Anda di halaman 1dari 11

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemu-kan
pada bayi baru lahir.Lebih dari 85% bayi kembali dirawat dalam minggu pertama kehidupan
disebabkan oleh keadaan ini.Bayi dengan hiperbilirubinemia tampak kuning akibat aku-
mulasi pigmen bilirubin yang berwarna kuning pada sklera dan kulit.

Menurut Slusher (2013) Hiperbilirubin merupakan suatu kondisi di mana produksi


bilirurin yang berlebihan di dalam darah. Menurut Lubis (2013), Hiperbilirubinemia
merupakan salah satu fenomena klinis tersering ditemukan pada bayi baru lahir, dapat
disebabkan oleh proses fisiologis, atau patologis, atau kombinasi keduanya.

Hiperbilirubinemia atau Ikterus neonatorum adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir
dimana kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg pada minggu pertama dengan ditandai
adanya ikterus yang bersifat patologis (Alimun,H,A : 2005).

Menurut WHO (2012) dalam fajriah (2013) Ikterus adalah warna kuning yang tampak
pada kulit dan mukosa karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus Fisiologis
merupakan konsentrasi bilirubin serum pada bayi baru lahiryang meningkat 6,5-7,0 mg dan
menurun secara bertahap sampai kurang dari 1,5 mg% pada hari ke 10 surjono (2007) dalam
fajriah (2013). Ikterus fatologis adalah suatu kondisi bayi baru lahir dengan kader bilirubin
total lebih dari 10 mg pada minggu pertama alimul (2008) dalam fajriah (2013). Neonatus
merupakan masa sejak lahir sampai dengan 28 hari sesudah kelahiran .

Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana terjadinya peningkatan kadar


bilirubindalam darah <5mg/dl,yang secara klinis pada bayi ditandai oleh adanya
icterus,dengan factor penyebab fisiologik dan non fisiologik.
2.2 Klasifikasi
1) Ikterus Fisiologis
adalah suatu proses normal yang terlihatpada sekitar 40-50 % bayi aterm/cukup
bulan dan sampai dengan 80 % bayi prematur dalam minggu pertama kehidupan. Ikterus
fisiologis adalah perubahan transisional yang memicu pembentukan bilirubin secara
berlebihan di dalam darah yang menyebabkan bayi berwarna ikterus atau kuning
(Kosim, 2012).
Menurut Ridha (2014) ikterus fisiologis memiliki tanda tanda,antara lain sebagai
berikut :
a) Warna kuning akan timbul pada hari kedua atau ketiga setelah bayi lahir dan
tampak jelas pada hari kelima sampai keenam dan menghilang sampai hari
kesepuluh.
b) Kadar bilirubin indirek tidak lebih dari 10 mg/dl pada neonates kurang bulan
dan 12,5 mg/dl pada neonatus cukup bulan.
c) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5 mg/dl per hari.
d) Kadar bilirubin direk tidak lebih dari 1 mg/dl.
2) Ikterus Patologis
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya
mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia (Saifuddin, 2009). Menurut Kosim
(2012) ikterus patologis tidak mudah dibedakan dari ikterus fisiologis. Keadaan di bawah
ini merupakan petunjuk untuk tindak lanjutnya sebagai berikut :
1. Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam.
2. Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi.
3. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg/dl pada neonates kurang bulan
4. Peningkatan bilirubin total serum > 0,5 mg/dl/jam.
5. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi muntah,
letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea
atau suhu yang tidak stabil.
6. Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada
bayi kurang bulan.
7. Ikterus yang disertai keadaan antara lain : BBLR, masa gestasi kurang dari 36
minggu, asfiksia, infeksi, dan hipoglikemia.Ikterus pada bayi baru lahir
terdapat pada 25-50 % neonates cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada
neonatus kurang bulan.
2.3 Etiologi
Menurut Marmi dan Rahardjo (2012) etiologi ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri
sendiri ataupun disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain sebagai berikut :
a. Produksi yang berlebihan, lebih dari kemampuan bayi untuk mengeluarkannya,
misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO,
defisiensi enzim G6PD, pyruvate kinase, perdarahan tertutup, dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar. Gangguan ini dapat disebabkan
oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi
hepar akibat asidosis, hipoksia, dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glucoronil
transferase (criggler najjar syndrome). Penyebab lain adalah defisiensi protein Y
dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel-sel hepar.
c. Gangguan dalam transportasi. Bilirubin dalam darah terikat oleh albumin kemudian
diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat-obat,
misalnya : salisilat dan sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak
terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel
otak.
d. Gangguan dalam ekskresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar
atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan
hepar.Obstruksi saluran pencernaan (fungsional atau struktural) dapat mengakibatkan
hiperbilirubinemia unconjugated akibat penambahan dari bilirubin yang berasal dari
sirkulasi enterohepatik.Ikterus akibat Air Susu Ibu (ASI). Ikterus akibat ASI
merupakan unconjugated hiperbilirubinemia yang mencapai puncaknya terlambat
(biasanya menjelang hari ke 6-14). Hal ini untuk membedakan ikterus pada bayi yang
disusui ASI selama minggu pertama kehidupan. Sebagian bahan yang terkandung
dalam ASI (beta glucoronidase) akan memecah bilirubin menjadi bentuk yang larut
dalam lemak, sehingga bilirubin indirek akan meningkat, dan kemudian akan
diresorbsi oleh usus. Bayi yang mendapat ASI bila dibandingkan dengan bayi yang
mendapat susu formula, mempunyai kadar bilirubin yang lebih tinggi berkaitan
dengan penurunan asupan pada beberapa hari pertama kehidupan.Pengobatannya
yaitu bukan dengan menghentikan pemberian ASI melainkan dengan meningkatkan
frekuensi pemberiannya.

