- Hibah terencana
- Hibah langsung
Pendapatan Hibah Langsung adalah penerimaan hibah yang diterima langsung oleh K/L,
dan/atau pencairan dananya dilaksanakan tidak melalui KPPN yang pengesahannya
dilakukan oleh BUN/Kuasa BUN.
Hibah Terencana
HibahTerencana adalah adalah hibah yang diterima Pemerintah dari Pemberi Hibah dan
dibelanjakan oleh K/L yang pencairan dananya melalui KPPN.cara penarikan hibah
terencana dibagi menjadi 4 yaitu:
Pembayaran Langsung;
Rekening Khusus
Letter of Credit
Pembiayaan Pendahuluan.
2. Dalam tahapan pengesahan hibah bentuk uang, dikenal istilah 3R-1P, apakah itu,
jelaskan.
1. R-1 Register
Pimpinan Lembaga/Satker selaku PA/Kuasa PA mengajukan permohonan nomor
register ke DJPPR c.q. Direktur EAS (Direktur Evaluasi, Akuntansi dan Satelmen).
Permohonan dilampiri perjanjian hibah dan ringkasan hibah. Jumlah yang diregister
adalah sejumlah perjanjian hibah dan 1 perjanjian hibah akan mendapat 1 nomor
register.
2. R-2 Rekening
K/L mengajukan permohonan persetujuan pembukaan Rekening Hibah kepada
BUN/Kuasa BUN dan dilampiri dengan surat pernyataan penggunan rekening dan
register hibah.
K/L dapat langsung menggunakan Uang yang berasal dari hibah langsung tanpa
menunggu terbitnya persetujuan pembukaan rekening hibah.Rekening Hibah yang
sudah tidak digunakan harus ditutup dan saldonya disetor ke Rekening KUN kecuali
ditentukan lain dalam Perjanjian Hibah atau dokumen yang dipersamakan.Jasa
giro/bunga yang diperoleh dari Rekening Hibah disetor ke Kas Negara sebagai
PNBPkecuali ditentukan lain dalam Perjanjian Hibah atau dokumen yang
dipersamakan.BUN/Kuasa BUN Pusat/Kuasa BUN Daerah dapat melakukan
monitoring atas pengelolaan Rekening Hibah.
4. 1P Pengesahan
Yang disahkan adalah pendapatan hibah dan belanja yang bersumber dari hibah.
Dokumen pengesahan terdiri dari SP2HL (surat perintah pengesahan hibah langsung)
dan SPHL (surat pengesahan hibah langsung) dengan dilampiri copy rekening atas
rekening hibah, SPTMHL, SPTJM, dan copy surat persetujuan pembukaan rekening
untuk pengajuan SP2HL pertama kali.
Penyetoran PNBP:
1. Setor ke Bank Persepsi dengan billing PNBP (Simponi) melalui sistem MPN G2
2. Setelah pembayaran, penyetor memperoleh BPN dengan otentifikasi NTPN
3. Bank Persepsi melimpahkan penerimaan ke Rekening Kas Negara dan melaporkan ke
KPPN Khusus Penerimaan setiap akhir hari kerja.
KPA
Menetapkan rencana pelaksanaan kegiatan
dan rencana penarikan dana
Memberi Supervisi dan Konsultasi
Mengawasi penatausahaan dokumen dan
transaksi
6. Jelaskan perbedaan penelitian yang dilakukan KPA, PPK, PPSPM, dan Kuasa Bun
2. LKPP disampaikan Presiden kepada BPK paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun
anggaran berakhir.
3. Pemeriksaan oleh BPK diselesaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah
menerima LKPP dari Pemerintah Pusat.
4. Presiden menyampaikan RUU pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR
berupa LKPP yang telah diperiksa oleh BPK, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan
setelah tahun anggaran berakhir.
