Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

VULNUS LACERATUM

A. Pengertian.
Mansjoer (2000) menyatakan “Vulnus Laseratum merupakan luka terbuka
yang terdiri dari akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui
elastisitas kulit atau otot”.
Vulnus Laseratum ( luka robek ) adallah luka yang terjadi akibat kekerasan
benda tumpul , robekan jaringan sering diikuti kerusakan alat di dalam seperti
patah tulang. (http://one.indoskripsi.com)

B. Penyebab.
Vulnus Laseratum dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya :
1) Alat yang tumpul.
2) Jatuh ke benda tajam dan keras.
3) Kecelakaan lalu lintas dan kereta api.
4) Kecelakaan akibat kuku dan gigitan”.

3. Anatomi dan Pathofisiologi.


1) Kulit.
Price 2005 menyatakan “Secara mikroskopis kulit terdiri dari 3 lapisan
epidermis, dermis, lemak subkutan. Kulit melindungi tubuh dari trauma
dan merupakan benang pertahanan terhadap bakteri virus dan jamur.
Kulit juga merupakan tempat sensasi raba, tekan, suhu, nyeri dan nikmat
berkat jahitan ujung syaraf yang saling bertautan”.
a. Epidermis bagian terluas kulit di bagi menjadi 2 bagian lapisan yaitu
:
1) Lapisan tanduk (stratum konsum) terdiri dari lapisan sel-sel
tidak ber inti dan bertanduk.
2) Lapisan dalam (stratum malfigi) merupakan asal sel permukaan
bertanduk setelah mengalami proses di ferensiasi .
b. Dermis
Dermis terletak di bawah epidermis dan terdiri dari seabut-serabut
kolagen elastin, dan retikulum yang tertanam dalam substansi dasar.
Matrik kulit mengandung pembuluh pembuluh darah dan syaraf
yang menyokong nutrisi pada epidermis. Disekitar pembuluh darah
yang kecil terdapat limfosit. Limfosit sel masuk dan leukosit yang
melindungi tubuh dari infeksi dan infeksi dan instansi benda-benda
asing. Serabut-serabut kolagen, elastin khusus menambahkan sel-sel
basal epidermis pada dermis.
c. Lemak Subkutan
Price (2005) menyatakan “Lemak subkutan merupakan lapisan kulit
ketiga yang terletak di bawah dermis. Lapisan ini merupakan
bantalan untuk kulit isolasi untuk mempertahankan daya tarik
seksual pada kedua jenis kelamin”.
2) Jaringan Otot
Otot adalah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yaitu
berkontraksi dengan sedemikian maka pergerakan terlaksana. Otot terdiri
dari serabut silindris yang mempunyai sifat sama dengan sel dari jaringan
lain.semua sel di ikat menjadi berkas-berkas serabut kecil oleh sejenis
jaringan ikat yang mengandung unsur kontaktil.
3) Jaringan Saraf
Jaringan saraf terdiri dari 3 unsur:
a. Unsur berwarna abu-abu yang membentuk sel syaraf.
b. Unsur putih serabut saraf.
c. Neuroclea, sejenis sel pendukung yang di jumpai hanya dalam saraf
dan yang menghimpun serta menopang sel saraf dan serabut saraf.
Setiap sel saraf dan prosesnya di sebut neuron. Sel saraf terdiri atas
protoplasma yang berbutir khusus dengan nukleus besar dan
berdinding sel lainnya.berbagai juluran timbul (prosesus) timbul dari
sel saraf, juluran ini mengantarkan rangsangan rangsangan saraf
kepada dan dari sel saraf.
4. Tipe Penyembuhan luka
Menurut Mansjoer, terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana
pembagian ini dikarakteristikkan dengan jumlah jaringan yang hilang.
1) Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu
penyembuhan yang terjadi segera setelah diusahakan bertautnya tepi luka
biasanya dengan jahitan.
2) Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder)yaitu luka
yang tidak mengalami penyembuhan primer. Tipe ini dikarakteristikkan
oleh adanya luka yang luas dan hilangnya jaringan dalam jumlah besar.
Proses penyembuhan terjadi lebih kompleks dan lebih lama. Luka jenis
ini biasanya tetap terbuka.
3) Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka yang
dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement.
Setelah diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari). Luka ini
merupakan tipe penyembuhan luka yang terakhir.

