OLEH :
NPM : 12114201160096
FAKULTAS KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
AMBON
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjakan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas penyertanyaan-Nya,
penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul KURANG GIZI PADA BALITA
Dalam penulisan dan penyusunan proposal ini, penulis mendapatkan banyak bantuan
dari pihak-pihak yang bersedia membantu penulis sehingga terselesainya proposal ini. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak-pihak yang telah
membantu penulis sehingga proposalyang penulis buat dapat terselesai sesuai dengan waktu
Penulis menyadari bahwa, penelitian yang penulis lakukan masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan krotik dan saran yang membangun
demi kesempurnaan penelitian yang penulis lakukan. Demikian proposal yang penulis buat,
Penulisa
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN
C. TUJUAN PENELITIAN........................................................................................................ 4
ii
7. Klasifikasi Status Gizi.................................................................................................... 13
D. HIPOTESIS PENELITIAN
F. Instrumen Penelitian............................................................................................................ 46
I. Analisa Data.......................................................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gizi kurang merupakan salah satu penyakit akibat gizi yang masih
merupakan masalah di Indonesia. Masalah gizi pada balita dapat memberi dampak
terhadap kualitas sumber daya manusia, sehingga jika tidak diatasi dapat
terutama pada kelompok usia rawan gizi yaitu Balita. Menurut Zulfita (2013),
Kurang gizi atau gizi buruk merupakan penyebab kematian 3,5 juta anak di bawah
Gizi kurang merupakan suatu kondisi berat badan menurut umur (BB/U)
yang tidak sesuai dengan usia yang seharusnya. Kondisi gizi kurang akan rentan
terjadi pada balita usia 2-5 tahun karena balita sudah menerapkan pola makan
seperti makanan keluarga serta dengan tingkat aktivitas fisik yang tinggi.
status gizi didunia diantaranya prevalensi wasting (kurus) 52 juta balita (8%).
Stunting (pendek) 115 juta balita (23%), dan overweight 4 juta balita (6%) 1.
(UNICEF dan WHO, 2017), prevalensi underweight di dunia tahun 2016 berdasarkan
lingkup kawasan word health organization (WHO) yaitu Afrika 17,3% (11,3 juta),
Amerika 1,7% (1,3 juta), Asia Tenggara 26,9% (48 juta), Eropa 1,2% (0.7 juta),
Mediterania Timur 13% (10,5 juta), Pasifik Barat 2,9% (3,4 juta), sedangkan secara
global didunia prevalensi anak dibawah lima tahun yang mengalami underweight ialah
kurang hingga sekarang. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018
menjelaskan prevalensi anak balita yang mengalami gizi kurang menurun dari 14.43%
tahun 2016 menjadi 14.00% tahun 2017 dan telah memenuhi target yang ditetapkan oleh
Development Goal’s) MDG’s 2015 yaitu sebesar 15,50% (Kemenkes RI, 2018).
Berdasarkan prevalensi gizi buruk dan gizi kurang di Indonesia pada tahun 2017
sebesar 3,80% kasus sedangkan pada tahun 2018 kasus gizi buruk dan gizi kurang 17,7%
kasus. Perbaikan status gizi nasional dapat dilihat berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2018. Pada prevalensi Gizi Kurang (Underweigth) perbaikan itu terjadi
berturut-turut dari tahun 2013 sebesar 19,6% naik menjadi 17,7% 2018. Prevalensi
Prevalensi gizi buruk, gizi kurang, gizi baik dan gizi lebih di Provinsi Maluku
tahun 2017 gizi buruk 5,80% kasus, gizi kurang 17,90% kasus,gizi baik 74,50% kasus,
dan gizi lebih 1,80% kasus sedangkan pada tahun 2018 gizi buruk 7,40% kasus, gizi
kurang 17,50% kasus, gizi baik 72,40% kasus dan gizi lebih 2,70% kasus.
2.
Anak balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan penyakit.Kelompok ini
merupakan kelompok umur yang paling menderita akibat gizi (KKP) dan jumlahnya
dalam populasi besar. Perlunya perhatian lebih dalam tumbuh kembang di usia balita
didasarkan fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini bersifat irreversible
atau tidak dapat pulih. (Marmi, 2013).Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada tubuh
dan otak akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama.Sehingga, anak lebih pendek dari
anak normal seusianya dan memiliki keterlambatan dalam berpikir.Obesitas adalah kondisi
kronis akibat penumpukan lemak dalam tubuh yang sangat tinggi.Obesitas terjadi karena
asupan kalori yang lebih banyak dibanding aktivitas membakar kalori, sehingga kalori yang
dalam waktu yang lama, maka akan menambah berat badan hingga mengalami obesitas.
Salah satu faktor tidak langsung yang mempengaruhi status gizi pada anak balita
adalah imunisasi. Imunisasi merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kekebalan
tubuh anak balita dari mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit (Ranuh, 2011) .
