Disusun oleh :
Kelompok 7
Tingkat 2B
2019
i
KATA PENGANTAR
Segala puji kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahNya, sehingga Kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, Kami mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan makalah ini.
Harapan Kami semoga makalah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan, khususnya ilmu Keperawatan Maternitas.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
a. Kesimpulan ................................................................................ 22
b. Saran .......................................................................................... 22
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian ibu (AKI) mencerminkan resiko yang dihadapi
ibu selama kehamilan sampai dengan pasca persalinan yang dipengaruhi
oleh status gizi ibu, kesehatan sosial ekonomi, keadaan kesehatan yang
kurang baik menjelang kehamilan, kejadian berbagai komplikasi pada
kehamilan dan kelahiran (Dinkes Jateng, 2015).
Kematian ibu adalah kematian seorang wanita terjadi saat hamil,
bersalin atau 42 hari setelah persalinan dengan penyebab yang
berhubungan langsung atau tidak langsung terhadap persalinan. World
Health Organization (WHO) memperkirakan 800 perempuan meninggal
setiap harinya akibat komplikasi kehamilan dan proses kelahiran. Sekitar
99% dari seluruh kematian ibu terjadi di Negara berkembang. Sekitar 80%
kematian maternal merupakan akibat meningkatnya komplikasi selama
kehamilan, persalinan dan setelah persalinan (WHO, 2014).
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2012, AKI di Indonesia sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup.
Angka ini masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan Negara–Negara
tetangga di kawasan ASEAN. Salah satu sasaran pembangunan kesehatan
pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-
2019 adalah menurunnya angka kematian ibu menjadi 306 per 100.000
kelahiran hidup. Penyebab utama kematian ibu yaitu hipertensi dalam
kehamilan dan perdarahan postpartum (Kementerian Kesehatan, 2016).
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari perdarahan postpartum ?
2. Apa saja klasifikasi post partum ?
3. Bagaimana etiologi dari perdarahan post partum ?
4. Apa saja tanda dan gejala pada perdarahan post partum ?
1
5. Bagaimana faktor resiko dari perdarahan post partum?
6. Bagaimana patofisiologi perdarahan post partum ?
7. Bagaimana pathway dari perdarahan post partum ?
8. Bagaimana penatalaksanaan perdarahan post partum?
9. Apa saja komplikasi dari perdarahan post partum ?
10. Bagaimana pengelolaan secara umum pada perdarahan post partum ?
11. Bagaimana pengelolaan secara khusus pada perdarahan post partum ?
12. Bagaimana cara pencegahan dari perdarahan post partum ?
13. Bagaimana rancangan asuhan keperawatan dari perdarahan post
partum?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dari perdarahan postpartum
2. Untuk mengetahui klasifikasi post partum
3. Untuk mengetahui etiologi dari perdarahan post partum
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala pada perdarahan post partum
5. Untuk mengetahui faktor resiko dari perdarahan post partum
6. Untuk mengetahui patofisiologi perdarahan post partum
7. Untuk mengetahui pathway dari perdarahan post partum
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari perdarahan post partum
9. Untuk mengetahui komplikasi dari perdarahan post partum
10. Untuk mengetahui pengelolaan secara umum pada perdarahan post
partum
11. Untuk mengetahui pengelolaan secara khusus pada perdarahan post
partum
12. Untuk mengetahui cara pencegahan dari perdarahan post partum
13. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari perdarahan post partum
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
C. Etiologi Perdarahan Post Partum
Menurut Sarmini Moedjiarto (2011) Perdarahan pasca perasalinan
disebabkan oleh:
1) Atonia uteri 50-60%
Atonia uteri yakni keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang
menyebabkan uterus tisak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat
implantasi palsenta setelah bayi lahir dan palsenta lahir. Pada atonia uteri,
uterus tidak mengadakan kontraksi dengan baik, dan ini merupakan sebab
utama dari perdarahan pasca persalinan (Walyani, 2015).