2.4 Patofisiologi
Meningkatnya kadar bilirubin dapat juga disebabkan produksi yang berlebihan.
Sebagian besar bilirubin berasal dari destruksi eritrosit yang menua. Pada neonatus 75%
bilirubin berasal dari mekanisme ini. Satu gram hemoglobin dapat menghasilkan 34mg
bilirubin indirek (free billirubin) dan sisanya 25% disebut early labeled bilirubin yang
berasal dari pelepasan hemoglobin karena eritropoeis yang tidak efektif di dalam sumsum
tulang, jaringan yang mengandung protein heme dan heme bebas. Pembentukan bilirubin
diawali dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin. Setelah mengalami reduksi
biliverdin menjadi bilirubin bebas, yaitu zat yang larut dalam lemak yang bersifat lipofilik
yang sulit diekskresi dan mudah melewati membran biologik, seperti plasenta dan sawar
otak (Kosim, 2012).
Di dalam plasma, bilirubin tersebut terikat/bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke
hepar. Dalam hepar menjadi mekanisme ambilan sehingga bilirubin terikat oleh reseptor
membran sel hepar dan masuk ke dalam hepatosit. Di dalam sel bilirubin akan terikat dan
bersenyawa dengan ligandin (protein Y), protein Z, dan glutation S tranferase membawa
bilirubin ke reticulum endoplasma hati (Kosim,2012).Dalam sel hepar bilirubin kemudian
dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronide dan sebagian kecil dalam bentuk
monoglukoronide. Ada dua enzim yang terlibat dalam sintesis bilirubin diglukoronide yaitu
uridin difosfat glukoronide transferase (UDPG:T) yang mengkatalisasi pembentukan
bilirubin monoglukoronide. Sintesis dan ekskresi diglukoronide terjadi di membran
kanalikulus (Hasan dan Alatas,2007).
2.5 Manifestasi Klinis
Pengamatan ikterus kadang-kadang agak sulit apalagi dalam cahaya buatan. Paling baik
pengamatan dilakukan dalam cahaya matahari dan dengan menekan sedikit kulit yang akan
diamati untuk menghilangkan warna karena pengaruh sirkulasi darah (Hasan dan Alatas,
2007).
1. Keluhan subjektif yaitu bayi berwarna kuning pada muka dan sebagian tubuhnya dan
kemampuan menghisap bayi lemah (Marmi, 2012).
2. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul
3. Perut membuncit dan pembesaran pada hati
4. Bayi dengan ikterus berat akan tampak letargis (penurunan kesadaran)
5. Bayi akan mengalami demam
6. Gerakan tidak menentu (involuntary movements)
7. Kejang,tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus (Saifuddin,2009).