Menurut profil kesehatan pada tahun 2015 4 capaian imunisasi di Indonesia 88,54% belum
mencapai target renstra yaitu 91%.Faktor langsung yang mempengaruhi status gizi balita
atau terjadinya wasting ialah adanya penyakit infeksi dan asupan makanan.6,7,8 Salah satu
penyakit infeksi yang berhubungan dengan wasting ialah malaria. Sedangkan faktor tidak
langsung antara lain ketahanan pangan di dalam keluarga, pola asuh, sanitasi lingkungan,
akses terhadap pelayanan kesehatan, umur anak, jenis kelamin anak, tempat tinggal,
Puskesmas Tawiri Ambon merupakan salah satu Puskesmas di provinsi Maluku yang
memiliki 22 posyandu yaitu Desa Tawiri swbanyak 8 posyandu, Desa Hative Besar
sebanyak 7 posyandu dan Desa Laha sebanyak 7 posyandu. Adanya fasilitas kesehatan
potensi yang baik untuk menekan ataupun menghilangkan angka kekurangan gizi, namun
kenyataannya, berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Tawiri Ambon pada tahun
2017 jumblah gizi kurang pada anak balita berjumblah 822 balita dari 1,735 anak balita,
kemudian pada tahun 2018jumblah gizi kurang pada anak balita menurun menjadi 734
balita dari 1,682 anak balita, dan pada tahun 2019 data yang diperoleh dari bulan january
sampai bulan juli sudah mencapai 805 anak balita yang mengalami gizi kurang dari 1,691
Berdasarkan uraian diatas maka saya tertarik untuk mengambil judul penelitian
B. Rumusan masalah
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
c. Hubungan antara pola asuh ibu dengan kejadian gizi kurang di wilayah
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam ilmu
2. Manfaat Praktis
tawiri ambon.
berikutnya.
5.
3. Peneliti lanjut
Bagi peneliti lain disarankan untuk menggunakan factor lain yang dapat
6.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Balita
Balita adalah anak yang berumur 0-59 bulan, pada masa ini ditandai dengan
proses pertumbuhan yang memerlukan zat-zat gizi yang jumblahnya lebih banyak
dengan kualitas tinggi. Akan tetapi, balita termasuk kelompok rawan gizi yang
(Ariani, 2016)
Masalah gizi balita yang haru dihadapi indonesia pada saat ini adalah masalah
gizi kurang dan masalah gizi lebih. Masalah gizi kurang disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi dan kesehatan, sedang masalah gizi
2. Karakteristik balita
mulai mencoba mencari tahu bagaimana suatu hal dapat bekerja atau terjadi,
mengenal arti kata “tidak”, peningkatan pada amarahnya, sikap yang negatif dan
Gizi kurang merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau
seperti protein, karbohidrat, lemak, dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh
memiliki nutrien yang dibutuhkan tubuh akibat kesalahan atau kekurangan asupan
makanan. Secara sederhana kondisi ini terjadi akibat kekurangan gizi secara terus
menerus dan menumpuk dalam derajat ketidak seimbangan yang absolute dan
atau defisit dan protein dan sering disebut dengan KKP (Kekurangan Kalori
(kalori) dalam tubuh, keadaan kurang gizi bisa ringan atau serius. Penurunan berat
badan merupakan manifestasi deplesi energi, zat gizi yang esensial, protein dan
orang akan menjadi lebih rendah ketika asupan energinya berkurang (mann and
truswell, 2014).
Status gizi adalah jumlah asupan gizi setelah mengkonsumsi makanan dan nutrisi
yang dibutuhkan oleh tubuh. Makanan yang diberikan akan berpengaruh terhadap
status gizi balita, status gizi dapat dibedakan menjadi status gizi buruk, kurang, baik
dan lebih (Setiadi, 2013). Konsumsi nutrisi yang baik tercermin dengan badan yang
sehat ditandai dengan berat badan normal sesuai dengan tinggi badan serta usianya,
tidak mudah terserang penyakit infeksi ataupun penyakit menular, tidak terjadi
kematian dini, terlindungi dari berbagai penyakit kronis, dan dapat menjadi pada
Status gizi dapat pula diartikan gambaran kondisi fisik seseorang sebagai refleksi dari
keseimbangan energy yang masuk dan dikeluarkan oleh tubuh (Marmi, 2013). Asupan gizi
yang diberikan kepada balita haruslah seimbang, balita membutuhkan zat tenaga yaitu
karbohidrat sebanyak 75-90%, zat pembangun yaitu protein sebesar 10-20%, serta zat
Status gizi balita yang baik adalah dimana tumbuh kembang fisik dan mental balita
seimbang. Status gizi yang buruk dapat menempatkan balita pada terhambatnya proses
pertumbuhan dan perkembangannya (Dewi, 2015). Gizi yang baik dapat membuat balita
memiliki berat badan yang sehat, tidak mudah terserang penyakit infeksi, menjadi manusia
yang produktif, serta terlindungi dari berbagai macam penyakit kronis dan kematian dini
Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan yaitu suatu kecukupan rata-
rata zat gizi yang dikonsumsi setiap hari oleh seseorang menurut golongan umur,
jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas untuk mencapai derajat kesehatan yang
merupakan nilai rata-rata yang dicapai penduduk dengan indikator yang sudah
9.