Menurut Prawirohardjo (2010) faktor predisposisi dari atonia
uteri ada beberapa sebagai berikut :
1. Regangan rahim berlebihan yang diakibatkan kehamilan gemeli,
polihidramnion, atau bayi terlalu besar
2. Kehamilan grande multipara
3. Kelelahan persalinan lama
4. Ibu dengan anemis atau menderita penyakit menahun
5. Infeksi intra uterin
6. Mioma uteri
7. Ada riwayat atonia uteri
2) Retensio Plasenta 23-24%
Plasenta yang sukar dilepaskan atau tertahannya plasenta melebihi
30 menit dengan pertolongan aktif kala tiga bisa disebabkan oleh adhesi
yang kuat antara plasenta dan uterus. Disebut sebagai plasenta akreta bila
implantasi menembus desidua basalis dan Nitabuch layer, disebut sebagai
plasenta inkreta bila plasenta sampai menembus myometrium dan disebut
plasenta palsenta parkreta bila vili korialis sampai menembus perimetrium.
Penyebab retensio plasenta :
1. Plasenta belum terlepas dari dinding Rahim karena tambah melekat
lebih dalam.
2. Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uterus atau akan
menyebabkan perdarahan banyak karena adanya lingkaran konstriksi
4
dan pada bagian segmen bawah Rahim akibat kesalahan penanganan
kala III yang akan menghalangi keluarnya plasenta. Retensio plasenta
bisa terjadi pada seluruh atau sebagian plasenta, terdapat di dalam
rahim sehingga akan mengganggu kontraksi dan retraksi menyebabkan
sinus-sinus darah terbuka yang mengkibatkan terjadinya perdarahan
pasca persalinan, begitu bagian plasenta terlepas dari dinding rahim,
maka perdarahan terjadi di bagian tersebut bagian plasenta yang masih
melekat, mengimbangi retraksi myometrium dan perdarahan
berlangsung sampai sisa plasenta tersebut terlepas seluruhnya
(Prawirohardjo, 2010; Moedjiarto S, 2011).
3) Robekan Jalan Lahir 5-6%
Pada umumnya luka yang kecil dan supervisial tidak terjadi
perdarahan yang banyak, akan tetapi jika robekan jalan lahir lebar dan
dalam, lebih- lebih jika mengenai pembuluh darah menimbulkan
perdarahan yang hebat. Adapun perlukaan jalan lahir dapat terjadi pada
dasar panggul berupa episiotomy atau robekan perineum spontan, vulva
dan vagina, serviks uteri, uterus. Penyebab terjadinya robekan jalan lahir
adalah partus presipitatus dengan kepala janin besar, presentasi defleksi
(dahi, muka), primipara, letak sungsang, pimpinan persalinan yang salah,
pada obstetri dan embriotomi biasanya pada saat ekstraksi vakum,
ekstraksi forcep, dan embriotomi. Terjadinya ruptur perineum disebabkan
oleh faktor ibu (paritas, jarak kelahiran dan berat badan bayi), pimpinan
persalinan tidak sebagaimana mestinya, riwayat persalinan. ekstraksi
cunam, ekstraksi vakum, trauma alat dan episiotomi (Pasiowa S, Lontaan
A et al., 2015).
Bahaya dan komplikasi akibat terjadinya robekan jalan lahir antara
lain perdarahan dan infeksi serta gangguan ketidaknyamanan. Perdarahan
pada robekan jalan lahir dapat menjadi hebat kususnya pada robekan jalan
lahir derajat dua atau tiga atau jika robekan meluas kesamping atau naik ke
vulva yang mengenai klitoris. Luka perineum dapat sangat mudah
terinfeksi karena letaknya dekat dengan anus memungkinkan sering
terkontaminasi feses. Infeksi juga dapat menjadi sebab luka tidak segera
5
menyatu sehingga timbul jaringan parut, sehingga menimbulkan rasa
ketidaknyamanan (Turlina L, 2015).