5. RUU pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kemudian disetujui oleh DPR untuk
kemudian disahkan menjadi undang-undang.
a. Adalah uang muka yang diberikan kepada Bendahara Pengeluaran untuk kebutuhan
yang sangat mendesak dalam 1 (satu) bulan melebihi pagu UP yang telah ditetapkan.
b. Syarat penggunaan,
1. digunakan dan dipertanggungjawabkan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal
SP2D diterbitkan,
2. tidak digunakan untuk kegiatan yang harus dilaksanakan dengan pembayaran LS.
c. Tahapan pengajuan TUP
13. Apa yang dimaksud dengan BA BUN? Serta sebutkan berikut organisasi PPA BUN-nya
14. Sebutkan dan berikan contoh jenis belanja di K/L vs BUN
Daftar
- Wajib Pajak yang telah memenuhi syarat subjektif dan objektif wajib
mendaftarkan dirinya untuk diberikan NPWP
- Bisa datang ke KPP/KP2KP, online (e-registration), atau melalu pos/ekspedisi
Hitung
- Wajib Pajak berkewajiban menghitung sendiri besarnya pajak yang terutang
Bayar
- Wajib Pajak membuat kode billing
- Kemudian menyetorkannya, bisa melalui atm, internet banking, bank persepsi
atau kantor pos
Lapor
- Lapor melalui Surat Pemberitahuan (SPT)
- Terbagi menjadi dua: SPT Masa dan SPT Tahunan.
- Jangka waktu :
Untuk SPT masa, sesuai dengan jenis pajaknya.
Untuk SPT Tahunan OP paling lambat, 3 bulan setelah tahun pajak berakhir
Untuk SPT Tahunan Badan paling lambat, 4 bulan setelah tahun pajak berakhir
- Penyampaian SPT bersifat Wajib, apabila terlambat atau tidak lapor ada sanksi
administrasi
- Lapor SPT bisa datang langsung ke KPP, melalui pos/ekspedisi, atau online
(djponline.pajak.go.id)
Pengawasan
- Apabila ada kesalahan dalam pengisian SPT, Wajib Pajak dapat melakukan
pembetulan SPT dalam jangka waktu paling lama 2 tahun apabila status SPT lebih
bayar, dengan syarat belum dilakukan verifikasi dalam penerbitan Surat
Ketetapan Pajak, belum dilakukan Pemeriksaan dan Bukti Permulaan
Pemeriksaan
- Rangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti
yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan standar
pemeriksaan.
- Pemeriksaan ini menghasilkan produk hukum berupa SKPKB, SKPKBT,SKPN
maupun SKPLB.
Keberatan dan banding
- Apabila dianggap tidak sesuai, WP dapat mengajukan keberatan atas SKP dalam
jangka waktu 3 bulan ke DJP dan dalam jangka waktu 12 bulan DJP harus
menerbitkan Surat Keputusan Keberatan.
- Atas SK Keberatan dapat diajukan Banding di Pengadilan Pajak dan upaya hukum
luar biasa atau Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung.
Penagihan
- Atas Surat Ketetapan Pajak diberikan jangka waktu 1 bulan untuk pelunasan
pengajuan permohonan angsuran/penundaan
- Surat Teguran, terbit 7 hari setelah jatuh tempo apabila Wajib Pajak tidak
melakukan pelunasan atau pengajuan permohonan pada poin nomor 1
- Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, terbit setelah jangka waktu 2x24jam
sejak Surat Paksa disampaikan
- Pengumuman Lelang, setelah lewat 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan
- Pelaksanaan Lelang, dilakukan dalam jangka waktu 14 hari sejak Pengumuman
Lelang.
- Penagihan pajak selanjutnya bisa sampai pada tahap pemblokiran rekening,
pencegahan ke luar negeri, dan penyanderaan.
