Anda di halaman 1dari 19

KAJIAN STUNTING PADA ANAK BALITA BERDASARKAN POLA

ASUH DAN PENDAPATAN KELUARGA DI KOTA BANDA ACEH

STUDY OF STUNTING AMONG CHILDREN UNDER FIVE BY


PARENTING AND FAMILY INCOME IN BANDA ACEH

Agus Hendra AL Rahmad dan Ampera Miko


Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Aceh Jurusan Farmasi
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Aceh

ABSTRAK

Prevalensi stunting di provinsi Aceh di tingkat nasional, prevalensi stunting adalah 44,6%,
prevalensi Banda Aceh sebesar 38,8%. Sangat penting untuk mengetahui penyebab kejadian
tersebut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui insidensi Stunting pada balita terkait
pemberian ASI eksklusif, pemberian MP-ASI, status imunisasi, karakteristik keluarga.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan rancangan kasus kontrol,
dilakukan di wilayah dan Puskesmas Banda Raya, Batoh dan Meuraxa, jumlah sampel adalah
96. Analisis data meliputi univariat dan bivariat dengan menggunakan uji Chi-kuadrat pada
CI 95%, dan multivariat (regresi logistik). Hasil penelitian menunjukkan kejadian stunting
pada bayi yang disebabkan oleh rendahnya pendapatan keluarga (p = 0,026; OR = 3,1),
pemberian ASI non-eksklusif (p = 0,002; OR = 4,2), pemberian MP-ASI yang buruk (p =
0,007; = 3,4), dan imunisasi tidak lengkap (p = 0,040; OR = 3,5). Hasil analisis multivariat
diperoleh bahwa tidak memberikan ASI sangat dominan menyebabkan stunting pada balita di
Banda Aceh dengan OR = 4,9. Kesimpulannya, stunting pada balita berhubungan dengan
pendapatan keluarga yang lebih rendah, tidak memberikan ASI eksklusif, pemberian MP-ASI
yang kurang baik dan imunisasi yang tidak lengkap. Tidak memberikan ASI eksklusif
menjadi faktor dominan sebagai penyebab risiko anak mengalami stunting.

Kata kunci: Stunting, Parenting, Penghasilan

ABSTRACT

The prevalence of stunting in Aceh province on the national, the prevalence of stunting
was 44,6%, Banda Aceh prevalence of 38.8%. They its become important to note the
cause of the incident. The purpose study to assess the incidence of Stunting in children
under five in terms exclusive breastfeeding, complementary feeding, immunization
status, family characteristics. Quantitative research approaches to the design of Case
Control Study, carried out in the region and Banda Raya Health Center, Batoh and
Meuraxa the number of samples is 96. Data analysis includes univariate and bivariate
using the Chi-square test on CI 95%, and multivariate (logistic regression). The result
showed the incidence of stunting in infants caused by low family income (p= 0,026;
OR= 3,1), non-exclusive breastfeeding (p= 0,002; OR= 4.2), giving poor
complementary feeding (p= 0,007; OR= 3,4), and incomplete immunization (p= 0,040;
OR= 3,5). Results of multivariate analysis obtained non-exclusive breastfeeding is very
dominant cause stunting of children under five suffered Banda Aceh region with OR=
4,9. The conclusion, stunting among children is associated with lower family income,
not-exclusively breastfeeding, complementary feeding less favorable and incomplete
immunization. While not-exclusive breastfeeding a dominant factor as the cause of the
child's risk of experiencing stunting.

Keywords: Stunting, Parenting, Income

63
64 Jurnal Kesmas Indonesia, Volume 8 No 2, Juli 2016, Hal 63-79

PENDAHULUAN pemberian ASI secara Eksklusif


Status gizi didefinisikan sejak lahir sampai bayi berusia 6
sebagai suatu keadaan nyata darigizi bulan, ketiga memberikan Makanan
seseorang individu. Seseorang Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)
dikatakan memiliki status gizi yang sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24
baik jika dia tidak menunjukkan bulan, dan keempat meneruskan
bukti kekurangan gizi, baik bersifat pemberian ASI sampai anak berusia
akut maupun kronis. Gizi merupakan 24 bulan atau lebih (Zahraini, 2013).
salah satu faktor penting yang Hal tersebut menekankan, secara
menentukan tingkat kesehatan dan sosial budaya MP-ASI hendaknya
kesejahteraan manusia. Gizi yang dibuat dari bahan yang murah dan
baik jika terdapat keseimbangan dan mudah diperoleh dari daerah
keserasian antara perkembangan fisik setempat (indegenous food) (Depkes,
dan perkem-bangan mental orang 2007a)
tersebut. Terdapat kaitan yang sangat UNICEF menunjukkan hampir
erat antara status gizi dan konsumsi sepertiga anak-anak di bawah usia
makanan. Tingkat status gizi optimal lima tahun di negara-negara
akan tercapai apabila kebutuhan zat berkembang memiliki tubuh pendek.
gizi optimal terpenuhi(Amosu et al., Menurut laporan The Lancet’s
2011). bahwa prevalensi balita stunting
Tumbuh kembang yang diseluruh dunia mencapai 28,5% dan
optimal bisa dicapai melalui pada negara berkembang sebesar
pendekatanGlobal Strategy for Infant 31,2%. Asia mempunyai prevalensi
and Young Child Feeding, sebesar 30,6% (Unicef, 2007). Riset
WHO/UNICEF merekomen-dasikan Kesehatan Dasar (Riskesdas)
empat hal penting yang harus menunjukkan sebanyak 37% balita
dilakukan yaitu : pertama memiliki tinggi badan di bawah
memberikan Air Susu Ibu kepada standar alias stunting(Depkes,
bayi segera dalam 30 menit setelah 2007b). Tidak hanya di Indonesia,
bayi lahir, kedua memberikan hanya mengatasi balita pendek menjadi
Air Susu Ibu (ASI) saja atau salah satu perhatian dalam tujuh
Siti H, Hubungan Posisi Kerja, Kepala, Jangkauan Kelelahan Fisik 65