4) Gangguan Pembekuan Darah 0,4-0,6%
Kausal perdarahan pasca persalinan karena gangguan pembekuan
darah baru dicurigai apabila penyebab yang lain dapat disingkirkan apalagi
disertai ada riwayat pernah mengalami hal yang sama pada persalinan
sebelumnya. Akan ada tendensi mudah terjadi perdarahan setiap dilakukan
penjahitan dan perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada
bekas jahitan, suntikan, perdarahan dari gusi, rongga hidung, dan lain-lain
(Prawirohardjo, 2010).
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal
hemostasis yang abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan
memanjang, trombositopenia, terjadi hipofibrinogenemia, dan terdeteksi
adanya fibrin degradation product (FDP) serta perpanjangan tes
protrombin dan partial tromboplastin time (PTT). Predisposisi untuk
terjadinya hal ini adalah solusio plasenta, kematian janin dalam
kandungan, eklampsia, emboli cairan ketuban, dan sepsis. Terapi yang
dilakukan adalah dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma
beku segar, trombosit, fibrinogen dan heparinisasi atau pemberian epsilon
amino caproic acid (EACA) (Anderson, 2008).
6
E. Faktor Resiko Perdarahan Post Partum
1. Usia
Ibu yang hamil berumur < 20 tahun dan > 35 tahun lebih beresiko
mengalami perdarahan pasca persalinan. Usia ibu hamil kurang dari 20 tahun
lebih berisiko karena rahim dan panggul ibu belum siap bereproduksi dengan
baik, sehingga perlu diwaspadai kemungkinan mengalami persalinan yang
sulit dan kehamilan yang bisa berakibat terjadinya komplikasi persalinan.
Sebaliknya jika terjadi kehamilan pada usia lebih dari 35 tahun kurang siap
untuk menghadapi kehamilan dan persalinan cenderung mengalami
perdarahan, hipertensi, obesitas, diabetes, mioma uterus persalinan lama dan
penyakit-penyakit lainnya (Megasari M, 2013).
2. Paritas
Paritas adalah banyaknya persalinan yang dialami seorang
wanita yang melahirkan bayi yang dapat hidup. Kehamilan lebih dari
satu kali atau yang termasuk multiparitas memiliki risiko lebih tinggi
terjadi perdarahan pasca persalinan dibandingkan dengan ibu-ibu
primigravida (Rifdiani I, 2016).
Ibu yang paritas > 3 beresiko mengalami perdarahan pasca
persalinan dibandingkan ibu yang paritasnya 2-3. Ibu dengan paritas
> 3 diyakini mendahului terjadinya perdarahan pasca persalinan.
Paritas mempunyai pengaruh terhadap kejadian perdarahan pasca
persalinan karena pada setiap kehamilan dan persalinan terjadi
perubahan pada serabut otot di uterus yang dapat menurunkan
kemampuan uterus untuk berkontraksi sehingga sulit untuk
melakukan penekanan pada pembuluh-pembuluh darah yang
membuka setelah lepasnya plasenta. Risiko terjadinya perdarahan
pasca persalinan akan meningkat setelah persalinan ketiga atau lebih
yang mengakibatkan terjadinya perdarahan pasca persalinan
(Megasari M, 2013).
F. Pathofisiologi
7
Pathofisiologi pendarahan postpartum menurut Manuaba (2012)
pada dasarnya perdaharan terjadi pembuluh darah didalam uterus masih
terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum
spongmiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta
terbuka. Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka
tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan
darah sehingga pendarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan
kontraksi otot uterus ataupun keadaan kontraksi uterus yag lemah atau bisa
disebut dengan subinvolusi yaitu keterlambatan uterus kembali keukuran
yang semula akan menghambat penutupan pembuluh darah yang
menyebabkan pendarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor
utama penyebab pendarahan post partum.
Gangguan pembekuan darah Usia dan Paritas Retensio Plasenta Robekan Jalan Serviks
Penyakit darah Uterus gagal berkontraksi Plasenta tidak dapat terlepas, masih Terputusnya kontisvitas
dengan baik setelah ada sisa plasenta dan selaput pembuluh darah
persalinan ketuban
Perdarahan hebat Penurunan jumlah cairan dalam Berlangsung secara terus- Ancaman perubahan pada status
darah menerus kesehatan kematian
8
Mukosa pusat/aksila dingin. Konjungtiva anemis
H. Penatalaksanaan
Pendekatan medis dan bedahnya untuk manajemen postpartum
pendarahan (Marmi, 2015, dan Masruroh, Imron, Yusari, Nelly, 2016).