5. Pathofisiologi
Vulnus laserrratum terjadi akibat kekerasan benda tumpul, goresan, jatuh,
kecelakaan sehingga kontuinitas jaringan terputus. Pada umumnya respon
tubuh terhadap trauma akan terjadi proses peradangan atau inflamasi.reaksi
peradangan akan terjadi apabila jaringan terputus.dalam keadaan ini ada
peluang besar timbulnya infeksi yang sangat hebat. Penyebabnya cepat yang
di sebabkan oleh mikroorganisme yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi
peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang di koordinasikan dengan
baik yang dinamis dan kontinyu untuk menimbulkan reaksi peradangan maka
jaringan harus hidup dan harus di mikrosekulasi fungsional. Jika jaringan
yang nekrosis luas maka reaksi peradangan tak di temukan di tengah jaringan
yang hidup dengan sirkulasi yang utuh terjadi pada tepinya antara jaringan
mati dan hidup.
Nyeri timbul karena kulit mengalami luka infeksi sehingga terjadi kerusakan
jaringan.sek-sel yang rusak akan membentuk zat kimia sehingga akan
menurunkan ambang stimulus terhadap reseptormekano sensitif dan
hernosenssitif. Apabila nyeri di atas hal ini dapat mengakibatkan gangguan
rasa nyaman nyeri yang berlanjut istirahat atau tidur terganggu dan terjadi
ketertiban gerak.

6. Manifestasi Klinis
Mansjoer (2000) menyatakan “Manifestasi klinis vulnus laseratum adalah:
1) Luka tidak teratur
2) Jaringan rusak
3) Bengkak
4) Pendarahan
5) Akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasanya di daerah
rambut
6) Tampak lecet atau memer di setiap luka”.

7. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan diagnostik yang perlu di lakukan terutama jenis darah
lengkap. tujuanya untuk mengetahui tentang infeksi yang
terjadi.pemeriksaannya melalui laboratorium.
2) Sel-sel darah putih.leukosit dapat terjadi kecenderungan dengan
kehilangan sel pada lesi luka dan respon terhadap proses infeksi.
3) Hitung darah lengkap.hematokrit mungkin tinggi atau lengkap.
4) Laju endap darah (LED) menunjukkan karakteristik infeksi.
5) Gula darah random memberikan petunjuk terhadap penyakit deabetus
melitus

B. Asuhan Keperawatan
1. Fokus Pengkajian
Doenges (2000, p.217) menyatakan bahwa untuk mengkaji pasien
dengan vulnus laseratum di perlukan data-data sebagai berikut:
1) Aktifitas atau istirahat
Gejala : merasa lemah, lelah.
Tanda : perubahan kesadaran, penurunan kekuatan tahanan
keterbatasaan rentang gerak, perubahan aktifitas.
2) Sirkulasi
Gejala : perubahan tekanan darah atau normal.
Tanda : perubahan frekwensi jantung takikardi atau bradikardi.
3) Integritas ego
Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : ketakutan, cemas, gelisah.
4) Eliminasi
Gejala : konstipasi, retensi urin.
Tanda : belum buang air besar selama 2 hari.
5) Neurosensori
Gejala : vertigo, tinitus, baal pada ekstremitas, kesemutan, nyeri.
Tanda : sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing, nyeri
pada daerah cidera , kemerah-merahan.
6) Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri pada daerah luka bila di sentuh atau di tekan.
Tanda : wajah meringis, respon menarik pada rangsang nyeri yang
hebat, gelisah, tidak bisa tidur.
7) Kulit
Gejala : nyeri, panas.
Tanda : pada luka warna kemerahan , bau, edema.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d diskontuinitas jaringan.
2) Gangguan istirahat tidur kurang dari kebutuhan b/d nyeri.
3) Gangguan eliminasi BAB b/d kelemahan fisik.
4) Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan otot.
5) Gangguan integritas kulit b/d kerusakan jaringan.
6) Resiko tinggi infeksi b/d perawatan luka tidak efektif.
7) Resti kekurangan volume cairan b/d pendarahan.

3. Fokus Intervensi
Fokus intervensi di dasarkan oleh diagnosa keperawatan yang muncul pada teori.

1) Gangguan rasa nyaman nyeri muncul akibat jaringan kulit , jaringan otot,
jaringan saraf terinfeksi oleh bakteri pathogen. Penggandaan zat-zat
racunnya sehingga mengakibatkan perubahan neurologis yanng sangat
besar.
Tujuan : nyeri hilang / berkurang.
KH :
pasien melaporkan reduksi nyeri dan hilangnya nyeri setelah tindakan
penghilang nyeri.
Pasien rileks.
Dapat istirahat / tidur dan ikut serta dalam aktifitas sesuai kemampuan.
Intervensi :
1) Kaji tanda tada vital.
2) Lakukan ambulasi diri.
3) Ajarkan teknik distraksi dann relaksasi misalnya nafas dalam.
4) Berikan obat sesuai petunjuk.

