Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tumor otak termasuk juga lesi desak ruang, (lesi organ yang
karena proses pertumbuhannya dapat mendesak organ yang ada
disekitarnya, sehingga organ tersebut dapat mengalami gangguan) jinak
maupun ganas, yang tumbuh diotak meningen dan tengkorak (Ariyani,
2012).
Tumor otak atau tumor intrakranial adalah neoplasma atau proses
desak ruang (space occupying lesion) yang timbul di dalam rongga
tengkorak baik di dalam kompartemen supratentorial maupun
infratentorial, mencakup tumor- tumor primer pada korteks, meningen,
vaskuler, kelenjar hipofise, epifise, saraf otak, jaringan penyangga, serta
tumor metastasis dari bagian tubuh lainnya.
Tumor otak primer menunjukkan kira-kira 20% dari semua
penyebab kematian karena kanker, dimana sekitar 20% sampai 40% dari
semua kanker pasien mengalami metastase ke otak dari tempat-tempat
lain. Tumor-tumor otak jarang bermetastase keluar sistem saraf pusat
tetapi jejas metastase ke otak biasanya dari paru-paru, payudara, saluran
gastrointestinalbagian bawah, pankreas, ginjal dan kulit (melanoma).
Insiden tertinggipada tumor otak dewasa terjadi pada dekade kelima,
keenam dan ketujuh, dengan tingginya insiden pada pria. Pada usia
dewasa, tumor otak banyak dimulai dari sel glia (sel glia membuat struktur
dan mendukung sistem otak dan medula spinalis) dan merupakan
supratentorial (terletak diatas penutup cerebellum). Jejas neoplastik di
dalam otak akhirnya menyebabkan kematian yang mengganggu fungsi
vital, seperti pernafasan dan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
Insiden terjadinya tumor otak dengan kraniofaringioma pada
anakanak 13,3 per 100 ribu populasi terjadi di Amerika Serikat pada tahun
2001- 2005. Sayangnya, insiden tumor otak di Indonesia belum banyak

1
ditemukan dalam literatur (Harsono, 2011). Masalah yang muncul pada
pasien dengan tumor adalah gangguan penglihatan,gangguan fokal,
ansietas, dan nyeri akibat dari peningkatan tekanan intrakranial.
Kraniotomi merupakan tindakan bedah yang paling sering
dilakukan pada manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma
pada otak. Tindakan bedah tersebut bertujuan untuk membuka tengkorak
sehingga dapat mengetahui dan memperbaiki kerusakan yang ada di dalam
otak. Penelitian terakhir membuktikan bahwa nyeri merupakan masalah
yang biasa timbul setelah tindakan kraniotomi.
Nyeri pembedahan sedikitnya mengalami dua perubahan, pertama
akibat pembedahan itu sendiri yang menyebabkan rangsangan nosiseptif
dan yang kedua setelah proses pembedahan terjadi respon inflamasi pada
daerah sekitar operasi, dimana terjadi pelepasan mediator seperti
prostaglandin, bradikinin, serotonin, substansi P, dan histamin oleh
jaringan yang rusak dan sel-sel inflamasi. Zat-zat kimia yang dilepaskan
inilah yang berperan pada proses transduksi dari nyeri.
Menurut Thibault M, et al sekitar 76 % pasien pasca kraniotomi
mengalami nyeri moderat hingga berat. Nyeri tersebut paling sering terjadi
pada 48 jam pertama setelah tindakan operasi dilakukan. Saat ini nyeri
pasca kraniotomi masih dianggap sebagai nyeri berat sehingga
membutuhkan analgetik kuat. Analgetik yang sering digunakan berasal
dari golongan opioid. Fentanyl intravena merupakan salah satu obat yang
sangat bermanfaat untuk manajemen nyeri akut pasca operasi dan
merupakan obat yang golongan opioid yang banyak digunakan sebagai
anti nyeri. Obat tersebut merupakan analgetik narkotik kuat mempunyai
onset cepat dan durasi singkat, tidak mengganggu pulih sadar dan tidak
menyebabkan pelepasan histamin.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud kraniotomi ?
2. Apa saja etiologi dilakukannya kraniotomi?
3. Apa saja yang menjadi indikasi kraniotomi?

2
4. Bagaiaman dengan pemerikaan diagnostiknya?
5. Bagaimana penatalaksanaanya baik pre, intra, maupun post operasi?
6. Apa saja komplikasi dari kraniotomi?
7. Bagaimana asuahan keperawatan pada pasien tumor otak dengan pre
intra post kraniotomi (Pengkajian, diagnosa, dan rencana
keperawatan)?
C. Tujuan
1. Diharapkan mampu memahami definisi kraniotomi
2. Diharapkan mampu memahami etiologi dilakukannya kraniotomi
3. Diharapkan mampu memahami indikasi kraniotomi
4. Diharapkan mampu memahami pemeriksaan diagnostiknya
5. Diharapkan mampu memahami penatalaksanaanya baik pre, intra,
maupun post operasi
6. Diharapkan mampu memahami komplikasi dari kraniotomi
7. Diharapkan mampu memahami dan mengaplikaskan asuhan
keperawatan pada pasien post kraniotomi

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. TUMOR OTAK
A. Pengertian
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak
(benigna) ataupun ganas (maligna), membentuk massa dalam ruang
tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla
spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa
tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari
jaringan otak itu sendiri,disebut tumor otak primer dan bila berasal dari
organ-organ lain (metastase) seperti kanker paru, payudara, prostate,
ginjal, dan lain-lain, disebut tumor otak sekunder (Purwanto, 2016).
B. Etiologi
Menurut Purwanto (2016) penyebab tumor hingga saat ini masih
belum diketahui secara pasti, walaupun elah banyak penyelidikan yang
telah dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau yaitu :
1. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali
pada meningioma, astrositoma, dan neurofibroma dapat dijumpai pada
anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit sturge-weber yang
dapat dianggap sebagai manifestasi petumbuhan baru, memperlihatkan
faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada
bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas
yang kuat pada neoplasma.
2. Sisa-sisa sel embrional (embryonic cell rest) bangunan embrional
berkembang menjadi bangunan yang mempunyai murfologi dan fungsi
yang terintegrasi dalam tubuh tetapi ada kalanya sebagian dari bangunan
embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan merusak bangunan
disekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada
kraniofaringioma, teratoma intracranial dan kordoma.
3. Radiasi

4
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat
mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat
memicu terjadinya sesuatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma
terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
4. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar
yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahuiperan infeksi virus
dalam proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan
hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem
saraf pusat.
5. Substansi karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan.
Kini telah diakui bahawa ada substansi yang karsinogenik seperti
methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang
dilakukan pada hewan.
6. Trauma
Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma
selaput otak). Pengaruh traumapada potogenesis neoplasma susunan saraf
pusat belum diketahui.
C. Manifetasi klinis
Tumor otak merupakan penyakit yang sukar terdiaknosa secara dini
karena awalnya menunjukan berbagai gejala yang menyesatkan dan
meragukan tapi umumnya berjalan progresif. Manifestasi tumor otak dapat
berupa: Gejala serebral umum
Dapat berupa perubahan mental yang ringan (spikomotorik
asthenia), yang dapat dirasakan oleh kelurga dekat penderita berupa :
mudah tersingung, emosi, labil, pelupa, perlambatan aktivitas motorik dan
sosial, kehilangan inisiatif dan spontannitas, mungkin ditemukan ansietas
dan depresi. Gejala ini berjalan progresif dan dapat dijumpai pada dua/tiga
kasus:

