Tujuan Perkawinan
a. Merasakan adanya kedekatan diantara mereka berdua, saling memperkenalkan diri secara
terbuka
b. Masing-masing merasakan ketenangan dan rasa aman untuk berbicara tentang dirinya
lebih mendalam (pengungkapan diri)
c. Merasakan adanya saling ketergantungan antara berdua (saling berbagi rasa dalam
kegembiraan dan kesedihan)
d. Adanya penuhan kebutuhan pribadi kekasihnya, dia rela mengorbankan apa yang
dimikinya demi kebutuhan sang kekasih dengan senang hati dan ketulus ikhlasan, tahap
inilah yang disebut dengan cinta sejati yang disebut dalam Al Qur’an dengan
Mawaddah
e. Pada hakikatnya, hidup adalah untuk beribadah kepada Allah swt semata sebagaimana
firman Allah swt yang artinya: “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka beribadah kepada-Ku.” QS. Adz Dzariyaat:56
a. Memberi nafkah zahir dan batin, Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian
dalam menjalankan agama. (At-Taubah: 24)
b. Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah dan Rasul- Nya. (At-
Taghabun: 14)
c. Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (Al Furqan : 74)
f. Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara berurutan:
(1) Memberi nasehat, (2) Pisah kamar, (3) Memukul dengan (4). pukulan yang tidak
menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal
ketaatan kepada Allah.
g. Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling
ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
h. Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-Thalaq:
7)
i. Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan
menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6,
Muttafaqun Alaih)
j. Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum
haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
m. Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib mendidiknya
dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)
Jadilah kau raja di rumahmu. Cintailah isterimu dengan tulus dan jadikanlah ia sebagai
ratumu. Buat ia bangga menjadi permaisuri di kerajaanmu dengan berlandaskan cinta kasih dan
ketaatan kepada Allah SWT. Berikanlah dirinya makanan yang cukup dan persembahkan
untuknya beragam jenis pakaian. Belikan untuknya minyak wangi karena wanita menyukai
minyak wangi. Buatlah dirinya bahagia selama kau hidup dan berilah nafkah yang baik dan
halal untuk isteri dan anak – anakmu. Sesungguhnya seorang istri laksana cermin bagi
suaminya dan menjadi bukti akan apa yang diusahakannya dalam mencapai kebahagiaan
ataupun kesengsaraan. Engkau adalah laksana pakaian baginya yang mampu menampakkan
kecantikan diri dan pribadinya serta menutupi setiap kekurangannya. Jangan terlalu keras
dalam rumah tanggamu karena isteri diciptakan dari tulang rusukmu, bagian dari dirimu.
Tulang rusuk berada di tempat yang terlindung sehingga isterimu pun ada untuk kau lindungi.
Sebagaimana tulang rusuk yang bengkok, berwasiatlah yang baik terhadap isterimu karena jika
engkau keras dalam meluruskan maka ia akan patah dan jika engkau biarkan maka selamanya
ia akan bengkok.
۟ ُٱَّللَ َو ْل َيقُول
وا قَ ْو ًًل َّ وا۟ ُعلَ ْي ِه ْم فَ ْل َيتَّق ۟ ُض َٰ َعفًا خَاف
َ وا ۟ ش ٱلَّذِينَ َل ْو ت َ َر ُك
ِ ًوا ِم ْن خ َْل ِف ِه ْم ذ ُ ِ ِّريَّة َ َو ْل َي ْخ
سدِيدًا
َ
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka
meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan)-nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, dan
hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar”. (QS. An-Nisa’:9)
Ayat di atas mengisyaratkan kepada orang tua agar tidak meninggalkan anak dalam
keadaan lemah. Lemah dalam hal ini adalah lemah dalam segala aspek kehidupan, seperti
lemah mental, psikis, pendidikan, ekonomi terutama lemah iman (spiritual). Anak yang lemah
iman akan menjadi generasi tanpa kepribadian. Jadi, semua orang tua harus memperhatikan
semua aspek perkembangan anak, baik dari segi perhatian, kasih sayang, pendidikan mental,
maupun masalah akidah atau keimananya.