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang laboratorium (Kosim, 2012) yaitu :
1) Pemeriksaan golongan darah : untuk menentukan dan status Rh bayi bila transfusi
sulih diperlukan.
2) Uji coombs direk : Uji Coombs direk : untuk menentukan diagnosis penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir, hasil positif mengindikasikan sel darah merah bayi
telah terpajan (diselimuti antibodi).
3) Uji coombs indirek : jumlah antibodi Rh positif dalam darah ibu.
4) Kadar bilirubin total dan direk : untuk menegakkan diagnosis heperbilirubinemia.
5) Periksa darah lengkap dengan diferensial : untuk mendeteksi hemolisis, anemia (Hb
< 14 gr/dl) atau polisitemia (Ht lebih dari 65%), Ht kurang dari 40 % (darah tali
pusat) mengindikasi hemolisis berat.
6) Protein serum total : untuk mendeteksi penurunan kapasitas ikatan (3,0 mg/dl).
7) Glukosa serum : untuk mendeteksi hipoglikemia (< 40 mg/dl).
2.7 Penatalaksanaan
1. Mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubin dengan early breast feeding yaitu
menyusui bayi dengan ASI (Air Susu Ibu).Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak
mengeluarkan feses dan urine. Untuk itu bayi harus mendapat cukup ASI. Seperti diketahui
ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar BAB dan BAK. Akan
tetapi pemberian ASI juga harus dibawah pengawasan dokter karena pada beberapa kasus
ASI justru meningkatkan kadar bilirubin bayi (breast milk jaundice) (Marmi dan Rahardjo,
2012).
2.Pemberian fenobarbital yang yang dapat memperbesar konjugasi dan ekskresi bilirubin.
Pemberiannya akan membatasi perkembangan ikterus fisiologis pada bayi baru lahir bila
diberikan pada ibu dengan dosis 90 mg/24 jam sebelum persalinan atau pada bayi saat lahir
dengan dosis 10 mg/kg/24 jam. Meskipun demikian,fenobarbital tidak secara rutin
dianjurkan untuk mengobati icterus pada bayi neonatus karena pengaruhnya pada
metabolism bilirubin biasanya tidak terlihat sebelum mencapai beberapa hari pemberian,
efektivitas obat ini lebih kecil dari pada fototerapi dalam menurunkan kadar bilirubin, dan
dapat mempunyai pengaruh sedatif yang tidak menguntungkan serta tidak menambah
respon terhadap fototerapi (Nelson, 2012).
3.Terapi sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan. Biasanya dianjurkan setelah bayi
selesai dirawat di rumah sakit. Caranya bisa di jemur selama setengah jam dengan posisi
yang berbeda. Lakukan pada jam 07.00-09.00 WIB karena inilah waktu dimana sinar
ultraviolet belum cukup efektif mengurangi kadar bilirubin.Hindari posisi yang membuat
bayi melihat langsung ke arah matahari karena dapat merusak matanya.
4.Terapi sinar (Fototerapi) Terapi sinar atau fototerapi dilakukan selama 24 jam atau
setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan
fototerapi bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecah dan menjadi mudah larut dalam air
tanpa harus diubah dahulu oleh organ hati dan dapat dikeluarkan melalui urin dan feses
sehingga kadar bilirubin menurun (Dewi, 2010; Marmi dan Rahardjo, 2012). Di samping
itu pada terapi sinar ditemukan pula peninggian konsentrasi bilirubin indirek dalam cairan
empedu duodenum dan menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam
usus sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan keluar bersama feses. Terapi
sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin agar tidak terus meningkat sehingga
menimbulkan risiko yang lebih fatal.
5. Transfusi tukar (exchange transfusion) cara yang paling tepat untuk mengobati
hiperbilirubinemia pada neonatus adalah tranfusi tukar. Dalam beberapa hal terapi sinar
dapat menggantikan transfusi tukar darah akan tetapi pada penyakit hemolitik neonates
transfusi tukar darah adalah tindakan yang paling tepat (Marmi dan Rahardjo, 2012).
Transfusi tukar dilakukan pada keadaan hiperbilirubinemia yang tidak dapat diatasi dengan
tindakan lain misalnya telah diberikan terapi sinar tetapi kadar bilirubin tetap tinggi. Pada
umumnya transfusi tukar dilakukan pada ikterus yang disebabkan karena proses hemolisis
yang terdapat pada keridakselarasan Rhesus, ABO, dan defisiensi G-6-PD. Indikasi untuk
melakukan transfusi tukar adalah kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg%, kenaikan kadar
bilirubin indirek cepat, yaitu 0,3-1 mg%/jam, anemia berat pada neonatus dengan gejala
gagal jantung, dan hasil pemeriksaan uji comb positif (Ngastiyah, 2005).