1. Nyeri Kepala

5
Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala adalah tumor otak dan
30% gejala awal tumor otak. Sedangkan gejala lanjutan ditemukan
70% kasus. Nyeri kepala bervariasi dari ringan dan episodik samapai
berat dan berdenyut, umumnya bertambah berat pada alam hari dan
pada saat bangun tidur pagi serta pada keadaan dimana terjadi
peningkatan tekanan darah intrakranial. Adanya nyeri kepala dengan
psikomotor asthenia perlu dicurigai tumor otak.
2. Muntah
Terdapat pada 30% kasos dan umumnya menyertai nyeri kepala.
Lebih sering dijumpai pada tumor di fosso piosterior, umumnya
muntah bersifat proyektif dan tak disertai dengan mual.
3. Kejang
Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada
25%kasus,dan lebih dari35%kasus pada stadium lanjut.diperkirakan
2%penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak .perlu dicurigai
penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila:
a. Bagkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun
b. Mengalami post iktal paralisis
c. Mengalami status epilepsi
d. Resisten terhadap obat-obat epilepsi
e. Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain
f. Bangkitan kejang ditemui pada70%tumor otak dikorteks,50%pasen
dengan astrositoma,40% pada pasen meningioma,dan 25%pada
glioblastoma.
4. Gejala tekanan tinggi intrakranial
Berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang
timbul pada pagi hari dan malam hari,muntah proyektil dan enurunan
kesadaran.pada pemeriksaan di ketemukan papil udem.keadaan ini perdu
di tindakan segera karena setiap saat dapat timbul ancaman herniasi.selain
itu dapat di jumpai parese N.VI akibat teregangnya N.VI oleh TTIK tumor
-tumor yang sering memberikan gejala TTIK tanpa gejala-gejala fokal
maupun lateralisasi adalah meduloblatoma ,spendimoma dari ventrikel III,
haemangioblastoma serebelum dan craniopharingioma.
Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi:
a. Lobus frontal
a) Menimbulkan gejala perubahan kepribadian

6
b) Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra
lateral,kejang fokal
c) Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan
inkontinentia
d) Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster
kennendy
e) Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia
b. Lobus parietal
a) Dapat menimbulakan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi
homonym
b) Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada
girus angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmann’s
c) Lobus temporal
d) Akan menimbulkan gejala hemianopsi ,bangkitan psikomotor ,yang
didahului dengan aura atau halusinasi
e) Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan
hemiparese
f) Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan
gejala choreothetosis,parkinsonism
c. Lobus oksipital
a) Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan
penglihatan
b) Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia
berkembang menjadi hemianopsia,objeckagnosia
c) Tumor di ventrikel ke III
d) Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala
menimbulkan obstrunksi dari cairan serebrospinal dan terjadi
peninggian tekanan intrakranial mendadak,pasen tiba – tiba nyeri
kepala,penglihatan kabur,dan penurunan kesadaran
e) Tumor di cerebello pontin angie
f) Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma
g) Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya
berupa gangguan fungsi pendengaran
h) Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari
daerah pontin angel
d. Tumor hipotalamus
a) Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen monroe

7
b) Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala:gangguan
perkembangan seksuil pada anak-anak, amenorrhoe, dwarfism,
gangguan cairan dan elektrolit,bangkitan
e. Tumor di cerebelum
a) Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat
erjadi disertai dengan papil udem
b) Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan
spasme dari otot-otot servikal
c) Tumor fosa posterior diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala
dan muntah disertai dengan nystacmus,biasanya merupakan gejala
awal dari mendulloblastoma.
D. Pemeriksaan penunjang
1. Arterigrafi atau Ventricolugram : Untuk mendeteksi kondisi patologi
pada sistem ventrikel dan cisterna
2. CT-SCAN : Dasar dalam menentukan diagnosa
3. Radiogram : Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai
struktur, penebalan dan klasifikasi, posisi kelenjar pinelal yang
mengapur, dan posisi selatursika.
4. Elektroensefalogram (EEG) : Memberi informasi mengenai perubahan
kepekaan neuron.
5. Ekoensefalogram : Memberi informasi mengenai pergeseran
kandungan intra serebral.
6. Sidik otak radioaktif : Untuk memperlihatkan daerah-daerah akumulasi
abnormal dari zat radioaktif. Tumor otak mengakibatkan kerusakan
sawar darah otak yang menyebabkan akumulasi abnormal zat
radioaktif (Purwanto, 2016).
E. Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif.
Gangguan neurologik pada tumor otak disebabkan oleh dua faktor :
gangguan fokal disebabkan oleh tumor dan tekanan intracranial. Gangguan
fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi
atau infansi langsung pada paremkim otak dengan kerusakan neuron.
Perubahan suplay darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang
bertumbuh menyebabkan nekrosi jaringan otak. Gangguan suplay darah

8
arteri pada umumnya bermanefistasi sebagai kehilangan fungsi secara akut
dan mengkin dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskuler primer.
Kejang sebagai gejala perunahan kepekaan neuron dihibungkan
dengan konfeksi invasi dan perubahan suplay darah kejaringan otak.
Beberapa tumor membentuk kista yang menekan parenkim otak sekitarnya
sehingga memperberat gangguan neuronlogist vokal. Peningkatan tekanan
intrakraneal dapat diakibatkan oleh beberapa faktor: bertambahnya massa
dalam tengkorak, terbentuknya edama sekitar tumor dan perubahan
sirkulasi cairan serebrospinal.
Beberapa tumor dapat menyebabkan pendarahan, obstruksi vena
dan edema yang disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak, semua
menimbulkan kenaikan volume intracranial dan meningkatkan tekanan
intracranial. Obtruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari vertikel lateral
keruangan subra kanoid menimbulkan hidrosefalus. Peningkatan tekanan
intracanial membahayakan jiwa. Mekanisme kompensasi tekanan
intrakranial timbul cepat, mekanisme kompensasi ini berkerja menurunkan
volume darah intrakranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan
itrasel dan mengurangi sel-sel parenkim, kenaikan tekanan yang tidak
diobati mengakibatkan herniasi unkus atau sereblum yang massa dalam
hemisfer otak. Herniasi menekan mensensenfalon menyebabkan hilangnya
kesadaran dan menekankan saraf otak ketiga. Kompresi medula oblogata
dan henti pernafasan terjadi dengan cepat. Perubahan fisiologi lain terjadi
akibat peningkatan intracranial yang tepat adalah bradikardia progresif,
hipertensi sistemik ( pelebaran tekanan nadi ) dan ganggguan pernafasan.

