Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

HENOCH SCHONLEIN PURPURA (HSP)

Disusun Oleh :
dr. Kharisma Prabowo

Pembimbing :
dr. Willy Wanta
dr. Lucky

INTERNSHIP PERIODE I 2019

SILOAM HOSPITALS LIPPO VILLAGE – RSU SILOAM

PERIODE FEBRUARI 2019 – FEBRUARI 2020

TANGERANG

1
BAB I

PENDAHULUAN

Henoch Schonlein Purpura adalah suatu sindrom sistemik yang mengenai kulit (ruam
purpura), saluran cerna (nyeri abdomen), sendi (arthritis), dan ginjal. Penyakit ini lebih sering
dijumpai pada anak-anak akibat kompleks imun setelah infeksi akut. Gejalanya berupa:
purpura, rasa gatal, pembengkakan sendi, nyeri abdomen dan hematuria. 1

Purpura Henoch-Schönlein disebut juga sebagai purpura anafilaktoid. Istilah ini


diambil dari nama dua orang dokter yang berasal dari Jerman. Pada tahun 1837, Johan
Schönlein menggunakan istilah peliosis rheumatica untuk menggambarkan beberapa kasus
dengan gejala klinis nyeri sendi dan purpura. Pada tahun 1874, Henoch murid Schönlein
menjumpai kasus serupa, namun disertai dengan gejala nefritis, kolik abdomen, dan
melena. Berdasarkan hasil pengamatan bahwa patogenesis dari penyakit ini, berhubungan erat
dengan reaksi hipersensitivitas pada agen tertentu atau berhubungan dengan sistim imun.1

2
BAB II
PEMBAHASAN

I. Definisi

Henoch-Schönlein purpura atau dikenal juga dengan anaphylactoid purpura atau allergic
purpura, atau vascular purpura, adalah suatu penyakit peradangan pembuluh darah
kecil yang berhubungan dengan reaksi imunologis khususnya immunoglobulin A. Pada
HSP, terjadi proses nekrosis dari vascular, yang ditandai dengan terjadinya destruksi fibrin
dinding pembuluh darah dan leukocytoclasis. 2

Definisi lain menyebutkan HSP adalah suatu penyakit vasculitis dengan kombinasi
gejala; rash pada kulit, atrhalgia, periarticular edema, nyeri abdomen, dan glomerulonephritis.
Hal ini dapat disertai infeksi saluran pernafasan atas, dan berhubungan dengan Imunoglobin
A, serta sintesis imunoglobin G. Pada IgA dan Ig G berinteraksi untuk menghasilkan kompleks
imun, yang mengaktifkan complement, yang di depositkan pada organ dan
menimbulkan respon inflamasi berupa vaskulitis. 2

II. Epidemiologi

Insiden PHS pertahun mencapai 10-20 per 100.000.2 Purpura Henoch-Schönlein dapat
mengenai semua usia, tetapi 50% kasus terjadi pada usia kurang bdari 5 tahun dan 75% kasus
terjadi pada usia kurang dari 10 tahun. Puncak kejadiaan PHS pada usia 5 sampai 6 tahun. Laki-
laki lebih sering terkena dengan perbandingan 1,5-2 kali lebih besar dibanding perempuan.3,4

Di Indonesia, insiden PHS belum diketahui secara pasti. Berdasarkan data yang
didapatkan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM), didapatkan kecenderungan
peningkatan kasus baru. Di bulan Juli sampai dengan Desember 2006 didapatkan 10 kasus baru
PHS, lebih besar apabila dibandingkan hanya 23 kasus baru yang ditemukan dalam kurun
waktu 5 tahun sebelumnya (1998-2003).5

Di Amerika Serikat 75% of HSP timbul pada anak-anak usia 2-14 tahun, insiden
kelompok umur adalah 14 kasus per 100,000 populasi. Meskipun tidak ada laporan berbeda
dalam insidensi HSP diberbagai negara, satu sumber menyatakan bahwa timbulnya
glumerulonephritis yang dihasilkan dari HSP bervariasi antar negara. HSP menimbulkan 18-
40% dari penyakit glumerular di Jepang, Perancis, Italia dan Australia sementara lesi

