Anda di halaman 1dari 16

GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN

JIWA DI PUSKESMAS JOGONALAN II


KABUPATEN KLATEN

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I


pada Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh:
ANIS UNTARI
J210150042

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
i
ii
iii
GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANANAN KESEHATAN JIWA DI
PUSKESMAS JOGONALAN II KABUPATEN KLATEN

Abstrak

Latar belakang : Menurut UU No.18 tahun 2014 bahwa pelayanan kesehatan jiwa
dasar sebagaimana dimaksud pada pasal 33 ayat 2 huruf a merupakan pelayanan
kesehatan jiwa yang diselenggarakan terintegrasi dalam pelayanan kesehatan
umum di puskesmas. Hasil studi pendahuluan di dapatkan jumlah puskesmas yang
ada di Kabupaten Klaten adalah sebanyak 34 puskesmas dan hanya ada 3
puskesmas yang sudah menjalankan program posyandu jiwa. Awal ketertarikan
peneliti didapatkan bahwa Puskesmas Jogonalan II disebut sebagai puskesmas
percontohan selain itu didapatkan data bahwa setahun terakhir sebanyak 101
orang gangguan jiwa dengan diagnosa skizofrenia. Tujuan dari penelitian ini yaitu
untuk mengetahui gambaran pelaksanaan pelayanan kesehatan jiwa di Puskesmas
Jogonalan II.
Metode : Penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Peneliti menentukan subjek penelitian menggunakan teknik
pusposive sampling. Pada penelitian ini jumlah responden ada 6 orang. Dalam
melakukan penelitian penulis menggunakan pedoman wawancara yang didasarkan
pada teori. Peneliti melakukan wawancara terhadap seksi pencegahan penyakit
tidak menular, petugas pelaksanaan pelayanan kesehatan jiwa di puskesmas, dan
keluarga pasien yang pernah berobat di puskesmas. Pada penelitian ini teknik
pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi.
Hasilipenelitian : Hasil penelitian ini bahwaipelaksanaani pelayanan kesehatan
jiwa dalam penanganan gangguan jiwa di jogonalan meliputi (1) pelayanan non-
medik yang sudah dilakukan yaitu penyuluhan, pelatihan, deteksi dini, konseling
dan terapi okupasi , (2) Program posyandu jiwa, deteksi dini, dan kunjungan
pasien jiwa ke rumah (3) puskesmas sudah melakukan rujuk balik. Saran untuk
puskesmas sebaiknya mempertimbangkan pelayanan kesehatan jiwa komunitas
agar semain membaik di masa mendatang.

Kata kunci : pelayanan, kesehatan jiwa, posyandu jiwa

Abstract

Background : According to Law No. 18 of 2014 that basic mental health services
as referred to in article 33 paragraph 2 letter a are mental health services held
integrated in public health services in health centers. The results of the
preliminary study in getting the number of puskesmas in Klaten Regency were 34
puskesmas and there were only 3 puskesmas that had implemented the Posyandu
mental program. The initial interest of the researchers was that the Jogonalan II
Health Center was called a pilot health center. In addition, it was obtained data
that a year ago there were 101 mental disorders diagnosed with schizophrenia.
The purpose of this study is to determine the description of the implementation of
mental health services at Jogonalan II Health Center.

1
Method : The author uses qualitative methods with a phenomenological approach.
The researcher determined the research subjects using pusposive sampling
techniques. In this study the number of respondents was 6 people. In conducting
research the author uses interview guidelines that are based on theory. The
researcher conducted an interview with the section on prevention of non-
communicable diseases, officers implementing mental health services in health
centers, and families of patients who had sought treatment at the puskesmas. In
this study data collection techniques used observation, interviews and
documentation.
Research Result : The results of this study that the implementation of mental
health services in the handling of mental disorders in jogonalan include (1) non-
medical services that have been carried out namely counseling, training, early
detection, occupational counseling and therapy, (2) mental health post program,
early detection, and patient visits soul to home (3) puskesmas have reconciled.
Suggestions for puskesmas should consider community mental health services so
that they will improve in the future.