program Milenium Development pendek. Menurut Ramli dalam


Goals (MDGs). Pemerintah (Bahmat et al., 2010) bahwasanya
Indonesia sendiri, pada 2015 prevalansi stunting dan sevare
menargetkan angka balita pendek stuntingmenjadi lebih tinggi pada
turun jadi 18%(Bappenas, 2010). anak usia 24-59 bulan yaitu 50% dan
Tingginya masalah kekurangan 24%, apabila dibandingkan anak-
gizi terutama yang terjadi didaerah anak berusia dibawah 24 bulan.
dengan berpenduduk miskin. Stunting merupakan hasil ukur
Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 status gizi bayi yang dilihat dari
prevalensi stunting pada balita di indicator TB/U, yang
Aceh juga semakin meningkat menggambarkan status gizi
sebesar 6,5% dari tahun 2010 bersifatnya kronis, artinya muncul
menjadi sebesar sebagai akibat dari keadaan yang
41,5%(Balitbangkes, 2013). berlangsung lama seperti kemiskinan,
Walaupun secara nasional terjadi pola asuh yang tidak tepat, sering
penurunan prevalensi masalah gizi, menderita penyakit secara berulang
tetapi masih terdapat 18 provinsi di karena higiene dan sanitasi yang
atas prevalensi nasional, dan Provinsi kurang baik (Chandran, 2009).
Aceh termasuk 10 besar dengan Beberapa hasil penelitian menemukan
masalah gizi. Keadaan prevalensi bahwa kemiskinan merupakan
stunting yaitu sangat pendek sebesar penyebab tingginya masalah stunting
24,2% dan pendek sebesar pada balita, seperti penelitian
14,8%(AL Rahmad et al., 2013). (Kleynhans et al., 2006),
Prevalensi stuntingdi Kota Banda menyimpulkan bahwa keluarga yang
sebesar 38,8%. Situasi tersebut mempunyai keterbatasan ekonomi
sangat penting untuk akan sangat sulit untuk pemenuhan
diperhatikan(Depkes, 2007b). Kota bahan pangan dalam rumah tangga,
Banda Aceh mengalami masalah hal ini jika berlangsung lama secara
yang serius terhadap kesehatan terus menerus berdampak terhadap
masyarakat, hal ini merupakan akibat tinggi anak-anak untuk mengalami
dari tingginya masalah anak balita kependekan. Selin itu, faktor pola
66 Jurnal Kesmas Indonesia, Volume 8 No 2, Juli 2016, Hal 63-79

asuh seperti pemberian ASI dan MP- bersedia dijadikan sampel dan
ASI serta pelayanan kesehatan responden. 2) Kontrol, bayi berusia
mempunyai andil terhadap tingginya 12 – 60 bulan tidak mengalami
masalah gizi (Diana, 2006). Tingkat stunting, tercatat dibuku register
menyusui dan praktik pemberian ASI penimbangan, terdapat data
ekslusif secara keseluruhan pendukung (KMS), dan bayi ibu
berkonstribusi terhadap status gizi bersedia dijadikan sampel dan
anak, selain itu pengenalan makanan responden. Dilakukan matching
bagi anak diatas usia 6 bulan sangat (jenis kelamin dan umur anak balita
mendukung terhadap perubahan dengan interval ; 12 – 23 bulan, 24 –
status gizi (Muchina and Waithaka, 35 bulan, 36 – 47 bulan, 48 – 60
2010). bulan).Besar dalam penelitian ini
dihitung menggunakan rumus dua
METODE PENELITIAN proporsi(Flikkema and Toledo-
Jenispenelitianmerupakan Pereyra, 2012):
kuantitatif dengan rancangan Case 2
Za
 Z  PQ R
Control Study secara community P
n 2 (1 R )
based(Creswell, 2010). Penelitian (P 1 )
2
dilakukan selama 2 (dua) bulan
Keterangan :
terhitung September - Oktober 2010,
dengan lokasinya yang mempunyai R =Perkiraan Odds Rasio = 2,0

prevalensi stunting tersebesar yaitu Po =Prevalensi kontrol yang

wilayah kerja Puskesmas Banda terpapar = 10%


 =0,05 Q =0,62
Raya, Puskesmas Batoh, Puskesmas
Meuraxa.Kriteria sample dengan Β= 0,10 Zα= 1,96

desain Case Control, maka sampel P=0,38 Zβ= 1,28

dalam penelitian ini terdiri 1) Kasus;


bayiberusia 12 – 60 bulan yang Besar sampel berdasarkan
mengalami stunting, tercatat dibuku rumus diatas diperoleh n = 43,97
register penimbangan, terdapat data dibulatkan menjadi 44 anak balita.
pendukung (KMS), dan bayi ibu Selanjutnya dilakukan estimasi lost
Siti H, Hubungan Posisi Kerja, Kepala, Jangkauan Kelelahan Fisik 67

to follow sebesar 10%, sehingga Berikut adalah distribusi


jumlah sampel sebanyak 48 anak karakteristik responden yang dilihat
balita. Maka, jumlah sampel minimal berdasarkan umur, pendidikan dan
untuk kasus = 48 anak usia 12 – 60 pekerjaan ibu pada tiga wilayah
bulan dan kontrol 48 anak usia 12 – puskesmas yaitu Banda Raya, Batoh
60 bulan yang diambil secara dan Meuraxa di Kota Banda Aceh.
acak.Variabel dalam penelitian ini Secara umum umur responden
terdiri dari Independen (Pemberian berkisar antara 30 – 39 tahun dimana
ASI, MP-ASI, imunisasi dan proporsi pada wilayah kerja
pendapatan keluarga), sedangkan puskesmas Banda Raya sebesar
variabel dependennya yaitu stunting. 56,9%, pada puskesmas Batoh
Pengolahan data meliputi tahapan; sebesar 62,5%, dan puskesmas
Editing, Coding, Entry, Cleaning Meuraxa sebesar 57,9%. Begitu juga
data entry. Analisis data dengan jenis pendidikan responden
menggunakan bantuan program yang pada umumnya adalah
komputer meliputi mulai univariat, berpendidikan Diploma/ Sarjana,
bivariat (Chi-Square CI:95%) dan dimana proporsi puskesmas Banda
analisis multivariat (Regression Raya sebesar 47,1%, pada
Binary LogisticTest). puskesmas Batoh sebesar 54,2%, dan
pada puskesmas Meuraxa sebesar
HASIL DAN PEMBAHASAN 52,6%.

