Anda di halaman 1dari 11

RESPONSI

“KASUS TENGGELAM”

Oleh:
Periode : 30 Desember 2019 – 9 Februari 2020
1. Rifqi Rahadian 142011101095
2. Sri Weli Teguh Pujo S 142011101038
3. Brilliant Givya A 142011101013
4. Indah Amin Sugiharti 142011101002
5. Khana Nurfadhila 142011101034
6. Hilda Nur Achfidawati 142011101012
7. Ryan Ravi Is Syahputra 142011101045

Pembimbing :
dr. Nily Sulistyorini Sp.F

DEPARTEMEN/INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK DAN


MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Referat “Tenggelam” telah disetujui dan disahkan oleh Departemen/Instalasi


Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Unair RSU dr. Soetomo, Surabaya,
pada:

Hari :
Tanggal :
Tempat : Departemen/Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK
Unair RSUD dr. Soetomo Surabaya
Penyusun : DM Universitas Jember Kelompok I
(Periode 30 Desember 2019 – 9 Februari 2020)
1. Rifqi Rahadian 142011101095
2. Sri Weli Teguh Pujo S 142011101038
3. Brilliant Givya A 142011101013
4. Indah Amin Sugiharti 142011101002
5. Khana Nurfadhila 142011101034
6. Hilda Nur Achfidawati 142011101012
7. Ryan Ravi Is Syahputra 142011101045

Surabaya, Januari 2020


Koordinator Pendidikan Pembimbing

dr. Nily Sulistyorini, Sp.F dr. Nily Sulistyorini, Sp.F


NIP. 198204152009122002 NIP. 198204152009122002

ii
DAFTAR ISI

iii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kasus tenggelam merupakan kasus yang paling sering menjadi penyebab
kematian pada usia kurang dari 25 tahun dan memiliki prevalensi tinggi pada negara
berpenghasilan rendah hingga menengah.1 Dalam mendiagnosa kasus tenggelam
seorang dokter harus mengeluarkan kemungkinan penyebab lain yang dapat
menyebabkan kematian. Didukung dengan riwayat yang detail, penemuan di tempat
kejadian perkara, dan hasil pemeriksaan yang ditemukan saat otopsi.2 Jika insiden
tidak terdapat saksi, maka akan sulit untuk menentukan secara pasti cara kematian
korban. Apakah korban meninggal sebelum masuk air, meninggal di air tawar atau
air asin, adakah antemortem injury dan menyebabkan kematian pada korban, karena
tidak semua kematian dengan korban yang ditemukan di air selalu berhubungan
dengan kasus tenggelam. Oleh karena itu, dokter harus mengetahui bagaimana
mendiagnosis korban tenggelam untuk membantu proses peradilan jika diminta
oleh penyidik. Sebagaimana tercantum dalam pasal 133 ayat (1) KUHAP dan pasal
179 ayat (1) KUHAP, yang menjelaskan bahwa penyidik berwenang meminta
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau bahkan ahli
lainnya. Keterangan ahli tersebut berupa Visum et Repertum dimana didalamnya
terdapat penjabaran tentang keadaan korban, baik korban luka, keracunan ataupun
mati yang diduga karena tindak pidana.3

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang pada responsi ini adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan definisi dan klasifikasi tenggelam?
2. Bagaimana patofisiologi korban tenggelam?
3. Bagaimana diagnosis ditegakkan pada korban tenggelam?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengenali dan mengetahui definisi dan klasifikasi tenggelam
2. Mengetahui patofisiologi korban tenggelam.

4
3. Mengetahui bagaimana diagnosis pada korban tenggelam.

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat teoritis
Memberikan pengembangan terhadap studi kedokteran tentang kasus
tenggelam. Sebagai dokter umum dapat menjadi tambahan pengetahuan forensik
mengenai kasus tenggelam, yang berguna dalam praktik sehari-hari.

1.4.2 Manfaat Praktis


1. Membantu dokter dalam mendapatkan pengetahuan mengenai klasifikasi
tenggelam
2. Membantu dokter dalam mendapatkan pengetahuan mengenai patofisiologi
korban tenggelam.
3. Membantu dokter dalam mendapatkan pengetahuan bagaimana mendiagnoisa
korban mati tenggelam.

