Anda di halaman 1dari 24

PRESENTASI KASUS

GAGAL JANTUNG KONGESTIF


Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Radiologi di RSUD Salatiga

Disusun Oleh:
Nama : Rosmayda Ria Julianti
NIM : 1413010002
NIPP : 1813020012

Pembimbing:
dr. Ninik Haryanti, Sp.Rad

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
RSUD KOTA SALATIGA

2019

i
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan disahkan presentasi kasus dengan judul
GAGAL JANTUNG KONGESTIF

Disusun Oleh:
Nama : Rosmayda Ria Julianti
NIM : 1413010002
NIPP : 1813020012

Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal: Selasa / 26 November 2019

Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,

dr. Ninik Haryanti, Sp.Rad

ii
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS

Nama : Ny. K
Umur : 69 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Punden RT 05/RW 03, Gilirejo, Boyolali.
Tanggal Masuk : 7 November 2019

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
BAB hitam.
2. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Pasien datang ke IGD RSUD Salatiga dengan keluhan BAB berwarna
hitam sejak 1 minggu SMRS. Pada saat BAB terasa nyeri. Pasien juga
mengeluhkan nyeri perut, mual dan muntah bersamaan dengan keluhan
BAB berwarna hitam. Semenjak kurang lebih 1 minggu ini pasien sering
merasa lemas, pusing, dada berdebar-debar, gemetar dan kedua kaki terasa
kaku sehingga sulit untuk berjalan. Nafsu makan pasien juga berkurang.
Pasien juga mengatakan bahwa dadanya sering terasa sesak apabila
tidur. Jika tidur harus menggunakan bantal 2-3 untuk meredakan sesaknya.
Selain itu saat tidur, pasien juga merasa sesak, jantung terasa berdebar-
debar apabila berjalan jauh. Sesak berkurang apabila dibawa beristirahat.
Keluhan demam, batuk, nyeri saat BAK disangkal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Riwayat keluhan serupa disangkal. Riwayat asma, penyakit liver,
kencing manis, obat dan makanan disangkal.
4. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
Riwayat asma, penyakit liver, kencing manis, penyakit jantung, alergi
dan kejang pada keluarga disangkal.

2
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien sehari-hari bekerja sebagai seorang petani. Tetapi semenjak
sering merasa dadanya sesak pasien menjadi jarang ke sawah. Tinggal
dirumah bersama suaminya, sedangkan anak-anaknya sudah berkeluarga
dan tinggal jauh dari rumah. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan
mengkonsumsi minuman beralkohol. Pasien memiliki asuransi BPJS kelas
3.
C. PEMERIKSAAN FISIK
12 November 2019
Status Generalisata
Kesan Umum Tampak sakit sedang dan anemis
Kesadaran Compos Mentis (GCS : E4V5M6)
IGD Bangsal
Tekanan Darah : 130/80
Tekanan Darah : 134/90
mmhg
Vital Signs / mmhg
Nadi : 99x/menit.
Tanda-Tanda Nadi : 124x/menit
Respirasi : 22x/menit
Vital Respirasi : 20x/menit
0
Suhu :36,80C
Suhu : 36,4 C
SpO2: 99% dengan NK 2
SpO2: 90%
lpm
Kepala dan Leher
Inspeksi Normocephal, Conjungtiva anemis (+/+), Sklera
Ikterik (+/+), bibir pucat (+), sianosis (-)
Palpasi Pembesaran Limfonodi (-), Trakea teraba di garis
tengah, JVP tidak meningkat
Thorax
Pulmo
Inspeksi Bentuk dada simetris, tidak ada kelainan bentuk,
retraksi (-)
Palpasi Ketertinggalan gerak (-) dan vokal fremitus tidak ada
peningkatan maupun penurunan
Perkusi Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi Suara vesikular dasar (SDV) : +/+

3
Suara ronkhi : -/-
Wheezing : -/-
Cor
Inspeksi Pulsasi tidak terlihat
Palpasi Ictus cordis teraba di SIC V midclavicularis sinistras
Jantung tidak membesar, batas paru-jantung dalam
Perkusi
batas normal
Suara S1 dan S2 terdengar regular dan tidak ada
Auskultasi bising ataupun suara tambahan jantung