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Respondenpada Puskesmas Banda Raya (n=34), Puskesmas


Batoh (n=24), Puskesmas Meuraxa (n=38)
Karakteristik Banda Raya Batoh Meuraxa
Responden f % f % f %
Umur
- 20 – 29 Tahun 9 26,5 6 25,0 11 13,2
- 30 – 39 Tahun 18 56,9 15 62,5 22 57,9
- 40 – 49 Tahun 7 20,6 3 12,5 5 13,2
Pendidikan
- SD 1 2,9 1 4,2 0 0,0
- SMP 6 17,6 5 20,8 6 15,8
- SMA 8 23,5 4 16,7 8 21,1
- Diploma/Sarjana 16 47,1 13 54,2 20 52,6
68 Jurnal Kesmas Indonesia, Volume 8 No 2, Juli 2016, Hal 63-79

- Pascasarjana 3 8,8 1 4,2 4 10,5


Pekerjaan
- PNS 3 8,8 3 12,5 2 5,3
- Swasta 17 50,0 12 50,0 12 31,6
- Wiraswasta 1 2,9 1 4,2 1 2,6
- IRT 13 38,3 8 33,3 23 60,5

Berdasarkan jenis pekerjaan, perlu untuk dipertimbangkan,


responden pada wilayah kerja misalnya tingkat pendidikan turut
puskesmas Banda Raya dan Batoh menentukan mudah tidaknya
proporsinya lebih banyak seseorang menyerap dan memahami
pekerjaannya swasta yaitu sebesar pengetahuan gizi yang diperoleh.
50,0%, dan untuk wilayah kerja Walaupun secara tidak langsung
puskesmas Meuraxa proporsinya pendidikan formal ibu akan
lebih banyak responden sebagai ibu mempengaruhi keadaan gizi anak-
rumah tangga yaitu sebesar 60,5%. anaknya (Chandran, 2009). Karena
Karakteristik ibu perlu juga sebelum itu pendidikan ibu akan
diperhatikan karena stunting yang menentukan tingkat penge-tahuan
sifatnya kronis, artinya muncul gizi. Semakin tinggi pendidikan ibu
sebagai akibat dari keadaan yang semakin tinggi kemampuan ibu
berlangsung lama seperti untuk menyerap pengetahuan praktis
kemiskinan, pola asuh yang tidak dan pendidikan non formal terutama
tepat karena akibat dari orang tua melalui televisi, surat kabar, radio,
yang sangat sibuk bekerja, dan lain-lain(Diana, 2006).
pengetahuan ibu yang kurang baik Selain itu status pekerjaan ibu
tentang gizi akibat dari rendahnya tergambar bahwa ibu yang berkerja
pendidikan ibu, sering menderita yaitu perempuan yang berstatus
penyakit secara berulang karena sebagai ibu rumah tangga memiliki
higiene dan sanitasi yang kurang peran ganda dalam sebuah keluarga.
baik(Nadiyah et al., 2014). Peran utamanya jika ketika memiliki
Karakteristik ibu seperti aktivitas lain di luar rumah seperti
tingkat pendidikan, status pekerjaan, bekerja, menuntut pendidikan atau
umur ibu, dan lain-lain sangatlah pun aktivitas lain dalam kegiatan
Siti H, Hubungan Posisi Kerja, Kepala, Jangkauan Kelelahan Fisik 69

social akan berdampak terhadap pola masih kecil, dirinya merupakan


asuh anak-anak mereka. Dengan tempat bergantung bagi anak-
peran ganda ini, seorang wanita anaknya(Kleynhans et al., 2006).
dituntut untuk dapat menye- Karakteristik Sampel
imbangkan perannya sebagai seorang Tabel 2. Distribusi Karakteristik Sampel
pada Puskesmas Banda Raya (n=34),
ibu ataupun peran-peran lain yang Puskesmas Batoh (n=24), Puskesmas
Meuraxa (n=38)
harus diembannya. Sebagai seorang
ibu, ketika memiliki anak yang
Karakteristik Banda Raya Batoh Meuraxa
Responden f % f % f %
Jenis Kelamin
- Laki-Laki 12 35,3 12 50,0 20 52,6
- Perempuan 22 64,7 12 50,5 18 47,4
Umur
- 12-23 Bulan 12 35,3 4 16,7 2 5,3
- 24-35 Bulan 6 17,6 8 33,3 16 42,1
- 36-47 Bulan 12 35,3 8 33,3 6 15,8
- 48-60 Bulan 4 11,8 4 16,7 14 36,8
Distribusi karakteristik sampel puskesmas Banda Raya lebih banyak
menurut jenis kelamin pada yaitu masing-masing sebesar 35,3%.
puskesmas Banda Raya, proporsi Begitu juga dengan puskesmas Batoh
yang berjenis kelamin perempuan masing-masing 33,3% sampel yang
lebih besar yaitu 64,7%, dan untuk berumur antara 24 – 35 bulan dan
puskesmas Meuraxa proporsi yang antara 36 – 47 bulan. Sedangkan
berjenis kelamin laki-laki lebih besar pada puskesmas Meuraxa proporsi
yaitu 52,6%. Sedangkan puskesmas sampel yang berumur antara 24 – 35
Batoh, proporsi sampel yang berjenis bulan lebih banyak yaitu sebesar
kelamin laki-laki sama dengan 42,1%.
perempuan dengan masing-masing Penyebab Kejadian Stunting pada
sebesar 50,0%. Balita
Sementara itu, berdasarkan Penyebab kejadian stunting pada
umur diketahui bahwa proporsi balita disajikan pada tabel 3. Berikut
sampel yang berumur antara 12 – 23 ini adalah hasil analisis statistik Chi-
bulan dan 36 – 47 bulan di Squarepada CI 95% disertai
70 Jurnal Kesmas Indonesia, Volume 8 No 2, Juli 2016, Hal 63-79

lanjutannya dengan perhitungan nilai kejadian stunting pada anak balita di


odds ratio untuk mengetahui ada dan Kota Banda Aceh.
tidaknya hubungan pemberian ASI,
Tabel 3. Distribusi Proporsi Kasus dan
MP-ASI dan kelengkapan imunisasi Kontrol Berdasarkan Variabel
Independen, p-value, Odds Rasio
sebagai faktor risiko terhadap dengan 95% CI pada Anak Balita di
Kota Banda Aceh (n=96).