Keywords: service, mental health, mental health post

1. PENDAHULUAN
Bentuk pelayanan kesehatan jiwa yang sudah diaplikasikan negara maju
merupakan bentuk pelayanan komprehensif yang disebut pelayanan jiwa
komunitas ( community mental health care ). Bentuk pelayanan ini merupakan
pusat pelayanan di masyarakat yang terdiri dari berbagai jenis pelayanan
kesehatan diantaranya perawat, dokter kejiwaan, farmasi, fisioterapi, ahli gizi dan
pekerja sosial terlatih (Pratiwi, 2015).
Kebijakan kesehatan mental dapat secara luas didefinisikan sebagai
statemen resmi oleh pemerintah atau otoritas kesehatan yang memberikan arahan
keseluruhan untuk kesehatan mental dengan mendefinisikan visi, nilai, prinsip dan
tujuan, dan dengan menetapkan model tindakan yang luas untuk mencapai visi
tersebut menurut WHO (World Health Organization) (2014).
Puskesmas merupakan layanan dasar yang dapat mengurangi stigma
gangguan jiwa di masyarakat (Greasley & Small, 2015). Temuan ini diperkuat
oleh Kakuma (2011) yang menemukan bahwa negara dengan pendapatan
menengah dan rendah memiliki pengalokasian dana yang juga rendah untuk
program kesehatan mental.
Berdasarkan dari data yang didapatkan oleh peneliti di dapatkan hasil
jumlah puskesmas yang ada di Kabupaten Klaten adalah sebanyak 34 puskesmas
dari 25 kecamatan. Dari 34 puskesmas didapatkan bahwa ada 3 puskesmas

2
sebagai percontohan pelayanan kesehatan jiwa yaitu Puskesmas Manisrenggo
Kecamatan Manisrenggo, Puskesmas Kayumas kecamatan Klaten Utara, dan
Puskesmas Jogonalan II di Kecamatan Jogonalan.
Berdasarkan hasil satu tahun terakhir kasus tertinggi terdapat di
Puskesmas Jogonalan 2 yaitu sebanyak 101 penderita dengan diagnosa
skizofrenia. Sedangkan di Puskesmas Manisrenggo sebanyak 70 penderita dengan
diagnosa skizofrenia dengan jumlah 64 dan dengan psikotik sebanyak 6 penderita.
Data yang di dapatkan di Puskesmas Kayumas yaitu sebanyak 60 penderita
dengan diagnosa skizofrenia.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran pelaksanaan
pelayanan kesehatan jiwa komunitas medik dan non-medik, dapat mengetahui apa
saja program yang sudah diberikan untuk pasien gangguan jiwa dan untuk
mengetahui apakah puskesmas sudah memberikan program rujuk baik.
2. METODEI
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi bertujuan untuk mendiskripsikan dan menganilis
peristiwa, kondisi dan peran yang dilakukan Seksi PTM (Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Tidak Menular) dan jiwa Dinas Kabupaten Klaten, tenaga
kesehatan Puskesmas Jogonalan II dan keluarga pasien dengan metode berupa
observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dengan
pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu yang di maksud
pertimbangan adalah orang yang dianggap paling tahu tentang apa yang
diharapkan peneliti. Maka di dapatkan responden berjumlah 6 orang yaitu 1 orang
seksi PTM (Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular) dan jiwa, 1
orang tenaga kesehatan di puskesmas pemegang program jiwa, dan 4 orang
keluarga pasien.