Tabel II.1Angka kecukupan Energi untuk Anak
membangun sel-sel yang telah rusak membentuk zat-zat pengatur seperti enzim
dan hormon serta membentuk zat anti energi. Kebutuhan akan protein selama
periode pertumbuhan tulang rangka dan otot yang cepat pada masa bayi relatif
tinggi, komsumsi sebanyak 2,2 gr protein bernilai gizi tinggi per kg berat badan per
ASI memasok sekitar 40-50% energi sebagai lemak (3-4 gr/100 cc), lemak
10.
mencukupi kebutuhan energi tetapi juga memudahkan penyerapan asam lemak esensial,
vitamin yang terlarut dalam lemak, kalsium serta mineral lainnya (Arisman, 2013).
Umur Gram
0-5 bulan 31
6-11 bulan 36
1-3 tahun 44
4-6 tahun 62
Sumber : Hardinsyah, 2012
Jumblah vit A yang dibutuhkan bayi sebanyak 75 RE per hari. Komsumsi vit D pada
bayi akan meningkat pada waktu terjadinya klasifikasi tulang dan gigi yang cepat .
komsumsi vit D dianjurkan 400 IU/hari. Kebutuhan vit E pada bayi sebanyak 2-4 mg TE
(tocopherol Equivelent) per hari. Sedangkan untuk vit C, bayi memperoleh dari ASI. ASI
mengandung 280 mg kalsium per liter, yang berarti dapat mensuplai sekitar 210 mg kalsium
Vitamin yang larut dalam air,meliputi vitamin B dan C, kebutuhan bayi akan vitamin ini
dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi ibu. Bayi harus memperoleh 0,5 mg ribovlavin
per 1000 Kkal energi yang dikonsumsi untuk memelihara kejenuhan jaringan. Sedangkan
ASI mengandung 280 mg kalsium per liter, yang berarti dapat mensuplai sekitar 210
mg kalsium per hari. Mineral mempunyai fungsi sebagai pembentuk berbagai jaringantubuh,
tulang, hormon, dan enzim, sebagai zat pengatur berbagai proses metabolisme,
keseimbangan cairan tubuh, proses pembekuandarah. Zat besi atau Fe berfungsi sebagai
komponen sitokrom yang penting dalam pernafasan dan sebagai komponen dalam
hemoglobin yang penting dalam mengikat oksigen dalam sel darah merah (Arisman, 2014).
11.
Tabel II.4 Tingkat kecukupan vitamin dan mineral balita
(Waryana, 2013).
Menurut (Supriasa, 2014), pada dasarnya penilaian status gizi dapat di bagi
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu survei
12.
a. Survei komsumsi makanan merupakan metode penentuan status gizi
secara tidak langsung dengan melihat jumblah dan jenis zat gizi yang
dikomsumsi.
berhubungan dengan masalah gizi. Hasil penilaian status gizi seseorang kemudian
dibandingkan dengan cut of point (batas risiko) nilai normal Skrining dapat dilakukan pada
tingkat perorangan atau sub kelompok penduduk tertentu yang disuga berada pada tahap
risiko menderita gizi kurang atau gizi lebih (Moesijanti S. dkk, 2013).
Status gizi balita adalah keadaan gizi pada balita yang dapat diketahui
dengan membandingkan antara berat badan menurut umur (BB/U) atau panjang
badan menurut umur (TB/U), atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
lingkar lengan atas, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak bawah kulit
(Anggraeni, 2014).
13.
Klasifikasi KEP menurut pengukuran Antopometri adalah
Edema
Berat badan % dari Tidak ada Ada
Baku
>60% Gizi Kurang Kwasiorkor
<60% Marasmus Marasmic
kwasiorkor
Sumber: Baku Harvard
14.
4. Klasifikasi status gizi menurut standar baku nasional:
dibedakan menjadi:
adalah:
15.
Gizi lebih : BB/U ≥ +2SD baku WHO-NCHS
7. Parameter antropometri
a. Umur
penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil
pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat menjadi tidak berarti bila
1. Meminta surat kelahiran, kartu keluarga, atau catatan lain yang dibuat
16.
bulan dan tahunnya diketahui, maka tanggal lahir anak tersebut
b. Tinggi Badan
yang telah lalu. Selain itu, tinggi badan merupakan ukuran kedua yang
meningkat terus, walaupun laju tumbuh berubah pesat pada masa bayi lalu
melambat dan kemudian menjadi pesat lagi pada saat remaja (Adriani dan
Wirjatmadi, 2014).
yang baik juga untuk menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan fisik yang
relatif pelan, sukar mengukur tinggi badan yang tepat, dan terkadang perlu
c. Berat Badan
yang dipakai pada setiap pemeriksaan penilaian pertumbuhan fisik anak pada
mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang anak saat pemeriksaan (akut).
17.