9
ETIOLOGI

Pertumbuhan sel otak


Abnormal

TUMOR
OTAK

Penekanan jaringan Bertambahnya massa

otot
Penyerapan cairan
F. Pathway Tumor
Invasi jaringan otot Nekrosis jaringan otak

Obstruksi vena
kerusakan jaringan Gangguan suplai
Hipoksi
neuron darah
a
jaringan Oedema

Kejang Gangguan Gangguan fungsi


Otak Perubahan
neurologis fekal
Perfusi
jaringan Hidrochepalus
Aspirasi sekresi Disorientasi
Defisit
Obstruksi jln nafas neurologi
Peningkatan TIK
dispnea s
Henti nafas
Resiko cidera Gangguan Herniasi
Perub. Pola nafas Pola pikir ulkus

Gangguan Mensesefalo
Pertukaran gas n
Bicara terganggu tertekan
Bradrikardi progresif Berdesis, afasia
Ancaman Hipertensi sistemik Gangguan
kematian Gangguan pernafasan Kesadaran

Gangguan
komunikasi verbal 10
cemas

Gangguan rasa Mual-muntah


nyaman Peradangan
Nyeri kepala
(Purwanto,2016).
G. Komplikasi
Menurut Ginsberg (2008) komplikasi yang terjadi pada tumor otak antara
lain :
1. Peningkatan Tekanan Intrkranial
Peningkatan tekanan intrakranial terjadi saat salah satu mapun semua
faktr yang terdiri dari massaotak, aliran darah ke otak serta jumlah
cairan seerebrospinal mengalami peningkatan. Peningkatan dari salah
satu faktor di atas akan memicu :
a. Edema serebral
Peningkatan cairan otak yang berlebihan terakumulasi disekitar lesi
sehingga menambah efek masa yang mendesak.
b. Hidrosefalus
Hidrosefaus terjadiakibat peningkatan produksi CSS ataupun
karena adanya gangguan sirkulasi dan absorbsi CSS. Pada tumor
otak, massa tumor akan mengobstruksi aliran dan absorbsi CSS
sehingga memicu terjadinya hidrosefalus.
c. Herniasi Otak

11
Peningkatan tekanan intracranial dapat mengakibatkan herniasi
sentra, unkus, dan singuli. Herniasi serebellum akan menekan
mesensefalon sehingga menyebabkan hilangnya kesadaran dan
menekan saraf otak ketiga (okulomulator) (Fansisca, 2008).
2. Epilepsi
Epilepsi diakibatkan oleh adanya perangsangan atau gangguan di dalam
selaput otak (serebral cortex) yang disebabkan oleh adanya masaa tumor.
3. Berkurannya fungsi neurologis
Gejala ini karena hilangnya jaringan otak adalah khas bagi suatu tumr
ganas. Penurunan fungsi neurologis ini tergantung pada bagian otak yang
terkena tumor.
4. Ensefalopati radiasi
5. Metastase ke tempat lain
6. Kematian
H. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Pembedahan dilaksanakan untuk menegakkan diagnosis histologik
dan untuk mengurangi efek akibat massa tumor. Kecuali pada tipe-tipe
tumor tertentu yang tidak dapat direseksi. Banyak faktor yang
mempengaruhi keberhasilan suatu pembedahan tumor otak yakni :
diagnosis yang tepat, rinci dan seksama, perencanaan dan persiapan
pre bedah yang lengkap, teknik neuroanastesi yang baik, kecrmatan
dan keterampilan dalam pengangkatan tumor, serta perawatan pasca
bedah yang baik, berbagai cara dan teknik oprasi dengan menggunakan
kemajuan teknis seperti miskroskop, sinar lasar, ultrasonad aspirator,
bipolar coagulator, realitme ultrasonad yang membantu ahli bedah
saraf mengeluarkan massa tumor otak dengan aman.
2. Radiotherapi
Biasanya merupakan kombinasi dari terapi lainnya tapi tidak jarang
pula merupakan terapi tunggal. Adapun efek samping: kerusakan kulit
disekitarnya, kelelahan, nyeri karena inflamasi pada nervus atau
pactoralis, radang tenggorokan.
3. Kemoterapi
Jika tumor tersebut tidak sapat disembuhkan tidak dapat
disembuhkan dengan pembedahan, kemoterapi tetapi diperlukan

12
sebagai terapi tambahanan dengan metode yang beragam. Pada tumor-
tumor tertentu seperti meduloblastoma atau astrositoma stadium tinggi
yang meluas ke batang otak, terapi tambahan berupa kemoterapi dan
regimen radioterapi dapat membantu sebagai terapi paliatif. Pemberian
obat-obatan anti tumor yang sudah menyebar dalam aliran darah. Efek
samping: lelah, mual, muntah, hilang nafsu makan, kerontokan
membuat mudah terserang penyakit.
4. Manipulasi hormonal
Biasanya dengan obat golongan tamoxifen untuk tumor yang sudah
bermetastase.
5. Terapi Steroid
Steroid secara dramatis mengurangi edema sekeliling tumor
intrakranial, namun tidak berefek langsung terhadap tumor.

II. KRANIOTOMI
A. Pengertian
Menurut Brown CV, Weng J, kraniotomi adalah operasi untuk
membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk
mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. Kraniotomi adalah suatu
tindakan pembedahan tulang kepala untuk mendapatkan jalan masuk ke
bagian intrkranial. Guna mengangkat tumor, menghilangkan/mengurangi
TIK, mengevakuasi bekuan darah serta menghentikan perdarahan.
Jadi kraniotomi adalah insisi pada tulang tengkorak dan
membersihkan tulang dengan memperluas satu atau lebih lubang.
Pembedahan kraniotomi dilakukan untuk mengangkat tumor, hematom,
luka, atau mencegah infeksi pada daerah tulang tengkorak. Dan post
kraniotomi adalah setelah dilakukannya operasi pembukaan tulang
tengkorak untuk mengangkat tumor, mengurangi TIK, mengeluarkan darah
atau menghentikan perdarahan.
B. Indikasi
Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial adalah sebagai
berikut :

13
1. Penurunan kesadaran tiba-tiba
2. Adanya tanda herniasi/laterasi
3. Adanya cidera sistemik yang memerlukan operasi emergensi, dimana
CT Scan kepala tidak dilakukan
4. Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker
5. Mengurangi tekanan intra kranial
6. Mengevakuasi dan mengontrol bekuan darah
7. Pembenahan organ-organ intrakranial
8. Peradangan dalam otak
9. Trauma pada otak
10. Perdarahan (haemorrage)
11. Tumor otak

C. Diagnosa banding
Hematom intrakranial lainnya.
D. Pemeriksaan penunjang
Prosedur diagnostik praoperasi dapat meliputi :
1. Tomografi komputer (pemindaian CT)
Untuk menunjukkan lesi dan memperlihatkan derajat edema otak
sekitarnya, ukuran ventrikel, dan perubahan posisinya/pergeseran
jaringan otak, hemoragik.
2. Pencitraan resonans magnetik (MRI)
Sama dengan CT scan, dengan tambahan keuntungan pemeriksaan di
potongan l.ainnya.
3. Electroenchepalogram (EEG)
Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang
patologis.
4. Angiografy cerebral.
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan
otak akibat edema, perdarahan trauma.
5. Sinar-X

14
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran
struktur dari garis tengah (perdarahan, edema), adanya fragmen tulang.
6. Brain Audotory Evoked Repon (BAER)
Menentukan fungsi korteks dan batang otak.
7. Fungsi lumbal, CSS: dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan
subaraknoid.
8. Gas Darah Arteri (GDA): mengetahui adanya masalah ventilasi atau
oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK.