1. Manajemen medis
Agen uterotonik harus menjadi pengobatan pertama untuk
perdarahan postpartum yang disebabkan oleh atonia uteri. Ketika
uterotonik gagal untuk mengontrol perdarahan postpartum secara
memadai, segera eskalasi ke intervensi lain (seperti tamponade atau
teknik bedah) dan peningkatan intensitas perawatan dan personel
pendukung ditunjukkan.
2. Asam Traneksamat
Asam traneksamat adalah zat antifibrinolitik yang bisa diberikan
secara intravena atau oral. Asam traneksamat telah terbukti untuk
mengurangi sederhana kehilangan darah obstetri bila diberikan sebagai
profilaksis dan sebagai bagian dari perawatan untuk perdarahan
postpartum.
3. Teknik Tamponade
Prosedur ini tidak memerlukan keahlian khusus atau peralatan luar
biasa. Anestesi tidak diperlukan. Prosedur ini termasuk mengisi rongga
rahim dan saluran serviks dengan tekanan yang cukup untuk
menyebabkan tamponade langsung antara balon kateter Foley dan
dinding uterus semirigid. Kateter dibiarkan di tempat dari beberapa jam
hingga 2 hari, tergantung pada etiologi perdarahan. Tidak ada
komplikasi yang disebabkan oleh bentuk tamponade uterus ini.
4. Embolisasi Arteri Uterus
Embolisasi arteri uterus melibatkan penggunaan transkatheterisasi
perkutan, untuk menyelesaikan oklusi arteri uterus dengan emboli
partikulat dan akhirnya mengurangi perdarahan panggul.
Manajemen Bedah
9
1. Ligasi Vaskular
Tujuan umum dari ligasi vaskular dalam pengaturan atony adalah
untuk mengurangi tekanan nadi darah mengalir ke rahim. Pendekatan
pertama yang umum adalah ligasi arteri uterina bilateral (jahitan O'Leary),
yang biasanya mencapai tujuan ini untuk mengurangi darah mengalir ke
rahim, dan dengan cepat dan mudah dilakukan. untuk mengurangi aliran
darah ke rahim, jahitan juga dapat ditempatkan di pembuluh darah dalam
ligamen utero-ovarium.
2. Jahitan Kompresi Rahim
Teknik B-Lynch mungkin adalah yang paling teknik kompresi uterus
umum untuk atony. Jahitan B-lynch ditempatkan dari serviks ke fundus
dan memberikan kompresi fisik rahim. Besar jahitan (misalnya, jahitan
kromik nomor 1) harus digunakan untuk mencegah patah dan jahitan harus
cepat diserap untuk mencegah risiko herniasi usus melalui lilitan jahitan
yang persisten setelah involusi uterus.
3. Histerektomi
Operasi untuk mengangkat rahim wanita. Ketika terapi yang lebih
konservatif telah gagal, hysterektomi dianggap sebagai pengobatan
definitif dantidak hanya terkait dengan sterilitas permanen tetapi juga
potensi komplikasi bedah.
I. Komplikasi
10
2. Anemia berat.
3. Sepsis purpuraris.
4. Ruptur uterus.
5. Syok hipovolemik.
6. Kerusakan otak.
7. Tromboembolik.
8. Emboli paru
9. Kematian
11
secara im. Apabila uterus telah berkontraksi lakukan penegangan tali
pusat terkendali. Lakukan tindakan manual plasenta apabila tidakan
penegangan tali pusat tidak berhasil.