Alasannya adalah BB sangat sensitif terhadap perubahan sedikit saja seperti
sakit dan pola makan. Selain itu dari sisi pelaksanaan, pengukuran obyektif
dan dapat diulangi dengan timbangan apa saja, relatif murah dan mudah,
antara lain:
1) Berat badan merupakan parameter yang paling baik, karena mudah terlihat
2). Berat badan dapat memberikan gambaran status gizi pada waktu sekarang
dan bila dilakukan secara periodik akan memberikan gambaran yang baik
tentang pertumbuhan.
secara umum dan luas di Indonesia, sehingga bukan merupakan hal baru
keterampilan pengukur.
5). KMS (Kartu Menuju Sehat) yang digunakan merupakan alat yang baik
dengan ketelitian yang tinggi menggunakan dacin yang juga sudah dikenal
18.
8. Indeks Antropometri
badan yang dibandingkan dengan umur anak. Salah satu standar antopometri
yang biasa digunakan antara lain adalah WHO-NCHS (National Center Health
Statistics).
badan menurut umur (BB/U) dapat dibagi menjadi empat yaitu: (Supariasa
dkk, 2013).
dan kwasiorkor.
Tinggi badan merupakan salah satu indikator penentuan kualitas gizi pada
seseorang. Faktor yang mempengaruhi tinggi badan adalah hereditas dan zat gizi
19.
Gizi makanan sangat penting dalam membantu pertumbuhan tinggi badan anak.
Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk indeks TB/U (tinggi badan menurut
umur), atau juga indeks BB/TB (berat badan menurut tinggi badan) jarang
dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya
Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur.
Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif
terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi
gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama
(Supariasa, 2013).
Statistics).
Penggunaan standar Antopometri WHO 2015 dalam menilai status gizi anak
yaitu status gizi yang didasarkan pada indeks berat badab menurut panjang badan
(BB/TB) atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), yang merupakan padanan
istilah wasted (kurus) dan severely wasted (Sangat Kurus) (Adriani M, 2016).
20.
Tabel II.11 Baku Antopometri BB/TB menurut standar WHONCHS
Kondisi gizi buruk dan gizi kurang pada balita, dimungkinkan terjadi karena
interaksi dari beberapa faktor diantaranya asupan makanan yang tidak adekuat,
pemberian ASI yang tidak ekslusif, penyakit infeksi yang diderita balita, pola
pendidikan ibu, persepsi ibu terkait gizi, sosial ekonomi yang rendah dan budaya
(UNICEF, 2013).
pengetahuan, sikap, presepsi, nilai-nilai dan norma dalam masyarakat yang berkaitan
dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, dimana fasilitas ini pada
faktor ketiga berupa faktor penguat (reinforcing factors) meliputi sikap dan perilaku
tokoh masyarakat, tokoh agama, dan juga sikap, perilaku, dan ketrampilan petugasn
21.
Gizi Buruk
ssta
Manifestasi
Penyebab
Langsung
Konsumsi Kurang Penyakit
Akses Pelayanan
mendapat Perawatan Anak Kesehatan Dan
Penyebab tidak Buruk Sanitasi
makanan sulit
langsung Lingkungan
Pendidikan Kurang Buruk
Struktur ekonomi
Sumber daya potensial
sebagai salah satu strategi untuk menanggulangi masalah kurang gizi. Dalam kerangka
Penyebab langsung masalah gizi buruk dan gizi kurang adalah kurangnya asupan
makanan dan adanya infeksi. Namun penyebab tersebut selalu diiringi dengan latar
22.
belakang lain yang lebih komplek seperti kondisi ekonomi, tingkat pendidikan, kondisi
lingkungan dan pola asuh yang diberikan terhadap balita (Wigati, 2013).
a. Penyakit Infeksi
cacar air, batuk rejang, TBC, malaria, diare, dan cacing misalnya cacing Ascaris
Lumbricoides, dapat memberikan hambatan absorpsi dan hambatan utilisasi zat gizi yang
menurunkan daya tahan tubuh yang jika dibiarkan akan menimbulkan gizi buruk (Adriani,
2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Mursyid dkk (2015) menunjukkanb ada hubungan yang
bermakna antara penyakit infeksi dengan kejadian gizi buruk pada balita. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan penyakit infeksi yang diderita balita yaitu, diare, demam
yang disertai flu dan batuk, bronkhitis, cacingan, campak, flu singapura, juga penyakit
bawaan yang diderita oleh balita meliputi kelainan jantung, kelainan kongenital dan kelainan
b. Konsumsi Makanan
Gizi buruk sering dijumpai pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun dimana pada saat ini
tubuh memerlukan zat gizi sangat tinggi, sehingga 35 bila kebutuhan zat gizi tidak terpenuhi
maka tubuh akan menggunakan cadangan zat gizi yang ada dalam tubuh, yang berakibat
cadangan semakin habis dan kelamaan akan terjadi kekurangan yang akan menimbulkan
1) Kebutuhan Energi
Kebutuhan energi tiap anak berbeda, yang ditentukan oleh metabolisme basal
tubuh, umur, aktifitas fisik, suhu, lingkungan,serta kesehatannya. Zat gizi yang
22.
