Anda di halaman 1dari 15

BAB II

CAGAR BUDAYA
CANGKUANG DAN SEKITARNYA

2.1. Desa Cangkuang


Nama Desa Cangkuang berasal dari nama pohon Cangkuang (Figur
4). Pohon ini sejenis pohon pandan dalam bahasa latin disebut
Pandanus Furcatus. (Munawar, Zaki (2002))

Figur 4. Pohon Cangkuang

Desa Cangkuang secara administratif berada diwilayah Kecamatan


Leles Kabupaten Garut. Wilayah Desa Cangkuang berbatasan
dengan Desa Neglasari Kecamatan Kadungora di sebelah utara,
Desa Karang Anyar dan Desa Tambak Sari Kecamatan Leuwi
Goong di sebelah timur, Desa Margaluyu dan Desa Sukarame
Kecamatan Leles di sebelah selatan dan Desa Telaga Sari
Kecamatan Kadungora dan Desa Leles Kecamatan Leles sebelah
Barat (Figur 5). Desa Cangkuang terdiri dari Bukit dan Dataran
dengan perbandingan 15% tanah berbukit dan 85% tanah dataran
yang meliputi luas keseluruhan 340,755 Ha. (Laporan Administratif
Desa Cangkuang, 2003)

9
Figur 5. Peta Lokasi Desa Cangkuang

2.2. Candi Cangkuang


Candi Cangkuang ditemukan sekitar tahun 1966 oleh tim peneliti
sejarah Leles yang disponsori pengusaha Idji Hartadji, diketuai
Prof. Harsoyo serta Drs. Uka Tjandrasasmita, salah seorang ahli
purbakala dari Jakarta.

Saat itu Uka Tjandrasasmita membaca buku karangan seorang


Belanda Vorderman (terbitan tahun 1893) berjudul, Notulen
Bataviaacggennootchap. Dalam buku ini disebutkan ada sebuah
arca yang rusak serta sebuah makam luluhur Arif Muhammad.
Tetapi si pengarang tidak menyebutkan di Desa Cangkuang,
Kecamatan Leles, 17 km dari Kota Garut ada pragmen batu-batu
bekas bangunan candi serta perkampungan tradisional (Kampung
Pulo).

Karenanya Uka ingin membuktikan kebenaran isi buku tersebut.


Pada tahun 1966 Uka beserta timnya mengadakan penelitian.
Kegigihan dan ketekunannya akhirnya membuahkan hasil yang
gemilang. Candi Cangkuang tampak, juga peninggalan pra-sejarah.
Misalnya pecahan tembikar, batu-batu besar peninggalan zaman
Megalition. Namun demikian candi hanya berupa batu-batu
berserakan sampai sejauh 500 meter dari tempat penelitian.

10
Penelitian ini dinilai kurang memuaskan, maka pada 1967 hingga
1968 penelitian dilanjutkan. Sampai akhirnya ditemukan bongkahan
batu yang teratur menyerupai bangunan makam leluhur penyebar
agama Islam, Arif Muhammad.

Tahun 1974 ditemukan kembali bagian-bagian dari kaki candi atas


kerja sama dengan proyek pembinaan Kepurbakalaan dan
Peninggalan Nasional. Maka lengkaplah bangunan Candi
Cangkuang. Dibuatlah sketsa kontruksi candi dan tampaklah
secara utuh. Akan tetapi berbeda dengan kebiasaan candi pada
umumnya. Biasanya candi penuh dengan relief-relief atau ukiran-
ukiran pada bangunannya, tapi pada Candi Cangkuang sama
sekali tidak ada. Boleh dikatakan Candi Cangkuang adalah hasil
kerja keringat zaman sekarang. Sebab, keaslian bangunan
hanyalah 35% saja, selebihnya tambal sulam tim peneliti.
Figur 6. Candi Cangkuang

Candi ini diperkirakan dibuat sekitar abad VIII. Besar bangunan


memiliki tinggi 8,5 meter dengan kaki 4,5 X 4,5 m2. Di dalamnya
terdapat ruangan berukuran 1,5 X 1,5 m2 dan tinggi 2 meter serta
terdapat patung Shiwa, yang tingginya 40 cm.
2.3. Kampung Pulo