Variabel Kasus Kontrol X2 OR


Independen f % f % (P Value) (CI 95%)
Pemberian ASI
- Tidak Eksklusif 36 75,0 20 41,7 10,97 4,2
- Eksklusif 12 25,0 28 58,3 (0,002)* (1,8-10,0)
Pemberian MP-ASI
- Kurang Baik 28 58,3 14 29,2 8,29 3,4
- Baik 20 41,7 34 70,8 (0,007)* (1,5-7,9)
Kelengkapan Imunisasi
- Tidak Lengkap 14 29,2 5 10,4 5,32 3,5
- Lengkap 34 70,8 43 81,6 (0,040)* (1,2-10,8)
Pendapatan Keluarga
- Rendah 20 41,7 9 18,8 5,98 3,1
- Tinggi 28 58,3 39 81,2 (0,026)* (1,2-7,8)

1. Kejadian Stunting Berdasarkan pada anak balita di Kota Banda


Pemberian ASI Eksklusif Aceh tahun 2010 disebabkan oleh
Proporsi anak balita yang pemberian ASI yang tidak
mengalami stunting sebesar 75,0% eksklusif. Nilai OR 4,2 (CI 95%;
karena pemberian ASI yang tidak 1,8 – 10,0), artinya anak balita
eksklusif, sedangkan proporsi yang mengalami stunting
anak balita yang keadaan gizinya resikonya 4 kali lebih besar
normal sebesar 58,3% karena disebabkan oleh anak balita yang
pemberian ASI yang eksklusif. tidak mendapat ASI eksklusif
Hasil uji statistik diperoleh nilai p dibandingkan dengan yang
= 0,002 (p < 0,05) sehingga Ho mendapat ASI eksklusif di Kota
ditolak dan Ha diterima, hal ini Banda Aceh.Hasil penelitian ini
berarti bahwa kejadian stunting didukung penelitian
Siti H, Hubungan Posisi Kerja, Kepala, Jangkauan Kelelahan Fisik 71

sebelumnyaMuchina and susu botol yang masuk kedalam


Waithaka (2010), yaitu praktek tubuh bayi belum tentu dapat
pemberian ASI dan status gizi dicerna bayi dengan baik, terlebih
anak-anak dengan risiko menjadi lagi apabila cara pembuatan susu
kurus dan pendek lebih tinggi di botol tidak sesuai takaran serta
antara anak-anak yang telah tidak menjaga kebersihan botol
dihentikan menyusui dan mereka susu maka akan menyebabkan
yang belum pernah disusui secara timbulnya penyakit diare pada
eksklusif selama enam bulan bayi dengan demikian
pertama. Menurut Giashuddin et pertumbuhannya akan
al. (2003), bahwa ASI tidak terganggu(Tan, 2011).
eksklusif yang diberikan kepada Rendahnya pemberian ASI
bayi berusia kurang dibawah 6 Eksklusif menjadi salah satu
bulan secara signifikan pemicu terjadinya kependekan
berhubungan (p= 0,001) terhadap (stunting) pada anak balita di Kota
kejadian stunting dengan Banda Aceh akibat dari kejadian
prevalensi sebesar 38,1%. masa lalu dan akan berdampak
Dilapangan kebanyakan bayi terhadap masa depan sianak,
yang baru lahir tidak langsung sebaliknya pemberian ASI yang
diberikan ASI tetapi diberi susu baik oleh ibu akan membantu
botol dengan alasan ASI belum menjaga keseimbangan gizi anak
keluar. Apabila ASI sudah keluar sehingga tercapai pertumbuhan
ibu memberikan ASI tapi terlebih anak yang normal. Menurut
dahulu ASI yang keluar pertama (Unicef, 2007), ASI sangat
sekali dibuang tidak langsung dibutuhkan dalam masa
diberikan kepada bayi dengan pertumbuhan bayi agar kebutuhan
alasan pengeluaran yang pertama gizinya tercukupi. Oleh karena itu
masih kotor. Apabila pengeluaran ibu harus dan wajib memberikan
ASI sedikit ibu langsung ASI secara eksklusif kepada bayi
menggantikan ASI dengan sampai umur bayi 6 bulan dan
pemberian susu botol. Pemberian tetap memberikan ASI sampai
72 Jurnal Kesmas Indonesia, Volume 8 No 2, Juli 2016, Hal 63-79