mengandung energi tersebut disebut macronutrient yang dikenal dengan karbohidrat,
lemak, dan protein. Tiap gram lemak, protein, dan karbohidrat masing-masing
menghasilkan 9 kalori, 5 kalori, dan 4 kalori. Dianjurkan agar jumlah energi yang
diperlukan didapat dari 50-60% karbohidrat, 25-35% protein, dan 10-15% lemak
(Adriani, 2013).
a) Jenis kelamin: pada umumnya laki-laki membutuhkan lebih banyak energi daripada
perempuan.
b) Umur: pada anak-anak energi yang dibutuhkan lebih banyak daripada kelompok umur
c) Aktivitas fisik: semakin berat aktifitas yang dilakukan akan memerlukan energi lebih
besar pula.
d) Kondisi fisiologis: kondisi fisiologis seseorang misal pada saat hamil, menyusui, atau
2) Kebutuhan Protein
Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena paling erat hubungannya
dengan proses kehidupan. Kebutuhan protein bagi orang dewasa adalah 1 g untuk
setiap kilogram berat badannya setiap hari. Untuk anak-anak yang sedang tumbuh
atau bayi 2,5-3 g per kilogram berat badan bayi dan 1,5-2 g per kilogram berat badan
Kecukupan protein ini hanya dapat dipakai dengan syarat kebutuhan energi sudah
terpenuhi. Bila kebutuhan energi tidak terpenuhi maka sebagian protein yang
23.
dikonsumsi akan dipakai untuk pemenuhan kebutuhan energi. Angka kecukupan gizi
(AKG) rata-rata yang dianjurkan dalam WKPG VI tahun 1998 untuk bayi dan anak
Tabel II.12 Angka kecukupan energi dan protein ratarata yang dianjurkan per orang
per hari
Gol Umur Berat Badan Tinggi Badan Energi (kkal) Protein (g)
(bln) (kg) (TB)
0-6 5,5 60 560 12
7-12 8,5 71 800 15
13-36 12 90 1250 23
37-47 15 100 1500 28
48-72 18 110 1750 32
Sumber: Adriani, 2013
c. Penyakit Bawaan
Penyebab gizi buruk sangat banyak dan bervariatif. Beberapa faktor bisa
Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak,
serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan (Hariza, 2011). Penyebab yang
secara tidak langsung mempengaruhi kejadian gizi buruk pada anak balita adalah
sebagai berikut:
Pola asuh adalah suatu keseluruhan interaksi orang tua dan anak, dimana orang
tua memberikan dorongan bagi anak dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan,
dan nilai-nilai yang dianggap paling tepat bagi orang tua agar anak bisa mandiri,
tumbuh, serta berkembang secara sehat dan optimal, memiliki rasa percaya diri,
24.
memiliki sifat rasa ingin tahu, bersahabat, dan berorientasi untuk sukses (Agency B,
2014).
Pola asuh anak berpengaruh secara signifikasi terhadap timbulnya kasus gizi
buruk dan gizi kurang. Pola asuh yang berpengaruh terhadap kebutuhan dasar anak
adalah asah, asih dan asuh (Roesli, 2014). Dalam hal ini pengasuhan anak meliputi
kebutuhan dasar anak seperti mandi dan menyediakan serta memakaikan pakaian
buat anak termasuk di dalamnya adalah memonitoring kesehatan anak (Depkes RI,
2014).
Menyusui adalah proses memberikan ASI pada bayi. Pemberian ASI berarti
menumbuhkan kasih sayang antara ibu dan bayinya yang akan sangat
salah satu kandungan ASI yang sangat penting yang keluar 4 -6 hari pertama.
Kolostrum berupa cairan yang agak kental dan kasar serta berwarna kekuning-
kuningan terdiri dari banyak mineral (natrium, kalium dan klorida) vitamin A,
serta zat-zat anti infeksi penyakit diare, pertusis, difteri dan tetanus (Depkes RI,
2014).
Sampai bayi berumur 6 bulan hanya diberi ASI saja tanpa tambahan bahan
makanan dan minuman lain. Bayi yang diberi susu selain ASI mempunyai
resiko 17 kali lebih besar mengalami diare, dan 3 sampai 4 kali lebih besar
25.
(Depkes RI, 2015). Bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif akan
meningkatkan sistem imunitas bayi, sehingga daya tubuh terhadap infeksi akan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat pemberian ASI dengan
berpeluang mengalami gizi kurang sebanyak 4,34 kali lebih besar dibandingkan
2) Riwayat MP-ASI
diberikan kepada bayi setelah usia 6 bulan sampai usia 24 bulan guna memenuhi
kebutuhan gizi selain ASI (Kemenkes RI, 2014). Peranan makanan tambahan
bukan sebagai pengganti ASI tetapi untuk melengkapi atau mendampingi ASI
(Lestari dkk, 2014). Pemberian MP-ASI sebelum usia 6 bulan ditinjau dari
dan berisiko terkena diare. MP-ASI yang tidak diberikan pada waktu dan jumlah
sistem pencernaan belum siap menerima makanan semi padat dan berisiko
26.
terkena diare (Marimbi,2013). MP-ASI yang tidak diberikan pada waktu
dan jumlah yang tepat maka dapat menurunkan status gizi. Selain usia
2014).