E. Teknik Operasi
1. Positioning
letakkan kepala pada tepi meja untuk memudahkan operasi. Head-up
kurang lebih 15o (pasang donat kecil dibawah kepala). Letakkan kepala
miring kontralateral lokasi lesi/tumor. Ganjal Bahu salah satu saja
(pada sisi lesi) misalnya kepala miring ke kanan maka ganjal bantal di
bahu kiri dan sebaliknya.
2. Washing
Cuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan savlon desinfektan,
menghilangkan lemak yang ada dikulit kepala sehingga pori-pori
terbuka, penetrasi betadine lebih baik. Keringkan dengan doek steril.
Pasang doek steril dibawah kepala untuk membatasi kontak dengan
meja operasi.
3. Marketing
Setelah marketing perika kembali apakah lokasi tumornya sudah benar
dengan melihat hasil CT Scan. Saat marketing perhatikan garis
rambut-untuk kosmetik, sinus-untuk menghindari perdarahan, sutura-
untuk mengetahui lokasi, zygoma-sebagai batas basis cranii.
4. Desinfeksi
Desinfeki lapangan operasi dengan betadine. Suntikan adrenalin
1:200.000 yang mengandung lidocain 0,5%. Tutup lapangan operasi
dengan doek steril.

15
5. Prosedur operasi
a. Insisi lapis demi lapis sedalam galea (setiap 5 cm) mulai dari
ujung.
b. Pasang haek secara tajam pada loose connective tissue. Kompres
dengan kasa basah. Dibawahnya diganjal dengan kasa steril supaya
pembuluh darah tidak tertekuk (bahaya nekrosis pada kulit kepala)
klem pada pangkal flap, dan fiksasi pada doek.
c. Buka pericranium dengan diatermi kelupas dengan hati-hati
dengan rasparatorium pada daerah yang akan diburrhole dan
gergaji kemudian dan rawat perdarahan.
d. Penentuan lokasi burrhole idealnya pada setiap tepi tumor/
hematom sesuai gambar CT Scan.
e. Lakukan burrhole pertama dengan mata bor tajam (Hudson’s
Brace) kemudian dengan mata bor yang melingkar (Conical. Boor)
bila sudah menembus tabula interna.
f. Boorhole minimal pada 4 tempat sesuai dengan marketing.
g. Perdarahan tulang dapat dihentikan dengan bone wax tutup lubang
borrhole dengan kapas basah/wetjes.
h. Buka tulang dengan gigli. Bebaskan dura dari cranium
menggunakan sonde masukan penuntun gigli sampai menembus
lubang boorhole disebelahnya. Lakukan pemotongan dengan
gergaji dan dan asisten memfixir kepala penderita.
i. Patahkan tulang kepala dengan flap ke atas menjauhi otak dengan
cara tulang dipegang dengan knabel tang dan bagian bawah
dilindungi dengan elevator kemudian miringkan posisi elevator
pada saat mematahkan tulang. Bersihkan tepi-tepi tulang dengan
spoeling dan suctioning sedikit demi sedikit. Perdarahan dari
tulang dapat dihentikan dengan bone wax.
j. Gantung dura (hitch stitch) dengan benang silk 3.0 sedikitnya 4
buah.

16
k. Evakuasi tumor dengan spoeling dan suctioning secara gentle.
Evakuasi dura perdarahan dari dura dihentikan dengan diatermi.
Bila ada perdarahan profus dari bawah tulang yang merembes
tambahkan hitch stitch pada daerah tersebut kalau perlu tambahkan
spongtan di bawah tulang bila perdarahan profus dari bawah tulang
(bersal dari arteria) tulang boleh di knabel. Untuk mencari sumber
perdarahan kecuali dicurigai berasal dari sinus.
l. Bila ada dura yang robek jahit dura dengan silk 3.0 atau vicryl 3.0
secara simpul dengan jarak kurang dari 5 mm. Pastikan sudah tidak
ada lagi perdarahan dengan spoeling berulang-ulang.
m. Sayatan pembukaan dura biasanya berbentuk tapal kuda (berbentuk
U) berlawaan dengan sayatan kulit durameter dikait dengan pengait
dura, kemudian bagian yang terangkat diayat dengan pisau sampai
terlihat lapian mengkilat dari archnoid (bila sampai keular cairan
berarti arachnoid sudah ikut tersayat). Masukkan kapas berbuntut
melalui lubang sayatan ke bawah durameter di dalam ruang
subdural, selanjutnya dengan kapas ini sebagai pelindung terhadap
kemungkinan trauma pada lapisan tersebut.
n. Reseksi jaringan otak didahului dengan koagulasi permukaan otak
dengan pembuluh-pembuluh darahnya baik arteri maupun vena.
o. Semua pembuluh darah baik arteri maupun vena berada di
permukaan diruang subarachnoidal, sehingga bila ditutup maka
pada jaringan otak dibawahnya tak ada darah lagi.
p. Perlengketan jaringan otak dilepaskan dengan koagulasi tepi
bagian otak yang direseksi harus dikoagulasi untuk, menjamin
jaringan otak bebas dari perlengketan. Untuk membakar
permukaan otak, idealnya dipergunakan kauter bipolar bila
dipergunakan kauter monopolar, untuk memegang jaringan otak
gunakan pinset anatomis halus sebagai alat bantu kauterisasi.
q. Pengembalian tulang perlu dipertimbangkan dikembalikan/
tidaknya tulang dengan evaluasi klinis pre operasi dan ketegangan

17
dura. Bila tidak dikembangkan lapangan operasi dapat ditutup lapis
demi lapis dengan cara sebagai berikut :
1) Taugel dura ditengah lapangan operasi dengan, silk 3.0
menembus keluar kulit
2) Periost dan fascia otot dijahit dengan vicryl. 2.0\
3) Pasang drain subgaleal
4) Jahit galea dengan vicryl 2.0
5) Jahit kulit dengan silk 3.0
6) Hubungkan drain dengan vaum drain (Redon drain).