3
glumerular bertanggung jawab untuk hanya 2-10% di Amerika, Kanada dan Inggris. Jenis
kelamin Laki –laki : Wanita= 1.5-2:1.2

Kebanyakan pasien (75%) adalah anak-anak usia 2-14 tahun. Usia median onset adalah
4-5 tahun. Meskipun satu dari kriteria untuk diagnosis HSP dipublikasikan oleh American
College of Rheumatology adalah umur kurang dari 20 tahun. Penyakit ini dapat timbul dari
bayi hingga dekade kesembilan. Studi oleh Allen menunjukkan manifestasi klinis HSP yang
bervariasi dengan umur. Anak-anak yang usianya lebih muda dari 2 tahun mempunyai
sedikit keterlibatan ginjal dan gastrointestinal.2,3

Kebanyakan morbiditas dan mortalitas pada penyakit ini dihasilkan dari


glomerulonephritis dan hal ini berkaitan dengan manifestasi ginjal akut dan kronis. Pada yang
minimum, hematuria transient timbul pada 90% pasien. Insufisiensi renal timbul kurang dari
2% pasien, dan end-stage renal failure timbul kurang dari 1%. HSP berkisar antara 3-15% pada
anak yang memasuki program dialisis. Meskipun jarang, perdarahan pulmonar seringkali
merupakan komplikasi yang fatal dari HSP.2

III. Etiologi

Sampai sekarang penyebab penyakit ini belum diketahui. Diduga beberapa faktor
memegang peranan, antara lain faktor genetik, infeksi traktus respiratorius bagian atas,
makanan, gigitan serangga, paparan terhadap dingin, imunisasi ( vaksin varisela, rubella,
rubeolla, hepatitis A dan B, paratifoid A dan B, tifoid, kolera) dan obat – obatan (ampisillin,
eritromisin, kina, penisilin, quinidin, quinin). Infeksi bisa berasal dari bakteri (spesies
Haemophilus, Mycoplasma, Parainfluenzae, Legionella, Yersinia, Shigella dan Salmonella)
ataupun virus (adenovirus, varisela, parvovirus, virus Epstein-Barr). Vaskulitis juga dapat
berkembang setelah terapi antireumatik, termasuk penggunan metotreksat dan agen anti TNF
(Tumor Necrosis Factor). Namun, IgA jelas mempunyai peranan penting, ditandai dengan
peningkatan konsentrasi IgA serum, kompleks imun dan deposit IgA di dinding pembuluh
darah dan mesangium renal. HSP adalah suatu kelainan yang hampir selalu terkait dengan
kelainan pada IgA1 daripada IgA2.6

Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan HSP antara lain:6


 Infeksi : - Mononukleosis - Infeksi parvovirus B19
- Infeksi Streptokokus grup A - Infeksi Yersinia
- Sirosis karena Hepatitis-C - Hepatitis

4
- Infeksi Mikoplasma - Infeksi Shigella
- Virus Epstein-Barr - Infeksi Salmonella
- Infeksi viral Varizella-zoster - Enteritis Campylobacter
 Vaksin :- Tifoid - Kolera
- Campak - Demam kuning
 Alergen - Obat (ampisillin, eritromisin, penisilin, kuinidin, kuinin)
- Makanan
- Gigitan serangga
- Paparan terhadap dingin
 Penyakit idiopatik : Glomerulocystic kidney disease

