Anda di halaman 1dari 19

NEGARA KESATUAN

REPUBLIK INDONESIA

UNIT PELAKSANA TEKNIS


AJARAN BUNG KARNO
UNIVERSITAS BUNG KARNO
1. Masa Kerajaan Sriwijaya
Pada abad ke VII, berdirilah kerajaan Sriwijaya di bawah kekuasaan
Wangsa Syailendra di Sumatra. Kerajaan yang berbahasa Melayu Kuno dan
menggunakan huruf pallawa tersebut dikenal juga sebagai kerajaan maritim
yang mengandalakan jalur perhubungan laut. Pada zaman Sriwijaya telah
didirikan universitas agama Budha yang sudah dikenal di Asia.
Pada hakikatnya nilai-nilai budaya bangsa semasa kerajaan Sriwijaya
telah meniunjukkan nilai-nilai Pancasila, yaitu sebagai berikut:
a. Nilai sila pertama, terwujud dengan adanya umat agama budha dan
Hindu hidup berdampingan secara damai. Pada kerajaan Sriwijaya
terdapat pusat kegiatan pembinaan dan pengembangan agama Budha.
b. Nilai sila kedua, terjalinnya hubungan antara Sriwijaya dengan India
(Dinasti Harsha). Pengiriman para pemuda untuk belajar di India. Telah
tumbuh politik luar negeri yang bebas aktif.
c. Nilai sila ketiga, sebagai negara maritim, Sriwijaya telah menerpakan
konsep negara kepulauan sesuai dengan konsepsi Wawasan Nusantara.
d. Nilai sila kempat, Sriwijaya telah memiliki kedaulatan yang sangat luas,
meliputi (Indonesia sekarang) Siam dan Semenanjung Melayu.
e. Nilai sila kelima, Sriwijaya menjadi pusat pelayanan dan perdagangan
sehingga kehidupan rakyatnya sangat makmur.
2. Masa Kerajaan Majapahit
Zaman keemasan Majapahit terjadi pada pemerintahan
Raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih gajah mada.
Wilayah kekuasan majapahit semasa jayanya membentang
dari Semenanjung Melayu samapai ke Irian jaya.
Pengamalan sila Ketuhanan Yang Maha Esa telah
terbukti pada waktu agama Hindu dan Budha hidup
berdampingan secara damai. Empu Prapanca menulis
Negarakertagama (1365) yang di dalamnya telah terdapat
istilah Pancasila. Empu Tantular mengarang buku Sutasoma
di mana dalam buku itu terdapat seloka persatuan nasional
yang berbunyi “Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma
Mangrawa”, artinya walaupun berbeda-beda, namun satu jua
dan tidaka ada agama yang memiliki tujuan yang berbeda.
Sila kemanusiaan telah terwujud, yaitu hubungan Raja
hayam Wuruk dengan baik dengan kerajaan Tiongkok,
Champa dan kamboja. Disamping itu, juga mengadakan
persahabatan dengan negara-negara tetangga atas dasar
Mitreka Satata.
Perwujudan nilai-nilai sila Persatuan Indonesia
telah terwujud dengan keutuhan kerajaan,
khususnya Sumpah Palapa yang diucapkan oleh
Gajah Mada pada waktu sidang Ratu dan menteri-
menteri pada tahun 1331 yang berisi cita-cita
mempersatukan seluruh Nusantara.
Sila Kerakyatan sebagai nilai-nilai musyawarah
dan mufakat juga telah dilakukan oleh sistem
pemerintahan Kerajaan Majapahit. Kerukunan dan
gotong royong dalam kehidupan masyarakat telah
menumbuhkan adat bermusyawarah untuk mufakat
dalam memutuskan masalah bersama.
Sedangkan perwujudan sila Keadilan Sosial
adalah wujud dari berdirinya kerajaan beberapa abad
yang tentunya di topang dengan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyatnya.
B. PERJUANGAN BANGSA INDONESIA MELAWAN
SISTEM PENJAJAHAN
Kesuburan Indonesia dengan hasil buminya
yang melimpah, terutama rempah-rempah yang
sangat dibutuhkan oleh negara-negara dari luar
Indonesia, menyebabkan bangsa asing (Eropa)
masuk ke Indonesia. Bangsa Eropa yang
membutuhkan rempah-rempah itu mulai
memasuki Indonesia, yaitu Portugis, Spanyol,
Ingris dan Belanda. Masuknya bangsa Eropa
seiring dengan keruntuhan majapahit sebagai
akibat perselisihan dan perang saudara, yang
berarti nilai-nilai nasionalisme sudah
ditinggalkan, walalupun abad ke XVI Agama