bayi berumur 2 tahun untuk gangguan pertumbuhan pada awal


memenuhi kebutuhan gizi bayi. masa kehidupan bayi antara lain
2. Kejadian Stunting Berdasarkan disebabkan karena kekurangan
Pemberian MP-ASI gizi sejak bayi. Menurut Muchina
Ditinjau dari pemberian MP- and Waithaka (2010)yaitu
ASI, maka terlihat proporsi anak pemberian MP-ASI terlalu dini
balita yang mengalami stunting atau terlalu lambat, MP-ASI tidak
sebesar 58,3% karena pemberian cukup gizinya sesuai kebutuhan
MP-ASI yang kurang baik, bayi atau kurang baiknya pola
sedangkan proporsi anak balita pemberiannya menurut usia, dan
yang keadaan gizinya normal perawatan bayi yang kurang
sebesar 70,8% karena pemberian memadai.
MP-ASI yang baik. Hasil uji Dalam pemberian makanan
statistik diperoleh nilai p = 0,007 bayi perlu diperhatikan ketepatan
(p < 0,05) sehingga Ho ditolak dan waktu pemberian, frekuensi, jenis,
Ha diterima, hal ini berarti bahwa jumlah bahan makanan, dan cara
kejadian stunting pada anak balita pembuatannya. Adanya kebiasaan
di Kota Banda Aceh tahun 2010 pemberian makanan bayi yang
disebabkan oleh pemberian MP- tidak tepat, antara lain : pemberian
ASI yang kurang baik. Nilai OR makanan yang terlalu dini atau
3,4 (CI 95%; 1,5 – 7,9), artinya terlambat, makanan yang
anak balita yang mengalami diberikan tidak cukup dan
stunting resikonya 3 kali lebih frekuensi yang kurang(Anhari,
besar disebabkan oleh anak balita 2008). Dilapangan ditemukan
yang tidak mendapat pemberian bahwa, pada saat bayi yang
MP-ASI kurang baik berusia 0 – 4 bulan sudah
dibandingkan dengan yang mendapat makanan pendamping
mendapat pemberian MP-ASI baik selain ASI. Ibu memberikan
di Kota Banda Aceh.Penelitian ini makanan pendamping selain ASI
mendukung pendapat Depkes pada usia 0-4 bulan dengan alasan
yang menyatakan bahwa ASI yang keluar sedikit sementara
Siti H, Hubungan Posisi Kerja, Kepala, Jangkauan Kelelahan Fisik 73

ibu tidak mampu membeli susu media massa yang berhubungan


bayi karna faktor ekonomi. Bayi dengan pemberian MP-ASI dan
selalu menangis karna ASI yang pertumbuhan anak.Selain
keluar sedikit lalu ibu memberikan pengetahuan ibu, hal atau faktor
makanan kepada bayi selain ASI lain yang mempengaruhi
seperti bubur saring/ pisang wak. pemberian MP-ASI juga
Apabila MP-ASI terlalu dini dipengaruhi juga faktor
diberikan sementara didalam usus pendapatan keluarga (Amosu et
bayi belum mampu menyerap al., 2011).Secara umum
makanan tersebut seringkali bayi pendapatan keluarga responden
mengalami sembelit atau susah dimana berdasarkan penelitian
buang air besar sehingga terdapat 30,2% responden yang
kesehatan bayi terganggu dapat pendapatan keluarganya dibawah
menimbulkan penyakit yang lain Rp 1.550.000 sebagai batas Upah
dengan demikian pertumbuhannya Minimum Regional tahun 2013 di
akan terganggu(Brotherton, 2006). Kota Banda Aceh.
Tindakan Ibu dalam 3. Kejadian Stunting Berdasarkan
Pemberian MP-ASI sangat Kelengkapan Imunisasi
dipengaruhi oleh pendidikan Hasil penelitian tentang
formal Ibu. Berdasarkan data yang kelengkapan imunisasi dengan
diperoleh mayoritas responden stuntingterlihat bahwa proporsi
berpendidikan Diploma/Sarjana anak balita yang mengalami
dengan persentase 51,0%. Ini stunting sebesar 29,2% karena
menyimpulkan bahwa pendidikan perolehan imunisasi yang tidak
formal ibu mempengaruhi tingkat lengkap, sedangkan proporsi anak
pengetahuan gizi dimana makin balita yang keadaan gizinya
tinggi tingkat pendidikan ibu normal sebesar 89,6% karena
maka semakin tinggi pula tingkat perolehan imunisasi yang lengkap.
pengetahuan ibu untuk menyerap Hasil uji statistik diperoleh nilai p
informasi pengetahuan praktis = 0,040 (p < 0,05) sehingga Ho
dalam lingkungannya melalui ditolak dan Ha diterima, hal ini
74 Jurnal Kesmas Indonesia, Volume 8 No 2, Juli 2016, Hal 63-79

berarti bahwa kejadian stunting infeksi kedua-duanya dapat


pada anak balita di Kota Banda bermula dari kemiskinan dan
Aceh tahun 2010 disebabkan oleh lingkungan yang tidak sehat serta
pemberian imunisasi yang tidak sanitasi yang buruk. Faktor lain
lengkap. Selanjutnya nilai OR 3,5 menurut (Girma and Genebo,
(CI 95%; 1,2 – 10,8), artinya anak 2007), juga diketahui bahwa
balita yang mengalami stunting infeksi yang menghambat reaksi
resikonya 4 kali lebih besar imunologis yang normal dengan
disebabkan oleh anak balita yang menghabiskan energi tubuh.
tidak mendapat imunisasi lengkap Apabila balita tidak memiliki
dibandingkan dengan anak balita imunitas terhadap penyakit, maka
yang mendapat imunisasi lengkap balita akan lebih cepat kehilangan
di Kota Banda Aceh. Hasil energi tubuh karena penyakit
penelitian ini sejalan dengan infeksi, sebagai reaksi pertama
penelitian Ihsan et al. (2012) akibat adanya infeksi adalah
bahwa terdapat hubungan asosiasi menurunnya nafsu makan anak
yang signifikan (p= 0,010) antara sehingga anak menolak makanan
status imunisasi dengan status gizi yang diberikan ibunya. Penolakan
anak balita. Prevalens rate gizi terhadap makanan berarti
kurang tertinggi pada anak yang berkurangnya pemasukan zat gizi
status imunisasinya tidak lengkap dalam tubuh anak(Anhari, 2008).
yaitu 44,2%. Sedangkan prevalens Dari uraian diatas dapat
rate gizi baik tertinggi pada anak disimpulkan bahwa imunisasi
yang imunisasi lengkap yaitu dasar sangat penting bagi imunitas
79,4%. Rasio prevalens status gizi balita, dimana sesuai dengan
pada anak balita berdasarkan target nasional bahwa imunisasi
status imunisasi adalah 2,1 artinya dasar lengkap harus mencapai
status imunisasi merupakan faktor target sampai 100,0%. Karena
resiko anak balita gizi kurang. anak yang tidak diimunisasi secara
Menurut Hong(2007), lengkap akan terdapat gangguan
bahwa keadaan gizi kurang dan kekebalan tubuh terhadap penyakit
Siti H, Hubungan Posisi Kerja, Kepala, Jangkauan Kelelahan Fisik 75