2) Gangguan istirahat tidur kurang dari kebutuhan b/d nyeri. Gangguan


kebutuhan istirahat dan tidur adalah gangguan jumlah kualitas tidur.
Tujuan : gangguan istirahat tidur tetasi
KH :
Mengatakan peningkatan rasa segar, tidak pucat, tidak ada lingkar hitam pada
mata.
Melaporkan perbaikan dalam pola tidur.
Intervensi :
1) Kaji penyebab nyeri / gangguan tidur.
2) Berikan posisi nyaman pada klien.
3) Anjurkan minum hangat.
4) Kolabirasi dengan keluarga untuk menciptakan lingkungan tenang.

3) Gangguan eliminasi BAB / konstipasi b/d penurunan mobilitas usus


aadalah suatu penurunan frekwensi defekasi yag normal pada seseorang,
di sertai gangguan kesulitan keluarnya feses yang tidak lengkap atau
keluarnya feses yang sangat keras dan kering.
Tujuan : tidak terjadi konstipasi.
KH :
pasien mempertahankan / menetapkan pola nominal fungsi usus.
Konsistensi feses normal.
Perut tidak kembung.
Intervensi :
1) Catat adanya distensi abdomen dan auskultasi peristaltik usus.
2) Anjurkan untuk ambulasi sesuai kemampuan.
3) Berikan obat laksatif pelembek feses bila di perlukan.

4) Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan otot


Tujuan : mempertahankan mobilitas fisik
KH :
1) mempertahankan meningkatkan kekuatan dan fungsi atau bagian tubuh yang
terkena.
2) Mendemonstrasikan teknik atau perilaku yang di ajarkan.
3) Kemungkinan melakukan aktifitas.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan secara fungsional / luasnya kerusakan awal.
2) Bantu dalam aktifitas perawatan diri.
3) Pantau respon pasien terhadap aktivitas.
5) Gangguan integritas kulit b/d kerusakan jaringan.
Kerusakan integritas kulit adalah suatu kondisi individu yang mengalami
perubahan dermis dan atau epidermis .
Tujuan : tidak terjadi gangguan integritas kulit.
KH :
1) Bebas tanda tanda infeksi.
2) Mencapai penyembuhan luka tepat waktu
Intervensi :
1) Kaji / catat ukuran, warna keadaan luka, perhatikan daerah sekitar luka.
2) Ajarkan pemeliharaan luka secara aseptik.
3) Observasi tanda-tanda infeksi.

6) Resiko infeksi sekunder b/d perawatan luka tidak efektif.


Resiko infeksi adalah suatu kondisi yang beresiko mengalami peningkatan
terserang organisme pathogenik.
Tujuan : tidak terjadi infeksi lebih lanjut.

KH :
Tidak terdapat tanda tanda infeksi lebih lanjut dengan luka bersih tidak ada pus.
Intervensi :
1) Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan.
2) Pantau ssuhu tubuh secara teratur.
3) Berikan antibiotik secara teratur.

7) Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d pendarahan.


Tujuan : Volume cairan terpenuhi
KH :
1) Keseimbangan cairan yang adekuat ditandai dengan TTV yang stabil ,
turgor, kulit normal, membran rukosa lembab, pengeluaran urine yang sesuai.
Intervensi :
1) Kaji pengeluaran dan pemasukan cairan.
2) Pantau tanda-tanda vital.
3) Catat munculnya mual muntah.
4) Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
5) Pantau suhu kulit, palpasi, denyut perifer.

DAFTAR PUSTAKA

1. Carpenito L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Pediatrik Klinis.


(terjemahan) Edisi 6. EGC: Jakarta.
2. Chada, P.V. 1993. Catatan Kuliah Ilmu Forensik & Teknologi (Terjemahan).
Widya Medika: Jakarta.
3. Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (Terjemahan). Edisi
EGC: Jakarta.
4. Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran (Terjemahan). Edisi 9. EGC:
Jakarta.
5. Mansjoer,A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Medika
Auskulapius FKUI: Jakarta.
6. Nanda. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima Medika: Jakarta.
7. Willson.J.M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7. EGC:
Jakarta.
8. Tucker.S.M. 1998. Standar Keperawatan Pasien Proses Keperawatan
Diagnosa dan Evaluasi (Terjemahan). Volume 2. Edisi 2. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai