Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penulisan

1.4 Manfaat Penulisan

1.5 Metode Penulisan

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Moral dan Pertimbangan Moral

Menurut asal-usul katanya “moral” berasal dari kata mores dari bahasa Latin,
lalu kemudian diartikan atau di terjemahkan jadi “aturan kesusilaan” ataupun suatu istilah
yang digunakan untuk menentukan sebuah batas-batas dari sifat peran lain, kehendak,
pendapat atau batasan perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik
maupun buruk.

Pengertian moral adalah merupakan pengetahuan atau wawasan yang


menyangkut budi pekerti manusia yang beradab. Moral juga berarti ajaran yang baik,
buruknya perbuatan dan kelakuan. Moralisasi yaitu uraian (pandangan dan ajaran)
tentang perbuatan serta kelakuan yang baik. Demoralisasi, yaitu kerusakan moral.
Beberapa ahli menjelaskan apa yang dimaksud dengan moral itu sendiri.

Moral dalam Hurlock (Edisi ke-6, 1990) mengatakan bahwa perilaku moral
adalah perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial. Moral sendiri berarti
tata cara, kebiasaan, dan adat. Perilaku moral dikendalikan konsep konsep moral atau
peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya.

Sonny Keraf mengatakan bahwa moral merupakan sebuah tolak ukur. Moral
dapat digunakan untuk mengukur kadar baik dan buruknya sebuah tindakan manusia
sebagai manusia, mungkin sebagai anggota masyarakat (member of society) atau sebagai
manusia yang memiliki posisi tertentu atau pekerjaan tertentu. Sepertinya dalam
pengertian moral oleh Bapak Sonny Keraf ini menyamakan moral dengan etika (nanti
dilihat pada pengertian etika dibawah).

Jadi dari pernyataan diatas disimpulkan bahwa moral adalah suatu keyakinan
tentang benar atau salah, baik atau buruk yang sesuai dengan kesepakatan sosial yang
mendasari tindakan atau pemikiran.

Moral itu sendiri satu perkara yang lebih merujuk kepada tingkah laku
manakala etika merujuk kepada peraturan-peraturan yang ditentukan untuk memperbaiki

2
sesuatu keadaan. Moral juga bersifat praktikal kerana moral merupakan disiplin yang
memberitahu apakah sistem moral yang dihayati oleh sesuatu masyarakat dan etika
pula bersifat teoretika kerana etika mengkaji, menganalisis dan mengkritik sistem moral
tersebut. Perkara ini menerangkan moral merupakan bahan yang dikaji oleh etika
manakala etika adalah ilmu yang mengkajinya.

2.1.1 Pertimbangan Moral

Dalam pertimbangan-pertimbangan moralitas terhadap suatu masalah, kita


tidak bisa lepas dari tujuan. Tujuan bisa mengarahkan cara. Pertimbangan moral terhadap
suatu cara bisa dilakukan dengan juga mempertimbangkan tujuan dari suatu masalah.
Tujuan dan cara memang tidak bisa dipisahkan. Ketika kita memutuskan sesuatu masalah
yang mempunyai pertimbangan moralitas, maka selalu ada pertimbangan-pertimbangan
moral (yang bisa menjadi dilema) diantara beberapa keputusan yang kita ambil kita
mempunyai suatu pertimbangan moral sendiri. Pertimbangan moral juga bergantung
kepada suasana atau keadaan yang membentuk individu contohnya seperti sistem sosial,
kelas sosial dan kepercayaan yang dianuti.

Peribadi-peribadi selalu mengadakan pertimbangan terhadap tingkah laku


mereka sendiri dan tingkah laku orang-orang lain. Ada tindakan-tindakan yang disetujui
dan dinamakan benar atau baik. Tindakan-tindakan lain dicela dan dinamakan salah atau
jahat. Pertimbangan moral selalu berhadapan dengan tindakan manusia, khususnya
tindakan-tindakan mereka yang bebas, dari segi benar atau salah. Tindakan-tindakan yang
tidak bebas, yang pelakunya tidak dapat mengawal, jarang dihubungkan dengan
pertimbangan moral, karena seseorang tidak dapat dianggap bertanggung jawab tentang
tindakan yang tidak ia kehendaki.