biasanya diberikan tiga kali sehari. Kebiasaan makan yang baik adalah tiga
kali sehari, kalau hanya satu kali sehari, maka konsumsi pangan terutama
bagi anak-anak mungkin sekali kurang dan kebutuhan zat gizinya tidak
mulai dari satu sendok hingga bertambah sesuai porsi kebutuhan bayi
dengan dua sampai tiga sendok makan dengan pengenalan rasa dan secara
27.
perlahan sampai setengah mangkuk berukuran 250 ml. Usia 9-12 bulan
kemudian dari usia 12-24 bulan diberikan tiga perempat sampai satu
baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga
mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan
makanan yang diberikan tidak disukai anak. Namun hal ini tidak disadari oleh
para ibu karena menganggap makanan yang diberikan sudah sesuai dengan
kondisi anak. Hal ini terutama terjadi pada makanan yang berasal dari produk
mencicipi makanan tersebut untuk mengetahui taste yang paling disukai anak.
Secara psikologis ibu sering kali terpengaruh oleh tekstur makanan yang
Karyadi (1985) menyatakan bahwa pola asuh makan adalah cara pengasuhan
yang dilakukan ibu kepada anak yang berkaitan dengan pemberian makan
(Fitayanim, 2014).
28
Pengasuhan pada anak juga tidak dimulai setelah bayi lahir, namun pada saat
bayi masih ada dalam kandungan sudah dilakukan pengasuhan. Kebutuhan gizi
pada saat hamil harus mencukupi kebutuhan ibu maupun janin. Kualitas maupun
jumblah makanan perlu ditambah dengan zat-zat gizi dan energi yang cukup guna
menunjang pertumbuhan janin berjalan baik. Ibu yang mengalami kekurangan gizi
saat hamil akan menimbulkan beberapa masalah seperti berat badan bayi rendah,
otak yang kurang baik, bayi lahir premature, terhambatnya pertumbuhan janin,
cacat bawaan, dll (Zulhaida, 2013 dalam Sipahutar, Aritonang Siregar, 2013;
Mirayanti, 2013).
frekuensi makanan pada bayi dan balita sebaiknya diatur sesuai dengan
2014). Waktu pemeberian makan pada anak dapat disesuaikan waktu makan secara
umum yaitu pagi hari (07.00-08.00), siang hari (12.00-13.00) dan malam hari
(18.00-19.00). makanan selingan diberikan diantara dua waktu makan yaitu pukul
29.
Tabel II. 13 Pola pemberian makanan balita
minimal 8 kali/hari
makan
keseimbangan antara zat gizi yang diperlukan bayi untuk aktivitas ototnya,
pembentukan jaringan baru dan perbaikan jaringan yang rusak, memberi rasa
aman dan nyaman, dapat dipenuhi dengan asupan zat gizi yang beraneka
sumber zat tenaga, sumber zat pembangun dan sumber zat pengantar
30.
(Fitriana dkk, 2013). Pola asuh makan orang tua kepada anak atau parental
dari kegiatan yang berulang kalimakan individu atau setiap orang makan
a. Jenis makan
tepung.(Sulistyoningsih,2013).
b. Frekuensi makan
makan pagi, makan siang, makan malam dan makanselingan (Depkes, 2013).
kali makan sehari denganjumlah tiga kali makan pagi, makan siang, dan
makan malam.
c. Jumlah makan
31.
5). Pola asuh diri
Kemenkes (2015) berpesan pada orang tua sebagai pengasuh anak harus
memahami dan menerapkan pearwatan sehari-hari pada anak yang terdiri dari:
a. Kebersihan anak
Kebersihan anak meliputi mandi dengan sabun dan air sebanyak 2 kali
sehari, mencuci rambut dengan shampo 3 kali seminggu, mencuci tangan dan
menggunting kuku tangan dan kaki secara teratur serta selalu menjaga
kebersihannya, mengajari anak untuk buang air besar dan kecil di WC,
b. Perawatan gigi
Perawatan gigi yang harus dilakukan orang tua pada anak adalah apabila
gigi anak belum tumbuh dan baru akan tumbuh, orang tua harus selalu
membersihkan gusi, lidah dan gigi dengan gerakan ringan dan perlahan
menggunakan kain lembut bersih dan yang dibasahi dengan air matang
hangat. Gigi yang sudah tumbuh lebih banyak, orang tua berkewajiban
menggosok gigi anak setelah sarapan dan sebelum tidur dengan sikat gigi
Pasta gigi yang digunakan untuk menggosok gigi mengandung flour. Usia
1-2 tahun, pasta gigi diberikan selapis tipis atau ½ biji kacang polong.
32.