Oleh karena itu, para orang tua hendaklah bertakwa kepada Allah, berlaku lemah lembut
kepada anak, karena sangat membantu dalam menanamkan kecerdasan spiritual pada anak.
Keadaan anak ditentukan oleh cara-cara orang tua mendidik dan membesarkannya.
Ada beberapa langkah yang dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam peranannya mendidik
anak, antara lain:
a. Orang tua sebagai panutan
b. Orang tua sebagai motivator anak
c. Orang tua sebagai cermin utama anak
d. Orang tua sebagai fasilitator anak
ير
ُ صِ ي ْال َم
َّ َعا َمي ِْن أ َ ِن ا ْش ُك ْر ِلي َو ِل َوا ِلدَيْكَ إِل
َ صالُهُ فِي َ سانَ بِ َوا ِلدَ ْي ِه َح َملَتْهُ أ ُ ُّمهُ َو ْهنًا
َ ِعلَى َو ْه ٍن َوف ِ ْ ص ْينَا
َ اْل ْن َّ َو َو
Artinya:“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah dan bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu
bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu” (QS.Al-Luqman:14)
Menurut ukuran secara umum, si orang tua tidak sampai akan menganiaya kepada
anaknya. Kalaulah itu terjadi penaniayaan orang tua kepada anaknya adalah disebakan
perbuatan si anak itu sendiri yang menyebabkan marah dan penganiayaan orang tua kepada
anaknya. Didalam kasus demikian seandainya si orang tua marah kepada anaknya dan berbuat
aniaya sehingga ia tiada ridha kepada anaknya, Allah SWT pun tidak meridhai si anak tersebut
lantaran orang tua
c. Berkata halus dan mulia kepada ibu dan ayah
Segala sikap orang tua terutama ibu memberikan refleksi yang kuat terhadap sikap si anak.
Dalam hal berkata pun demikian. Apabila si ibu sering menggunakan kata-kata halus kepada
anaknya, si anak pun akan berkata halus. Kalau si ibu atau ayah sering mempergunakan kata-
kata yang kasar, si anakpun akan mempergunakan kata-kata kasar, sesuai yang digunakan oleh
ibu dan ayahnya. Sebab si anak mempunyai insting menir yang lebih mudah ditiru adalah orang
yang terdekat dengannya, yaitu orang tua, terutama ibunya. Agar anak berlaku lemah lembut
dan sopan kepada orang tuanya, harus dididik dan diberi contoh sehari-hari oleh orang tuanya
bagaimana sianak berbuat, bersikap, dan berbicara. Kewajiban anak kepada orang tuanya
menurut ajaran Islam harus berbicara sopan, lemah-lembut dan mempergunakan kata-kata
mulia. Sebagai pedoman dalam memberikan perlakuan yang baik kepada kedua orang tua,
ingatlah Firman Allah dalam surah Al Isra ayat 23 dan 24 yang Artinya : Dan Tuhanmu telah
memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik
pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-
duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka
berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".
d. Berbuat baik kepada ibu dan ayah yang sudah meninggal dunia
Bagaimana berbuat baik seorang anak kepada ibu dan ayahnya yang sudah tiada. Dalam hal ini
menurut tuntunan ajaran Islam sebagaimana Sabda Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan
oleh Abu Usaid yang artinya: ”Kami pernah berada pada suatu majelis bersama Nabi, seorang
bertanya kepada Rasulullah SAW: Wahai Rasulullah, apakah ada sisa kebajikan setelah
keduanya meninggal dunia yang aku untuk berbuat sesuatu kebaikan kepada kedua orang
tuaku. “Rasulullah SAW bersabda: ”Ya, ada empat hal :”mendoakan dan memintakan ampun
untuk keduanya, menempati / melaksanakan janji keduanya, memuliakan teman-teman kedua
orang tua, dan bersilaturrahim yang engkau tiada mendapatkan kasih sayang kecuali karena
kedua orang tua”.