Abdomen
Inspeksi Datar
Auskultasi Bising usus (+) normal 7x/menit
Palpasi Nyeri tekan regio umbilicalis (+), nyeri tekan regio
hypogastric (+) hepar dan limpa sulit dinilai karena
pasien merasa nyeri hebat
Perkusi Timpani
Ekstremitas
Inspeksi Edema (-/-/-/-)
Sianosis (-/-/-/-)
Palpasi Akral hangat (+/+/+/+)
CRT <2 detik
Genitalia
Inspeksi Tidak dilakukan pemeriksaan
Rectal Toucher Tidak dilakukan pemeriksaan

D. ASSESMENT AWAL
1. Observasi melena
2. Anemia
3. Gagal jantung kongestif NYHA 2

4
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium

Tabel 1.1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium (7 November 2019)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi
Leukosit 5.07 4.5 – 11.00 ribu/ul
Eritrosit 2.00 3.8 – 5.80 juta/ul
Hemoglobin 3.7* 11.5 – 6.5 gr/dL
Hematokrit 13.0 35 – 47 vol%
MCV 64.8 80 – 96 Fl
MCH 18.5 28 – 33 Pg
MCHC 28.5 33 – 36 gr/dL
Trombosit 415 150 – 450 ribu/ul
Goldar ABO O
Hitung Jenis
Eosinophil 6.1 2–4 %
Basophil 0.6 0–1 %
Limfosit 22.4 25 – 60 %
Monosit 10.8 2–8 %
Neutrofil 60.1 50 – 70 %
Kimia
Glukosa Darah Sewaktu 121 <140 Mg/dl
SGOT 20 <31 U/I
SGPT 20 <31 U/I

5
2. Pemeriksaan USG Abdomen

Gambar 1.1. USG hepar (11 November 2019)

Gambar 1.2. USG hepar dan pankreas (11 November 2019)

6
Gambar 1.3. USG ginjal kanan dan vesica fellea (11 November 2019)

Gambar 1.5. USG ginjal kiri dan lien (11 November 2019)

7
Gambar 1.5. USG VU dan uterus (11 November 2019)
Hasil:
- HEPAR: ukuran dan echostruktur dalam batas normal. Permukaan licin, sisterna
vasculer prominen, sisterna biliaris intra hepatal tak prominen, tak tampak massa
maupun nodul .
- VESICA FELEA: anechoic, dinding licin, tak tampak batu.
- LIEN: ukuran dan echostruktur normal, tak tampak massa maupun nodul,hillus
lienalis prominen.
- PANKREAS: ukuran dan echostruktur normal, tak tampak massa maupun
kalsifikasi, duktus pankreaticus tak prominen.
- AORTA: kaliber normal, tak tampak pembesaran limfonodi para aorta.
- REN DEXTRA: ukuran dan echostruktur dalam batas normal, batas korteks dan
medula tegas,sisterna pelvicocalices tak melebar, tak tampak batu maupun lesi.
- REN SINISTRA: ukuran dan echostruktur dalam batas normal, batas korteks
dan medula tegas,sisterna pelvicocalices tak melebar, tak tampak batu maupun
lesi.
- VESICA URINARIA: terisi cairan optimal, tak tampak batu, massa maupun
sludge.
- UTERUS: ukuran dan echostruktur normal.
- Tampak area anechoic di morison pouch, retrovesica urinaria dan cavum pleura
supradiafragma dextra.

8
Kesimpulan:
- Passive hepatic congestion
- Ascites
- Efusi pleura dextra
- Vesica felea, pankreas, lienm ren bilateral, vesica urinaria dan uterus tak tampak
kelainan secara sonographic
- Tak tampak limfadenopati paraaorta

F. RESUME
Seorang perempuan usia 69 tahun datang dengan keluhan BAB berwarna
hitam sejak 1 minggu SMRS. Pada saat BAB terasa nyeri. Pasien juga
mengeluhkan nyeri perut, mual dan muntah bersamaan dengan keluhan BAB
berwarna hitam. Semenjak kurang lebih 1 minggu ini pasien sering merasa
lemas, pusing, dada berdebar-debar, gemetar dan kedua kaki terasa kaku
sehingga sulit untuk berjalan. Nafsu makan pasien juga berkurang. Pasien
juga mengatakan bahwa dadanya sering terasa sesak apabila tidur. Jika tidur
harus menggunakan bantal 2-3 untuk meredakan sesaknya. Selain itu saat
tidur, pasien juga merasa sesak, jantung terasa berdebar-debar apabila
berjalan jauh. Sesak berkurang apabila dibawa beristirahat. Dari hasil
pemeriksaan fisik didapatkan CA (+/+) dan SI (+/+). Hasil pemeriksaan
laboratorium didapatkan adanya kadar hemoglobin yang sangat rendah yaitu
3.7 mg%. Pada hasil pemeriksaan UGS Abdomen menunjukkan kesa passive
hepatic congestion, ascites dan efusi pleura dextra .