5
BAB 3. TINJAUAN PUSTAKA

3.4 Diagnosis Kasus Tenggelam


Secara tradisional, diagnosis post mortem pada kasus tenggelam berdasarkan
pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam secara tanatologi dan tanda-tanda asfiksia
pada mayat akibat lamanya durasi di dalam air. Saat ini terdapat beberapa metode
lain yang berkembang antara lain pemeriksaan makroskopik dan penemuan
laboratoris.4
3.4.1 Pemeriksaan otopsi
a. Pemeriksaan luar

Pada pemeriksaan luar sering ditemukan washerwoman hands yakni kulit


tangan dan kaki yang mengerut akibat perendaman di dalam air hingga pelepasan
epidermis dengan jaringan dibawahnya seperti sarung tangan (glove and stocking
fashion). Ditemukan pula busa di sekitar hidung, lumpur dan debris di sekitar mulut,
dan abrasi pada permukaan dorsal kaki.2

Busa pada lubang hidung dan mulut terdiri dari campuran cairan paru-paru
dan mukus di tingkat trakea dan bronkus. Busa ini muncul saat lubang pernapasan
diangkat dari permukaan air sehingga timbul gas dari fenomena pembusukan yang
menimbulkan diafragma mendorong gas tersebut ke atas. Hal ini merupakan tanda
dari adanya aktifitas respiratorik.4 Ditemukannya busa pada jalan nafas terkadang
dapat dipertimbangkan sebagai marker dari kasus tenggelam, namun busa pada
jalan nafas juga terdapat pada kasus cairan yang masuk ke paru-paru saat post
mortem.2

Pada tubuh yang tenggelam pada dasar akan menunjukkan pola post mortem
injury yakni abrasi pada bagian belakang kepala, bagian wajah yang menonjol,
bagian anterior tubuh, bagian punggung tangan dan bagian depan tungkai bawah.
Perbedaan luka post mortem dan antemortem pada korban tenggelam sulit
dibedakan mengingat tanda luka antemortem sulit diidentifikasi.5

6
A B

C D

E F

Gambar 3.1 (A) Washer woman hands. (B) gloves fashion. (C) keriput pada kaki.
(D) sloughing pada ujung jari kaki dan pelepasan kuku jari. (E) busa pada lubang
pernapasan. (F) abrasi pada bagian wajah yang menonjol.2

b. Pemeriksaan dalam

Pada pemeriksaan dalam dapat ditemukan efusi pleura, edem pulmo, dan
perdarahan pulmo, dilatasi atrium ventrikel kanan jantung, adanya cairan pada

7
sinus, perdarahan pada telinga tengah dan mastoid, cairan pada lambung,
splenomegali, perdarahan jaringan lunak pada leher.2

Pemeriksaan pada paru-paru akan didapatkan edema pulmo akibat cairan


yang tenggelam menyebabkan hiperhidrosis. Efusi pleura terjadi akibat air yang
melewati paru-paru di pleural cavity saat tenggelam dan filtrasi plasma dari dinding
pembuluh darah kecil yang mengalami degradasi fosfolipid surfaktan pulmo.
Subpleural petechiae atau paltauff spots ditemukan di permukaan anterior dan
permukaan interlobaris.4 Dapat pula ditemukan adanya bula subpleural atau
perdarahan akibat pecahnya dinding alveolar. Ditemukannya pasir, rumput, lumpur
pada jalan napas, hingga alveoli menunjukkan adanya tenggelam saat masih hidup.
Berat pulmo juga akan lebih berat pada kasus tenggelam daripada kasus kematian
tidak tenggelam. Namun berat pulmo juga dapat normal apabila tenggelam terjadi
setelah cardiac arrest atau reflek vasovagal.5 berat paru bertambah akibat aspirasi
air, kerusakan alveolar dan kerusakan jantung.4

Drowning index merupakan rasio antara berat paru dibanding berat spleen.
Index ini bermakna apabila kejadian post mortem kasus tenggelam terjadi dalam 2
minggu.2 Nilai stadar drowning index adalah 14.1.4

3.4.2 Pemeriksaan penunjang


a. Histologi

Pemeriksaan histologis alveoli akan ditemukan dilatasi alveoli dengan


penipisan dinding alveolar dan ruptur septa interalveoli. Jaringan elastik
terfragmentasi, dengan pembengkakan pneumosit. Pada daerah peribronkial
didapatkan perdarahan.4 syarat pemeriksaan histologis untuk membedakan kasus
tenggelam atau tidak, organ harus belum mengalami pembusukan.5