Jasa pelayanan impor untuk barang impor yang tidak dikenakan pungutan impor
Jasa pelayanan impor TPB
Jasa pelayanan inward dan outward manifes
Jasa pelayanan ekspor untuk barang ekspor yang tidak dikenakan bea keluar
Pemusnahan BKC/perusakan pita cukai
Pengeluaran etil alkohol dengan fasilitas pembebasan
Sistem Modul Penerimaan Negara (MPN) adalah sistem yang memuat serangkaian prosedur
mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai
dengan pelaporan penerimaan negara khususnya yang diterima melalui collecting agent
(bank/pos/persepsi) yang terhubung dengan Sistem Perbendaharaan Negara (SPAN). MPN
dikembangkan sebagai upaya modernisasi pengelolaan penerimaan negara. Sebelum
penerapan MPN, terdapat 3 sistem penerimaan negara yang dioperasikan secara terpisah,
yaitu: Sistem Penerimaan Negara (SISPEN) oleh Ditjen Anggaran/Perbendaharaan, Sistem
Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) oleh Ditjen Pajak, dan Sistem Electronic
Data Interchange (EDI) yang dikelola oleh Ditjen Bea dan Cukai. Sistem tersebut
menimbulkan kendala bagi perbankan yang mengelola mekanisme dan proses bisnis
masing-masing penerimaan tersebut dan perbedaan teknologi yang digunakan
menimbulkan kesenjangan teknologi. Maka, pada akhir Tahun 2006 Kementerian Keuangan
meluncurkan untuk pencatatan penerimaan negara dengan launching MPN Generasi 1 yang
berlaku efektif per tanggal 1 Januari 2007.
Dengan menggunakan sistem MPN-G1, penyetor atau wajib setor harus datang ke
bank atau kantor pos yang telah ditunjuk pemerintah untuk menerima setoran penerimaan
negara yang disebut dengan bank/pos persepsi. Penyetor harus membawa surat setoran
yang telah baku ditentukan cara pengisiannya dan kemudian melakukan pembayaran
dihadapan teller bank/pos secara langsung. Teller akan membukukan setoran penerimaan
negara tersebut ke dalam aplikasi MPN, kemudian surat setoran asli akan dibubuhi cap
Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) yang menunjukkan bahwa setoran penyetor
tersebut telah sah tercatat sebagai penerimaan negara. Kemudian setiap hari seluruh uang
setoran penerimaan negara pada seluruh bank/pos persepsi akan dilimpahkan/ditransfer ke
rekening Sub Rekening Kas Umum Negara (Sub RKUN) di Bank BI setempat. Kemudian
pencatatan penerimaan negara oleh teller pada MPN akan menghasilkan Arsip Data
Komputer (ADK) yang setiap H+1 akan dikirimkan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk
dilakukan administrasi setiap setoran yang ada dan kepada Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara untuk dilakukan pembukuan secara akuntansi untuk
mempengaruhi Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Pada bulan Agustus 2019 lalu, Menteri Keuangan meresmikan Modul Penerimaan
Negara Generasi Ketiga (MPN G3) yang merupakan penyempurnaan dari MPN G2. MPN G3
merupakan sistem yang dibangun oleh Kemenkeu dalam rangka mengelola penerimaan
negara secara jauh lebih akurat, dan tepat waktu. MPN G3 mampu melayani penyetoran
penerimaan negara hingga 1.000 transaksi per detik, meningkat signifkan dari hanya 60
transaksi per detik pada MPN G2. Selain itu, penyetoran penerimaan negara pada MPN G3
juga dapat dilakukan melalui dompet elektronik, transfer bank, virtual account, dan kartu
kredit yang dilaksanakan oleh agen penerimaan yang dikenal dengan lembaga persepsi
lainnya seperti e-commerce, retailer, dan fintech. Setiap penyetor dapat mengakses satu
portal penerimaan negara (single sign-on) agar bisa mendapatkan kode billing untuk seluruh
jenis penerimaan negara yang dapat dilanjutkan pada proses penyetoran. Sistem digital ini
adalah sebuah kemudahan bagi penyetor dibandingkan dengan harus mengakses portal
yang berbeda untuk jenis penerimaan negara yang berbeda. Modernisasi sistem
penerimaan negara dan pengelolaan APBN dilakukan untuk memenuhi tiga tuntutan, yaitu
meningkatkan kolektibilitas penerimaan negara, memudahkan penyetor untuk memenuhi
kewajibannya, dan adaptasi dengan perubahan teknologi informasi.