2.2 Perkembangan Moral

Perkembangan moral (moral development) adalah mencakup perkembangan


pikiran, perasaan, dan perilaku menurut aturan atau kebiasaan mengenai hal-hal yang
seharusnya dilakukan seseorang ketika berinteraksi sengan orang lain (Hurlock).
Perkembangan moral sangat berpengaruh terhadap lingkungan sehingga pada masa anak-
anak, orangtua dan lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan moral anak,
moral yang positif akan berdampak baik untuk kedepannya dan begitu sebaliknya jika si

3
anak sejak kecil hanya menerima moral yang negatif maka si anak akan berkembang tidak
sesuai dengan yang diharapkan oleh orangtuanya. Perkembangan moral memiliki dimensi
intrapersonal, yang mengatur aktifitas seseorang ketika dia terlibat dalam interaksi sosial
dan dimensi interpersonal yang mengatur interaksi sosial dan penyelesaian konflik.

Perkembangan moral berkaitan dengan aturan-atuaran dan ketentuan tentang


apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain.
Untuk mempelajari aturan-aturan tersebut, Santrock memfokuskan pada 4 pertanyaan
dasar yaitu :

1. Bagaimana seseorang mempertimbangkan dan berpikir mengenai keputusan


moral?
2. Bagaiman sesungguhnya seseorang berperilaku dalam situasi moral?
3. Bagaimana sesorang merasakan hal-hal yang berhubungan dengan moral?
4. Apa yang menjadi karakteristik moral individu?

2.2.1 Teori Psikoanalisa

Dalam menggambarkan perkembangan moral, teori psikoanalisa dengan


pembagian struktur kepribadian manusia atas tiga, yaitu :

1. Id adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek biologis yang irasional dan
tidak disadari. Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle)
yaitu berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Pleasure
principle diproses dengan dua cara yaitu :
- Tindak refleks (refleks actions). Adalah reaksi otomatis yang dibawa sejak
lahir seperti mengejapkan mata yang dipakai untuk menangani pemuasan
rangsang sederhana dan biasanya segera dapat dilakukan.
- Proses primer (primery process). Adalah reaksi membayangkan / mengkhayal
sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan-dipakai untuk
menangani stimulus kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan
makanan atau puting ibunya.
2. Ego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek psikologis, yaitu
subsistem ego yang rasional dan disadari, namun tidak memiliki moralitas. Ego
adalah eksekutif atau pelaksana dari kepribadian yang memiliki dua tugas utama

4
yaitu, memilih stimuli mana yang hendak direspon dan atau insting mana yang
akan dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuhan.
3. Superego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek sosial yang berisikan
sistem nilai dan moral, yang benar-benar memperhitungkan “benar’atau
“salahnya” sesuatu. Ada tiga fungsi superego:
- Mendorong ego menggantikan tujuan-tujuan realistik dengan tujuan
moralistik.
- Merintangi impuls id terutama impuls seksual dan agresif yang bertentangan
dengan standar nilai masyarakat.
- Mengejar kesempurnaan.

Jadi, menurut teori psikoanalisa klasik Freud, semua orang mengalami


konflik oedipus. Konflik ini akan menghasilkan pembentukan struktur kepribadian yang
Ketika
dinamakan Freud sebagai superego. anak mengatasi konflik oedipus ini, maka
perkembangan moral akan dimulai. Salah satu alasan mengapa anak mengatasi
konflik oedipus adalah perasaan khawatir akan kehilangan kasih sayang orangtua dan
ketakutan akan dihukum karena keinginan seksual mereka yang tidak dapat diterima
terhadap orangtua yang berbeda jenis kelamin. Struktur superego mempunyai dua
komponen, yaitu ego ideal kata hati (conscience). Kata hati menggambarkan bagian
dalam atau kehidupan mental seseorang, peraturan-peraturan masyarakat, hukum, kode,
etika, dan moral.

2.2.2 Teori Perkembangan Kognitif

Kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan: pengetahuan


(knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (application), analisa (analysis),
sintesa (sinthesis), dan evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut
kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal). Teori kognitif lebih
menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek
rasional yang dimiliki oleh orang lain.

Teori kognitif Piaget mengenai pengembangan moral melibatkan prinsip-


prinsip dan proses-proses yang sama dengan pertumbuhan kognitif yang ditemui dalam
teorinya tentang perkembangan intelektual. Bagi Piaget, perkembangan moral

5
digambarkan melalui aturan permainan. Hakikat moralitas adalah kecenderungan untuk
menerima dan menaati sistem peraturan. Piaget menyimpulkan bahwa pemikiran anak-
anak tentang moralitas dapat dibedakan atas dua tahap, yaitu tahap heteronomous
morality dan autonomous morality (Siefert & Hoffnung, 1994)