Islam, seperti Samudra Pasai dan Demak,
tampaknya tidak mampu membendung tekanan
bangsa Eropa memasuki Indonesia.
1. Perjuangan Sebelum Abad ke XX
Penjajahan Eropa yang memusnahkan kemakmuran
Bangsa Indonesia itu tidak dibiarkan begitu saja oleh segenap
Bangsa Indonesia. Sejak semula imperialis itu menjejakkan kaikinya
di Indonesia, di mana-mana Bangsa Indonesia melawan dengan
semangat patriotik melalui perlawanan secara fisik.
Kita mengenal nama-nama Pahlawan Bangsa yang
berjuang dengan gigih melawah penjajah. Pada abad ke XVII dan
XVIII perlawanan terhadap penjajah digerakkan oleh Sultan Agung
(Mataram 1645), Sultan Ageng Tirtayasa dan Ki Tapa di Banten
(1650), Hasanuddin di Makasar (1660), Iskandar Muda di Aceh
(1635), Untung Suropati dan Trunojoyo di Jawa Timur (1670), ibnu
Iskandar di Minangkabau (1680) dan lain-lain.
Pada permulaan abad ke XIX penjajah Belanda mengubah
sistem kolonialisme yang semula berbentuk perseroan dagang
partikelir yang bernama VOC (Verenigde Oost Indiche Compagnie)
berganti dengan badan pemerintahan resmi, yaitu Pemerintahan
Hindia Belanda.
Pada tahun 1811 Inggris berhasil merebut Indonesia dan
mulailah penjajahan Inggris di Indonesia. Lord Minto, Gubernur
Jenderal Inggris di India mengirim Raffles ke Indonesia sebagai
Letnan Gubernur. Pada tahun 1916 ia menyerahkan Indonesia
kembali kepada Belanda, sehingga Indonesia kembali di jajah
Belanda.
Dalam usaha memperkuat kolonialismenya,
Belanda menghadapi perlawanan Bangsa Indonesia
yang dipimpin oleh Patimura (1817), Imam Bonjol di
Minangkabau (1882-1837), Diponegoro di Mataram
(1825-1830), Badaruddin di Palembang (1817),
Pangeran Antasari di Kalimantan (1860), Jelantik di
Bali (1850), Anak Agung di Lombok (1895), Teuku
Umar, Teuku Cik Di Tiro dan Cut Nya Dien di Aceh
(1873-1904), Si Singamangraja di Batak (1900).
Perlawanan secara fisik terjadi secara sendiri-
sendiri di setiap daerah. Tidak adanya persatuan
serta koordinasi dengan melakukan perlawanan
sehingga tidak berhasilnya Bangsa Indonesia
mengusir kolonialis, sebaliknya semakin
memperkukuh kedudukan penjajah. Hal ini
membuktikan betapa pentingnya rasa persatuan
(nasionalisme) dalam menghadapi penjajahan.
2. Kebangkitan Nasional
Pada permulaan abad ke XX Bangsa Indonesia mengubah cara-
caranya dalam melakukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda yaitu
dengan membangkitkan kesadaran Bangsa Indonesia akan pentingnya
kemerdekaan sebagai bangsa. Usaha-usaha yang dilakukan adalah
mendirikan berbagai macam organisasi politik disamping organisasi yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan sosial. Organisasi sebagai pelopor
pertama adalah Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908, tokohnya yang
terkenal adalah dr. Wahidin Sudirohusodo. Kemudian muncul Sarikat
Dagang Islam (1909) yang kemudian berubah nama menjadi Sarikat Islam
(1911) di bawah HOS Cokroaminoto, berikutnya muncul Indische Partij
(1913) dengan pimpinan Douwes Deker, Cipto Mangunkusumo dan Ki
Hajar Dewantara, kemudian berdiri Perhimpunan Nasional Indonesia
(1927) dan pada tahun 1928 berubah menjadi Partai Nasional Indonesia
yang menuntut Indonesia Merdeka.
3. Sumpah Pemuda 1928
Pada tanggal 28 Oktober 1928 telah terjadi peristiwa sejarah
perjuangan bangsa Indonesia mencapai cita-citanya. Melalui sumpah
pemuda pada Kongres Pemuda Ke II di Kramat Jakarta. Pada Kongres
tersebut itulah mereka mencetuskan isi hati mereka tentang Persatuan
Indonesia, yaitu:
a. Satu Bangsa - Bangsa Indonesia
b. Satu Tumpah Darah - Tanah Air Indonesia
c. Satu Bahasa - Bahasa Indonesia
4. Perjuangan Bangsa Indonesia pada Masa Penjajahan Jepang