Hadist ini menunjukkan cara kita berbuat baik kepada ibu dan ayah kita, apabila beliau-beliau
itu sudah tiada yaitu:
a. Mendoakan ayah ibu yang telah tiada itu dan meminta ampun kepada Alloh SWT dari segala
dosa orang tua kita.
b. Menepati janji kedua ibu bapak. Kalau sewaktu hidup orang tua mempunyai janji kepada
seseorang, maka anaknya harus berusaha menunaikan menepati janji tersebut. Umpamanya
beliau akan naik haj, yang belum sampai melaksanakannya, maka kewajiban anaknya
menunaikan haji orang tua tersebut.
c. Memuliakan teman-teman kedua orang tua. Diwaktu hidupnya ibu atau ayah mempunyai
teman akrab, ibu atau ayah saling tolong-menolong dengan temannya dalam bermasyarakat.
Maka untuk berbuat kebajikan kepada kedua orang tua kita yang telah tiada, selain tersebut di
atas, kita harus memuliakan teman ayah dan ibu semasa ia masih hidup.
d. Bersilalaturrahmi kepada orang yang kita mempunyai hubungan karena kedua orang tua. Maka
terhadap orang yang dipertemukan oleh ayah atau ibu sewaktu masih hidup, maka hal itu
termasuk berbuat baik kepada ibu dan bapak kita yang sudah meninggal dunia.
Akhlak anak terhadap kedua orang tua menurut al-Ghazali masih relevan bagi pemuda
Islam pada masa sekarang, karena berdasarkan atas al-Qur'an dan Hadits. Akan tetapi anak
yang diterlantarkan orang tua sejak kecil, membuat mereka tidak dapat menghayati tanggung
jawab orang tua terhadapnya, tanggung jawab anak terhadap orang tua terhadap anak dan akan
menyebabkan mereka tidak berbuat baik kepada orang tua. Sayangilah, cintailah, hormatilah,
patuhlah kepadanya rendahkan dirimu, sopanlah kepadanya. Oleh karena itu orang tua dan
anak harus sama-sama memperhatikan tanggung jawab dan haknya masing-masing, antara
hak-hak orang tua terhadap anak dan sebaliknya, supaya akhlak atau etika anak terhadap kedua
orang tua berjalan dengan baik dan sesuai dengan ajaran agama.
- Power and intimacy (Kekuatan/kekuasaan dan keintiman). Perasaan memiliki hak yng sama
untuk berpartisipasi dalam mengambil keputusan
- Homesty and freedom of expression (Kejujuran dan kebebasan berpendapat), tradisi diskusi
atau dialog dalam keluarga
- Warmth, joy and humor (Kehangatan, kegembiraan dan humor), adanya saling percaya dan
keceriaan diantara keluarga
- Organization and negotiating Skill, ( Ketrampilan organisasi dan negosiasi), kemampuan
untuk melakukan negosiasi, kepala keluarga sebagai pimpinan organisasi, bukan sebagai
komandan yang hanya bisa memerintah, membina komunikasi yang baik
- Values system (Sistem nilai), keluarga memiliki pegangan bersama, misalnya nilai moral
keagamaan merupakan acuan pokok dalam melihat realitas kehidupan yang harus diperhatikan
sebagai rambu-rambu ketika mengambil keputusan
- Power and intimacy (Kekuatan/kekuasaan dan keintiman). Perasaan memiliki hak yng sama
untuk berpartisipasi dalam mengambil keputusan
- Homesty and freedom of expression (Kejujuran dan kebebasan berpendapat), tradisi diskusi
atau dialog dalam keluarga
- Warmth, joy and humor (Kehangatan, kegembiraan dan humor), adanya saling percaya dan
keceriaan diantara keluarga
- Organization and negotiating Skill, ( Ketrampilan organisasi dan negosiasi), kemampuan
untuk melakukan negosiasi, kepala keluarga sebagai pimpinan organisasi, bukan sebagai
komandan yang hanya bisa memerintah, membina komunikasi yang baik
- Values system (Sistem nilai), keluarga memiliki pegangan bersama, misalnya nilai moral