infeksi karena produksi antibodi sebesar 41,7% karena pendapatan


menurun mengakibatkan keluarga yang rendah, sedangkan
mudahnya bibit penyakit masuk, proporsi anak balita yang keadaan
hal dapat mengganggu produksi gizinya normal sebesar 81,2%
berbagai jenis enzim untuk yaitu pada keluarga yang
pencernaan makanan. berpendapatan tinggi. Hasil uji
Makanan tidak dapat dicerna statistik diperoleh nilai p = 0,026
dengan baik dan ini berarti (p < 0,05) sehingga Ho ditolak dan
penyerapan zat gizi akan Ha diterima, hal ini berarti bahwa
mengalami gangguan sehingga kejadian stunting pada anak balita
dapat memperburuk keadaan gizi. di Kota Banda Aceh tahun 2010
Sebagai reaksi pertama pada tubuh disebabkan oleh pendapatan
anak adalah berkurangnya nafsu keluarga yang rendah. Nilai OR
makan sehingga anak menolak 3,1 (CI 95%; 1,2 – 7,8), artinya
makanan yang diberikan ibunya, anak balita yang mengalami
penolakan terhadap makanan stunting resikonya 3 kali lebih
berarti berkurangnya pemasukan besar disebabkan oleh pendapatan
zat gizi ke dalam tubuh anak. keluarga yang rendah
Dampak akhir dari permasalahan dibandingkan dengan keluarga
ini adalah gagalnya pertumbuhan yang berpendapatan tinggi di Kota
optimal yang sesuai dengan laju Banda Aceh. Beberapa hasil
pertambahan umur, sehingga akan penelitian yang mendukung
mempertinggi prevalensi seperti penelitian Chandran
stunting(Brotherton, 2006) (2009), bahwa kondisi sosial
4. Kejadian Stunting Berdasarkan ekonomi pada masyarakat miskin
Pendapatan Keluarga menyebabkan tingginya masalah
Berdasar variabel gizi yang terjadi, hal ini
pendapatan keluarga, bahwa merupakan akibat dari sulitnya
berdasarkan hasil penelitian dapat akses pangan dan akses terhadap
dijelaskan bahwa proporsi anak pelayanan kesehatan. Pendapat
balita yang mengalami stunting serupa dikemukakan oleh Hong
76 Jurnal Kesmas Indonesia, Volume 8 No 2, Juli 2016, Hal 63-79

(2007), bahwa kesenjangan bagi bayi, baik dari segi kualitas


ekonomi keluarga secara maupun kuantitasnya, sehingga
signifikan sangat terkait dengan berdampak pada pertumbuhan gizi
kekurangan gizi kronis pada anak- bayi(Chandran, 2009). Selain itu,
anak, selain itu juga akses bahwa keluarga yang berstatus
terhadap pelayanan kesehatan sosial ekonomi yang rendah atau
sangat sulit. Sebaliknya menurut miskin umumnya menghadapi
Anindita (2012), walaupun masalah gizi kurang keadaanya
pendapatan keluarga tidak serba terbalik dari masalah gizi
berhubungan dengan stunting, lebih dan pendapatan keluarga
tetapi kemampuan keluarga dalam yang baik dapat menunjang
memenuhi kebutuhan pangan baik tumbuh kembang
dalam jumlah maupun mutu anak(Brotherton, 2006). Karena
gizinya sangat berpengaruh bagi orang tua menyediakan semua
status gizi anak. Keluarga dengan kebutuhan anak-anaknya.
penghasilan relatif tetap, Peningkatan dan perbaikan
prevalensi berat kurang dan gizi memerlukan perbaikan
prevalensi kependekan lebih ekonomi, sosial, dan lainnya.
rendah dibandingkan dengan Dalam masa sekarang ini, terjadi
keluarga yang berpenghasilan krisis ekonomi di indonesia,
tidak tetap. sangat mempengaruhi daya beli
Kejadian stunting pada anak masyarakat. Dimana pendapatan
balita ditinjau dari karakteristik masyarakat tetap, namun harga-
pendapatan keluarga sesuai harga kebutuhan pokok semakin
dengan pernyataan Unicef yang meningkat survei di negara-negara
bahwa akar masalah dari dampak berpenghasilan rendah
pertumbuhan bayi disebabkan memperlihatkan bahwa penyakit
salah satunya berasal dari krisis dan kwashiorkor masih
ekonomi. Adanya menyerang balita termasuk anak-
ketidakmampuan kepala keluarga anak usia pra-sekolah(Kleynhans
dalam memenuhi kecukupan gizi et al., 2006)
Siti H, Hubungan Posisi Kerja, Kepala, Jangkauan Kelelahan Fisik 77

Berdasarkan hasil penelitian anak balita di wilayah Kota Banda


dapat, disimpulkan bahwa Aceh.
rendahnya pendapatan sebuah
keluarga di Kota Banda Aceh 5. Faktor Dominan Sebagai Resiko
merupakan rintangan yang Utama Stunting
menyebabkan keluarga tersebut Model yang dilakukan untuk
tidak mampu membeli pangan menduga faktor dominan terhadap
dalam jumlah yang diperlukan. suatu resiko adalah menggunakan
Sehingga akibat dari tinggi model prediksi, dimana semua
rendahnya pendapatan sangat variabel dianggap penting untuk
mempengaruhi daya beli keluarga diestimasi koefesien regresi
terhadap bahan pangan yang logistic sekaligus. Dalam
akhirnya berpengaruh terhadap pemodelan ini, semua kandidat
keadaan gizi baik stunting maupun yang memiliki nilai p-Value> 0,05
normal terutama anak balita akan dikeluarkan secara berurutan
karena pada masa itu diperlukan dimulai dari nilai p-value terbesar
banyak zat gizi untuk (backward selection).
pertumbuhan dan perkembangan

Tabel 4. Uji Regressi Logistik Ganda Untuk Identifikasi Variabel Yang Akan Masuk Dalam
Model dengan p-value < 0,05
.Variabel independen B P OR 95%CI
Tingkat Pendapatan 0,886 0,090 2,426 0,872-6,750
Pemberian ASI 1,355 0,005 3,878 1,514-9,932
Pemberian MP-ASI 0,991 0,0460 2,694 1,019-7,125
Kelengkapan Imunisasi 0,813 0,210* 2,254 0,633-8,031
Constant -6,456 0,000
*= Dikeluarkan bertahap (backward selection)

Setelah dikeluarkan variabel kandidat model yaitu variabel


dengan nilai p  0,05 secara pemberian ASI dan pemberian
bertahap, maka didapat 2 (dua) MP-ASI hasilnya dapat dilihat
variabel yang akan masuk sebagai pada tabel dibawah ini.