Tanggal 8 Maret 1942 Jepang masuk ke Indonesia menghalau


penjajah Belanda, peristiwa penyerahan Indonesia dari Belanda
kepada Jepang terjadi di kalijati Jawa Barat.
Jepang mempropagandakan kehadirannya di Indonesia
untuk membebaskan Indonesia dari cengkeraman belanda tp
kenyataannya bahwa sesungguhnya Jepang tidak kurang
kejamnya dengan penjajahan belanda, bahkan pada zaman ini
Bangsa Indonesia mengalami penderitaan dan penindasan yang
samoai kepada puncaknya. Kekecewaan rakyat Indonesia akibat
perlakuan Jepang itu menimbulkan perlawanan-perlawanan
terhadap Jepang, baik secara legal maupun secara ilegal.
Fasis Jepang dalam Perang melawan Sekutu Barat yaitu
(Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Prancis, Belanda dan negara
sekutu lainnya) nampaknya Jepang semakin terdesak. Oleh karena
itu agar mendapat dukungan dari bangsa Indonesia maka
pemerintah jepang bersikap murah hati terhadap bangsa
Indonesia, yaitu menjanjikan Indonesia merdeka di kelak
kemudian hari.
C. PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1945

1. Proses Perumusan Pancasila dan UUD 1945


Untuk mendapatkan simpati dan dukungan dari
bangsa Indonesia maka realisasi janji tersebut maka
dibentuklah Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Zyunbi
Tioosakai pada tanggal 29 April 1945.
Dengan adanya Badan Penyelidik ini bagi Bangsa
Indonesia telah dapat secara legal mempersiapkan
kemerdekaannya, untuk merumuskan syarat-syarat yang
harus dipenuhi sebagai negara merdeka. Oleh karena itu,
peristiwa ini dapat dijadikan sebagai tonggak sejarah
perjuangan Bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya.
Pada tanggal 29 Mei 1945 Badan Penyelidik
mengadakan sidangnya yang pertama. Beberapa tokoh
berbicara dalam sidang tersebut.
C. Ir. Soekarno (1 Juni 1945)
Pada tangal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengucapakan
pidatonya di hadapan sidang hari ketiga Badan
Penyelidik. Dalam pidatonya diusulkan lima hal
untuk menjadi dasar-dasar negara merdeka, dengan
rumusannya sebagai berikut.
1) Kebangsaan Indonesa
2) Internasionalisme (Peri Kemanusiaan)
3) Mufakat (Demokrasi)
4) Kesejahteraan Sosial
5) Ketuhanan yang Berkebudayaan
Selanjutnya dapat diperas menjadi Tri Sila yaitu, (1)
Sosio-Nasionalisme, (2) Sosio-Demokrasi dan (3)
Ketuhanan Yang Maha Esa. Tri Sila dapat diperas lagi
menjadi Eka Sila yang berinti Gotong Royong.
Piagam Jakarta (22 Juni 1945)

Pada tanggal 22 Juni 1945 sembilan tokoh nasional anggota Badan


Penyelidik mengadakan pertemuan untuk membahas pidato-pidato dan
usul-usul mengenai dasar negara yang telah dikemukakan dalam sidang
BPUPKI. Setelah mengadakan pembahasan disusunlah sebuah piagam yang
kemudian dikenal Piagam Jakarta, dengan rumusan Pancasila sebagai
berikut:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanan dalam
permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Kesembilan tokoh tersebut ialah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr.
A.A. Maramis, Abikoesno Tjkrosoejoso, Abdulkahar Moezakir, Haji Agus
Salim, Mr. Achmad Soebardjo, K.H. Wachid Hasjim dan Mr. Muh. Yamin.
Piagam Jakarta yang di dalamnya terdapat perumusan dan
sistematika Pancasila sebagaimana diuraikan dia atas, kemudian diterima
oleh Badan Penyelidik dalam sidangnya kedua tanggal 14-16 Juli 1945.
2. Proklamasi Kemerdekaan dan Maknanya

