefalitis karena
campak pada pasien imunokompeten disangkutpautkan dengan angak mortalitas sebesar
15%, dengan 20 – 30% dari yang hidup memiliki gejala sisa yang berat.

J. Pencegahan
Imunisasi aktif

Di Indonesia saat ini masih dianjurkan memberikan vaksin morbili pada anak umur
9 bulan ke atas. Bila terdapat suatu penyakit alergi sebaiknya vaksinasi ditunda sampai 2
minggu sembuh. Vaksin morbili juga dapat diberikan pada penderita tuberculosis aktif
yang sedaang mendapat tuberkulostatika. Vaksin morbili tidak boleh diberikan pada pasien
wanita hamil, anak dengan tuberculosis yang tidak diobati, penderita leukemia, dan anak
yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif.

Vaksin morbili dapat diberikan sebagai vaksin morbili saja atau sebagai vaksin measles-
mumps-rubella (MMR).

Vaksin ini diberikan secara subkutan sebanyak 0,5 ml pada umur 9 blan. Terjadi anergi
pada tuberculin selama 2 bulan setelah pemberian vaksin.

Immunisasi pasif

Baik diketahui bahwa morbili yang perjalanan penyakitnya diperingan dengan pemberian
globulin-gama dapat mengakibatkan ensefalitis dan penyebaran proses tuberculosis.0
Daftar pustaka

1. WHO measles fact sheet. Reviewed march 2016.


http://www.who.int/mediacentre/factsheet/fs286/en/
2. WHO. WHO warns that progress towards eliminating measles has stalled. 13
november 2014. http//who.int/mediacentre/news/release/2014/eliminating-
measle/en/
3. Kemenkes RI. www.depkes.go.id/resource/download/pusdatin/profil-
kesehatan-inonesia/profil-kesehatan-indonesia-2012.pdf
4. Soedarmo, Sumarno S. Poorwo, dkk. 2015. Buku ajar infeksi dan pediatric
tropis. Jakarta: IDAI
5. Rahayu, Tuti. 2002. Gambaran Klinis Penyakit Eksantema Akut pada Anak.
Sari pediatric vol 4 no. 3
6. Pudjiadi, Antonius H, dkk. 2009. Pedoman pelayanan medis ikatan dokter
Indonesia. Jakarta : IDAI

Anda mungkin juga menyukai