IV. Patofisiologi
Henoch-Schonlein Purpura adalah kelainan sistemik yang penyebabnya tidak
diketahui dengan karakteristik terjadinya vaskulitis, inflamasi pada dinding pembuluh darah
kecil dengan infiltrasi leukositik pada jaringan yang menyebabkan perdarahan dan iskemia.
Adanya keterlibatan kompleks imun IgA memungkinkan proses ini berkaitan dengan proses
alergi. Namun mekanisme kausal tentang ini belum dapat dibuktikan. Inflamasi dinding
pembuluh darah kecil merupakan manifestasi utama penyakit ini. Bila pembuluh darah yang
terkena adalah kulit, maka terjadi ekstravasasi darah ke jaringan sekitar,yang terlihat sebagai
purpura. Namun purpura pada HSP adalah khas, karena batas purpura dapat teraba pada
palpasi. Bila yang terkena adalah pembuluh darah traktus gastrointestinal, maka dapat terjadi
iskemia yang menyebabkan nyeri atau kram perut. Kadang, dapat menyebabkan distensi
abdomen, buang air besar berdarah, intususepsi, maupun perforasi yang membutuhkan
penanganan segera. Gejala gastrointestinal umumnya banyak ditemui pada fase akut dan
kemungkinan mendahului gejala lainnya seperti bercak kemerahan pada kulit.Terjadi deposisi
kompleks imun IgA pada dinding pembuluh darah kecil. Lebih spesifik, yaitu kompleks IgA-
1 kompleks imun (IgA1-C). Pada keadaan normal, IgA1-C dibersihkan oleh hepatosit melalui
reseptor asialoglikoprotein yang akan berikatan dengan rantai oligosakarida dari fragmen
IgA1-C. Pada pemeriksaan serum, kadar IgA1-C lebih tinggi pada pasien HSP dengan gejala
klinis keterlibatan ginjal daripada mereka yang tanpa keterlibatan ginjal. Aktivasi jalur
komplemen menimbulkan infiltrasi faktor kemotaktik dan sel polimorfonuklear. Pada
10% pasien, antibody anti-neutrofilik sitoplasmik ditemukan. Molekul adhesi yang
diinduksi oleh sitokin proinflamasi, termasuk TNFalfa dan IL-1 yang akan merekrut

5
netrofil dan sel-sel inflamasi lainnya. Pada pemeriksaan kulit, ditemukan adanya TNF
pada lapisan intradermal dengan IL-1 dan IL-6. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan
adanya infiltrasi leukosit dan limfosit perivaskular dengan deposit kompleks imun IgA pada
dinding pembuluh darah kecil dan jaringan ginjal. Leukosit Polymorphonuclear diambil dari
faktor kemotaktik dan menyebabkan inflamasi serta nekrosis dinding pembuluh darah
dengan trombosis yang menetap. Hal ini akan mengakibatkan ekstravasasi dari eritrosit
akan perdarahan dari organ yang dipengaruhi dan bermanifestasi secara histologis
sebagai vaskulitis leukocytoclastic.2,6
Manifestasi klinis dari HSP merefleksikan kerusakan pembuluh darah kecil.
Nyeri abdominal, hadir pada 65% pasien, sekunder terhadap vaskulitis submukosa dan
perdarahan subserosa serta edema dengan trombosis dari mikrovaskular usus. Hematuria
dan proteinuria timbul pada nefritis terkait dengan HSP. Etiologi sekunder terhadap deposisi
mesangial IgA lebih predominan, tetapi IgG, IgM, C3 dan deposisi properdin dapat juga timbul.
Deposit ini juga dapat timbul dalam ruang glumerular subepithelial. Banyak yang percaya
bahwa kedua nephritis HSP dan nefropati IgA (Berger disease), dimana merupakan
penyebab tersering dari glumerulonephritis di dunia, mempunyai penampilan klinis yang
berbeda dari proses penyakit yang sama. Manifestasi dermatologis timbul sekunder
terhadap deposisi kompleks imun (IgA, C3) didalam pembuluh kulit papiler, menghasilkan
kerusakan pembuluh darah, ekstravasasi sel darah merah, dan secara klinis dapat
diobservasi dengan palpasi purpura. Hal ini dapat timbul tergantung di wilayah tubuh, seperti
kaki bawah, punggung dan abdomen.6
Sama banyaknya dengan 50% kejadian yang timbul pada pasien pediatric
menampakkan URI, dan studi terbaru pada dewasa mendemonstrasikan bahwa 40% pasien
mempunyai URI terdahulu. Beberapa agen berimplikasi, termasuk group A streptococci,
varicella, hepatitis B, Epstein-Barr virus, Mycoplasma, Campylobacter dan Yersinia. Lebih
jarang, faktor lain telah dikaitkan dengan dengan agen penimbul dalam perkembangan
HSP. Patogenesis spesifik HSP tidak diketahui, peningkatan konsentrasi serum dari sitokin
tumor necrosis factor- (TNF ) dan inteα α rleukin (IL)-6 telah diidentifikasi dalam penyakit
yang aktif. Teknik Immunofluorescence menunjukkan deposisi dari IgA dan C3 dalam
pembuluh darah kecil dikulit dan glomeruli renal, tetapi peranan aktivasi komplemen tetap
kontroversial.6