1. Tahap Heteronomous Morality. Pada tingkatan heteronomi, segala aturan oleh


anak dipandang sebagai hal yang datang dari luar jadi bersifat eksternal dan
dianggap sakral karena aturan itu merupakan hasil pemikiran orang dewasa. Sifat
heteronomi anak disebabkan oleh faktor kematangan struktur kognitif yang
ditandai sifat egosentris dan hubungan interaktif dengan orang dewasa dimana
anak merasa kurang berkuasa dibanding orang dewasa.
2. Tahap Autonomous Morality. Pada tingkatan autonomi anak mulai
menyadarinya kebebasan untuk tidak sepenuhnya menerima aturan itu sebagai hal
yang datang dari luar dirinya. Pada tingkatan ini anak menunjukkan kemampuan
untuk mengkritis aturan dan memilih aturan yang tepat atas dasar kesepakatan dan
kerjasama dengan lingkungannya. Sifat autonomi dipengaruhi oleh kematangan
sturtukr kognitif yang ditandai oleh kemampuan mengkaji aturan secara kritis dan
menerapkannya secara selektif yang muncul dari sikap resiprositas dan kerjasama.

Secara teoritik nilai moral berkembang secara psikologis dalam diri individu
mengikuti perkembengan usia dan konteks sosial. Dalam kaitannya dengan usia, Piaget
(dalam Winataputra dan Budimansyah, 2007:172-173; Makmun, 2001:102-103)
merumuskan perkembangan kesadaran dan pelaksanaan aturan, sebagai berikut:

Tahapan pada domain Kesadaran mengenai Aturan

- Usia 0-2 tahun : Aturan dirasakan sebagai hal yang tidak bersifat memaksa,
- Usia 2-8 tahun : Aturan disikapi bersifat sakral dan diterima tanpa pemikiran,
- Usia 8-12 tahun : Aturan diterima sebagai hasil kesepakatan.

Tahapan pada domain Pelaksanaan Aturan

- Usia 0 – 2 tahun : Aturan dilakukan hanya bersifat motorik saja,


- Usia 2 – 6 tahun : Aturan dilakukan dengan orientasi diri sendiri,
- Usia 6 – 10 tahun : Aturan dilakukan sesuai kesepakatan,

6
- Usia 10 – 12 tahun : Aturan dilakukan karena sudah dihimpun.

Bertolak dari teorinya itu Piaget menyimpulkan bahwa pendidikan sekolah


seyogyanya menitik beratkan pada pengembangan kemampuan mengambil keputusan
(decision making skills) dan memecahkan masalah (problem solving),
dan membina perkembangan moral dengan cara menuntut para peserta didik untuk
mengembangkan aturan berdasarkan keadilan/kepatutan (fairness). Dengan kata lain
pendidikan nilai berdasarkan teori Piaget adalah pendidikan nilai moral atau nilai etis
yang dikembangkan berdasarkan pendekatan psikologi perkembangan moral kogniti.
Disitulah pendidikan nilai dititikberatkan pada pengembangan perilaku moral yang
dilandasi oleh penalaran moral yang dicapai dalam konteks kehidupan masyarakat
(Budimansyah, 2012).

2.2.3 Teori Perkembangan Ranah Afektif

Pengertian afektif berkenaan dengan rasa takut atau cinta mempengaruhi


keadaan, perasaan dan emosi, mempunyai gaya atau makna yang menunjukkan perasaan.
Maka dari itu perkembanan moral ranah afektif ini dikatakan kedalam moral feeling atau
perasaan moral individu. Perasaan moral adalah perasaan mengenai benar atau salahnya
yang menyertai tindakan yang dia ambil dan memotivasi pikiran dan tindakan tentang
moral. Perasaan moral juga dikatakan sebagai emosi dan kehalusan perasaan individu
yang mengandung sentimen, emoati dan simoati, prihatin,belas kasihan, bermotivasi
alturistik, dan murah hati.

Pada ranah afektif bloom menyusun pembagian katagorinya dengan David


Krathwol, yaitu :

 Penerimaan ( receiving/attending)
o Mengacu pada kemampuan untuk memperhatikan dan merespon
stimulasi yang tepat, juga kemampuan untuk menunjukan atensi atau
penghargaan terhadap orang lain.
o Contohnya: mendengarkan pendapat orang lain atau menghargai
pendapat orang lain.
 Responsif(responsive)