c. Retensio sisa plasenta
Pengelolaan perdarahan post partum yang disebabkan retensi sisa
plasenta adalah dengan memberikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000ml
larutan NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit
dan 10 unit secara im ( jika tidak ada oksitosin, dapat diberikan
ergometrin 0,2 secara im). Lanjutkan infus oksitosin 20 unit 1000ml
larutan NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit
hingga perdarahan berhenti. Lakukan eksplorasi digital ( bila seviks
terbuka) dan keluarkan bekuan darah dan jaringan. Bila serviks hanya
dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan
aspirasi vakum manual atau dilatasi atau kuretasi (Kemenkes RI, 2014).
d. Inversio Uteri
Pengelolaan infersio uteri dilakukan dengan cara melakukan
reposisi uterus dengan segera. Jika reposisi tampak sulit dan inversio
telah terjadi cukup lama lakukan raparatomi, jika raparatomi tidak
berhasil, lakukan histerektomi (Kemenkes RI, 2014).
12
yang bersikulasi dan mengobati penyebab perdarahan (seperti robekan
jalan lahir, retensi plasenta, antonia uteri, inversi). Cara yang dilakukan
untuk mengembalikan volume darah yaitu dengan melakukan cairan kristal
melalui infus secara cepat laju 3ml untuk setiap 1 ml kehilangan darah (
seperti 3000ml infus untuk 1000 ml kehilangan darah) selama 15-20
menit, biasanya diberikan jika ibu masih mengalami perdarahan aktif dan
tidak ada perbaikan pada kondisinya setelah infus kristaloid pertama
(Cunningham, et al, Francois, Foley, dalam Lowdermilk, Shannon &
Kitty, 2014).
13
M. Rancangan Asuhan Keperawatan Perdarahan Post Partum
Menurut hutahacan, serri (2012), Asuhan Keperawatan Perdarahan Post
partum, sebagai berikut :
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Pengkaji : Identitas yang melakukan Pengkajian terhadap Pasien
2. Identitas klien : Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20 tahun dan diatas
35 tahun
3. Riwayat Kesehatan :
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering didapatkan dari klien dengan perdarahan
post partum adalah perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung,
keluar keringat dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-
kunang.
b. Riwayat kehamilan dan persalinan
Riwayat hipertensi dalam kehamilan, preeklamsi / eklamsia, bayi
besar, gamelli, hidroamnion, grandmulti gravida, primimuda, anemia,
perdarahan saat hamil. Persalinan dengan tindakan, robekan jalan lahir,
partus precipitatus, partus lama/kasep, chorioamnionitis, induksi
persalinan, manipulasi kala II dan III. (Reza Syahbandi, 2013)
c. Riwayat kesehatan
Kesehatan yang dialami sekarang
d. Riwayat kesehatan dahulu
Dikaji untuk mengetahui apakah seorang ibu perah menderita penyakit
yang lain yang menyertai dan bisa memperburuk keadaan atau
mempersulit penyambuhan. Seperti penyakit diabetus mellitus dan jantung
(hipertensi)
Selain pengkajian dasar pada ibu post partum seperti di atas, hal yang
perlu dikaji ulang pada ibu dengan perdarahan post partum adalah riwayat
kesehatannya, seperti : apakah ibu mempunyai riwayat perdarahan post
partum, apakah ibu pernah dilakukan tindakan manual plasenta pada saat
persalinan atau pada saat persalinan sebelumnya.
14
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien
ada yang mempunyai riwayat yang sama
4. Pengkajian Fisik
A. Tanda-tanda vital
TD : Normal/turun ( kurang dari 90-100 mmHg)
S : Normal/ meningkatn
B. Inspeksi :
Inspeksi perineum : apakah ada memar, bengkak, dan karakteristik
episiotomy Kaji karakter lokhea, yakni warna, bau
dan jumlah
C. Palpasi
Palpasi apakah uterus lembek, lokasi dan nyeri tekan
Palpasi adakah nyeri tekan, hangat, benjolan, dan nyeri pada kaki
5. Pemeriksaan Khusus
Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi
dengan mengevaluasi system dalam tubuh pengkajian ini meliputi :
a. Kontraksi Uterus
Jika kontraksi bagus, akan teraba bulat, keras, dibawah umbilicus,
ditengah diantara umbilicus dan sympisis.