Pada pemeriksaan immunohistokimia untuk aquaporin berfungsi untuk


membedakan tenggelam pada air tawar atau air asin. Jika positif aquaporin 4 pada
astrosit dan aquaporin 2 pada sel ginjal mengindikasikan korban tenggelam pada
air tawar daripada air asin.4

8
b. Tes biologis
1) Diatom

Diatom merupakan alga uniselular kelas Bacillariophycae yang hidup pada


air tawar, air payau bahkan air laut. Alga ini memiliki frustula yang terdiri dari dua
katup yang menutup dekat dengan sitoplasma dan terbuat dari silika keras, sehingga
dapat ditemukan pada jaringan yang membusuk oleh enzim atau pencernaan asam.
Tes diatom dikatakan positif apabila paling tidak 20 diatm teridentifikasi per 100
mikroliter dari sedimen yang di ekstraksi dari 2 gram sampel pulmo dan
diidentifikasi lebih dari 5 diatom yang komplit dari sedimen yang di ekstraksi dari
2 gram sampel ginjal, otak, hepar, dan sum-sum tulang.5 Diatom ditemukan pada
sum-sum tulang yang juga ditemukan pada media tenggelam pada 90% kasus
mendukung bahwa kasus tersebut benar-benar terjadi di tempat tenggelam.2

2) Pemeriksaan mikrobiologis

Temuan penting pada pemeriksaan mikrobiologis adalah adanya plankton di


paru-paru dan organ internal lain. Dapat menggunakan PCR untuk
mengindentifikasi RNA dari plankton.4

3) Analisis biokimia

Jumlah strontium di darah dari ventrikel kanan dan kiri adalah analisis
biokimia yang harus disebutkan dari beberapa metode analisis. Perbedaan kadar
antara ventrikel kanan dan kiri adalah >75µg/L merupakan tipikal drowning, jika
konsentrasi <20 µg/L maka merupakan atipikal drowning.4

Analisis biokimia yang lain adalah kadar magnesium dan kalsium. Tingginya
rasio Mg/Ca pada cairan pericardiac menunjukkan tenggelam di air asin. Selain itu,
perbedaan konsentrasi natrium dan chlorine di cairan pleura juga dapat
membedakan tenggelam di air tawar atau air asin. Jika jumlah kadar Na, K, dan Cl
pada cairan pleura <195,9 mEq/L memberi kesan yang kuat bahwa tenggelam di air
tawar, jika >282,7 mEq/L maka memberi kesan bahwa tenggelam di air asin.6

9
Gambar 3.2 algoritma diagnosis kasus tenggelam.4

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Meddings, D., Hyder AA, Ozanne-Smith J, Rahman A. 2014. eds Global


report drowning: preventing a leading killer, Geneva, Switzerland: World
Health Organization.
2. Stephenson, L., Heuvel, C.V., and Byard, R.W. 2019. The persistent
problem of drowning – A difficult diagnosis with inconclusive tests. Journal
of Forensic and legal Medicine 66 (2019): 79-85.
3. Abraham S, Arif RS, dkk. Tanya Jawab Ilmu Kedokteran Forensik. edisi
I. Semarang: Badan Penerbit Universitas Dipenogoro, 2009; p,94
4. Marela, GL., Feola, A., Marsella, LT., Mauriello, S., Giugliano, P.,
Arcudi, G. 2019. Diagnosis of drowning, an everlasting challenge in
forensic medicine: Review of the literature and proposal of diagnostic
algorithm.. Acta Medica Mediterranea 35: 919.
5. Farrugia, A and Ludes, B. 2019. Diagnostic of drowning in Forensic
Medicine. Institute of Legal Medicine 3: 53-64.
6. Yajima D, Saito H, Sato K, Hayakawa M, Iwase H. 2013. Diagnosis of
drowning by summation of sodium, potassium and chloride ion level in
pleural effusion: differentiating between freshwater and seawater
drowning and application to bathtub deaths. Forensic Sci int 233 (1-3):
167-173.

11

Anda mungkin juga menyukai