G. ASSESMENT AKHIR
1. Gagal Jantung Kongestif
2. Efusi pleura dextra

H. TATALAKSANA
1. Farmakologi
- Inf NaCl 20 tpm
- Inj omeprazol 2x40mg
- Inj ondansetron 3x4 mg

9
- Inj asam tranexamat 3x500 mg
- PO curuma 2x1
- PO sucralfat syrup 3x1cth

2. Non-farmakologi
- Rawat inap
- Tirah baring

I. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. GAGAL JANTUNG KONGESTIF


1. Definisi
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak
mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.
Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian
volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering
digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.
2. Etiologi
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan karena:
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan
fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit
degeneratif atau inflamasi.4
b. Atesrosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun.4
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung.4
d. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.4

1
e. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya,
yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat
mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner),
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif
konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak afterload.4
f. Kelainan sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal: demam), hipoksia
dan anemia diperlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan
oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke
jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektronik dapat
menurunkan kontraktilitas jantung.4
3. Patofisiologi
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu sistem
tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga jantung tidak
mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai
dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta suatu
keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah satu respon hemodinamik
yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung
atau preload. Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi
yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan
pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan
aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan air dan
garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik.7,8
Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump function)
dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada beberapa keadaan
ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa tanpa
terdapat depresi pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot
jantung intrinsik tetapi secara klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena
beban jantung yang ringan. Pada awal gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam
tubuh terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin
aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan

2
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat.
Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang
selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah arteri yang
efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral.
Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan
darah sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung
melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian
afterload, peninggian preload dan hipertrofi dilatasi jantung akan lebih menambah
beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi. Dilatasi
ventrikel menyebabkan disfungsi sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan
meningkatkan volume ventrikel (dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak efisien secara
mekanis (hukum Laplace). Jika persediaan energi terbatas (misal pada penyakit
koroner) selanjutnya bisa menyebabkan gangguan kontraktilitas.20 Selain itu kekakuan
ventrikel akan menyebabkan terjadinya disfungsi ventrikel.14 Pada gagal jantung
kongestif terjadi stagnasi aliran darah, embolisasi sistemik dari trombus mural, dan
disritmia ventrikel refrakter.24 Disamping itu keadaan penyakit jantung koroner
sebagai salah satu etiologi CHF akan menurunkan aliran darah ke miokard yang akan
menyebabkan iskemik miokard dengan komplikasi gangguan irama dan sistem
konduksi kelistrikan jantung.4,10 Beberapa data menyebutkan bradiaritmia dan
penurunan aktivitas listrik menunjukan peningkatan presentase kematian jantung
mendadak, karena frekuensi takikardi ventrikel dan fibrilasi ventrikel menurun.11
WHO menyebutkan kematian jantung mendadak bisa terjadi akibat penurunan fungsi
mekanis jantung, seperti penurunan aktivitas listrik, ataupun keadaan seperti emboli
sistemik (emboli pulmo, jantung) dan keadaan yang telah disebutkan diatas.1,10
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah
jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO=
HR X SV dimana curah jantung adalah fungsi frekuensi jantung X volume sekuncup.1,5
Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf simpatis akan
mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung, bila mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume
sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah
jantung. Tapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan

3
serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih
dapat dipertahankan.1,5

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien, beratnya
gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang terlibat, apakah
kedua ventrikel mengalami kegagalan serta derajat gangguan penampilan jantung.
Pada penderita gagal jantung kongestif selalu ditemukan gejala:
a. Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea
b. Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah, asites,
hepatomegali, dan edema perifer.
c. Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk sampai
delirium.1,10

