Anda di halaman 1dari 4

BBLR

Salah satu indikator untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat adalah angka kematian
bayi (AKB). AKB merupakan indikator yang lazim digunakan untuk menentukan derajat
kesehatan masyarakat, baik pada tataran provinsi maupun nasional. Beberapa penyebab
kematian bayi baru lahir (neonatus) yang terbanyak di Indonesia diantaranya BBLR 29%,
asfiksia 27%, tetanus neonatorum 10%, masalah pemberian makanan 10%, gangguan
hematologik 6%, infeksi 5%, dan lain-lain 13%.
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut WHO (2007) diperkirakan 15% dari
seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara
berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR
didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada
bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram. Data dari WHO (2009) menyebutkan bahwa
angka kejadian BBLR di Indonesia adalah 10,5%.

a. Definisi
Bayi berat badan lahir rendah adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500
gram. Penyebab terjadinya BBLR antara lain karena ibu hamil anemia, kurang suplay gizi
waktu dalam kandungan, ataupun lahir kurang bulan. Bayi yang lahir dengan berat badan
rendah perlu penanganan yang serius, karena pada kondisi tersebut bayi mudah sekali
mengalami hipotermi yang biasanya akan menjadi penyebab kematian. (Depkes RI, 2006).
BBLR adalah neonatus dengan berat badan lahir pada saat lahir (yang diukur dalam 1 jam
setelah lahir) kurang dari 2500 gram, tanpa memandang usia kehamilan. (Depkes RI, 1999)
Menurut Saifudin, dkk (2000), BBLR diklasifikasikan menjadi :
1. Bayi berat lahir rendah (BBLR) yaitu berat lahir 1500 – 2500 gram
2. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) yaitu berat lahir < 1500 gram
3. Bayi baru lahir ekstrem rendah (BBLER) yaitu berat lahir < 1000 gram
Bayi dengan berat badan lahir rendah, akan mengalami beberapa masalah diantaranya:
Asfiksia, Gangguan nafas, Hipotermi, Hipoglikemi, Masalah pemberian ASI, Infeksi, Ikterus
dan Masalah perdarahan.
b. Ciri-ciri BBLR
1. Berat < 2.500 gram
2. Panjang badan < 45 cm
3. Lingkar dada < 30 cm
4. Lingkar kepala < 33 cm
5. Usia kehamilan < 37 minggu
6. Kepala relatif besar, kepala tidak mampu tegak
7. Kulit tipis, transparan, lemak kulit kurang, otot hipotonik- lemah.
8. Pernafasan tidak teratur, dll.

c. Penyebab BBLR
Menurut Depkes (1993) terdapat tiga faktor yang mempengaruhi terjadinya BBLR, yaitu:
1. Faktor Ibu
a. Gizi ibu hamil yang kurang
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat memengaruhi proses pertumbuhan janin dan
dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan,
anemia pada bayi, asfiksia. Intra partum (mati dalam kandungan) lahir dengan berat badan
rendah (BBLR). Indikator lain untuk mengetahui status gizi ibu hamil adalah dengan mengukur
LILA. LILA adalah Lingkar Lengan Atas. LLA kurang dari 23,5 cm merupakan indikator kuat
untuk status gizi yang kurang/ buruk. Ibu berisiko untuk melahirkan anak dengan Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR).
b. Umur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
Kelahiran bayi BBLR lebih tinggi pada ibu-ibu muda berusia kurang dari 20 tahun. Remaja
seringkali melahirkan bayi dengan berat lebih rendah. Hal ini terjadi karena mereka belum
matur dan mereka belum memiliki sistem transfer plasenta seefisien wanita dewasa. Pada ibu
yang tua meskipun mereka telah berpengalaman, tetapi kondisi badannya serta kesehatannya
sudah mulai menurun sehingga dapat memengaruhi janin intra uterin dan dapat menyebabkan
kelahiran BBLR. Faktor usia ibu bukanlah faktor utama kelahiran BBLR, tetapi kelahiran
BBLR tampak meningkat pada wanita yang berusia di luar usia 20 sampai 35 tahun.
c. Jarak hamil dan persalinan terlalu dekat
Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dapat menimbulkan pertumbuhan janin kurang baik,
persalinan lama dan perdarahan pada saat persalinan karena keadaan rahim belum pulih dengan
baik. Ibu yang melahirkan anak dengan jarak yang sangat berdekatan (di bawah dua tahun)
akan mengalami peningkatan risiko terhadap terjadinya perdarahan pada trimester III,
termasuk karena alasan plasenta previa, anemia dan ketuban pecah dini serta dapat melahirkan
bayi dengan berat lahir rendah.
d. Paritas ibu
Anak lebih dari 4 dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan janin sehingga melahirkan bayi
dengan berat lahir rendah dan perdarahan saat persalinan karena keadaan rahim biasanya sudah
lemah.
2. Faktor Kehamilan
a. Hamil dengan polihidramnion
Polihidramnion adalah keadaan di mana banyaknya air ketuban melebihi 2000 cc.
Polihidramnion harus dianggap sebagai kehamilan dengan risiko tinggi karena dapat
membahayakan ibu dan anak.
b. Hamil ganda
Berat badan satu janin pada kehamilan kembar rata-rata 1000 gram lebih ringan daripada janin
kehamilan tunggal. Berat badan bayi yang baru lahir umumnya pada kehamilan kembar kurang
dari 2500 gram. Suatu faktor penting dalam hal ini ialah kecenderungan terjadinya partus
prematurus.
c. Perdarahan antepartum
Perdarahan antepartum merupakan perdarahan pada kehamilan diatas 22 minggu hingga
mejelang persalinan yaitu sebelum bayi dilahirkan. Komplikasi utama dari perdarahan
antepartum adalah perdarahan yang menyebabkan anemia dan syok yang menyebabkan
keadaan ibu semakin jelek. Keadaan ini yang menyebabkan gangguan ke plasenta yang
mengakibatkan anemia pada janin bahkan terjadi syok intrauterin yang mengakibatkan
kematian janin intrauterine. Bila janin dapat diselamatkan, dapat terjadi berat badan lahir
rendah, sindrom gagal napas dan komplikasi asfiksia.
d. Preeklamsi dan eklampsi
Pre-eklampsia dan Eklampsia dapat mengakibatkan keterlambatan pertumbuhan janin
dalam kandungan atau IUGR dan kelahiran mati. Hal ini disebabkan karena Pre-
eklampsia/Eklampsia pada ibu akan menyebabkan perkapuran di daerah plasenta, sedangkan
bayi memperoleh makanan dan oksigen dari plasenta, dengan adanya perkapuran di daerah
plasenta, suplai makanan dan oksigen yang masuk ke janin berkurang.