11
Kampung Pulo yang terdapat di komplek Cagar budaya Cangkuang
merupakan Kampung kecil yang hanya ditempati oleh enam
keluarga sesuai adat yang dipegang teguh oleh warganya. Dinamai
kampung Pulo karena kampung ini berada di pulau danau
cangkuang, dan untuk mencapainya harus menggunakan rakit.
Masing-masing tiga rumah berjejer berhadapan disebelah kiri dan
disebelah kanan.(Figur 7)

Figur 7. komplek kampung pulo

Warga kampung ini adalah keturunan Arief Muhammad yang


makamnya bersebelahan dengan candi. Arief Muhamad sendiri
merupakan tokoh Mataram yang ditugaskan oleh Sultan Agung
untuk menggempur tentara Belanda pimpinan JP Coen di Batavia
pada awal abad ke-17. Namun serangannya konon gagal sehingga
ia terdampar di Cangkuang. Ia pun akhirnya menjadi penyebar
Agama Islam di daerah Desa Cangkuang.

Ihwal penyebaran agama Islam oleh Arief Muhammad ini diperkuat


oleh banyaknya temuan kisah lisan maupun dokumen tertulis dari
masyarakat sekitar. Bahkan hingga kini masih tersimpan dokumen
sejarah kulit kayu dan kulit domba bertuliskan huruf arab. Dokumen
tertulis berupa Al Quran, Fiqih, Tauhid dan naskah khutbah Shalat
Jum'at (Figur 8)

12
Figur 8. Al Quran, Fikih, Tauhiid dan Naskah kutbah Jumat

Arif Muhammad melakukan dakwahnya berpedoman pada prinsip


ajaran Islam yang tidak mengenal kekerasan dan paksaan
melainkan dengan perdamaian dan penuh toleransi. Beliau lebih
menekankan kepada fakta-fakta atau nasehat dan kebiasaan-
kebiasaan yang baik berdasarkan pada konsepsi Islam, yang
kemudian ajaran dan pemikirannya secara berkelanjutan diikuti
oleh masyarakat Cangkuang hingga saat ini. (Wawancara dengan
kuncen Kampung Pulo, Bpk Iri, Minggu Maret 2004)

Dikemukaan oleh Bapak Iri sebagai Juru Kunci bahwa Arif


Muhammad beserta rekannya menetap di daerah Kampung pulo
sampai beliau wafat dan dimakamkan di bukit Pulo Panjang yang
sekarang berdekatan dengan Candi Cangkuang. (Figur 9)

13
Figur 9. Makam Dalem Arif Muhammad

2.3.1. Keadaan Demografi Kampung Pulo


Saat ini warga kampung Pulo dihuni oleh 21 orang, sebagian besar
kaum wanita. Secara lengkapnya dapat kita lihat pada tabel 1.
Setiap rumah dihuni oleh satu keluarga yang dipimpin oleh kepala
keluarga. (Tabel 1)

Data Penduduk Kampung Pulo


Menurut Umur

No. Umur Laki-laki Perempuan Jumlah


1. 0 – 4 tahun - - -
2. 5 – 9 tahun - - -
3. 10 – 14 tahun 1 - 1
4. 15 – 19 tahun 2 1 3
5. 20 – 24 tahun 1 1 2
6. 25 - 29 tahun 1 - 1
7. 30 – 34 tahun 1 1 2
8. 35 – 39 tahun - 1 1
9. 40 – 44 tahun - 1 1
10. 45 – 49 tahun - 1 1
11. 50 – 54 tahun 2 1 3
12. 55 – 59 tahun 1 - 1
13. 60 – 64 tahun - 1 1
14. 65 tahun ke atas 1 3 4
Jumlah 10 11 21
Tabel 1. Data Penduduk menurut umur tahun 2004

Nama Kepala Keluarga


Masyarakat kampung Pulo

14
1. Bapak Iri (Kuncen)
2. Bapak Iri
4 5 6
3. Bapak Cucu
4. Bapak Umar 7 Masjid

5. Bapak Uju
3 2 1
6. Ibu Ijah

Ket. Nama Kepala keluarga berdasarkan nomor posisi rumah

2.2.2. Sistem Bermasyarakat Kampung Pulo


a. Sistem Kepercayaan atau Religi
Dahulu pada waktu sebelum Islam masuk ke wilayah
Cangkuang (kampung Pulo) diduga mereka menganut Agama
Hindu dengan bukti adanya bangunan Candi yang didalamnya
terdapat patung Siwa. Hal ini berlangsung cukup lama setelah
datangnya Arif Muhammad Ke Cangkuang dan menetap
disana. Maka tersebarlah Agama Islam sebagai kepercayaan
baru bagi masyarakat Cangkuang dan sekitarnya, sebagai
bukti dengan adanya Masjid sebagai tempat peribadatan umat
Islam, naskah khutbah Jum’at, kitab suci Al Qur’an, Kitab Ilmu
Tauhiid, Kitab Ilmu Fiqih.