2.8 Komplikasi
1) Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus
2) Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot
3) Epistotonus
4) Kejang
5) Dapat tuli
6) Gangguan bicara
7) Retardasi mental
8) Kejang
9) Bilirubin encephahalopathi
10) Kernikterus,kerusakan neurologis, cerebral palis
11) Asfiksia (gagal nafas)
12) Hipotermi
13) Hipoglikemi
BAB III
KONSEP ASKEP
3.1 Pengkajian
Identitas : Nama bayi,umur,jenis kelamin,no.register,namaorangtua,alamat,agama
2.Keluhan Utama : Keluhan yang timbul pada bayi dengan ikterus neonatorum adalah bayi
malas minum, letargis, dan kulit bayi berwarna kuning (Kosim, 2012).
3.Riwayat Penyakit:Apakah terdapat riwayat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian
golongan Rh atau golongan darah ABO), kelainan fungsi hati, dan
obstruksi saluran pencernaan (Hasan dan Alatas,2007).
4.Pola pemenuhan sehari-hari :
 Nutrisi : ASI yang diberikan pada bayi mempengaruhi tingginya tingkat
hiperbilirubinemia yang berkaitan dengan konjugasi dan ekskresi bilirubin
(Schwartz,2005).
 Aktifitas : Pada bayi ikterus gerakan lemah, tidak aktif, dan letargis (Marmi, 2012).
 Eliminasi : BAK biasanya pada bayi ikterus warna urin gelap atau urin positif
mengandung hiperbilirubin,
 Konsistensi BAB feses berwarna terang (Varney,2008).
 Vital Sign
Menurut Varney (2008) vital sign yang perlu dikaji pada bayi dengan ikterus, antara
lain sebagai berikut :
- Frekuensi Nadi : Pada bayi dengan ikterus frekuensi nadi normal yaitu sama
dengan bayi lahir normal.
- Pernapasan : Pada bayi dengan ikterus frekuensi pernapasan yaitu lebih dari 60
kali/menit (takipnea).
- Suhu Tubuh : Suhu tubuh pada bayi ikterus akan mengalami ketidakstabilan.
5. Pemeriksaan fisik
1. Kepala : Pada bayi ikterus terlihat menguningnya atau jaringan lain di kepala akibat
penimbunan bilirubin dalam tubuh.
2. Muka : Tanda klinis pada bayi ikterus pada muka yaitu pada puncak hidung dan mulut
berwarna kuning (Marmi dan Rahardjo, 2012)..
3. Mata : Sklera pada bayi ikterus berwarna kuning
4. Kulit : Pada bayi dengan ikterus kulit berwarnakuning akibat akumulasi bilirubin tak
terkonjugasi yang berlebih.
5. Dada : Pada bayi ikterus dada berwarna kuning (Marmi dan Rahardjo, 2012).
6. Abdomen : Pada bayi dengan ikterus tanda klinis pada abdomen yaitu perut bayi
berwarna kuning dan memeriksa adanya pembesaran hati dan limpa (Marmi dan
Rahardjo, 2012).
7. Ekstremitas : Pada bayi dengan ikterus tanda klinis pada ekstremitas yaitu kaki dan
tangan terdapat warna kuning (Marmi dan Rahardjo, 2012).
8. Genetalia : Pada bayi dengan ikterus ketika BAK warna urine gelap (Varney, 2008).
9. Anus : Pada bayi dengan ikterus pengeluaran BAB pada warna feses bayi akan lebih
terang (Varney, 2008).
6. Reflek
Menurut Hidayat (2008) reflek pada bayi dengan icterus neonatorum, antara lain
sebagai berikut :
1) Reflek morro pada bayi dengan ikterus neonatorum adalah lemah Reflek morro dapat
dilakukan dengan cara memukul meja pemeriksaan di dekat kepala bayi.
2) Reflek babynsky dapat dilakukan dengan cara menggores telapak kaki sepanjang tepi
luar. Reflek babynsky pada bayi dengan ikterus adalah lemah.
3) Reflek tonick neck dapat dilakukan dengan memutar kepala bayi ke salah satu sisi
dengan cepat.
4) Reflek rooting yaitu mencari puting susu dengan rangsang taktil pada pipi dan daerah
mulut. Reflek rooting pada bayi dengan ikterus adalah lemah.
5) Refleks sucking yaitu reflek menghisap. Pada bayi dengan ikterus memiliki reflek hisap
yang lemah.
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Marmi dan Rahardjo (2012) dan Kosim (2012) pemeriksaan penunjang yang
harus dilakukan pada bayi dengan hiperbilirubinemia adalah pemeriksaan golongan
darah, uji coombs direk, uji coombs indirek, kadar bilirubin total dan direk, darah
periksa lengkap dengan diferensial, protein serum total, dan glukosa serum.
3.2 Diagnosa keperawatan
3.3 Intervensi
3.4 Implementasi
3.5 Evaluasi
Daftar pustaka

Alimul, Hidayat A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta: Salemba medika.

Aprillia.(2010).ikterus,hiperbilirubinemia dan sepsis pada neonates, In: buku ajar kesehatan anak,M
arkum,A.H.(ed), FKUI Jakarta.

Consiti.(2013).ikterus hiperbilirubinemia pada neonates.FKUI, Jakarta.

Fajriah, L. 2013. Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir pada Bayi Ny.S dengan Ikterus Neonatus Der
ajat II di RSU Assalam Gemolong Seragen. KTI (Tidak diterbitkan). Jakarta

Guyton Arthur C. 2011. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC : Jakarta

Slusher, et all (2013). Treatment Of Neonatal Jaundice With Filtered Sunlight In Nigerian Neonates:
Study Protocol Of A Non-Inferiority, Randomized Controlled Trial.

WHO.(2013).Maternal mortality.depertement of reproductive health and research.WHO

Anda mungkin juga menyukai