keagamaan merupakan acuan pokok dalam melihat realitas kehidupan yang harus diperhatikan
sebagai rambu-rambu ketika mengambil keputusan
Cinta yang selalu Bersemi dalam berumah tangga
الضلَعِ أَع ََْلهُ فَإ ِ ْن ذَ َهبْتَ ت ُ ِقي ُمهُ َك َس ْرتَهُ َو ِإ ْن ت ََر ْكتَهُ لَ ْم يَزَ ْل َ ضلَعٍ َو ِإ َّن أَع َْو َج
ِّ ِ ش ْيءٍ فِي ْ َاء فَإ ِ َّن ْال َم ْرأَة َ ُخ ِلق
ِ ت ِم ْن ِ سَ ِِّصوا بِالن
ُ ا ْست َْو
أَع َْو َج
اء
ِ سَ ِِّصوا بِالن
ُ فَا ْست َْو
“Nasehatilah isteri-isteri kalian dengan cara yang baik, karena sesungguhnya para wanita
diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah
bagian atasnya (paling atas), maka jika kalian (para suami) keras dalam meluruskannya
(membimbingnya), pasti kalian akan mematahkannya. Dan jika kalian membiarkannya (yakni
tidak membimbingnya), maka tetap akan bengkok. Nasehatilah isteri-isteri (para wanita)
dengan cara yang baik.” (Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shohih, dari shahabat Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu)
1. Berdzikir
Ketahuilah, dengan berdzikir dan memperbanyak dzikir kepada Allah, maka seseorang akan
memperoleh ketenangan dalam hidup (sakinah). Allah subhanahu wata’ala berfirman
(artinya):“Ketahuilah, dengan berdzikir kepada Allah, (maka) hati (jiwa) akan (menjadi)
tenang.” (Ar Ra’d: 28)Baik dzikir dengan makna khusus, yaitu dengan melafazhkan dzikir-
dzikir tertentu yang telah disyariatkan, misal: أَ ْست َ ْغ ِف ُرهللا, dan lain-lain, maupun dzikir dengan
makna umum, yaitu mengingat, sehingga mencakup/meliputi segala jenis ibadah atau kekuatan
yang dilakukan seorang hamba dalam rangka mengingat Allah subhanahu wata’ala, seperti
sholat, shoum (puasa), shodaqoh, dan lain-lain
2. Menuntut ilmu agama
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ُس ِك ْينَة
َّ علَي ِْه ُم ال
َ ْسونَهُ بَ ْينَ ُه ْم إِالَّ نَ َزلَت
ُ َار َ َت هللاِ يَتْلُونَ ِكت
َ اب هللاِ َويَتَد ٍ َما اجْ ت َ َم َع قَ ْو ٌم فِي بَ ْي
ِ ت ِم ْن بُيُو
“Tidaklah berkumpul suatu kaum/kelompok disalah satu rumah dari rumah-rumah Allah
(masjid), (yang mana) mereka membaca Al Qur`an dan mengkajinya diantara mereka, kecuali
akan turun (dari sisi Allah subhanahu wata’ala) kepada mereka as sakinah (ketenangan).”
(Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shohih, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)
Dalam hadits diatas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan kabar gembira bagi
mereka yang mempelajari Al Qur`an (ilmu agama), baik dengan mempelajari cara membaca
maupun dengan membaca sekaligus mengaji makna serta tafsirnya, yaitu bahwasanya Allah
akan menurunkan as sakinah (ketenangan jiwa) pada mereka.
Setiap manusia selalu menginginkan keluarga yang sakinah, mawaddah dan warohmah, untuk
itu apa saja sih yang harus dilakukan untuk mencapai keluarga yang di impikan. ikuti yuk tips
dari keluarga sakinah ini :
1. Jangan Melihat ke Belakang
Setiap orang pasti memiliki masa lalu baik yang bagus maupun yang kelam. Termasuk
pasangan. Di masa lalu pun mungkin ada sepenggal kisah tak mengenakkan yang pernah
mewarnai rumah tangga. Jika tak ingin terseret dalam arus negatif, lupakan hal-hal buruk yang
pernah terjadi. Sambutlah masa depan dengan senyuman. Setiap orang pernah melakukan
kesalahan dan berhak untuk menjadi lebih baik. Termasuk, jangan mengingat-ingat lagi mantan
orang yang dicintai saat belum menikah dulu. Tidak ada gunanya dan hanya menghalangi
kebahagiaan untuk hadir dalam kehidupan Bunda dan Sista.