F. Komplikasi Post Operasi


Kraniotomi dapat menyebabkan keadaan-keadaan seperti :
1. Peningkatan TIK yang diebabkan oleh edema serebral
2. Cedera terhadap saraf kranial
3. Kejang karena gangguan kortikal
4. Infeksi (meningitis)
5. Hypovolemik syok
6. Hydrocephalus
7. Perdarahan subdural., epidural., dan intracerebral.
8. Ketidakseimbangan cairan dan elektotrolit (SIADH/Diabetes
Insipidus)
9. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan tromboplebitis
10. Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi
11. Infeksi
Infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam setelah operai organime
yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilococus aurens
dan gram positif.
G. Perawatan pasca bedah
1. Mengurangi edema serebral
Terapi medikasi untuk mengurangi edema serebral meliputi:
pemberian manitol, yang meningkatkan osmolalitas serum dan
menarik air bebas dari area otak (dengan sawar darah-otak utuh).
Kemudian cairan ini diekskreiskan melalui diuresis osmotik.
Deksametason dapat diberikan melalui intravena setiap 6 jam selama
24 jam sampai 72 jam: selanjutnya dosis dikurangi secara bertahap.
2. Meredakan nyeri dan mencegah kejang

18
Asitamenoven biasanya diberikan selama suhu di atas 37,5 o C dan
untuk nyeri. Sering kali pasien akan mengalami sakit kepala setelah
kraniotomi biasanya sebaga akibat syaraf kulit kepala diregangkan dan
diritasi selama pembedahan. Kodein diberikan lewat parental, biasanya
cukup untuk menghilangkang sakit kepala. medikasi antikonvulsan
(fenitoin, deazepam) diresepkan untuk pasien yang telah menjalani
kraniotomi supratentorial, karena resiko tinggi epilepsi setelah
prosedur bedah neuro supratentorial.
3. Memantau tekanan intrakranial
Kateter ventrikel atau beberapa tipe drainase, sering dipasang pada
pasien yang menjalani pembedahan untuk tumor fossa posterior.
Kateter disambungkan ke sistem drainase eksternal kepatenan kateter
diperhatikan melalui pulsasi cairan dalam selang. TIK dapat dikaji
dengan meyusun sistem dengan sambungan stopkok. Perawatan
diperlukan untuk menjamin bahwa sistem tersebut kencang pada
semua sambungan dan stepkok ada pada posisi yang tepat.untuk
menghindari drainase cairan serebrospinal, yang dapat mengakibatkan
kolaps ventrikel bila cairan terlalu banyak dikeluarkan. Kateter
diangkat ketika tekanan ventrikel normal dan stabil..

19
H. Pathway/Algoritma
Pembedahan kraniotomi

Prosedur Operasi Invasif Perdarahan Otak Prosedur Anastesi

Penekanan pada
Luka Insisi Trauma Kerusakan Aliran darah ke sistem saraf pusat
buruk Jaringan neuromuskuler otak menurun (SSP)
(Stimulasi
nyeri)
Paralisis Penurununan Penekanan pada
Mengaktivasi Penurunan tonus otot Penurunan suplay sistem
reseptor nyeri Kelembaban sensori O2 ke otak kardiovaskuler
luka Kelemahan
pergerakan
Merangsang Perubahan Hipoksia
sendi Penurunan
thalamus & Infeksi Persepsi Jaringan cardiac output
korteks serebri Bakteri Sensori
Kontraktur Penurunan RR
Suplai darah
ResikoI berkurang
Muncul sensasi nfeksi
nyeri Pola Nafas
Tidak Efektif Penurunan
Gangguan aliran darah
Melalui Sistem Mobilitas
Saraf Ascenden Fisik
Gangguan
PerfusiJaringan

Gangguan rasa
aman : nyeri

20
(Purwanto, 2016).

BAB III
KASUS
Seorang pasien bernama Tn. A. Datang ke rumah sakit dengan keluhan
susah bernafas dan kadang-kadang hilang kesadaran. Pasien berusia 25 tahun dan
keluarga mengatakan jika pasien sering pingsan. Pasien masuk RS dengan
keluhan kedua bola matanya tidak bisa melihat, dialami sejak satu bulan terakhir.
Pasien mengatakan jika belum pernah dirawat di RS dan tidak memiliki riwayat
penyakit. Keluarga pasien mengatakan jika dulu simbah laki-laki pernah sakit
tumor di punggung.
Awalnya penglihatan kabur kemudian tidak dapat melihat sama
sekali. Riwayat sakit kepala sejak kurang lebih 5 bulan yang lalu, klien muntah-
muntah ketika mengalami sakit kepala, tidak ada riwayat kejang dan trauma.
Pasien tidak dapat berjalan sejak satu minggu terakhir, napsu makan menurun,
penurunan berat badan satu bulan terakhir. Terdapat benjolan di kepala, benjolan
ada sejak 1 bulan yang lalu.
Berdasarkan hasil pemeriksaan menunjukkan RR 30x/menit, TD 140/100
mmHg, Nadi 100x/menit, S 37,8˚C, CRT 4 detik. Pernapasan klien tampak
tersengal-sengal dan tidak nafsu makan akhir-akhir ini, akral klien teraba hangat
dan warnanya pucat. Berjalan tidak seimbang selama 1 bulan. Terdapat
papiledema, penglihatan kabur. Pasien mengalami penurunan kesadaran dengan
GCS 4,4,5 dan terlihat lemah.
Setelah opname 1 hari pasien didiagnosa medis tumor otak, pasien masuk
RS pada tanggal 01 oktober 2019, dan dijadwalkan operasi pengangkatan tumor

21
otak (kraniotomi) pada tanggal 02 oktober 2019. Kesadaran tersedasi, terpasang
ventilator, terpasang kateter, jumlah urine sebanyak 109,87 cc/jam, terpasang
ETT, terpasang NGT, trombosit rendah 18.000/uL, suhu 37,80C.

BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan yang menyeluruh dan akurat sangat penting
dalam merawat pasien yang memiliki masalah saraf. Perawat perlu waspada
terhadap berbagai perubahan yang kadang samar dalam kondisi pasien yang
mungkin menunjukkan perburukan kondisi.
1. Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status
perkawinan, dan penanggung biaya.
2. Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh nyeri kepala yang hilang timbul dan durasinya
makin meningkat
3. Riwayat penyakit saat ini
Klien mengeluh nyeri kepala saat perubahan posisi dan dapat meningkat
dengan aktivitas, vertigo, muntah proyektil, perubahan mental seperti
disorientasi, letargi, papiledema, penurunan tingkat kesadaran, penurunan
penglihatan atau penglihatan double, ketidakmampuan sensasi (parathesia
atau anasthesia), hilangnya ketajaman atau diplopia.
4. Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah mengalami pembedahan kepala atau trauma kepala
5. Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga
dengan tumor kepala.
6. Pengkajian psiko-sosio-spiritual

22
Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental, kesulitan
mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic
test dan prosedur pembedahan, adanya perubahan peran.

B. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )


Pemeriksaan fisik pada klien dengan tomor otak meliputi
pemeriksaan fisik umum per system dari observasi keadaan umum,
pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4
(Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).
1. Pernafasan B1 (Breath)
Adanya peningkatan irama pernafasan (pola napas tidak teratur) dan
sesak napas terjadi karena tumor mendesak otak sehingga hermiasi
dan kompresi medulla oblongata. Bentuk dada dan suara napas klien
normal, tidak menunjukkan batuk, adanya retraksi otot bantu napas,
dan biasanya memerlukan alat bantu pernapasan dengan kadar
oksigen 2 LPM.
2. Kardiovaskular B2 (Blood)
Desak ruang intracranial akan menyebabkan peningkatan tekanan
intracranial sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan darah.
Selain itu terjadi ketidakteraturan irama jantung (irreguler) dan
bradikardi. Klien tidak mengeluhkan nyeri dada, bunyi jantung
normal, akral hangat, nadi bradikardi.
3. Persyarafan B3 (Brain)
a. Penglihatan (mata) : Penurunan penglihatan, hilangnya
ketajaman atau diplopia.
b. Pendengaran (telinga): Terganggu bila mengenai lobus temporal
c. Penciuman (hidung) : Mengeluh bau yang tidak biasanya, pada
lobus frontal
d. Pengecapan (lidah) : Ketidakmampuan sensasi (parathesia atau
anasthesia)
1) Afasia : Kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa,
kemungkinan ekspresif atau kesulitan berkata-kata, reseotif
atau berkata-kata komprehensif, maupun kombinasi dari
keduanya.
2) Ekstremitas : Kelemahan atau paraliysis genggaman tangan
tidak seimbang, berkurangnya reflex tendon.

23
3) GCS : Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran
pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak)
dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang
diberikan.,
Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan
rentang angka 1– 6 tergantung responnya yaitu :
a) Eye (respon membuka mata)
(4):Spontan
(3):Dengan rangsang suara (suruh pasien membuka
mata).
(2):Dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri,
misalnya menekan kuku jari)
(1): Tidak ada respon
b) Verbal (respon verbal)
(5) : Orientasi baik
(4) : Bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya
berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu.
(3) : Kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata
masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya
“aduh…, bapak…”)
(2) : Suara tanpa arti (mengerang)
(1) : Tidak ada respon
c) Motor (respon motorik)
(6):Mengikuti perintah
(5):Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan
stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4):Withdraws (menghindar/menarik ekstremitas atau
tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3):Flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi
kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang
nyeri).
(2):Extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi
di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat
diberi rangsang nyeri).
(1):Tidak ada respon
4. Perkemihan B4 (Bladder)
Gangguan control sfinter urine, kebersihan bersih, bentuk alat
kelamin normal, uretra norm,al, produksi urin normal

24
5. Pencernaan B5 (Bowel)
Mual dan muntah terjadi akibat peningkatan tekanan intracranial
sehingga menekan pusat mu,ntah pada otak. Gejala mual dan muntah
ini biasanya akan diikuti dengan penurunan nafsu makan pada
pasien. Kondisi mulut bersih dan mukosa lembab
6. Muskuloskeletal/integument B6 (Bone)
Keterbatasan pergerakan a,nggota gerak karena kelemahan bahkan
kelumpuhan. Kemampuan pergerakan sendi bebas, kondisi tubuh
kelelahan.
C. Data Penunjang
1. Pra operasi
No Data subjektif Data objektif
1. - pasien mengatakan nyeri - pasien tampak meringis
kepala sejak 5 bulan yang lalu menahan sakit
P : tumor otak - pasien tampak memegangi
Q : seperti di tusuk-tusuk
kepalanya
R : seluruh kepala
- terdapat benjolan dikepala
S:6
T : terus-menerus pasien
- TTV
TD : 140/100 mmHg S: 37,8oC
RR: 30X/m N: 100X/m
2. - keluarga pasien mengatakan -pasien tampak tersengal-sengal
susah bernafas dan kadang- saat bernafas
- pasien tampak cuping hidung
kadang hilang kesadaran
- RR : 30X/m
-pasien mengatakan dadanya
- terdengar suara whezzing
terasa sesak
3. -pasien mengatakan klien - pasien tampak kurus
- IMT :
muntah-muntah ketika
- bising usus : 10/m
mengalami sakit kepala
-pasien mengatakan berat
badan menurun 1 bulan
terakhir
-pasien mengatakan tidak nafsu
makan
4. - pasien mengatakan bola - pasien mengalami penurunan
matanya tidak bisa melihat, keadaran
- GCS 4,4,5

25
dialami sejak satu bulan - pasien tampak lemas
terakhir
- keluarga pasien mengatakan
pasien sering pingsan
- pasien mengatakan tidak bisa
berjalan ssejak 1 minggu yang
lalu

2. Intra operasi
No Data subjektif Data objektif
1. - - pasien tampak tidak sadarkan
diri
- terdapat instrumen bedah dekat
dengan pasien
-posisi pasien yang terl.entang
dengan kepala di hiperekstensi
saat dioperasi
-penggunaan obat anastesi
2. - - perdarahan di kepala
-tekanan darah menurun
3. - -pasien mengalami pembedahan
pada tumor otak
-pasien dalam keadaan tidak sadar
karena pengaruh anastesi

3. Post operasi
No Data subjektif Data objektif
1. - a. Kesadaran pasien sopor
b. RR : 28x/menit
c. S : 38OC
d. Akral dingin
2. - a. GCS: 6
b. N : 60 x/mnt
c. S : 38OC
d. TD : 140/100 mmHg
e. Reflek cahaya menurun
f. Reflek kornea menurun
g. Penurunan fungsi motorik
3. a. Pasien mengatakan cemas a. Pasien tampak gelisah
karena memikirkan b. Kontak mata pasien buruk
penyaiktnya c. Tekanan darah meningkat

26
b. Pasien mengatakan (140/100mmHg)
gelisah d. Keadaan pasien lemah

D. Diagnosa Keperawatan
1. Pre operasi
a. Nyeri kronis berhubungan dengan perembesan tumor: peningkatan
tekanan intrakranial.
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penekanan
medula oblongata.
c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan efek kemoterapi dan radioterapi.
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan sensorik
dan motorik.
2. Intra operasi

a. Resiko cidera b.d agen farmakologi


b. Resiko ketidakseimbangan volume cairan b.d output berlebih
3. Post operasi

a. Resiko perfusi jaringan tidak efektif : serebral b.d edema atau


perdarahan pasca kraniotomi.
b. Penurunan kepasitas adaptif intrakranial b.d perubahan neurologis
dari edem eksisi bedah sebagian otak atau tumor.
c. Kecemasan yang b.d masa depan dan prognosis yang tidak pasti.
d. Resiko infeksi b.d prosedur invasif