6
V. Manifestasi Klinis

HSP biasanya muncul dengan trias berupa ruam purpura pada ekstremitas bawah, nyeri
abdomen atau kelainan ginjal dan artritis. Namun trias tidak selalu ada, sehingga seringkali
mengarahkan kepada diagnosis yang tidak tepat. Gejala klinis mula – mula berupa ruam
makula eritomatosa pada kulit ekstremitas bawah yang simetris yang berlanjut menjadi
palpable purpura tanpa adanya trombositopenia. Ruam awalnya terbatas pada kulit maleolus
tapi biasanya kemudian akan meluas ke permukaan dorsal kaki, bokong dan lengan bagian luar.
Dalam 12 – 24 jam makula akan berubah menjadi lesi purpura yang berwarna merah gelap dan
memiliki diameter 0,5 – 2 cm. Lesi dapat menyatu menjadi plak yang lebih besar yang
menyerupai echimosis yang kemudian dapat mengalami ulserasi.2

Purpura terutama terdapat pada kulit yang sering terkena tekanan (pressure-
bearing surfaces). Kelainan kulit ini ditemukan pada 100% kasus dan merupakan 50% keluhan
penderita pada waktu berobat. Kelainan kulit dapat pula ditemukan pada wajah dan tubuh.
Kelainan pada kulit dapat disertai rasa gatal. Pada bentuk yang tidak klasik, kelainan kulit
yang ada dapat berupa vesikel hingga menyerupai eritema multiform. Kelainan akut pada
kulit ini dapat berlangsung beberapa minggu dan menghilang, tetapi dapat pula rekuren.
Edema skrotum juga dapat terjadi dan gejalanya mirip dengan torsio testis. Gejala
prodromal dapat terdiri dari demam dengan suhu tidak lebih dari 38°C, nyeri kepala dan
anoreksia.2

Pada anak berumur kurang dari 2 tahun, gambaran klinis disa didominasi oleh edema
kulit kepala, periorbital, tangan dan kaki. Gambaran ini disebut AHEI (Acute Hemorrhagic
Edema of Infancy).

Selain purpura, ditemukan pula gejala artralgia dan artritis yang cenderung
bersifat migran dan mengenai sendi besar ekstremitas bawah seperti lutut dan
pergelangan kaki, namun dapat pula mengenai pergelangan tangan, siku dan
persendian di jari tangan. Kelainan ini timbul lebih dulu (1 – 2 hari) dari kelainan kulit. Sendi
yang terkena dapat menjadi bengkak, nyeri dan sakit bila digerakkan, biasanya tanpa efusi,
kemerahan ataupun panas. Kelainan teutama periartrikular dan bersifat sementara, dapat
pula rekuren pada masa penyakit aktif tetapi tidak menimbulkan deformitas menetap.
2,7