2. Selalu Berpikir Objektif
Saat kalut menghadapi suatu hal, kadang kala pikiran jadi ruwet dan segalanya tampak suram.
Ini terjadi jika Bunda dan Sista ikut terpancing secara emosional. Padahal, masalah apapun itu,
termasuk konflik dengan suami maupun anak-anak, membutuhkan pikiran yang jernih untuk
menyelesaikannya.
Apalagi jika muncul pihak ketiga yang berusaha memprovokasi. Beri jeda waktu agar
pikiran menjadi dingin dan lepas dari segala beban emosional. Setelah merasa tenang, barulah
mencari solusi diawali dengan saling mendengarkan antara kedua pihak.
3. Fokus Pada Kelebihan Pasangan
Artinya, kita masih memiliki banyak kekurangan. Begitu pula dengan pasangan kita. Saat
masih gadis mungkin kita selalu berangan-angan tentang pendamping hidup yang tampan, baik
hati, terhormat dan berkecukupan. Namun setelah menjalani rumah tangga beberapa tahun, kita
mulai tahu sifat aslinya, kebiasaan buruknya yang mungkin membuat penilaian kita menjadi
berubah. Ternyata dia posesif, ternyata dia pelupa . Fokuslah pada hal-hal baik ini. Kalaupun
tidak bisa menyingkirkan keburukannya dari depan mata, temukanlah alasan bahwa itu dibalik
itu ada hikmahnya.
4. Saling Percaya
Kunci dari sebuah hubungan adalah rasa percaya. Tanpa rasa saling percaya , kehidupan rumah
tangga tentu tak akan berjalan mulus. Rasa aman, nyaman, tenteram yang menjadi salah satu
tujuan pernikahan tidak akan muncul. Bagaimana bisa tenang kalau Bunda dan Sista selalu
gelisah, curiga dan khawatir memikirkan sedang apa si dia di luar sana? Jangan-jangan dia
ketemu sama klien yang cantik bukan main, jangan-jangan dia melihat seseorang yang lebih
solehah dan membandingkannya dengan kita. Begitu pula jika suami berlaku demikian.
Kuncinya, selalu khusnudzan dan jangan sia-siakan kepercayaan yang diberikan suami.
5. Kebutuhan Seks
Perkawinan tanpa seks bisa dibilang seperti sayur tanpa garam. Hambar. Ya, seks memang
perlu. Dan meski aktivitas seks sebetulnya bertujuan untuk memperoleh keturunan, namun
manusia perlu juga mengembangkan seks untuk mencapai kebahagiaan bersama pasangan
hidupnya. Prinsip hubungan seks yang baik adalah adanya keterbukaan dan kejujuran dalam
mengungkapkan kebutuhan Anda masing-masing. Intinya, kegiatan seks adalah untuk saling
memuaskan, namun perlu dihindari adanya kesan mengeksploitasi pasangan. Kegiatan seks
yang menyenangkan akan memberikan dampak positif bagi Bunda/Sista dan suami.
6. Hindari Pihak Ketiga
Setelah ijab qabul terucap dan sah menjadi pasangan suami-istri, dalam tatanan masyarakat
Bunda/Sista telah diperhitungkan sebagai seorang ratu rumah tangga dari keluarga yang
dipimpin oleh suami. Saat ada urusan bermasyarakat, tak lagi dianggap sebagai bagian dari
keluarga lama tapi telah menjadi kelompok tersendiri. Maka ketika timbul permasalahan,
selesaikanlah berdua saja. Tentunya suami-istri lebih banyak mengetahui keadaan dan arah
rumah tangga ke depan. Tak perlulah melibatkan orang lain. Banyak cerita tentang
membesarnya konflik justru setelah pihak ketiga terlibat maupun sengaja dilibatkan, entah itu
mertua, saudara ipar, tetangga, dan sebagainya.
Kalau pun ingin mendapat nasehat atau memiliki sudut pandang yang berbeda, maka mintalah
pada seseorang yang sudah teruji pengalaman hidupnya, yang telah diketahui baik akhlaknya
dan yang kemungkinan tidak akan melibatkan emosi pribadi dalam memberikan nasehat.