Hubungan yang masih melekat antara kebudayaan Hindu


terhadap kebudayaan Islam tercermin dalam sistem
kepercayaan dan budaya masyarakatnya yang masih
mempercayai benda-benda yang dianggap sebagai pusaka
yang sewaktu-waktu di bersihkan secara ritual.

b. Sistem Kekerabatan

15
Sedikitnya jumlah anggota masyarakat pada waktu itu
menimbulkan sistem kekerabatan yang terjadi di kampung Pulo
adalah sistem kekerabatan “Bilateral” yaitu hubungan keke-
rabatan yang masih saudara artinya pernikahan dilakukan
sesama warga kampung Pulo, baik dari keturunan ayah atau
dari keturunan ibu.

Dengan bertambahnya beberapa warga Kampung Pulo,


kekerabatan yang terjadi di Kampung Pulo bukan hanya bira-
teral tetapi sudah adat “Endogami” yaitu kekerabatan terjadi
antara warga kampung Pulo dengan masyarakat sekitar.

c. Sistem Mata Pencaharian


Sebagian besar masyarakat Kampung Pulo bermata
pencaharian di bidang pertanian sebagai pencaharian pokok,
selain itu mata pencaharian lain ada yang berdagang, bercocok
tanam, dan Buruh. (Tabel 2)

Data Penduduk Kampung Pulo


Menurut Mata Pencaharian

No Mata Pencaharian Jumlah


1 Petani 7
2 PNS 1
3 Buruh 1
4 Dagang 6
Jumlah 15
Tabel 2. Data penduduk menurut mata pencaharian tahun 2004

d. Bahasa
Bahasa Sunda adalah bahasa yang digunakan warga Kampung
Pulo sebagai alat berkomunikasi. Dalam interaksinya warga
Kampung Pulo masih memiliki kebanggaan menggunakan
bahasa Sunda, terbukti dalam kesehariannya mereka selalu
menggunakan bahasa sunda dengan memakai tingkatan

16
bahasa ilahar (umum) dan halus. (Wawancara dengan kuncen
Kampung Pulo, Bpk Iri, Minggu Maret 2004)

e. Adat Istiadat Kampung Pulo


Dari kehidupan sehari-hari warga Kampung Pulo sangat
mematuhi adat istiadat, hal ini membuktikan bahwa mereka
masih mampu mempertahankannya. Dalam adat istiadat
Kampung Pulo terdapat dua hal yang prinsip yaitu larangan dan
anjuran. Beberapa ketentuan larangan yang masih berlaku
sampai sekarang, antara lain :
1. Hari pantangan bagi warga kampung Pulo adalah
Rabu. Siapa pun dilarang untuk melakukan ziarah ke makam
keramat di Cangkuang. Karena itu kuncen makam di sana
tidak menerima peziarah pada setiap hari Rabu. Konon, dulu
Arif Muhammad melarang seluruh masyarakat di sana untuk
pergi ke sawah dan ladang pada hari Rabu kecuali untuk
mempelajari agama Islam.
2. Dilarang memelihara binatang ternah berkaki empat
seperti Kerbau dan Sapi. Mereka mempunyai alasan demi
kelestarian lingkungan.
3. Dilarang memukul Gong besar dan membangun
suhunan yang beratapkan suhunan jure. Larangan ini
berdasarkan pada kejadian yang tragis dengan
meninggalnya putra Arif Muhammad ketika akan di khitan.
Konon berdasarkan cerita yang berkembang di masyarakat
Kampung Pulo pada saat itu putranya digotong dengan
tandu yang beratapkan suhunan jure dan membunyikan
gong besar. Muncul kejadian yang aneh secara tiba-tiba
angin topan yang memporakporandakan acara pesta
tersebut, lebih dari itu kejadian tersebut telah menewaskan
putranya yang saat itu terpelanting dan terkena reruntuhan
tandu yang digunakannya.