27
E. Intervensi Keperawatan
1. Pre operasi

No Diagnosa Tujuan Intervensi

1. Nyeri kronis berhubungan NOC Setelah dilakukan tindakan Pain Management (1400)
1) Mengurangi/menghilangkan faktor-faktor
dengan perembesan keperawatan selama 3x24 jam nyeri yang
yang memimbulkan meningkatkan
tumor: peningkatan dirasakan berkurang 1 atau dapat
pengalaman nyeri
tekanan intrakranial. diadaptasi oleh klien dengan kriteria hasil :
2) Memilih dan mengimplementasikan satu jenis
a. Klien mengungkapkan nyeri yang
tindakan (farmakologi, non-farmakologi,
dirasakan berkurang atau dapat
interpersonal) untuk memfasilitasi
diadaptasi ditunjukkan penurunan
pertolongan nyeri
skala nyeri. Skala = 2 3) Mempertimbangkan jenis dan sumber nyeri
b. Klien tidak merasa kesakitan.
ketika memilih strategi pertolongan nyeri
c. Klien tidak gelisah
4) Mendorong klien untuk menggunakan
Pain Control (1605)
pengobatan nyeri yang adekuat
Klien dapat mengenal onset nyeri 5) Instruksikan pasien/keluarga untuk
Klien dapat menggambarkan faktor melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri
penyebab timbul.
6) Mengajarkan tehnik relaksasi dan metode
Klien mengenal gejala yang berhubungan

28
dengan nyeri (160509) distraksi
7) Observasi adanya tanda-tanda nyeri non
Melaporkan kontrol nyeri (160511)
verbal seperti ekspresi wajah, gelisah,
Pain: Disruptive Effects (2101)
menangis/meringis, perubahan tanda vital.
Hubungan interpersonal tidak terganggu
Kolaborasi: Analgesic Administration (2210)
Tindakan peran seperti semula 1) Menentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
Dapat melakukan ktivitas sehari-hari dan keparahan nyeri sebelum pengobatan
Aktivitas fisik tidak terganggu klien
2) Mengecek permintaan medis untuk obat,
dosis, dan frekuensi dari analgesik yang telah
ditentukan (resep)
2. Ketidakefektifan pola Tujuan : setelah dilakukan tindakan Airway Management (3140)
nafas berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam pola 3) Monitor status respirasi dan oksigenasi, yang
penekanan medula pernafasan kembali normal dengan kriteria tepat
oblongata. Hasil : Respiratory Management (3350)
a. Pola nafas efekif
1) Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan
b. GDA normal
upaya pernafasan.
2) Monitor pola pernapasan
c. Tidak terjadi sianosis 3) Monitor tingkat saturasi oksigen dalam klien
yang tenang
Respiratory Status (0415) 4) Auskultasi suara napas, mencatat area
Respiraroty Rate normal penurunan ketiadaan ventilasi dan keberadaan

29
Respiraory Rhytm normal
suara tambahan
Kedalaman inspirasi normal
Saturasi oksigen normal
Tidak ada sianosis
3. Ketidaksiegan imb nutrisi: Tujuan : setelah dilakukan tindakan Nutrition Monitoring (1160)
kurang dari kebutuhan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan 1) Kaji tanda dan gejala kekurangan nutrisi:
tubuh berhubungan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan penurunan berat badan, tanda-tanda anemia,
dengan efek kemoterapi adekuat dengan kriteria hasil: tanda vital
2) Monitor intake nutrisi pasien
dan radioter, api. a. Antropometri: berat badan tidak turun
3) Berikan makanan dalam porsi kecil tapi
(stabil)
sering.
b. Biokimia: albumin normal dewasa 4) Timbang berat badan 3 hari sekali
5) Monitor hasil laboratorium: Hb, albumin
(3,5-5,0) g/dl
6) Kolaborasi dalam pemberian obat antiemetic
c. Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl,
perempuan 12-16 g/dl)
1) Clinis: tidak tampak kurus,
terdapat lipatan lemak, rambut
tidak jarang dan merah
2) Diet: klien menghabiskan porsi
makannya dan nafsu makan

30
bertambah
Nutritional Status (1004)
Intake nutrisi adekuat
Intake makanan adekuat
Intake cairan adekuat
Hidrasi
4. Gangguan mobilitas fisik Tujuan : setelah dilakukan tindakan 1) Kaji fungsi motorik secara berkala
2) Menjaga pergelangan kaki 90 derajat dengan
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam, gangguan
papan kaki. Gunakan trochanter rolls
gangguan sensorik dan mobilitas dapat diminimalkan dengan
sepanjang paha saat di ranjang
motorik kriteria Hasil :
3) Ukur dan pantau tekanan darah pada fase akut
1. Mempertahankan posisi fungsi yang
atau hingga stabil. Ubah posisi secara perlahan
dibuktikan dengan tidak adanya
4) Inspeksi kulit setiap hari. Kaji terhadap area
kontraktur. Foodtrop
yang tertekan dan memberikan perawatan kulit
2. Meningkatkan kekuatan tidak
secara teliti
terpengaruh/ kompenssi bagian tubuh
5) Membantu mendorong pulmonary hygiene
3. Menunjukan teknik eprilaku yang
seperti napas dalam, batuk, suction
meingkinkan dimulainya kembali
Kaji dari kemerahan, bengkak/ketegangan otot
kegiatan
jaringan betis
Mobility (0208)
Keseimbangan terjaga

31
Koordinasi terjaga
Bergerak dengan mudah

32
No Diagnosa Tujuan intervensi rasional
1. Resiko cidera b.d agen Setalah dilakukan asuhan 1. Pastikan posisi pasienyang 1. Memaastikan posisi
farmakologi keperawatan diharapkan tidak sesuai dengan tindakan pasien yang sesuai
terjadi cidera, dengan kriteria operasi. dengan tindakan
2. Cek integritas kulit.
hasil : operasi.
3. Cek daerah penekanan pada
1. Tubuh klien bebas dari 2. mengecek integritas
tubuh selama operasi.
cidera kulit.
4. Hitung jumlah kasa, jarum,
3. mengecek daerah
bisturi, dapper, dan
penekanan pada tubuh
instrumen bedah.
selama operasi.
5. Lakukan time out.
4. Memasang
6. Lakukan sign out.
penghantar elektroda.
5. Menghitung jumlah
kasa, jarum, bisturi,
dapper, dan instrumen
bedah.
6. Melakukan time out.
7. Melakukan sign out.
2. Resiko Setalah dilakukan tindakan 1. Pertahankan keseimbangan 1. Mempertahankan
ketidakseimbangan keperawatan diharapkan volume cairan. keseimbangan cairan.
2. Pertahankan iv line dan 2. Mempertahankan iv
volume cairan b.d output cairan dalam keadaan seimbang,
CVC. line dan CVC.
berlebih dengan kriteria hasil :
3. Pantau urine output. 3. Memantau urine
1. Tidak ada tanda tanda 4. Kolaborasi dengan anastesi
output.
dehidrasi (elastisitas tugor dalam penatalaksanaan 4. Berkolaborasi dengan

33
baik, membran mukosa cairan. anestesi dalam
5. Kolaborasi dengan operator
lembab). penatalaksanaan
2. Mempertahankan urine dalam penghentian
cairan.
output sesuai dengan usia perdarahan (pemberian 5. Berkolaborasi dengan
dan BB. klem, koter, dan dapper). operator dalam
penghentian
perdarahan
(pemberian klem,
koter, dan dapper).