Tabel 5. Hasil Akhir Analisis Regresi Logistik Ganda Pemodelan Faktor Resiko Kejadian
Stunting Pada Anak Balita
76 Jurnal Kesmas Indonesia, Volume 8 No 2, Juli 2016, Hal 63-79

Variabel B SE Wald df Sig. Exp (B) 95%CI


Pemberian ASI 1,791 0,669 10,11 1 0,001 4,852 1,77- 11,4
Pemberian MP-ASI 1,287 0,464 7,69 1 0,006 3,622 1,46-8,99
Constant -4,118 1,077 14,62 1 0,000 0,016

Hasil akhir analisis regresi Aceh sebagaimana tersaji diatas,


logistik ganda terhadap pemodelan maka diperoleh model regresi
faktor resiko kejadian stunting dalam bentuk persamaan sebagai
pada anak balita di Kota Banda berikut :

Y =-4,118 + 1,791 Pemberian ASI + 1,287 Pemberian MP-ASI

Dalam model diatas didapatkan anak balita untuk mengalami


suatu turunan perhitungan kejadian stunting di Kota Banda
matematik tentang probabilitas Banda Aceh adalah :

1
Y=
1 + e (-4,118 + 1,791 Pemberian ASI + 1,287 Pemberian MP-ASI
)
Secara keseluruhan model variabel pemberian ASI dan 0,006
ini dapat memprediksikan tinggi untuk variabel pemberian MP-ASI.
atau rendahnya pengaruh faktor Jadi pada alpha 5% ada hubungan
risiko dalam hubungannya dengan linier antara pemberian ASI yang
kejadian stunting anak balita yaitu tidak eksklusif dan pemberian MP-
sebesar 66,7% (Overal Percentage ASI yang kurang baik dengan
66,7%). Dengan persamaan kejadian stunting pada anak balita
tersebut diatas, penyebab faktor di Kota Banda Aceh tahun 2010.
resiko stunting dapat diperkirakan Selanjutnya dengan nilai
jika kita mengetahui nilai Odds Ratio (nilai Exp/B) kita bisa
pemberian ASI dan pemberian mengetahui seberapa besar faktor
MP-ASI. Uji statistik untuk resiko akan menyebabkan kejadian
koefesien regresi di ketahui nilai p stunting pada anak balita, dalam
adalah sebesar 0,001 untuk hasil penelitian ini untuk variabel
Siti H, Hubungan Posisi Kerja, Kepala, Jangkauan Kelelahan Fisik 77

pemberian ASI diperoleh nilai OR bahwa anak balita di wilayah Kota


= 4,852 (95% CI; 1,772 – 11,136) Banda Aceh yang mengalami
yang berarti bahwa anak balita di stunting resikonya 4 kali lebih
wilayah Kota Banda Aceh yang besar pada anak balita yang kurang
mengalami stunting resikonya 5 baik dalam pemberian MP-ASI
kali lebih besar terhadap anak dibandingkan dengan anak balita
balita yang tidak mendapat ASI yang baik dalam pemberian MP-
eksklusif dibandingkan dengan ASI setelah variabel pemberian
anak balita yang mendapat ASI ASI dikontrol.
eksklusif setelah variabel Bila dilihat faktor resiko
pemberian MP-ASI mana yang paling dominan sebagai
dikontrol.Sedangkan untuk penyebab kejadian stunting pada
variabel pemberian MP-ASI anak balita di Kota Banda Aceh
diperoleh nilai OR = 3,622 (95% didapat bahwa pemberian ASI
CI; 1,459 – 8,992) yang berarti
merupakan variabel Kejadian stunting pada anak
predictor yang paling dominan. balita di Kota Banda Aceh
Besar nilai OR variabel ini paling disebabkan oleh pemberian ASI yang
tinggi diantara variable lainnya. tidak eksklusif sebesar 4 kali (p=
Makin besar nilai OR sebuah 0,002, dengan OR= 4,2), pemberian
variabel, maka makin besar pula MP-ASI yang kurang baik sebesar 3
kemungkinan faktor resiko kali (p= 0,007, dengan OR= 3,4),
tersebut menyebabkan anak balita perolehan imunisasi tidak lengkap
di Kota Banda Aceh mengalami sebesar 4 kali (p= 0,040, dengan OR=
stunting. Besarnya nilai OR ini 3,5), dan rendahnya pendapatan
sudah dikontrol oleh variabel keluarga sebesar 3 kali (p= 0,026,
lainnya yaitu variabel pemberian dengan OR= 3,1).Faktor dominan
MP-ASI. penyebab kejadian stunting pada anak
balita diKota Banda Aceh adalah
SIMPULAN DAN SARAN pemberian ASI yang tidak eksklusif
(p= 0,001 dan OR= 4,9) dengan
78 Jurnal Kesmas Indonesia, Volume 8 No 2, Juli 2016, Hal 63-79

peluangnya sebesar 4,9 kali meningkatkan kepekaan sosialnya


dibandingkan anak yang mendapat agar benar dapat melakukan
ASI eksklusif. Variabel ini telah penanganan masalah gizi dengan
dikontrol dengan pemberian MP-ASI memperhatikan peningkatan
yang kurang baik (p= 0,006 dan OR = pendidikan masyarakat, membuka
3,6) dengan peluangnya sebesar 3,6 lapangan kerja, peningkatan keadaan
kali dibandingkan anak yang baik sosial ekonomi masyarakat kearah
dalam pemberian MP-ASI. yang lebih baik sehingga
Perlu perhatian kerja sama dari permasalahan gizi khususnya masalah
semua pihak baik pemerintah dengan stunting pada anak balita dapat segera
kegiatan lintas sektoral maupun lintas ditanggulangi.
program dan masyarakat dengan

DAFTAR PUSTAKA 617–626.