3
Menyusun Rancangan
Penelitian

Tahap pra lapangan Memilih Lapangan


Penelitian

Mengurus Perizinan
Langkah-
langkah Memilih Informan
penelitian
Tahap pekerjaan Menyiapkan
lapangan Perlengkapan Penelitian

Pengolahan
data Menilai Lapangan
Memahami Latar
Penelitian dan
Persiapan Diri
Reduksi Data

Penyajian pembatasan latar dan pengenalan jumlah waktu


Data penampilan
peneliti hubungan peneliti studi
di lapangan
Penarikan Kesimpulan

Gambar 1. Proses jalannya penelitian

Uji Keabsahan Hasil Penelitian Menurut Bungin (2010) menyatakan bahwa ada
satu cara paling mudah dalam menguji keabsahan hasil penelitian adalah dengan
melakukan triangulasi peneliti, triangulasi metode, triangulasi teori, dan
triangulasi sumber data.
Pada penelitian ini untuk mengujiikeabsahanipenelitiimenggunakan
triangulasi dengan sumber data.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan hasil wawancara
Tabel 1. Kesimpulan Hasil Wawancara

Kata kunci Sub tema Tema


R1: sudah ada penyuluhan,
sudah dibentuk posyandu jiwa Penyuluhan
R2: sudah ada di tingkat kader,
remaja dan keluarga

4
Kata kunci Sub tema Tema
R1: sudah diberikan
R2: sudah, pelatihan sederhana pelatihan
dari dkk sederhana Jenis pelayanan
R1: sudah, menggunakan SLQ kesehatan jiwa
R2: baru dilakukan ke kader deteksi dini komunitas non-medik
R1: dilakukan oleh bidan di konseling pada
posyandu jiwa saat posyandu
R2: sudah waktu posyandu jiwa jiwa
R1: sudah, memakai musik dan
keterampilan lainnya terapi okupasi
R2: bisa berkebun,
mewarnai,bermain musik dan
bernyanyi
R1: untuk dokter spesialis jiwa
belum ada penilaian psikiatri
R2: belum
Jenis pelayanan
R1: hanya golongan tertentu kesehatan jiwa
saja tidak semua diberikan Pengobatan komunitas medik
R2: sudah diberikan oleh
dokter umum di puskesmas
R1: belum dilakukan
R2: tidak ada Psikoterapi
R1: belum ada rawat inap
R2:belum ada rawat inap
R1: sudah ada
R2: kalo obatnya tersedia ya rujuk balik Rujuk balik
diberikan
R1: sudah dibentuk posyandu
jiwa Posyandu jiwa Program
R2: posyandu jiwa terus
kunjungan pasien seperti
deteksi dini

Didapatkan hasil penelitian diatas bahwa ada 4 tema dari 12 sub tema antara lain
yang sudah dilakukan dari sub tema yaitu penyuluhan, pelatihan sederhana,
deteksi dini, konseling, terapi okupasi, pengobatan. Berdasarkan tabel diatas
puskesmas sudah melakukan rujuk balik dan sudah membentuk program jiwa.

5
3.2 Pembahasan
3.2.1 Pelayanan non-medik
3.2.1.1 Penyuluhan
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan kesehatan yang
dilakukan dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga
masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa
melakukan sesuatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan
(Fitriani, 2011).
Upaya untuk meningkatkan pengetahuan pada keluarga klien skizofrenia
perlu melalui penyuluhan dna pendidikan kesehatan, baik yang dilakukan
secara langsung maupun tidak langsung (Wulansih, S & Arif , W, 2008).
Temuan ini diperkuat oleh Jordan, et al (2015) menyatakan bahwa
advocacy menjadi sangat penting ketika individu atau masyarakat tidak
hanya berperan sebagai pemberi informasi saja, tetapi juga menjadi bagian
dari penyelesaian masalah.
Menurut Lauber (2004) menyatakan bahwa pengetahuan yang kurang
mengenai gangguan jiwa akan meningkatkan jarak sosial.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis bahwa di Puskesmas
Jogonalan II sudah dilakukan penyuluhan kesehatan jiwa di tingkat kader,
remaja, keluarga, terakhir dilakukan pada bulan november 2018 maka
sudah sesuai dengan tujuan dari penyuluhan dapat dilaksanakan yaitu agar
dapat mengubah kebiasaan tentang kesehatan secara merata kepada warga
sekitar puskesmas kedepannya lebih sehat.
Berdasarkan uraian diatas, seksi PTM dan tenaga kesehatan di puskesmas
telah sesuai dengan kewajibannya yang diatur pada Kepmenkes RI nomor
406 tahun 2009 tentang pedoman pelayanan kesehatan jiwa komunitas,
yang menjelaskan penyuluhan harus dilakukan di puskesmas.
3.2.1.2 Penilaian Psikiatri
Pelayanan dan sumber daya kesehatan jiwa di negara berkembang
memang masih jarang ada, sehingga pelayanan dan perawatan gangguan
jiwa seharusnya dapat dilakukan oleh dokter umum dan tenaga kesehatan
lainnya. Namun untuk dapat melakukan manajemen dan diagnosis dini