7
o Disini seseoramg berpartisipasi aktif dalan pembelajaran dan selalu
memiliki motivasi dalam bereaksi dan mengambil tindakan.
o Contohnya: berpartisipasi dalam diskusi kelas mengenai suatu
pembelajaran.
 Penilaian ( value)
o Pembinaan yang tidak terfokus pada penerimaan nilai melainkan juga
mampu menilai konsep/fenomena apakah yang dia lakukan baik atau
buruk. Dia mampu menilai mana yang baik dan mana yang buruk.
 Organisasi
 Mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal,
yang membawa pada perbaikan umum.
Pada perkembangan moral ranah afektif ini dikaitkan dengan perasaan
moral seseorang, diamana seseorang dapat mengembangkan dan menjalankanya
dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip-prinsip perasaan moral sebagai ranah afektif
yaitu :
1. Menyadari dan menghormati perasaan dan kebijakan orang lain.
2. Menyadari perasaan dan rasa hormat diri sendiri.
3. Mempunyai motivasi dan niat untuk bertindak.

Schulheiss dan Brunstein dalam Sit (2010) menyatakan bahwa kompetensi


adalah kemampuan dan keterampilan seseorang yang telah dikembangkan. Moral
menurut Piaget dalam Azizah (2006) adalah kebiasaan seseorang untuk berperilaku lebih
baik atau buruk dalam memikirkan masalah-masalah sosial terutama dalam sebagai
kemampuan yang dibutuhkan untuk menerapkan moral yang baik dalam kehidupan
sehari-hari, khususnya dalam penyelesaian konflik moral (Lind, 2013).

Maka, Kompetensi moral kemampuan seseorang untuk mengaplikasikan


keputusan dan perasaan moral ke tindakan konkret.

2.2.3 Kemampuan

Kemampuan moral adalah kapasitas seseorang dalam memahami tentang


perbuatan baik maupun buruk.

2.2.3 Kebiasaan

8
Kebiasaan adalah tindakan yang lazim/umum dilakukan masyarakat.
Contohnya kebiasaan makan dengan tangan kanan, kebiasaan bertegur sapa bila bertemu
dengan orang yang telah dikenal. Meskipun bukan merupakan aturan, kebiasaan
mempunyai pengaruh terhadap perilaku keseharian warga masyarakat.

Pembiasaan merupakan strategi yang efektif untuk membentuk perilaku


tertentu pada seseorang, termasuk perilaku moral. Dengan pembiasaan terbentuklah
perilaku yang bersifat relatif menetap. Misalnya, jika anak dibiasakan untuk menghormati
anak yang lebih tua atau orang dewasa lainnya, maka anak memiliki kebiasaan yang baik,
yaitu selalu menghormati kakaknya atau orang tuanya.

9
10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa seorang manusia akan
mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan dari mulai lahir hingga mati tanpa
berhenti. Dalam masa pertumbuhan dilalui berbagai macam tahapan tumbuh kembang
untuk membuat manusia lebih matang. Dalam setiap tahapan tumbuh kembang yang
dilalui manusia ada tugas-tugas yang harus dicapai sesuai fase yang dilaluinya agar dalam
menjalani kehidupan manusia dapat mencapai keberhasilan. Dalam tahap-tahap tersebut
seseorang akan mengalami kematangan mulai dari pola pikir, kehidupan bersosialisasi,
dan kematangan seksual untuk menunjang masa dewasa yang akan dilalui seseorang.

3.2 Saran

Dalam proses penulisan harus lebih memperbanyak membaca buku referensi


tentang teori belajar. Dan mempelajari tentang contoh-contoh penerapan teori belajar
dalam kehidupan sehari-hari.

11
DAFTAR PUSTAKA

Joe. 2017. “Pertimbangan Moral”, https://id.scribd.com/document/367954163/2-0-


PERTIMBANGAN-MORAL-docx, diakses pada 22 Februari 2018 pukul 14.30 WIB.

Fitriyah, Uswatul. 2017. “Perkembangan Moral Menurut Para Ahli”,


https://www.kompasiana.com/usfitriyah/perkembangan-moral-menurut-para-
ahli_58bd698a337a61ed09456535, diakses pada 22 Februari 2018 pukul 14.15 WIB.

Hasanah, Uswatun. 2013. “Perkembangan Moral Peserta Didik”,


http://husna0362.blogspot.co.id/2013/03/perkembangan-moral-peserta-didik.html,
diakses pada 22 Februari 2018 pukul 13.20 WIB.

Sari, Yanti Nurvita. 2014. “Teori Perkembangan Moral Jean Piaget”,


https://www.scribd.com/doc/226869296/Teori-Perkembangan-Moral-Jean-Piaget,
diakses pada 22 Februari 2018 pukul 13.50 WIB.

12

Anda mungkin juga menyukai