Mengajarkan anak untuk menggosok gigi sendiri secara teratur selama 2 menit
c. Kebersihan lingkungan
Orang tua harus menjauhkan anak dari asap rokok, asap dapur, asap sampah
dan polusi kendaraan bermotor. Orang tua harus menjaga kebersihan rumah
dan sekitarnya, menjaga lingkungan bermain anak dari debu dan sampah.
terhadap anak sakit dan pencegahan agar anak tidak jatuh sakit.
lanjut.
yang tinggi terhadap pertumbuhan karena pola asuh yang baik maka anak
menjadi terawat dan gizi pun menjadi terpenuhi (Munawaroh, 2015). Ibu
menyebabkan resiko terkena penyakit pada balita lebih rendah. Balita yang
33
b. Sanitasi Lingkungan
antara lain: terjadinya perubahan iklim, mulai berkurangnya sumber daya alam,
1) Perumahan
Rumah sehat merupakan salah satu sasaran untuk mencapai derajat kesehatan
derajat kesehatan manusia. Sarana sanitasi tersebut antara lain ventilasi, suhu,
bersih.
Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari
34
kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Batasan lain mengatakan bahwa air
limbah adalah kombinasi dan cairan sampah cair yang berasal dan daerah pemukiman,
perdagangan, perkantoran dan industri bersama-sama dengan air tanah, air permukaan dan
air hujan yang mungkin ada. Meskipun merupakan air sisa namun volumenya besar karena
lebih kurang 80% dan air yang digunakan bagi kegiatan manusia sehari-hari dibuang dalam
keadaan kotor (tercemar). Oleh sebab itu, air buangan ini harus dikelola atau diolah secara
baik. Pengolahan air limbah dimaksud untuk melindungi lingkungan hidup terhadap
Adapun sumber air meliputi permukaan terdiri dan air sungai, air danau dan
air waduk. Apabila ingin dikomsumsi maka diperlukan pengolahan terlebih dahulu.
Air tanah (dangkal dan dalam) merupakan air yang jatuh ke permukaan bumi dan
proses penyaringan alamiah, sehingga jumblah dan jenis mikroba maupun kadar
kimia yang terkandung di dalam air tersebut berkurang, tergantung dan lapisan
tanah yang dilaluinya. Air hujan, pada umumnya kualitas cukup baik, tapi dapat
terhadap logam yaitu timbulnya karat. Air hujan bersifat lunak karena tidak sedik
mengandung garam dan zat mineral sehingga kurang segar. Air hujan memiliki
bebebrapa zat yang ada diudara seperti NH3,S03 dan C02 agresif sehingga bersifat
korosif.
anak. Peran orang tua dalam membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak adalah
35.
Hal ini menyangkut dengan keadaan bersih, rapi dan teratur (Listyowati, 2013). Anak
membersihkan botol susunya secara rutin, menjaga botol susu tetap kering, dan
menyimpan botol susu di tempat yang tepat agar hygenitas botol susu tetap
sasaran kesehatan yang baik seperti posyandu, puskesmas, praktek bidan atau
36.
1) Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care).
masyarakat.
pemberian vitamin A) dan upaya perbaikan sanitasi terhadap anak, ibu dan
fungsinya yang lama kelamaan akan menimbulkan gizi kurang bahkan jika
adalah 1,06 kali dibandingkan dengan komsumsi protein yang memadai (95%
makan rendah, kehilangan unsur hara akibat muntah, diare, pencernaan yang
keseimbangan metabolisme.
balita yang menderita infeksi adalah 2,81 kali lebih tinggi mengalami gizi
kurang dan tidak memiliki makna yang signifikan (ƿ=0.18 atau ƿ>0,05).
38
3. Resiko pola asuh makan terhadap gizi kurang
Pola asuh makan merupakan faktor resiko kejadian gizi kurang. Orang tua
memiliki tingkat kontrol yang tinggi terhadap lingkungan dan pengalaman anak-
anak mereka. Pengasuhan yang baik adalah ibu memperhatikan frekuensi dan
jenis makanan yang dikomsumsi oleh anaknya agar kebutuhan zat gizinya
terpenuhi. Setiap orang tua memiliki praktik kebutuhan yang berbeda tergantung
sebagai strategi perilaku tertentu untuk mengontrol apa saja yang dikomsumsi
anak dan berapa banyak yang dikomsumsi anak ketika mereka makan.
bahwa pola asuh makan merupakan faktor resiko gizi kurang, berisiko 4,297
memberikan pola asuh yang baik (95% CI : 1,413 – 13,08) dengan nilai p
<0,05.
masalah gizi secara umum. Status gizi berdasarkan indeks BB/U tidak dapat
memberikan indikasi tentang masalah gizi yang bersifat akut maupun kronis
(Riskesdas, 2013).
(BB/U) dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut (Kemenkes RI, 2012).
39.
Tabel II.14 kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan
indeks BB/U
Indikator status gizi berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB)meberikan indikasi masalah gizi yang bersifat akut sebagai akibat dari
peristiwa yang terjadi dalam waktu yang tidak lama (singkat). Penentuan
klasifikasi suatu gizi dapat dilakukan dengan memperhatikan tanda klinis anak
Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam sebuah gambar
yang menghubungkan antara faktor pelyanan kesehatan, sanitasi lingkungan dan pola
40.
Variabel Bebas Variabel Terikat
Faktor Resiko :
Pelayanan Kesehatan
Kejadian Gizi
Sanitasi Lingkungan Kurang
Keterangan :
: Variabel Bebas
: Variabel Terikat
D. Hipotesis Penelitian
(Notoatmodjo 2014).