7
Pada penyakit ini dapat ditemukan adanya gangguan abdominal berupa nyeri abdomen
atau perdarahan gastrointestinalis. Keluhan abdomen biasanya timbul setelah timbul
kelainan pada kulit (1 – 4 minggu setelah onset). Organ yang paling sering terlibat adalah
duodenum dan usus halus. Nyeri abdomen dapat berupa kolik abdomen yang berat, lokasi di
periumbilikal dan disertai mual, muntah, bahkan muntah darah dan kadang – kadang
terdapat perforasi usus dan intususepsi ileoileal lebih sering terjadi dibanding ileokolonal.7

Intususepsi atau perforasi disebabkan oleh vaskulitis dinding usus yang menyebabkan
edema dan perdarahan submukosa dan intramural. Kadang dapat juga terjadi infark usus yang
disertai perforasi maupun tidak. Selain itu dapat juga ditemukan kelainan ginjal, meliputi
hematuria, proteinuria (<2g/d), sindrom nefrotik (proteinuria >40mg/m2/jam) atau nefritis.
Penyakit pada ginjal juga biasanya muncul 1 bulan setelah onset ruam kulit. Adanya kelainan
kulit yang persisten sampai 2 – 3 bulan, biasanya berhubungan dengan nefropati atau penyakit
ginjal yang berat. Resiko nefritis meningkat pada usia di atas 7 tahun, lesi purpura persisten,
keluhan abdomen yang berat dana penurunan aktivitas faktor XII.7

Gangguan ginjal biasanya ringan, meskipun beberapa ada yang menjadi kronik.
Seringkali derajat keparahan nefritis tidak berhubungan dengan parahnya gejala HSP yang lain.
Pada pasien HSP dapat timbul adanya oedem. Oedem ini tidak bergantung pada derajat
proteinuria namun lebih pada derajat vaskulitis yang terjadi. Namun oedem tersebut memang
dihubungkan dengan kejadian proteinuria pada pasien. Kadang – kadang HSP dapat disertai
dengan gejala – gejala gangguan sistem saraf pusat, terutama sakit kepala. Pada HSP dapat
ditemukan adanya vaskulitis serebral.2,7

Pada beberapa kasus langka, HSP diduga dapat menyebabkan gangguan serius seperti
kejang, paresis atau koma. Gejala – gejala gangguan neurologis lain yang dapat muncul antara
lain perubahan tingkat kesadaran, apatis, somnolen, hiperaktivitas, iritabilitas, ketidakstabilan
emosi, kejang (parsial, parsial kompleks, umum, status epileptikus), dan defisit neurologis
fokal (afasia, ataxia, korea, hemiparesis, paraparesis, kuadraparesis. Dapat juga terjadi
poliradikuloneuropati (sindroma Guillain-Barré) dan mononeuropati (nervus fasialis,
femoralis, ulnaris). Hati dan kandung empedu juga bisa terlibat dengan gejala hepatomegali,
hidrops kandung empedu, kolesistitis. Semua ini bisa menyebabkan keluhan nyeri abdomen
pada pasien. Apendisitis akut juga pernah dilaporkan terjadi pada pasien HSP.

Gejala - gejala lain yang pernah dilaporkan tetapi jarang terjadi antara lain vaskulitis
miokardia, vaskulitis paru yang menyebabkan perdarahan paru bilateral, ureteritis stenosis,

8
oedem penis, orkitis, priapisme, perdarahan intrakranial, hematoma subperiosteal orbital
bilateral, hematoma adrenal dan pankreatitis akut.7