AL Rahmad, A.H., Sudargo, T., Bahmat, D.O., Bahar, H., Jus’at, I., 2010.
Lazuardi, L., 2013. The Hubungan Asupan Seng, Vitamin
Effectiveness Of WHO Anthro A, Zat Besi dan Kejadian pada
Growth Standard Training On The Balita (24 - 59 bulan) dan Kejadian
Data Quality Of Underfive Stunting di Kepulauan Nusa
Children’s Nutritional Status. J. Tenggara (Riskesdas 2010). Esa
Inf. Syst. Public Heal. Vol: 1, 21– Unggul University.
26. Balitbangkes, 2013. Riset Kesehatan
Amosu, A.M., Degun, A.M., Atulomah, Dasar 2013. Badan Penelitian dan
N.O.S., Olanrewju, M.F., 2011. A Pengembangan Kesehatan.,
Study of the Nutritional Status of Jakarta.
Under-5 Children of Low-Income Bappenas, 2010. Laporan Pencapaian
Earners in a South-Western Tujuan Pembangunan Milenium
Nigerian Community. Curr. Res. J. Indonesia 2010. Kementerian
Biol. Sci. 3, 578–585. Perencanaan Pembangunan
Anhari, E., 2008. Pemberian Makanan Nasional/Badan Perencanaan
Untuk Bayi Dasar Dasar Fisiologi, Pembangunan Nasional
Cetakan 1. ed. Binarupa Aksara, (Bappenas), Jakarta.
Jakarta. Brotherton, A.M., 2006. Principles of
Anindita, P., 2012. Hubungan Tingkat Nutritional Assessment. J. Hum.
Pendidikan Ibu, Pendapatan Nutr. Diet. 19, 72–73.
Keluarga, Kecukupan Protein & Chandran, V., 2009. Nutritional Status of
Zinc Dengan Stunting (Pendek) Preschool Children: a Socio-
Pada Balita Usia 6 – 35 Bulan Di economic Study of Rural Areas of
Kecamatan Tembalang Kota Kasaragod District in Kerala. J.
Semarang. J. Kesehat. Masy. 1, Shodhganga X, 163.
Siti H, Hubungan Posisi Kerja, Kepala, Jangkauan Kelelahan Fisik 79

Creswell, J.W., 2010. Research Design: Singkil Kabupaten Aceh Singkil. J.


Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, Epidemiol. Universitas Sumatera
dan Mixed, Ketiga. ed. Pustaka Utara.
Pelajar, Yogyakarta.
Kleynhans, I.C., Macintyre, U.E.,
Depkes, 2007a. Pedoman Strategi KIE Albertse, E.C., 2006. Stunting
Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi). Among Young Black Children and
Departemen Kesehatan RI, Jakarta. the Socio-Economic and Health
Status of Their Mothers /
Depkes, 2007b. Riset Kesehatan Dasar
Caregivers in Poor Areas of Rural
(RISKESDAS) 2007. Badan
Limpopo and urban Gauteng – the
Penelitian dan Pengembangan
NutriGro Study. South African J.
Kesehatan. Departemen Kesehatan
Clin. Nutr. 19, 163–164.
RI, Jakarta.
Muchina, E., Waithaka, P., 2010.
Diana, F.M., 2006. Hubungan Pola Asuh
Relationship Between
Dengan Status Gizi Anak Batita Di
Breastfeeding Practices And
Kecamatan Kuranji Kelurahan
Nutritional Status Of Children
Pasar Ambacang Kota Padang
Aged 0-24 Months In Nairobi,
Tahun 2004. J. Kesehat. Masy. I,
Kenya. African J. Food Agric.
19–23.
Nutr. Dev. 10, 2358–2378.
Flikkema, R.M., Toledo-Pereyra, L.H.,
Nadiyah, Briawan, D., Martianto, D.,
2012. Sample Size Determination
2014. Faktor Risiko Stunting Pada
in Medical and Surgical Research.
Anak Usia 0 — 23 Bulan Di
J. Invest. Surg. 25, 3–7.
Provinsi Bali, Jawa Barat, Dan
Giashuddin, M.S., Kabir, M., Rahman, Nusa Tenggara Timur. J. Gizi dan
A., Hannan, M.A., 2009. Exclusive Pangan 9, 125–132.
Breastfeeding and Nutritional
Tan, K.L., 2011. Factors Associated with
Status in Bangladesh. Indian J.
Exclusive Breastfeeding Among
Pediatr. 70, 471–475.
Infants Under Six Months of Age
Girma, W., Genebo, T., 2007. in Peninsular Malaysia. Int.
Determinants of Nutritional Status Breastfeed. J. 6, 2.
of Women and Children in
Unicef, 2007. Progress for children: a
Ethiopia. ORC Macro, Calverton,
world fit for children statistical
Maryland, USA.
review, No. 6. ed. Unicef.
Hong, R., 2007. Effect of economic
Zahraini, Y., 2013. 1000 Hari Pertama
inequality on chronic childhood
Kehidupan: Mengubah Hidup ,
undernutrition in Ghana. Public
Mengubah Masa Depan [WWW
Health Nutr. 10, 371–378.
Document]. Subdit Bina Gizi
Ihsan, M., Hiswani, Jemadi, 2012. Makro. URL
Faktor-Faktor Yang Berhubungan http://gizi.depkes.go.id/1000-hari-
Dengan Status Gizi Anak Balita Di mengubah-hidup-mengubah-masa-
Desa Teluk Rumbia Kecamatan depan (accessed 2.23.16).

Anda mungkin juga menyukai