41.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan jenis penelitian survei analitik dengan pendekatan
cross sectional adalah desain penelitian analitik yang bertujuan untuk mengetahui
1. Lokasi
2. Waktu
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas objek atau subjek yang
mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
penelitian ini adalah keseluruhan jumblah balita dari bulan january sampai pada bulan
july 2019 yang mengalami kejadian gizi kurang di Puskesmas Tawiri Ambon yaitu
42.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari sejumlah karekteristik yang dimiliki oleh populasi yang
penelitian ini adalah Accidental Sampling dimana teknik penentuan sampel berdasarkan
dapat digunakan sebagai sampel (Nursalam, 2015). Penelitian yang dilakukan dari
a. Kriteria Inklusi :
b. Kriteria Eksklusi :
D. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas (independen) dalam penelitian ini adalah faktor pelayanan kesehatan,
sanitasi lingkungan, pola asuh ibu. Variabel terikat (dependen) dalam penelitian ini
E. Defenisi Operasional
Secara rinci defenisi operasional pada penelitian ini dijelaskan pada tabel 3.1 dibawah
ini:
43.
Tabel 3.1 Defenisi Operasional
kehamilan, pertolongan
persalinan, pemantauan
pertumbuhan melalui
penimbangan anak,
lainnya.
Variabel Dependen
F. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner yang diadopsi dan dimodifikasi oleh
peneliti. Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari data identitas responden (data
demografi), kuesioner faktor-faktor kejadian gizi kurang dari ibu balita, kuesioner
Kuesioner faktor-faktor kejadian gizi kurang yang terdiri dari faktor pelayanan
kesehatan, sanitasi lingkungan, dan pola asuh ibu terdiri dari masing-masing 4 item
pernyataan dengan 2 pilihan jawaban yaitu ya dan tidak. Kuesioner diisi dengan cara
memberikan chek list (√) pada masing-masing kolom jawaban. Jika responden menjawab
ya maka peneliti memberi skor 1. Jika responden menjawab tidak maka peneliti memberi
skor 0. Kuesioner faktor-faktor kejadian gizi kurang diadopsi dan dimodifikasi oleh
45.
peneliti dari kuesioner yang telah digunakan sebelumnya oleh Novia Uspessy (2015) yang
Kuesioner kejadian gizi kurang dalam pelayanan kesehatan terdiri dari 15 item
pernyataan dengan 2 pilihan jawaban yaitu ya dan tidak. Kuesioner diisi dengan cara
memberikan chek list (√) pada masing-masing kolom jawaban. Jika responden menjawab
ya maka peneliti memberi skor 1. Jika responden menjawab tidak maka peneliti memberi
skor 0. Kuesioner kepuasan pasien diadopsi dan dimodifikasi oleh peneliti dari kuesioner
yang telah digunakan sebelumnya oleh Nila Izzah (2014) yang telah diuji validitas dan
reliabilitas kuesioner.
G. Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan cara memberikan kuesioner dan
diisi oleh responden yang adalah ibu dari balita yang datang ke Puskesmas Tawiri
2. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari data register Puskesmas Tawiri.
H. Pengolahan Data
Proses pengolahan data dalam penelitian ini menurut Nursalam (2015), terdiri dari
1. Editing
kelengkapan data.
46.
2. Coding
Untuk memudahkan pengolahan data maka semua jawaban atau data perlu
3. Tabulation
Untuk memudahkan tabulasi data maka dibuat tabel untuk menganalisis data
tersebut menurut sifat-sifat yang dimiliki. Dimana tabel tersebut dapat berupa tabel
sederhana.
4. Entry
Data entry meupakan proses pemasukan data ke dalam program atau fasilitas
analisis data.
I. Analisa Data
1. Analisa Univariat
Data yang telah diolah selanjutnya dianalisa secara deskriptif yang dilaksanakan
karakteristik yang di analisis adalah karakteristik yang meliputi umur, jenis kelamin,
pendidikan terakhir, pekerjaan, kejadian gizi kurang, faktor pelayanan kesehatan, faktor
47.
2. Analisa Bivariat
Analisis bivariat dilakukan dengan uji Chi Square untuk mengetahui hubungan yang
signifikan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Sedangkan jika distribusi data
ditemukan terdistribusi tidak normal maka uji alternatif yang digunakan adalah uji
fisher exact test. Dasar pengambilan hipotesis penelitian berdasarkan pada tingkat
J. Etika Penelitian
rekomendasi dari institusi untuk pihak lain dengan cara mengajukan permohonan izin
kepada institusi lembaga tempat penelitian yang diajukan oleh peneliti. Setelah mendapat
etika meliputi:
Setiap responden dijaga kerahasiaan atas informasi yang diberikan. Peneliti tidak
48.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data
49.
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, M & B. Wirjatmadi. 2014. Gizi dan Kesehatan Balita (Peranan Mikrozinc
Prenadamedia Group.
Yogyakarta: Nuha Medika. Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta:
Anggraeni, R & A. Indrarti. 2010. Klasifikasi Status Gizi Balita Berdasarkan Indeks