b. Nyeri/ketidaknyamanan
15
Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan)
Ketidaknyaman vagina/pelvis, sakit punggung atau hematoma
c. Sistem Vaskuler
Perdarahan di observasi setiap 2 jam selam 8 jam
Tekanan darah diawasi setaip 8 jam
Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah
Hemoroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan
Riwayat Anemia Kronis, konjungtiva anemis atau subanemis
defek koagulasi kongenital, idiopatik trombositopeni.
d. System Reproduksi
a) Uterus diobservasi tiap 30 selama 4 hari post partum kemudian
tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya
serta konsistensinya
b) Lokhea diobservasi tiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna,
banyak dan bau. Lochea rubra berlanjut sampai hari ke 2.
c) Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda
infeksi, luka jahitan dan apakah ada jahitannya yang lepas.
d) Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak .
e) Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum.
Payudara produksi kolostrum 24 jam pertama
f) Tinggi fundus atau badan uterus gagal kembali pada ukuran dan
fungsi sebelum kehamilan (sub involusi).
g) Uterus diatas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran menurun
satu jari setiap harinya.
e. Traktus Urinarius
Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi atau
tidak, spontan dan lain-lain
f. Traktus Gastrointestinal
Observasi terhadap nafsu makan dan obstivasi
g. Integritas Ego : mungkin cemas, ketakutan dan khawatir
6. Pola pengkajian
16
a. Riwayat
b. Aktivitas istirahat
Insomia mungkin teramat.
c. Sirkulasi
kehilangan darah selama proses post portum
d. Integritas ego
Peka rangsang, takut atau menangis sering terlihat kira-kira 3hari
setelah melahirkan “post portum blues”
e. Eliminasi
BAK tidak teratur sampai hari ke 2 dan ke 5
f. Makan dan cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira-kira sampai hari
ke 5
g. Persepsi sensori
Tidak ada gerakan dan sensori
h. Nyeri dan ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara dan pembesaran dapat terjadi diantara hari ke
3 sampai hari ke 5 post partum.
7. Pengkajian Psikologis
a) Apakah pasien dalam keadaan stabil
b) Apakah pasien biasanya cemas sebelum persalinan dan masa
penyembuhan
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain :
17
produk split fibrin (FDP/FSP). Penurunan kadar fibrinogen : masa
tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin partial
(APT/PTT), masa prothrombin memanjang pada KID.
d) Biakan dan uji sensitivitas (pada luka, drainase atau urine) digunakan
untuk mendiagnosis infeksi.
e) Venografi adalah metode yang paling akurat untuk mendiagnosis
thrombosis vena profunda.
f) Ultrasonografi Doppler real-time dan Ultrasonografi Doppler
berwarna adalah metode diagnostik untuk mendiagnosis adanya
tromboflebitis dan thrombosis.
g) Urinalisis : Memastikan kerusakan kandung kemih
h) Profil koagulasi : Peningkatan degeradasi kadar produk fibrin/ produk
spilit fibrin (SDP/FSP)
i) Sonografi : Menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.
B. Diagnosa Keperawatan
(Bobak, 2005)
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
pervaginam
2. Resiko Infeksi berhubungan dengan perdarahan pervaginam
3. Ansietas berhubungan dengan perubahan keadaan dan ancaman
kematian
C. Rencana Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam
Tujuan : Memperbaiki volume cairan
Rencana tindakan :
1. Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya
tetap terlentang
R/: Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous return dan
memungkinkan darah keotak dan organ lain.
18
2. Monitor tanda vital
R/: Perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin hebat
19
R/: Perubahan perfusi jaringan menimbulkan perubahan pada tanda vital
2. Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit
R/: Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di jaingan
perifer berkurang sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu kulit yang
dingin
3. Kaji ada / tidak adanya produksi ASI
R/: Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin dimana diperlukan
dalam produksi ASI
Tindakan kolaborasi :
1. Monitor kadar gas darah dan PH ( perubahan kadar gas darah dan PH
merupakan tanda hipoksia jaringan )
2. Berikan terapi oksigen (Oksigen diperlukan untuk memaksimalkan
transportasi sirkulasi jaringan)
3. Ansietas berhubungan dengan perubahan keadaan dan ancaman kematian
Tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan
mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang.