6
kesehatan jiwa, dokter umum dan tenaga kesehatan lainnya tersebut harus
diberi pelatihan tentang kesehatan jiwa (Erawati, 2016).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis bahwa di Puskesmas
Jogonalan II sudah dilakukan penilaian psikiatri maka sesuai karena di
puskesmas belum ada dokter spesialis jiwa sehingga untuk pelayanan
kesehatan bagi gangguan jiwa sudah dapat dilakukan oleh dokter umum
dan tenaga kesehatan lainnya.
Berdasarkan uraian diatas, seksi PTM dan tenaga kesehatan di puskesmas
sudah sesuai dengan kewajibannya yang diatur pada Kepmenkes RI nomor
406 tahun 2009 tentang pedoman pelayanan kesehatan jiwa komunitas,
yang menjelaskan penilaian psikiatri harus diberikan kepada pasien
gangguan jiwa di puskesmas.
3.2.1.3 Program Jiwa
Jenis pelayanan kesehatan yang dapat diberikan kepada posyandu berupa
pengkajian penderita gangguan jiwa, pemeriksaan aktivitas sehari-hari,
pemeriksaan status mental, pengukuran tekanan darah, memberikan
pengetahuan tentang gangguan jiwa, memberikan terapi pengobatan dan
penatalaksanaan mekanisme koping yang adaptif bagi penderita gangguan
jiwa serta keluarga (Pratiwi, 2015).
Keterampilan berbahasa dan budaya merupakan dua hal yang sangat
penting ketika layanan kesehatan jiwa di integrasikan dalam layanan dasar
/ puskesmas ( Hooper, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis bahwa di Puskesmas
Jogonalan II sudah dilakukan program jiwa yaitu posyandu jiwa untuk
pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan setelah diberikan pendidikan
kesehatan tentang kesehatan jiwa, serta diberikan terapi pengobatan.
Berdasarkan uraian diatas, seksi PTM dan tenaga kesehatan di puskesmas
sudah sesuai yang diatur pada Depkes RI tahun 2006.
3.2.1.4 Rujuk Baliki
Pelayanan ini diberikan kepada orang dengan penyakit kronis meliputi
DM, hipertensi, penyakit jantung, asma, penyakit paru obstruktif kronik,
epilepsi, gangguan kesehatan jiwa kronik, stroke dan sindrom lupus

7
eritematosus (SLE) dan penyakit kronis lain yang di tetapkan oleh menteri
(Permenkes, 2016).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis bahwa di Puskesmas
Jogonalan II sudah dilakukan pelayanan obat program rujuk balik
meskipun puskesmas masih mengalami kesulitan dalam penyediaan obat
tetapi untuk kebutuhan kopetensi fasilitas kesehatan primer itu sudah
cukup.
Berdasarkan uraian diatas, seksi PTM dan tenaga kesehatan di puskesmas
sudah sesuai yang diatur pada Permenkes RI nomor 43 tahun 2016 tentang
standart pelayanan minimal bidang kesehatan, yang menjelaskan bahwa
pelayanan program rujuk balik diberikan untuk gangguan kesehatan jiwa
kronik.
3.2.1.5 Pelayanan Medik
3.2.1.5.1 Rawat Inap
Maka setiap puskesmas akan berusaha untuk menempatkan dirinya
sebaik mungkin dimata pasien / pelanggannya agar dapat dipercaya
untuk memenuhi kebutuhannya dalam bidang kesehatan ( Rangkuti,
2006).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis bahwa di
Puskesmas Jogonalan II belum ada pelayanan medik rawat inap
sehingga belum dapat memberikan akses kepada masyarakat dengan
mendekatkan pelayanan kesehatan pada masyarakat belum dapat
terpenuhi.
Berdasarkan uraian diatas, seksi PTM dan tenaga kesehatan di
puskesmas belum sesuai dengan Kepmenkes RI nomor 406 tahun 2009
tentang pedoman pelayanan kesehatan jiwa komunitas, yang
menjelaskan rawat inap harus ada di puskesmas.
3.2.1.5.2 Psikoterapii
Psikoterapi merupakanncara pengobatan dengan tujuan untuk
menghambattgejala yang ada, menilai perilaku yang terganggu dan
dapat meningkatkan kepribadian secara positif yang dilakukan oleh
orang yang sudah terlatih dengan masalah emosional seorang pasien.

