Anda di halaman 1dari 2

Gaharu adalah kayu berwarna kehitaman dan mengandung resin khas yang dihasilkan oleh

sejumlah spesies pohon dari marga/genus Aquilaria, terutama A. malaccensis. Resin ini
digunakan dalam industri wangi-wangian (parfum dan setanggi) karena berbau harum. Gaharu
sejak awal era modern (2000 tahun yang lalu) telah menjadi komoditi perdagangan dari
Kepulauan Nusantara ke India, Persia, Jazirah Arab, serta Afrika Timur.
Berdasarkan studi dari Ng et al. (1997)[1], diketahui jenis-jenis berikut ini
menghasilkan resin gaharu apabila terinfeksi oleh kapang gaharu :

 Aquilaria apiculina, asal Filipina


 Aquilaria baillonii, asal Thailand dan Kamboja
 Aquilaria baneonsis, asal Vietnam
 Aquilaria beccarain, asal Indonesia
 Aquilaria brachyantha, asal Malaysia
 Aquilaria crassna asal Malaysia, Thailand, dan Kamboja
 Aquilaria cumingiana, asal Indonesia dan Malaysia
 Aquilaria filaria, asal Tiongkok
 Aquilaria grandiflora, asal Tiongkok
 Aquilaria hilata, asal Indonesia dan Malaysia
 Aquilaria khasiana, asal India
 Aquilaria malaccensis, asal Malaysia, Thailand, dan India
 Aquilaria microcarpa, asal Indonesia, Malaysia
 Aquilaria rostrata, asal Malaysia
 Aquilaria sinensis, asal Tiongkok
 Aquilaria subintegra, asal Thailand

Daftar isi

 1Proses pembentukan
 2Nilai ekonomi
 3Pengolahan Minyak Gaharu
 4Konservasi
 5Catatan kaki

Proses pembentukan[sunting | sunting sumber]


Gaharu dihasilkan oleh tanaman sebagai respon dari mikroba yang masuk ke dalam jaringan
yang terluka.[2] Luka pada tanaman berkayu dapat disebabkan secara alami karena adanya
cabang dahan yang patah atau kulit terkelupas, maupun secara sengaja dengan pengeboran
dan penggergajian.[2] Masuknya mikroba ke dalam jaringan tanaman dianggap sebagai benda
asing sehingga sel tanaman akan menghasilkan suatu senyawa fitoaleksin yang berfungsi
sebagai pertahanan terhadap penyakit atau patogen.[3] Senyawa fitoaleksin tersebut dapat
berupa resin berwarna coklat dan beraroma harum, serta menumpuk pada
pembuluh xilem dan floem untuk mencegah meluasnya luka ke jaringan lain.[3] Namun, apabila
mikroba yang menginfeksi tanaman dapat mengalahkan sistem pertahanan tanaman maka
gaharu tidak terbentuk dan bagian tanaman yang luka dapat membusuk. Ciri-ciri bagian
tanaman yang telah menghasilkan gaharu adalah kulit batang menjadi lunak, tajuk
tanaman menguning dan rontok, serta terjadi pembengkakan, pelekukan, atau penebalan pada
batang dan cabang tanaman.[4] Senyawa gaharu dapat menghasilkan aroma yang harum
karena mengandung senyawa guia dienal, selina-dienone, dan selina dienol.[4] Untuk
kepentingan komersil, masyarakat mengebor batang tanaman penghasil gaharu dan
memasukkan inokulum cendawan ke dalamnya. Setiap spesies pohon penghasil gaharu
memiliki mikroba spesifik untuk menginduksi penghasilan gaharu dalam jumlah yang besar.
Beberapa contoh cendawan yang dapat digunakan
sebagai inokulum adalah Acremonium sp., Cylindrocarpon sp., Fusarium nivale, Fusarium
solani, Fusarium fusariodes, Fusarium roseum, Fusarium lateritium dan Chepalosporium sp.

Nilai ekonomi[sunting | sunting sumber]


Gaharu banyak diperdagangan dengan harga jual yang sangat tinggi terutama untuk gaharu
dari tanaman famili Themeleaceae dengan jenis Aquilaria spp. yang dalam dunia perdangangan
disebut sebagai gaharu beringin.[5] Untuk jenis gaharu dengan nilai jual yang relatif rendah,
biasanya disebut sebagai gaharu buaya.[5] Selain ditentukan dari jenis tanaman penghasilnya,
kualitas gaharu juga ditentukan oleh banyaknya kandungan resin dalam jaringan kayunya[5].
Semakin tinggi kandungan resin di dalamnya maka harga gaharu tersebut akan semakin mahal
dan begitu pula sebaliknya.[5] Secara umum perdagangan gaharu digolongkan menjadi tiga
kelas besar, yaitu gubal, kemedangan, dan abu.[6] Gubal merupakan kayu berwarna hitam atau
hitam kecoklatan dan diperoleh dari bagian pohon penghasil gaharu yang memiliki kandungan
damar wangi beraroma kuat.[6] Kemedangan adalah kayu gaharu dengan
kandungan damar wangi dan aroma yang lemah serta memiliki penampakan fisik berwarna
kecoklatan sampai abu-abu, memiliki serat kasar, dan kayu lunak.[6] Kelas terakhir adalah abu
gaharu yang merupakan serbuk kayu hasil pengerokan atau sisa penghancuran kayu gaharu.[6]

Pengolahan Minyak Gaharu[sunting | sunting sumber]


Sebelum dijadikan bahan baku parfum, gaharu harus diolah terlebih dahulu untuk
mendapatkan minyak dan senyawa aromatik yang terkandung di dalamnya.[7] Sebagian kayu
gaharu dapat dijual ke ahli penyulingan minyak yang biasanya menggunakan teknik distilasi
uap atau air untuk mengekstraksi minyak dari kayu tersebut.[7] Untuk mendapatkan minyak
gaharu dengan distilasi air, kayu gaharu direndam dalam air kemudian dipindahkan ke dalam
suatu tempat untuk menguapkan air hingga minyak yang terkandung keluar ke permukaan
wadah dan senyawa aromatik yang menguap dapat dikumpulkan secara terpisah.[7] Teknik
distilasi uap menggunakan potongan gaharu yang dimasukkan ke dalam peralatan distilasi
uap.[7] Tenaga uap yang menyebabkan sel tanaman dapat terbuka dan minyak dan senyawa
aromatik untuk parfum dapat keluar.[7] Uap air akan membawa senyawa aromatik tersebut
kemudian melalui tempat pendinginan yang membuatnya terkondensasi kembali menjadi
cairan.[7] Cairan yang berisi campuran air dan minyak akan dipisahkan hingga terbentuk lapisan
minyak di bagian atas dan air di bawah.[7] Salah satu metode digunakan saat ini adalah
ekstraksi dengan superkritikal CO2, yaitu CO2 cair yang terbentuk karena tekanan
tinggi.[7] CO2 cair berfungsi sebagai pelarut aromatik yang digunakan untuk ekstraksi minyak
gaharu.[7] Metode ini menguntungkan karena tidak terdapat residu yang tersisa, CO2 dapat
dengan mudah diuapkan saat berbentuk gas pada suhu dan tekanan normal.[7]

Kons

Anda mungkin juga menyukai