Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. Fraktur adalah pemecahan suatu bagian, khususnya tulang; pecahan atau rupture
pada tulang (Smeltzer, 2010).
2. Epidemiologi
Insiden fraktur terbuka sebesar 4% dari seluruh fraktur dengan perbandingan laki-
laki dan perempuan sebesar 3,64 berbanding 1, dengan kejadian terbanyak pada
kelompok umur decade kedua dan ketiga yang relative mempunyai aktivitas fisik dan
mobilitas yang tinggi. Pada analisis epidemiologi menunjukkan bahwa 40% fraktur
terbuka terjadi pada ekstremitas bawah, terutama daerah tibia dan femur tengah.
3. Faktor Predisposisi
Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrim. Meskipun tulang patah,
jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak,
perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, rupture tendo, kerusakan saraf, dan
kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang
disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang.
4. Patofisiologi
(Terlampir)
5. Klasifikasi
a. Fraktur Komplit, adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal).
b. Fraktur Tidak Komplit, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah
tulang
c. Fraktur tertutup (fraktur simpel) tidak menyebabkan robeknya kulit.
d. Fraktur terbuka (fraktur komplikata/ kompleks) merupakan fraktur dengan
luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tulang. Grade I
dengan luka bersih kurang dari 1cm panjangnya; Grade II luka lebih luas tanpa
kerusakan jaringan lunak yang ekstensif; dan Grade III, yang sangat
terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak yang ekstensif,
merupakan yang paling berat.
e. Greenstic, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya
membengkok.
f. Transfersal,fraktur sepanjang garis tengah tulang.
g. Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak stabil
disbanding transfersal).
h. Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.
i. Kominutif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
j. Depresi, fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam (sering terjadi
pada tulang tengkorak dan tulang wajah).
k. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang
belakang).
l. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang,
penyakit Peaget, metastasis tulang, tumor).
m. Avulsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendo pada
perlekatannya.
n. Epifiseal, fraktur melalui epifisis.
o. Impaksi,fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
Fraktur yang sering terjadi pada lansia
1. Fraktur Kompresi Vertebra
Suatu gejala osteoporosis yang sering dijumpai adalah sakit punggung,
akibat fraktur kompresi vertebra. Fraktur kompresi vertebra ini dapat terjadi
setelah trauma minimal, seperti melepaskan kancing pada bagian punggung,
membuka jendela, atau bahkan merapikan tempat tidur.
Fraktur kompresi terdiri dari kata fraktur dan kompresi. Fraktur artinya
keadaan patah atau diskontinuitas dari jaringan tulang, sedangkan kompresi
artinya tekanan atau tindihan, jadi fraktur kompresi adalah diskontinuitas dari
jaringan tulang akibat dari suatu tekanan atau tindihan yang melebihi
kemampuan dari tulang tersebut. Fraktur kompresi adalah suatu keretakan
pada tulang yang disebabkan oleh tekanan, tindakan menekan yang terjadi
bersamaan (Smeltzer.2010)
Focus dari perawatan untuk fraktur kompresi akut adalah mengurangi
gejala sesegera mungkin dengan tirah baring pada posisi apapun yang mampu
memberikan kenyamanan maksimum. Relaksasi otot, seperti panas dan
analgesic dapat digunakan jika ada indikasi. Penggunan relaksasi otot jangka
pendek dalam jumlah sedikit dapat mengurangi spasme otot yang sering
menyertai fraktur-fraktur ini.
2. Fraktur Panggul
Klien lansia biasanya mengalami cedera ini karena jatuh. Walaupun
hanya 3% dari semua fraktur adalah fraktur panggul, tipe cedera ini
diperhitungkan menimbulkan 5 sampai 20% kematian diantara lansia akibat
fraktur. Fraktur panggul adalah hal yang tidak menyenangkan karena fraktur
tersebut dapat juga menyebabkan cedera intraabdomen yang serius, seperti
laserasi kolon, paralysis ileum, perdarahan intrapelvis, dan rupture uretra serta
kandung kemih.
3. Fraktur Pinggul
Walaupun fraktur tulang belakang yang mengarah pada deformitas dan
fraktur panggul menyebabkan disfungsi tubuh, tetapi fraktur pinggullah yang
sangat berat memengaruhi kualitas hidup dan menantang kemampuan bertahan
hidup pada lansia. Manifestasi klinis dari fraktur tulang pinggul adalah rotasi
eksternal, pemendekan ekstremitas yang terkena, dan nyeri berat serta nyeri
tekan di lokasi fraktur. Perubahan letak akibat fraktur pada bagian leher tulang
femur dapat menyebabkan gangguan serius pada suplai darah ke kaput femur,
yang dapat mengakibatkan nekrosis avaskular.
Perbaikan dengan pembedahan lebih disukai dalam menangani fraktur
tulang pinggul. Penanganan melalui pembedahan memungkinkan klien untuk
bangun dari tempat tidur lebih cepat dan mencegah komplikasi yang lebih
besar yang dihubungkan dengan immobilitas.
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilaangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti
normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa
diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada
integritas tulang tempat melengketnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya. (uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang
lebih berat).
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
7. Pemeriksaan Diagnostik
- Pemeriksaan rontgen: menentukan lokasi/ luasnya fraktur/ trauma
- Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur; juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan tulang.
- Arteriogram: dilakukan bila kerusakan vascular dicurigai.
- Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal setelah
trauma.
- Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
- Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi
multiple atau cedera hati.
8. Terapi
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi
dan kekuatan.
 Reduksi fraktur (setting tulang)
Mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis.
Metode reduksi fraktur diantaranya:
1. Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya dengan manipulasi dan traksi manual.
2. Traksi digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
3. Reduksi terbuka dilakukan dengan pendekatan bedah, fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku
atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen
tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
 Imobilisasi fraktur.
Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna atau eksterna.
Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu,atau
pun fiksasi eksterna.
 Mempertahankan dan mengembalikan fungsi.
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak.
Latihan isometric dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi
disuse dan meningkatkan aliran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-
hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri.
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur yaitu:
a. Mempercepat penyembuhan fraktur
 Imobilisasi fragmen tulang
 Kontak fragmen tulang maksimal
 Asupan darah yang memadai
 Nutrisi yang baik
 Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang
 Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D
b. Menghambat penyembuhan tulang
 Trauma lokal ekstensif
 Kehilangan tulang
 Imobilisasi tidak memadai
 Rongga atau adanya jaringan diantara fragmen tulang
 Infeksi
 Keganasan lokal
 Nekrosis avaskuler
 Usia (pada lansia sembuh lebih lama)
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Kaji tingkat kesadaran pasien dengan GCS.
a. Aktifitas/ Istirahat
Tanda: keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin
segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari
pembengkakan jaringan, nyeri)
b. Sirkulasi
Tanda: hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/
ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)
Takikardi (respon stress, hipovolemia)
Penurunan/ tak ada nadi pada bagian distal yang cedera; pengisisa
kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena
Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
Gejala: hilang gerakan/ sensasi, spasme otot
Kebas/ kesemutan (parestesis)
Tanda: deformitas local: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi,
spasme otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi.
Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ ansietas atau trauma
lain).
d. Nyeri/ Kenyamanan
Gejala: Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan/ kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi); tak ada
nyeri akibat kerusakan saraf.
Spasme/ kram otot (setelah imobilisasi).
e. Keamanan
Tanda: laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna
Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba).
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut:
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
2. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
3. Hambatan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
4. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d
kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,
kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
6. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera
vaskuler, edema, pembentukan trombus)
7. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma
jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
(NOC) (NIC)
1 Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1. Kaji nyeri secara komprehensif
fragmen tulang, edema, cedera jaringan ....x 24 jam diharapkan klien mengatakan termasuk lokasi , karakteristik ,
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas. nyeri berkurang atau hilang dengan kriteria durasi, frekuensi kualitas dan
hasil : factor presipitasi.
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang 2. Pertahankan imobilasasi bagian
dengan mengunakan menajemen yang sakit dengan tirah baring,
nyeri. gips, bebat dan atau traksi
- Mampu mengenali nyeri ( skala, 3. Lakukan dan awasi latihan
instensitas, frekuensi, dan tanda gerak pasif/aktif.
nyeri) 4. Lakukan tindakan untuk
- Menyatakan rasa nyaman setelah meningkatkan kenyamanan
nyeri berkurang (masase, perubahan posisi)
- menunjukkan tindakan santai, 5. Ajarkan penggunaan teknik
mampu berpartisipasi dalam manajemen nyeri (latihan napas
beraktivitas, tidur, istirahat dengan dalam, imajinasi visual, aktivitas
tepat, dipersional)
6. Kolaborasi pemberian analgetik
sesuai indikasi

2. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1. Monitor gejala gagal nafas
aliran darah, emboli, perubahan membran ....x 24 jam diharapkan klien menunjukkan (PaO2 rendah, PaCO2 tinggi
alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan dan kelelahan otot prnafasan)
kongesti) kriteria hasil : 2. Instruksikan/bantu latihan napas
. - klien tidak sesak nafas, tidak cyanosis dalam dan latihan batuk efektif.
analisa gas darah dalam batas normal 3. Lakukan dan ajarkan perubahan
posisi yang aman sesuai
keadaan klien.
4. Kolaborasi pemberian obat
sesuai indikasi
3. Hambatan mobilitas fisik b/d kerusakan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1. Pertahankan pelaksanaan
rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif ....x 24 jam diharapkan klien dapat aktivitas rekreasi terapeutik
(imobilisasi) meningkatkan/ mempertahankan mobilitas (radio, koran, kunjungan
dan dapat mempertahankan posisi fungsional teman/keluarga) sesuai keadaan
dengan kriteria hasil : klien.
1. Klien meningkatkan aktivitas fisik 2. Bantu latihan rentang gerak
2. Mengerti tujuan dari peningkatan pasif aktif pada ekstremitas
mobilitas yang sakit maupun yang sehat
3. Memverbalisasikan perasaan dalam sesuai keadaan klien.
meningkatkan kekuatan dan kemampuan 3. Bantu dan dorong perawatan
berpindah diri (kebersihan/eliminasi)
sesuai keadaan klien.
4. Ubah posisi secara periodik
sesuai keadaan klien.
5. Kolaborasi pelaksanaan
fisioterapi sesuai indikasi.
4. Gangguan integritas kulit b/d fraktur Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1. Pertahankan tempat tidur yang
terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, ....x 24 jam diharapkan gangguan integritas nyaman dan aman (kering,
sekrup) kulit klien sembuh dengan kriteria hasil: bersih, alat tenun kencang,
1. Klien mampu menunjukkan perilaku bantalan bawah siku, tumit).
tekhnik untuk mencegah kerusakan 2. Observasi keadaan kulit,
kulit/memudahkan penyembuhan penekanan gips/bebat terhadap
sesuai indika. kulit, insersi pen/traksi
2. Penyembuhan luka sesuai waktu 3. Masase kulit terutama daerah
penonjolan tulang dan area
distal bebat/gips
4. Lindungi kulit dan gips pada
daerah perianal
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1. Kaji kesiapan klien mengikuti
prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d ....x 24 jam diharapkan dapat mengetahui program pembelajaran.
kurang terpajan atau salah interpretasi tentang kondisinya dengan kriteria hasil : 2. Diskusikan metode mobilitas
terhadap informasi, keterbatasan kognitif, 1. klien mengerti dan memahami tentang dan ambulasi sesuai program
kurang akurat/lengkapnya informasi yang penyakitnya. terapi fisik.
ada 3. Ajarkan tanda/gejala klinis yang
memerluka evaluasi medik
(nyeri berat, demam, perubahan
sensasi kulit distal cedera)
4. Persiapkan klien untuk
mengikuti terapi pembedahan
bila diperlukan.
6. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1. Monitor kualitas nadi perifer,
penurunan aliran darah (cedera vaskuler, ....x 24 jam diharapkan menunjukkan fungsi aliran kapiler, warna kulit dan
edema, pembentukan trombus) neurovaskuler baik dengan kriteria hasil : kehangatan kulit distal cedera,
1. akral hangat, bandingkan dengan sisi yang
2. tidak pucat dan syanosis, bisa normal.
bergerak secara aktif 2. Dorong klien untuk secara rutin
melakukan latihan
menggerakkan jari/sendi distal
cedera.
3. Pertahankan letak tinggi
ekstremitas yang cedera kecuali
ada kontraindikasi adanya
sindroma kompartemen.
4. Berikan obat sesuai indikasi.