8
Dalam psikoterapi, hubungan dokter pasien serta pengenalan
pemindahan dan hambatan adalah sangat penting ( Maramis, 2005).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis bahwa di
Puskesmas Jogonalan II belum ada pelayanan medik psikoterapi
dengan tujuan mengurangi gejala yang adaa, serta
menilaiiperilakuuyang tergangguudan dapat meningkatkan
pertumbuhannkepribadiannyang belum bisa terpenuhi secara positif
belum dapat terpenuhi.
Berdasarkan uraian diatas, seksi PTM dan tenaga kesehatan di
puskesmas belum sesuai dengan Kepmenkes RI nomor 406 tahun 2009
tentang pedoman pelayanan kesehatan jiwa komunitas, yang
menjelaskan psikoterapi harus dilakukan kepada pasien gangguan jiwa.
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil diatas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
4.1.1 Penyuluhan
Puskesmas Jogonalan II sudah memberikan penyuluhan kepada
masyarakat maka sudah sesuai dengan Kepmenkes RI nomor 406
tahun 2009 tentang pedoman pelayanan kesehatan jiwa komunitas
yang menjelaskan jenis pelayanan kesehatan jiwa komunitas non-
medik harus dilakukan penyuluhan.
4.1.2 Penilaian Psikiatri
Puskesmas Jogonalan II belum dilakukan penilaian psikiatri karena
belum ada dokter untuk spesialis jiwa di puskesmas maka belum sesuai
dengan Kepmenkes RI nomor 406 tahun 2009.
4.1.3 Program Jiwa
Puskesmas Jogonalan II sudah membentuk program jiwa yaitu
posyandu jiwa yang dilakukan setiap sebulan sekali pada tanggal 28 di
balai desa, maka sudah sesuai dengan jurnal yang diteliti Hanifah &
Afridah (2016) dengan diadakan program jiwa dapat meningkatkan
pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan jiwa.

9
4.1.4 Rujuk balik
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis di Puskesmas
Jogonalan II sudah dilakukan pelayanan obat program rujuk balik
meskipun puskesmas masih mengalami kesulitan dalam penyediaan
obat tetapi untuk kebutuhan kopetensi fasilitas kesehatan primer itu
sudah cukup maka sudah sesuai dengan Permenkes RI nomor 43 tahun
2016 tentang standart pelayanan minimal bidang kesehatan.
4.1.5 Rawat inap
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis bahwa di
Puskesmas Jogonalan II belum ada pelayanan medik rawat inap
sehingga belum dapat meningkatkan akses masyarakat dalam
mendekatkan pelayanan kesehatan pada masyarakat belum dapat
terpenuhi, belum sesuai dengan Kepmenkes RI nomor 406 tahun 2009
tentang pedoman pelayanan kesehatan jiwa komunitas.
4.1.6 Psikoterapi
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis bahwa di
Puskesmas Jogonalan II belum ada pelayanan medik psikoterapi
karena belum ada tenaga kesehataan khusus gangguan jiwa maka
untuk menghambat gejala yang dialami pasien jiwa belum dapat
terpenuhi maka belum sesuai dengan Kepmenkes RI nomor 406 tahun
2009 tentang pedoman pelayanan kesehatan jiwa komunitas.
4.2 Saran
4.2.1 Puskesmas
Sebaiknya mempertimbangkan pelayanan medik berupa rawat inap,
penilaian psikiatri dan psikoterapi agar pelayanan kesehatan jiwa di
puskesmas semakin membaik di masa mendatang untuk kesehatan jiwa
sekitar wilayah puskesmas.
4.2.2 Peneliti lainnya
Sebaiknya menambahkan jumlah informan yang akan diteliti lebih dari 6
orang, sebab semakin banyak jumlah informan yang akan diteliti maka
hasil penelitiannya relatif mendekati kenyataanya yang terjadi di lapangan,

10
serta menambahkan variabel lainnya untuk di analisis seperti SPM dan
mutu pelayanan.
4.2.3 Dinas Kesehatan
Hendaknya lebih memperhatikan untuk pelayanan kesehatan jiwa komunis
yang berupa psikoterapi dan rawat inap sangatlah penting untuk
puskesmas.

DAFTAR PUSTAKA
Bungin, B. (2010). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta : Rajawali Pers.
Erawati, E., Sri, A., Angga, S. (2016). Pendidikan Kesehatan Jiwa Pada
Masyarakat Melalui Implementasi CMHN. Magelang : Jurnal LINK.
Fitriani. (2011). Promosi Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Greasly, P., & Small, N. (2015). Evaluating A Primary Care Counseling Service :
Outcame And Issue. Journal Of Primary Health Care And Development,
6, 125-136.
Hanifah, A, N., & Wiwik . (2016). Upaya Mengoptimalkan Pelayanan Kesehatan
Jiwa Berbasis Masyarakat Di Kelurahan Wonokromo. Skripsi. Surabaya.
Universitas Nahdlatul Ulama.

Hooper, L. M. (2014). Mental Health Service In Primary Care Implication For


Clinical Mental Health Counsellors And Other Mental Health
Providers. Journal Of Mental Health Counseling, 36(2), 95-98.
Jordan,J.E.E., Ommeren,M.V., Ashour,H.N., Maramis, A., Marini, A., Mohanraj,
A., Noori, A., Rizwan, H., Saeed, K., Silove, D., Suveedran, T., Urbina,
L., Ventevogel, P., & Saxena, S. (2015). Beyond The Crisis : Building
Back Better Mental Health Care In 10 Emergency-Affected Areas Using
A Longer-Term Perspective. International Journal Of Mental Health
System, 9 (15), 1 1-10.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
406/Menkes/SK/VII/2009 tentang Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa
Komunitas.

Kakuma, R., Minas, H., Ginneka, N.V., Poz, M.R.D., Desiraju, K., Morris, J.E.,
Saxena, S., & Scheffer, R.M (2011). Human Resources For Mental
Health Care Current Situation And Strategies For Action. Global Mental
Health 5, 378.
Lauber, C., Nordt, C., Falcato, L., & Rossler, W. (2004). Factors Influencing
Social Distance Toward People With Mental Illness. Community Mental Health
Journal 40.3 : 265-74.

11
Maramis, F.W. (2005). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga
University Press.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 43 Tahun 2016
Tentang Standart Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan.
Pratiwi, A. (2015). Model Pelayanan Kesehatan Berbasis Partisipasi Masyarakat
Untuk Meningkatkan Pelayanan Kesehatan Jiwa Pada Masyarakat
Setempat. Surakarta : University Research Coloquiu.
Rangkuti, F. (2006). Measuring Customer Satisfaction. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
WHO. (2014). Mental Health Atlas, world Health Organization, ISBN 978 92
4156501 1.
Wulansih, S., Arif , W. 2008. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dan
Sikap Keluarga Dengan Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia. Surakarta :
Berita Ilmu Keperawatan.

12

Anda mungkin juga menyukai