7. Menjaga Romantisme
Terkadang, pasangan yang sudah cukup lama membangun mahligai rumah tangga tak lagi
peduli pada soal yang satu ini. Padahal, menjaga romantisme dibutuhkan oleh pasangan suami-
istri sampai kapan pun, tak cuma ketika mereka berpacaran. Sekedar memberikan bunga,
mencium pipi, menggandeng tangan, saling memuji, atau berjalan-jalan menyusuri tempat-
tempat romantis akan kembali memercikkan rasa cinta kepada pasangan hidup Anda. Tentu,
ujung-ujungnya pasangan suami-istri akan merasa semakin erat dan saling membutuhkan.
Meski sepele, pujian atau perhatian sangat besar pengaruhnya bagi suami lho, dan sebaliknya.
Memberikan pujian ringan seperti “Masakan Mama hari ini luar biasa, lho!” atau “Wah, Papa
tambah keren pakai dasi itu.” Ucapan-ucapan sepele seperti itu akan memberikan
dorongan/semangat yang luar biasa. Pasangan Anda pun akan merasa dihargai.
8. Selalu Utamakan Komunikasi
Komunikasi juga merupakan salah satu pilar langgengnya hubungan suami-istri. Hilangnya
komunikasi berarti hilang pula salah satu pilar rumah tanga. Komunikasi yang dimaksud disini
bukan hanya ngobrol-ngobrol saja. Komunikasi beda lho sama gantian bicara. Coba ingat-ingat
deh Bunda/Sista, saat pernah mengalami masalah rumah tangga, yang dilakukan bersama
suami saat itu komunikasi atau gantian bicara? Komunikasi ini dimaksudkan untuk saling
mengerti, untuk menghilangkan kan hal-hal berbau prasangka dan emosi. Menjaga komunikasi
bisa diawali dengan kebiasaan ngobrol dan duduk bersama. Sampaikan apa yang Bunda/Sista
merasa perlu diketahui suami atau anak. Buat iklim rumah tangga menjadi terbuka sehingga
tidak ada anggota keluarga yang merasa tidak didengarkan.
9. Jaga Spiritualitas Rumah Tangga
Salah satu pijakan yang paling utama seseorang rela berumah tangga adalah karena adanya
ketaatan pada syariat Allah. Padahal, kalau menurut hitung-hitungan materi, berumah tangga
itu melelahkan. Justru di situlah nilai pahala yang Allah janjikan. Ketika masalah nyaris tidak
menemui ujung pangkalnya, kembalikanlah itu kepada sang pemilik masalah, Allah SWT.
Sertakan rasa baik sangka kepada Allah SWT. Dan ambil hikmahnya dari setiap masalah.
Membangun keluarga yang Sakinah merupakan sebuah awalan yang baik untuk menciptakan
kondisi masyarakat yang ideal.
e. Senantiasa menjaga dan menginterospeksi anggota keluarganya agar terhindar dari hal-hal
yang munkar.
Hakikatnya, pada zaman modern ini memang tidak mudah untuk membangun keluarga
Sakinah, sebab percampuran budaya yang sudah sangat melekat di dalam dinamika kehidupan
masyarakat mengakitbatkan ketimpangan sosial yang sangat signifikan dalam berperilaku,
sehingga mayoritas masyarakat yang terlalu nyaman dengan perkembangan zamanpun sedikit
demi sedikit meninggalkan pola hidup lama dan lebih memilih pola hidup baru yang dibawa
oleh dampak globalisasi. Untuk mewujudkan keluarga sakinah dengan cara:
a. Memilih pasangan yang Shaleh/Shalehah yang taat kepada perintah Allah SWT dan sunnah
Rasulullah SAW.
c. Melihat latar belakang keluarga dan nasab dari pasangan yang dipilih. Diutamakan
yang memiliki nasab terjaga(baik) dan terhormat.
d. Niatkan dari awal untuk beribadah kepada Allah SWT dan menjauhi segala hubungan
yang dilarang-Nya.
f. Sebagai suami, istri ataupun anak, menjalankan tugas dan fungsinya selaku anggota
keluarga dengan sebaik-baiknya.