5. Gambaran Radiologi pada Gagal Jantung Kongestif


Gagal jantung kongestif adalah hasil daru adanya insufisiensi output akibat
kegagalan jantung dan peningkatan resistensi dari sirkulasi atau overload cairan.7
Left ventricle (LV) failure atau gagal jantung kiri merupakan gagal jantung yang paling
sering akibat dari penurunan kardiak output dan peningkatan tekanan vena pulmo. Pada
gagal jantung kiri akan menyebabkan terjadinya dilatasi pembuluh darah pulmo,
perembesan cairan kedalam intersitium dan cavum pleura dan alveolus sehingga
menyebabkan terjadinya edema pulmo.1,2
Sedangkan pada gagal jantung kanan biasnya terjadi akibat gagal jantung kiri
yang tak terkomoensasi sehingga terjadi peningkatan tekanan pada vena sistemik dan
menyebabkan edema seluruh tubuh.5,6
Peningkatan tekanan vena pulmonalis atau hipertensi pulmonal berhubungan
dengan pulmonary capillary wedge pressure (PCWP) dan dapat di klasifikasikan
menjadi beberapa derajat yang sesuai dengan gambaran radiologisnya pada foto toraks.
Pengklasifikasian ini merupakan urut-urutan yang terjadi pada CHF. Menurut Elliots,
klasifikasi hipertensi vena pulmonalis dibagi menjadi :

4
a. Stage 1 (Redistribusi)
Pada stage 1 PCWP [13-18 mm]. Terjadi redistribusi dari pembuluh darah
paru. Pada foto toraks PA normal, pembuluh darah pada lobus atas lebih kecil
dan sedikit dibanding pembuluh darah pada lobus bawah paru. Pembuluh darah
paru yang beranastomosis memiliki kapasitas reservoir dan akan mengalir pada
vaskular yang tidak menerima perfusi darah, sehingga menyebabkan terjadinya
ditensi pada vaskular yang telah mendapat perfusi darah. Hal ini mengakibatkan
terjadinya redistribusi pada aliran darah pulmonal. Awalnya terjadi aliran darah
yang sama, kemudian terjadi redistribusi aliran darah dari lobus bawah menuju
lobus atas.8,9

Gambar 2.1. Gambar (kiri) pembuluh darah pada pasien normal. (Kanan) Pembuluh darah
pada pasien CHF. Terjadi peningkatan vaskular pedicel (panah merah. 3,4

5
Pada gambaran radiologis tampak redistribusi dari pembuluh darah paru,
kardiomegali, dan broad vascular pedicle.3,4,5

Gambar 2.2. Peningkatan rasio artery-to-bronchus pada CHF3,4

b. Stage 2 (Edema Intersitial)


Pada stage 2, PCWP [18-25 mm]. Tahap ini ditandai oleh kebocoran cairan
kedalam interlobular dan interstitial peribronkial sebagai akibat dari
meningkatnya tekanan di dalam kapiler paru. Saat kebocoran cairan masuk ke
dalam septum interlobular perifer, akan tampak gambaran garis Kerley B pada
foto toraks.3,4

6
Gambar 2.3. (Kiri) normal. (Kanan) Garis kerley akibat edema intersitial 3,4
Saat kebocoran cairan masuk ke dalam interstitial peribronkovaskular, pada
foto toraks akan tampak gambaran penebalan pada dinding bronkus yang
disebut peribronchial cuffing dan pengaburan pembuluh darah paru (perihilar
haze). Selain itu, fisura interlobaris juga akan terlihat menebal pada foto
toraks.3,4,5

Gambar 2.4. Perihilar haze pada CHF stage II3,4

c. Stage 3 (Edema alveolar)


Pada stage ini, PCWP [> 25 mm]. Tahap ini ditandai dengan berlanjutnya
kebocoran cairan menuju interstitial, yang tidak dapat dikompensasi oleh
drainase limfatik. Hal ini akan mengakibatkan kebocoran cairan menuju alveoli

7
(edema alveolar) dan kebocoran cairan menuju cavum pleura (efusi pleura).
Pada foto toraks akan tampak gambaran konsolidasi, air bronchogram, cotton
woll appearance, dan efusi pleura.3,4

Gambar 2.5. Konsolidasi perihiler dan air bronchogram (panah kuning), pelebaran vena
azygos (panah merah), efusi pleura (panah biru)3,4

6. Gambaran Ultrasonografi pada Gagal Jantung Kongestif


Pemeriksaan USG pada pasien dengan gagal jantung diindikasikan jika ada hasil
abnormal dari pemeriksaan fungsi hati. Adanya peningkatan dari enzim fungsi hati
dapat mungkin terjadi gagal jantung kanan.3,4
Gagal jantung kanan paling sering diakibatkan karena gagal jantung kiri yang
tak terkompensasi, sehingga terjadi peningkatan tekanan vena pulmonal dan
menyebabkan hipertensi arteri pulmonal, keadaan tersebut akhirnya menyebabkan
terjadinya overloading cairan pada ventrikel kanan.
Penyebab lain yang dapat menyebabkan gagal jantung kanan yaitu:
- Kelainan paru yang berat (cor pulmonal)
- Multipel emboli paru
- Infark pada ventrikel kanan
- Hipertensi pulmonal primer
- Regurgitasi atau stenosis trikuspid, stenosis mitral, dan stenosis katup pulmonal.