e. Ketuban pecah dini


Ketuban Pecah Dini (KPD) disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran
yang diakibatkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Pada
persalinan normal selaput ketuban biasanya pecah atau dipecahkan setelah pembukaan
lengkap, apabila ketuban pecah dini, merupakan masalah yang penting dalam obstetri yang
berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi ibu.
3. Faktor Janin
a. Cacat bawaan / kelainan congenital
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul
sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital,
umumnya akan dilahirkan sebagai Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) atau bayi kecil untuk masa
kehamilannya. Bayi Berat Lahir Rendah dengan kelainan kongenital yang mempunyai berat
kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya.
b. Infeksi dalam Rahim
Infeksi hepatitis terhadap kehamilan bersumber dari gangguan fungsi hati dalam mengatur dan
mempertahankan metabolisme tubuh, sehingga aliran nutrisi ke janin dapat terganggu atau
berkurang. pengaruh infeksi hepatitis menyebabkan abortus atau persalinan prematuritas dan
kematian janin dalam rahim. Wanita hamil dengan infeksi rubella akan berakibat buruk
terhadap janin. Infeksi ini dapat menyebabkan bayi berat lahir rendah, cacat bawaan dan
kematian janin.

c. Penanganan
1. Pengaturan suhu lingkungan
Terapi inkubator, dengan pengaturan suhu
BB < 2 kg : 350C
BB 2 kg – 2,5 kg : 34 oC,
suhu inkubator diturunkan 1 oC setiap minggu, sampai bayi dapat ditempatkan pada suhu
lingkungan (24 – 27 oC).
2. Makanan bayi
Umumnya refleks menghisap belum sempurna. Kapasitas lambung masih kecil dan daya enzim
pencernaan (lipase) masih kurang, sedangkan kebutuhan protein 3-5 gr/kg BB dan kalori 110
Kal/kg BB sehingga pertumbuhannya dapat meningkat. ASI merupakan makanan yang paling
utama, sehingga ASI yang paling dahulu diberikan. ASI dapat diperas dan di minumkan
perlahan-lahan atau dengan memasang sonde menuju lambung. Permulaan cairan diberikan
sekitar 50-60 cc/kg BB/hari dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 cc/kg BB/hari.
Pemberian makanan dilakukan menggunakan pipet sedikit namun sering, perhatikan
kemungkinan terjadinya pneumonia aspirasi). (Wiknjosastro H, 2007)

d. Pencegahan
1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan, upayakan ANC yang berkualitas, segera lakukan
rujukan apabila ditemukan kelainan
2. Meningkatkan gizi masyarakat
3. Tingkatkan penerimaan gerakan KB
4. Penyuluhan kesehatan
5. Melakukan konsultasi terhadap penyakit yang dapat menyebabkan kehamilan dan persalinan
preterm.
e. Peran bidan
1. Melakukan KIE pada waktu pemeriksaan kehamilan tentang asupan nutirsi selama hamil dan
meninjau ulang status pekerjaan dan membantu membuat keputusan mengenai persalinan.
Mengkaji kesiapan ibu untuk kelahiran dan persalinan serta kesiapan keluarga untuk bayi baru
lahir.
2. Meningkatkan peran serta keluarga dan masyarakat agar mau menerima pelayanan KIA sebagai
upaya untuk mencegah kejadian BBLR dan penangananya.
3. Bekerja sama dengan tokoh masyarakat untuk mengadakan desa siaga yang meliputi pengaturan
transportasi setempat yang siap melakukan rujukan kedaruratan, mengadakan pengaturan biaya
bagi masyarakat yang tidak mampu.

Anda mungkin juga menyukai