Pada tanggal 9 Agustus 1945 terbentuklah Panitia Persiapan


Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang disebut dalam bahasa Jepang
Dokuritsu Zyunbi Inkai. Ir. Soekarno sebagai ketua dan Drs.
Mohammad Hatta sebagai wakilnya. Badan ini mula-mula
bertugas memeriksa hasil-hasil Badan Penyelidik, tetapi kemudian
mempunyai kedudukan dan fungsi penting, yaitu sebagai berikut:
1) Mewakili seluruh Bangsa Indonesia
2) Sebagai pembentuk negara
3) Menurut teori hukum, badan ini mempunyai wewenang
meletakkan dasar negara (pokok kaidah negara fundamental).

Pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang menyerah kalah


kepada Sekutu. Pada saat itu terjadilah kekosongan kekuasaan di
Indonesia. Inggris diserahi oleh Sekutu untuk memelihara
keamanan di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Sementara
sambil menunggu kedatangan Inggris, tugas penjagaan keamanan
di Indonesia oleh Sekutu diserahkan kepada Jepang yang telah
kalah perang.
Situasi kekosongan kekuasaan itu tidak disia-siakan oleh
bangsa Indonesia. Pemimpin-pemimpin bangsa segera menanggapi
situasi ini dengan mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia yang diselenggarakan oleh PPKI sebagai wakil Bangsa
Indonesia. Naskah Proklamasi di tandatangani oleh Ir. Soekarno dan
Drs. Mohammad Hatta atas nama Bangsa Indonesia, tertanggal 17
Agustus 1945.
Berdasarkan kenyataan sejarah itu dapat disimpulkan bahwa
kemerdekaan Indonesia bukanlah hadiah dari Jepang, melainkan
sebagai suatu perjuangan dari kekuatan sendiri. Proklamasi
kemerdekaan merupakan titik kulminasi dari perjuangan Bangsa
Indonesia dalam membebaskan dirinya dari cengkeraman penjajahan
selama berabad-abad.
Proklamasi kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17
Agustus 1945 mempunyai makna yang sangat penting bagi bangsa
dan negaa Indonesia sebagai berikut:
a. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagai Titik Puncak
Perjuangan Bangsa Indonesia.
b. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagai Sumber
Lahirnya Republik Indonesia.
c. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan Norma
Pertama dari Tata Hukum Indonesia.
4. Rumusan Pancasila dalam UUD Sementara 1950
Setelah rumusan otentik ini tercapai ternyata dalam masa
berikutnya mengalami perubahan lagi. Perubahan ini erat hubungannya
dengan perkembangan politik nasional waktu itu. Hal ini terjadi di
dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat maupun dalam Undang-
Undang Dasar Sementara 1950. Adapun rumusannya adalah sebagai
berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Perikemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan Sosial
Dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka berlakulah
kembali UUD 1945. ini berarti rumusan Pancasila kembali seperti apa
yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dan memang inilah
rumusan yang sah, resmi, otentik yang secara hukum tidak dapat
dirubah.
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1968
tanggal 13 April 1968, yang mengintruksikan kepada Menteri Negara dan
Pimpinan Lembaga/Badan Pemerintah lainnya untuk menggunakan
rumusan dan urutan-urutan lima sila dari Pancasila seperti tercantum di
dalam Pembukaan UUD 1945.
Kabul Budiyono, 2009, Pendidikan Pancasila Untuk
Perguruan Tinggi, Alfabeta, Bandung.
Kaelan, 2004, Pendidikan Pancasila, Paradigma,
Yogyakarta.
Noor Ms Bakry, 2010, Pendidikan Pancasila,
Pustaka Pelajar, yogyakarta.
Syahrial Syarbini, 2009, Pendidikan Pancasila di
perguruan Tinggi, Ghalia Indonesia, Bogor.
♥ God Bless U ♥

Anda mungkin juga menyukai