8
Pada hasil pemeriksaan radiologi, tanda yang didapatkan pada pasien gagal jantung
kanan adalah:
- Peningkatan VPW akibat dilatasi dari vena cava superior
- Dilatasi vena azygos
- Dilatasi atrium kanan
- Pada beberapa kasus kedua tanda gagal jantung kanan dan kiri akan muncul
Sedangkan pada pemeriksaan ultasonografi akan didapatkan tanda berupa:
- Dilatasi dari vena cava inferior (IVC) dan vena hepatica
- Hepatomegali
- Asites3,4

Gambar 2.6. Dilatasi pada IVC dan vena hepatica pada USG pasien dengan gagal jantung
kanan3,4

9
BAB III
PEMBAHASAN

A. PEMBAHASAN
Pasien datang ke IGD RSUD Salatiga dengan keluhan BAB berwarna hitam sejak 1
minggu SMRS. Pada saat BAB terasa nyeri. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut, mual
dan muntah bersamaan dengan keluhan BAB berwarna hitam. Semenjak kurang lebih 1
minggu ini pasien sering merasa lemas, pusing, dada berdebar-debar, gemetar dan kedua
kaki terasa kaku sehingga sulit untuk berjalan. Nafsu makan pasien juga berkurang.
Pasien juga mengatakan bahwa dadanya sering terasa sesak apabila tidur. Jika tidur
harus menggunakan bantal 2-3 untuk meredakan sesaknya. Selain itu saat tidur, pasien
juga merasa sesak, jantung terasa berdebar-debar apabila berjalan jauh. Sesak berkurang
apabila dibawa beristirahat. Keluhan demam, batuk, nyeri saat BAK disangkal.
Riwayat keluhan serupa disangkal. Riwayat asma, penyakit liver, kencing manis,
obat dan makanan disangkal. Riwayat asma, penyakit liver, kencing manis, penyakit
jantung, alergi dan kejang pada keluarga disangkal. Pasien sehari-hari bekerja sebagai
seorang petani. Tetapi semenjak sering merasa dadanya sesak pasien menjadi jarang ke
sawah. Tinggal dirumah bersama suaminya, sedangkan anak-anaknya sudah berkeluarga
dan tinggal jauh dari rumah. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan
mengkonsumsi minuman beralkohol.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tampak sesak sedang dan
hemodinamik stabil, Pada inspeksi kepala leher didapatkan CA (+/+) dan SI (+/+) Pada
pemeriksaan fisik lainnya tidak ditemukan kelainan.
Berdasarkan pemeriksaan penunjang yang dilakukan, didapatkan penurunan kadar
hemoglobin (3,7 gr/dL) dari pemeriksaan laboratorium. Tidak ada peningkatan enzim
fungsi hati Pemeriksaan kadar gula darah dalam batas normal.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, keluhan pasien mengarah
diagnosis gagal jantung, oleh karena itu dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa USG.
Pemeriksaan USG dilakukan dengan pertimbangan pemeriksaannya tidak mahal, dapat
dilakukan dengan cepat, tidak membutuhkan kontras, dan tidak memaparkan pasien
dengan radiasi. Dari hasil pemeriksaan USG didapatkan adanya kesan pelebaran vena
cava inferior dan vena hepatica, selain itu juga didapatkan adanya cairan di cavum pleura
serta mourison puch. Pelebaran vena cava inferior, vena hepatica dan efusi pleura