7 Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1. Lakukan perawatan pen steril
pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma ....x 24 jam diharapkan klien mencapai dan perawatan luka sesuai
jaringan lunak, prosedur invasif/traksi penyembuhan luka sesuai waktu, dengan protokol
tulang) kriteria hasil: 2. Ajarkan klien untuk
1. Klien bebas dari tanda dan gejala mempertahankan sterilitas
infeksi insersi pen.
3. Kolaborasi pemberian
antibiotika.
4. Observasi tanda-tanda vital dan
tanda-tanda peradangan lokal
pada luka.
4. Implementasi
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan,
observasi respons klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang
baru. (Budiono & Sumirah Budi Pertami, 2015).
5. Evaluasi

1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
Kriteria hasil:
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan mengunakan menajemen nyeri.
- Mampu mengenali nyeri ( skala, instensitas, frekuensi, dan tanda nyeri)
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
- menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas,
tidur istirahat dengan tepat,
2. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
Kriteria hasil:
- klien tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
3. Hambatan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
Kriteria hasil:
- Klien meningkatkan aktivitas fisik
- Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
- Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
4. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
Kriteria hasil:
- Klien mampu menunjukkan perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan
kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indika.
- Penyembuhan luka sesuai waktu
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d
kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,
kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
Kriteria hasil:
- klien mengerti dan memahami tentang penyakitnya.
6. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera
vaskuler, edema, pembentukan trombus)
Kriteria hasil:
- akral hangat,
- tidak pucat dan syanosis, bisa bergerak secara aktif
7. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma
jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
Kriteria hasil:
- Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart . 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Grace, P, A & Borley, N, R. 2007. At a GlanceIlmu Bedah. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Hardi, A. d. (2013). Asuhan Keperawatan Berdasrkan Diagnosa Medis & Nanda NIC NOC.
Yogyakarta: Medication

Hardhi, Kusuma. 2015. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC-
NOC.Yogyakarta : MediAction
Smeltzer, Suzanne C.2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3 ed-8. Jakarta : EGC
Pathways
Traumatik (jatuh), patologis (osteoporosis,tumor tulang, infeksi)

Fraktur

Perubahan status Cedera sel Diskontuinitas Luka terbuka Reaksi peradangan


kesehatan fragmen tulang

Kurang
informasi Degranulasi sel Terapi restrictif Lepasnya lipid Port de’ entri kuman Gg. Integritas Edema
mast pada sum-sum kulit
tulang

Kurang Pelepasan Penekanan pada


pengetahuan Hm. Mobilitas Terabsorbsi Resiko Infeksi
mediator fisik jaringan vaskuler
kimia masuk kealiran
darah
Nekrosis
Jaringan paru Penurunan aliran
Nociceptor Oklusi arteri darah
Korteks paru
serebri Emboli

Medulla Resiko disfungsi


spinalis Gangguan pertukaran Penurunan laju Luas permukaan neurovaskuler
Nyeri gas difusi paru menurun

Anda mungkin juga menyukai