17
4. Dilarang menambah atau mengurangi jumlah rumah.

Sedangkan anjuran yang masih ditaati oleh warga kampung


Pulo sampai saat ini, diantaranya :
a. Pada tanggal 14 bulan Mulud mereka selalu melakukan
upacara adat memandikan benda-benda pusaka seperti
keris, batu aji. (Wawancara dengan kuncen Kampung Pulo,
Bpk Iri, Minggu Maret 2004)
b. Penempatan rumah adat hanya diberikan pada perempuan
dan diwariskan kembali kepada perempuan.
c. Dalam satu rumah hanya boleh ditempati oleh satu kepala
keluarga, sehingga jika ada anggota keluarga yang menikah,
maka hanya diperkenankan dua minggu untuk tetap dirumah
Kampung Pulo, selanjutnya mereka harus keluar dari rumah
tersebut.

2.2.3. Sistem Tata Ruang (Tempat Tinggal)


a. Tata Letak Rumah Kampung Pulo
Rumah kampung Pulo terdiri dari enam rumah dan satu masjid.
Sampai sekarang keadaan tersebut masih dipertahankan.
Komplek Kampung Pulo berbatasan dengan Situ Cangkuang di
sebelah utara dan selatan, Candi cangkuang dan makam Arif
Muhammad di sebelah timur dan per-sawahan di sebelah barat.
(Figur 10)

18
Figur 10. Gambar denah Wilayah Kampung Pulo

b. Bentuk Rumah
Rumah adat kampung Pulo berbentuk panggung yang dibagi
atas tiga bagian diantaranya bagian kaki, bagian tubuh dan
bagian atap. (Figur 11)

Alam Atas

Alam Tengah

Alam Bawah

Figur 11. Pembagian bentuk rumah


1. Bagian Kaki

19
Bagian kaki dari batu berfungsi sebagai pondasi, yang
berguna untuk menahan kayu yang di jadikan siku-siku
sehingga tidak menyentuh tanah. (Figur 12)

Figur 12. Pondasi Rumah

Bagian bawah sering difungsikan sebagai tempat


penyimpanan kayu bakar atau tempat ternak ayam.

2. Bagian Tubuh
Bagian tubuh terdiri dari serambi muka, ruang tamu, ruang
tidur, ruang tidur tamu, dapur dan gudang. (Figur 13)

Figur 13. Bagian Tengah Rumah adat

3. Bagian Atap

20
Bagian atap berbentuk memanjang dan terbagi dua yaitu
suhunan jolopong dan sorondoy. Suhunan jolopong dengan
alas ijuk dan sorondoy dengan alas bambu. (Figur 14)

Figur 14. Bagian atap rumah adat

c. Fungsi Rumah dan Halaman


Rumah dengan luas 10,7 m X 7,5 m mempunyai fungsi sebagai
tempat tinggal. Serambi muka biasa dimanfaatkan sebagai
tempat pertemuan atau sebagai tempat istirahat. Gudang biasa
dimanfaatkan sebagai tempat penyimpanan barang makanan
mentah seperti beras. Sedangkan halaman biasa dimanfaatkan
sebagai pusat kegiatan masyarakat seperti tempat hiburan atau
sebagai tempat penjemuran padi. (Figur 15, 16, 17)

Halaman belakang

Halaman depan

Figur 15. Denah Rumah adat Kampung Pulo

21
Figur 16. Model Rumah adat Kampung Pulo

Figur 17. Gambar Presfektif Rumah adat Kampung Pulo

d. Masjid
Masjid dengan luas 7,83 m x 4,21 m, yang memiliki serambi
muka dan tempat peribadatan khusus untuk perempuan.
Mensjid tersebut hanya digunakan sebagai tempat peribadatan.
(Figur 18 dan 19)

22
Figur 18. Denah Masjid Kampung Pulo

Figur 19. Model Masjid adat Kampung Pulo

e. Material Pembuatan Rumah


Sebagian besar material pembuatan rumah menggunakan
bambu dan kayu ditambah pondasi dari batu, siku-siku dari kayu
dan alas bagian atap menggunakan ijuk yang terbuat dari daun
aren yang dikeringkan.

23

Anda mungkin juga menyukai