10
mengindikasikan adanya gagal jantung kanan (RH). Gagal jantung kanan biasanya terjadi
akibat gagal jantung kiri yang tak terkompensasi. Awal mula terjadi gagal jantung kiri
karena pengaruh dari beberapa faktor risiko diantara aterosklerosis pembuluh darah
jantung, kelainan jantung, penyakit sistemik dan faktor lainnya yang kemudian akan
menyebabkan penurunan volume curah jantung, akibatnya jantung kemudian akan
melakukan kompensasi dengan cara meningkatkan kontraktilitas jantung sehingga volume
afterload jantung dapat lebih tinggi. Akibat hal tersebut terjadi peningkatan tekanan
hidrostatik, tekanan kapiler paru serta pembentukan edema interstitial terutama pada
daerah basal paru. Kebocoran cairan kedalam interlobular dan interstitial peribronkial
sebagai akibat dari meningkatnya tekanan di dalam kapiler paru yang kemudian muncul
gambaran edema paru. Jika keadaan tersebut berlangsung lebih lama dan tak
terkompensasi oleh drainase limfatik maka akan mengakibatkan kebocoran cairan menuju
alveoli (edema alveolar) dan kebocoran cairan menuju cavum pleura (efusi pleura).
Gagal jantung kiri yang tak terkompensasi kemudian akan menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan vena pulmonal dan menyebabkan hipertensi arteri
pulmonal, keadaan tersebut akhirnya menyebabkan terjadinya overloading cairan pada
ventrikel kanan, sehingga akan terjadi aliran balik menuju vena hepatica, vena cava
inferior dan vena di seluruh tubuh. Dari hasil pemeriksaan USG biasanya akan didapatkan
pelebaran vena hepatica, vena cava inferior hepatomegali, efusi pleura dan asites.
Pada pasien ini didapatkan adanya pelebaran vena cava inferior dan vena hepatica,
serta tampak area anechoic di morison pouch, retrovesica urinaria dan cavum pleura
supradiafragma dextra. Area anechoid di mourison pouch menandakan adanya cairan.
Mourison pouch atau biasan disebut hepatorenal recess atau subhepatic space, merupakan
cavum yang memisahkan antara hepar dengan ginjal. Pada keadaan normal, cavum ini tak
terisi cairan, namun pada beberapa keadaan seperti asites, cavum ini akan terisi dengan
cairan. Asites yang terjadi pada pasien ini akibat adanya peningkatan tekanan vena
sistemik sehingga terjadi kebocoran cairan kedalam cavum peritoneal yang kemudian
menyebabkan terjadinya asites. Adanya cairan di cavum pleura juga akibat dari kebocoran
cairan kedalam interlobular dan interstitial peribronkial sebagai akibat dari meningkatnya
tekanan di dalam kapiler paru yang berlanjut terjadinya kebocoran cairan di dalam
alveolus dan cavum pleura sehingga menyebabkan terjadinya efusi pleura. Efusi pleura ini
akan menyebabkan pasien menjadi sesak nafas terutama bila berbaring.

11
Sebenarnya pemeriksaan penunjang yang lebih baik dilakukan pada pasien dengan
indikasi gagal jantung adalah foto x-ray thorak. Karena dengan pemeriksaan tersebut kita
dapat melihat kelainan pembuluh darah disekitar jantung dan dapat mengukur besar dari
jantung. Pemeriksaan USG lebih baik dilakukan pada pasien yang mengalami kenaikan
enzim fungsi hati, karena biasanya muncul pada pasien dengan gagal jantung kanan.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Cardinale, L., Volpicelli, D., Lamorte, A., Martino, D., Veltri, A.(2012).Revisiting signs,
strengths and weaknesses of Standard Chest Radiography in patients of Acute Dyspnea in
the Emergency Department, Journal of Thoracic Disease, Vol. IV, No. IV.
2. Collins J, Stern EJ. (2007). Chest radiology, the essentials. Lippincott Williams &
Wilkins. ISBN:0781763142.
3. Cremers, Simon., Bradshaw, Jennifer., Herfkens, Freek. (2010). Chest X Ray-Heart
Failure. The Radiology Assistant. Publication date : 1-9-2010
4. Harrison M.O., Conte P.J., Heitzman E.R. Br (1971) Radiological detection of clinically
occult cardiac failure following myocardial infarction J Radiol. 1971; 44:265-272
5. Harun, S., Nasution, S.A. (2009). Edema Paru Akut dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing
6. Liwang, F., Mansjoer, A. (2014). Edema Pulmo, dalam : Kapita Selekta Kedokteran Jilid
II. Edisi IV. Jakarta: Media Aesculapius
7. McHugh, T. J., Forrester, J. S., Adler, L., et al (1972) Pulmonary vascular congestion in
acute myocardial infarction: Hemodynamic and radiologic correlation. Ann. Intern. Med.
1972; 76:29-33
8. Lorraine, B.W., Michaell, A.M. (2005). Acute Pulmonary Edema. New England Journal
Medicine. 353:2788-96.
9. Purwohudoyo, S.S. (2009). Sistem Kardiovaskuler dalam : Radiologi Diagnostik. Edisi
II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
10. Rasad, Sjahriar. (2010). Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

13

Anda mungkin juga menyukai