Rencana tindakan :
1. Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan
R/: Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya
2. Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )
R/: Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis
3. Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung
R/: Memberikan dukungan emosi
4. Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan
R/: Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak
diketahui
5. Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
R/: Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas
6. Kaji mekanisme koping yang digunakan klien
R/: Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme koping
yang tepat.
20
D. Evaluasi Keperawatan
Menurut Wilkinson, n. Judith, Nansi R. ABEM (2012) Evaluasi untuk
diagnosa yang mungkin mucul adalah :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam
1) Tekanan darah sistol dan diastol dalam rentan yang diharakan
(110/70-120/80 mmHg)
2) Tekanan nadi dalam rentan yang diharapkan
3) Tidak ada tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit baik, membrane
mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan pervaginam
1) Klien dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari
2) Klien tidak merasa nyeri
3) Gas darah dalam keadaan normal
4) Kadar Hb : lebih atau sama dengan 10 g/dl
3. Ansietas berhubungan dengan perubahan keadaan dan ancaman
kematian
1) Klien dan keluarganya menunjuan kemampuannya dalam
mengungkapkan perasaan psikologis dan emosinya
2) Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang
komplikasi dan pengobatan yang dilakukan
3) Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan cemas
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500cc yang
terjadi setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1000ml setelah
persalinan abdominal.
Klasifikasi perdarahan post partum dibagi menjadi perdarahan post
partum primer yang terjadi dalam 24 jam pertama dan biasanya disebabkan
oleh antonio uteri, retensio plasenta, berbagai robekan jalan lahir, dan
inversio uteri. Sedangkan perdarahan post partum sekunder terjadi setelah
24 jam persalinan, biasanya disebabkan oleh sisa plasenta, perlukaan yang
terbuka kembali, dan infeksi pada tempat implantasi plasenta.
B. Saran
1. Bagi masyarakaat
Sebaiknya para ibu mempertimbangkan mengenai usia untuk
hamil yang terlalu muda < 20 tahun atau usia yang terlalu tua > 35 tahun
dikarenakan lebih beresiko mengalami perdarahan pasca persalinan.
22
Selain itu ibu dengan paritas >3 juga beresiko mengalami perdarahan
pasca persalinan dibandingkan ibu yang paritasnya 2-3. Kemudian Jarak
kehamilan <2 tahun dan ≥2 tahun juga merupakan penyebab salah
satu yang dapat mengakibatkan perdarahan pasca persalinan, idealnya
jarak kehamilan pada ibu adalah lebih dari 2 tahun.
2. Bagi pihak Rumah sakit
Memberikan edukasi terhadap usia, jumlah kelahiran, dan jarak kehamilan
yang ideal, sehingga dapat mencegah risiko terjadinya perdarahan pasca
pesalinan
3. Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan tenaga kesehatan dapat berhati-hati dalam memberikan asuhan
persalinan pada ibu bersalin yang memiliki faktor risiko untuk mengalami
perdarahan postpartum dan memberikan asuhan sesuai standar operasional
prosedur yang ada
DAFTAR PUSTAKA
23
Maryunani, A. (2016). Kehamilan dan Persalinan Patologi (Resiko Tinggi
dan Komplikasi) dalam Kebidanan. Jakarta: Trans info media.
Masruroh. (2016) Buku Ajar Kedaruratan Maternal dan Neonatal. Yogyakarta:
Nuha medica.
Sanjaya, D. G.W. (2015). Tanda Bahaya serta Penatalaksanaan Perdarahan
Post Partum. Jurnal inti sari sains medis, (online), vol. 3 No. 1,
(http://isainsmedis.id, Diakses tanggal 2 Oktober 2019).
24
World Health Organization (WHO).2014. WHO, UNICEF, UNFPA,The World
Bank.Trends in maternal mortality: 1990 to2013.
Edhi MM, Aslam HM, Naqvi Z, Hashmi H. 2013. Post partum hemorrhage:
causes and management. BMC Research Notes. 6(236): 1-6.
25