34
DIAGNOSA POST KRANIOTOMI
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1. Resiko perfusi jaringan Setalah dilakukan asuhan 1. Periksa status neurologis 1. Perubahan tingkat
tidak efektif : serebral keperawatan diharapkan tidak dan tanda-tanda vital kesadaran merupakan
b.d edema atau terjadi resiko perfusi jaringan sesering mungkin dan tanda pertama dari
perdarahan pasca tidak efektif, dengan kriteria bandingkan dengan nilai peningkatan tekanan
kraniotomi. hasil : awal. intrakranial ( TIK ).
2. Tinggikan bagian kepala 2. Menaikkan kepala
1. Klien akan memiliki tekanan tempat tidur 30 derajat . membantu drainase vena
intrakranial (TAK) kurang dari dan mengurangi edema.
3. Pertahankan kepala dan
15 mm Hg. 3. Kelurusan netral akan
leher dengan kelurusan
2. Tekanan arteri rata-rata (MAP) membantu drainase vena
yang tepat.
lebih dari 70 mm Hg. 4. Ganti posisi perlahan. dan mengurangi edema.
3. Tekanan perfusi serebral ( CPP) 4. Perubahan yang cepat
lebih dari 50 mm Hg. dari posisi akan
5. Hindari manuver
meningkatkan aliran
Valsalva.
darah dan tekanan
serebral.
5. Mengejan saat batuk,
bergerak, ditempat tidur,

35
atau BAB akan
meningkatkan TIK.
3 Adaptasi tidak efektif Setalah dilakukan asuhan 1. Doronglah anggota 1. Anggota keluarga
b.d ketakutan terhadap keperawatan diharapkan tidak keluarga/orang terdekat mungkin juga takut
2.
perubahan pada tubuh, terjadi adaptasi tidak efektif , untuk membantu mereka akan mencederai
performa peran, atau dengan kriteria hasil : memenuhi kebutuhan klien.
harapan hidup. kontak yang dekat.
1. Klien akan memiliki 2. Kecemasan
2. Antisipasi kebutuhan
mekanisme adaptasi personal meningkatkan perasaan
klien.
yang membaik, yang kesendirian.
3. Berikan pujian dan 3. Dorongan positif akan
ditunjukkan dengan pertanyaan
dorongan semangat membantu memandu
yang meninjukkan rasa harga
selama pengkajian langkah berikutnya
diri
2. Perilaku yang menunjukkan kesiapan klien untuk menuju kemandirian.
harga diri dan lebuh berlanjut ke fase adaptasi
menunjukkan perilaku tidak yang lebih kompeten. 4. Gaya adaptasi
4. Berikan kesempatan klien
bergantung pada orang lain pemecahan masalah
untuk mengungkapkan
dimulai dengan
perasaannya dan
mengobrol mengenai
permasalahannya.
perasaan yang ada.
5. Hubungan terapeutik

36
5. Gunakan personel yang lebih mudah dipelihara
konsisten. daripada dibangun dari
awal.
6. Buatlah hubungan saling
6. Rasa takut dan
percaya tetapi janji yang
kecemasan akan
dibuat.
berkurang.

4. Kecemasan b.d masa Setalah dilakukan asuhan 1. Ulangi informasi ; 1. Bergantung pada tipe
depan dan prognosis keperawatan diharapkan tidak berikan informasi dalam tumor, lokasi tumor,
yang tidak pasti. terjadi kecemasan, dengan bentuk yang berbeda; dan/atau defisit sensori
kriteria hasil : dorongan klien dan/atau atau motorik, klien
orang terdekatnya untuk mungkin menghadapi
1. Klien akan memiliki kecemasan
menulis pertanyaan kehilangan fungsi
yang berkurang dan
dan/atau permasalahan. tertentu dan
mengungkapkan serta
kemungkinan mengalami
kekhawatirannya secara
keganasan. Intervensi
terbuka.
yang tepat dapat
membantu klien lebih
2. Dorong komunikasi yang
memahami rencana
terbuka antara klien,

37
orang terdekatnya, dan perawatan yang
anggota dari tim perawat. diberikan.
2. Memiliki diagnosis
kanker otak mungkin
3. Libatkan ahli agama dari akan menghentikan
klien atau rumah sakit. semua mekanisme
adaptasi normal dari klien
dan orang terdekatnya.
3. Dukungan spiritual
sangat penting diwaktu-
waktu sakit yang serius
nagi klien, anggota
keluarga, dan orang
terdekatnya. Klien tidak
perlu “sangat beragam”
untuk mendaapatkan
dukungan dari ahli
agama.
4. Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan asuhan 1. Pertahankan APD (masker 1. Mempertahankan APD
prosedur invasi keperawatan diharapkan klien dan topi). (masker dan topi).

38
tidak terjadi infeksi dengan 2. Lakukan scrubbing. 2. Melakukan scrubbing.
3. Lakukan gaunning. 3. Melakukan gaunning.
kriteria hasil :
4. Lakukan gloving. 4. Melakukan gloving.
5. Lakukan aseptik area 5. Melakukan aseptik area
1. Tidak ada tanda tanda infeksi
operasi. operasi.
(rubor, kalor, dubor, tumor, 6. Lakukan drapping. 6. Melakukan drapping.
fungsio laesa) 7. Pertahankan prinsip steril. 7. Mempertahankan prinsip
steril.

39
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tumor otak termasuk juga lesi desak ruang, (lesi organ yang
karena proses pertumbuhannya dapat mendesak organ yang ada
disekitarnya, sehingga organ tersebut dapat mengalami gangguan) jinak
maupun ganas, yang tumbuh diotak meningen dan tengkorak (Ariyani,
2012).
Kraniotomi adalah mencakup pembukaan tengkorak melalui
pembedahan untuk meningkatkan akses pada intrakranial. Proseedur ini
dilakukan untuk menghilangkan tumor, mengurangi tekanan intrakranial,
mengevaluasi bekuan darah dan mengontrol hemoragik. Sebelum
melakukan tindakan kraniotomi, ada pemeriksaan terlebih dahulu
(pemeriksaan umum, pengkajian neurologis, pemeriksaan diagnostik)
sebagai acuan dasar dan sesuai prosedur. Dan dalam melakukan
pembedahan intrakranial (kraniotomi), ada hal-hal yang harus
diperhatikan, baik periode pra operasi, intra operasi, ataupun post operasi.
B. Saran
Dalam bidang keperawatan, perawat khususnya perawat bedah,
sebaiknya dapat meneruskan terapi untuk merawat pasien setelah
kraniotomi dengan mobilisasi progresif. Perawat bedah diharapkan dapat
menunjukkan kompetensi yang tepat dalam merawat pasien dengan kasus
bedah neurologi.

40
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, B. Fransisca. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Black, Joyce M., Hawks, Jane H. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Manajemen
Klinis Untuk Hasil Yang Diharapkan Buku 3. Singapore: Elsevier
Ginsberg, Lionel. 2008. Lecture Notes Neurologi, Edisi 8. Jakarta: Erlangga
Kusuma,Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasaekan Diagnosis
Medis dan NANDA NIC NOC. Penerbit Mediaction
Purwanto, H. 2016. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta : EGC

41

Anda mungkin juga menyukai