VI. Diagnosis
Tiga sistem klasifikasi utama digunakan untuk menegakkan diagnosa HSP.
1. American College of Rheumatology, membutuhkan 2 atau lebih keadaan
berikut:4
• Pasien berumur < 20 tahun
• Purpura yang dapat dipalpasi
• Nyeri abdomen atau perdarahan saluran cerna
• Granulosit perivaskular atau ekstravaskular pada biopsi.
2. Helander et al mengajukan bahwa tiga atau lebih dari keadaan berikut ini :
o Direct immunofluorescence (DIF) menghasilkan konsistensi dengan
deposisivaskular IgA.
o Pasien < 20 tahun.
o Keterlibatan gastrointestinal.
o Prodrome Upper respiratory tract infection tract (URI).
o Mesangioproliferative glomerulonephritis dengan atau tanpa deposisi
IgA.1
3. Michel mengajukan kriteria untuk membedakan HSP dari vaskulitis
hipersensitivitas, membutuhkan tiga atau lebih dari keadaan berikut untuk
menegakkan diagnosa :
o Purpura yang dapat dipalpasi
o Angina Bowel
o Perdarahan Gastrointestinal
o Hematuria
o Pasien berumur tidak lebih dari 20 tahun
o Tidak ada medikasi sebagai agen presipitasi.4
Diagnosis lebih banyak ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang spesifik daripada
dengan bantuan pemeriksaan penunjang. Gejala yang dapat mengarahkan kepada diagnosis
HSP yaitu ruam purpurik pada kulit terutama di bokong dan ekstremitas bagian
bawah dengan satu atau lebih gejala berikut: nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinalis,
artralgia atau artritis, dan hematuria atau nefritis.

9
Tabel 1. Kriteria HSP

Sumber: Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak 2007.9

Untuk kepentingan klasifikasi, pasien dikatakan mempunyai HSP bila memenuhi


setidaknya 2 dari kriteria yang ada

Diferensial diagnosis dari HSP berdasarkan gejala yang dapat timbul antara lain akut
abdomen, meningitis akibat meningokokus, SLE, endokarditis bakterial, ITP, demam
reumatik, Rocky mountain spotted fever, reaksi alergi obat – obatan, nefropati IgA, artritis
reumatoid.

Secara sistematis, dapat dijabarkan, cara mendiagnosis penderita HSP, yaitu :

Anamnesa1,2,3

 Riwayat

Adanya riwayat yang bervariasi dengan setiap pasien, Tanda dari


penyakit ini adalah purpura palpasi, dimana dapat terlihat pada hampir 100%
pasien. HSP cenderung untuk timbulpada lemak dan lengan atas pada anak usia lebih
muda dan pada kaki, ankle, dan kaki bawah untuk anak yang lebih tua dan dewasa.
Pasien seringkali tampak dengan demam ringan dan malaise secagai tambahan gejala
yang spesifik. Purpura dapat menjadi tanda yang tampak.Sama banyaknya dengan 50%

10
anak yang tampak dengan gejala lainh dari purpura. Erupsi seringkali berbarengan
dengan arthralgia atau arthritis, nyeri abdomen, atau pembengkakan testis. Meskipun
dapat tampak lebih awal, penyakit renal seringkali timbul lebih dari 3 bulan setelah
penampakkan awal.

 Keterlibatan ginjal

Insiden dari keterlibatan ginjal 10-60% telah dilaporkan, dan perluasan dari
kerusakan glomerular paling banyak dibedakan dari morbidotas dan mortalitas jangka
panjang dari HSP. Kehadiran dari sabit glomerular dalam biopsi ginjal berkorelasi
dengan prognosis yang buruk.Satu studi dari 57 pasien dewasa dengan HSP
menunjukkan bahwa adanya URI, purpura dibagian atas betis, demam, dan adanya
serum marker inflamasi (erythrocyte sedimentation rate [ESR], C-reactive protein
[CRP]; memprediksi keterlibatan ginjal.

Nefritis HSP biasanya tampak sebagai hematuria makroskopis dan


proteinuria yang berakhir berhari-hari atau berminggu-minggi. Hal ini mungkin
dapat ditemani dengan peningkatan kreatinin plasma dan atau hipertensi, diikuti
dengan hematuria mikroskopik,dimana dapat berakhir berbulan-bulan hingga
bertahun-tahun. Gross hematuria dapat timbul bertahun-tahun setelah penyakit yang
awal dari relaps purpura, seringkali diiikuti dengan URI. Dari pasien dengan
keterlibatan ginjal, sama banyaknya dengan 10% dapat timbul gagal ginjal kronis dan
end-stage renal disease. Bagaimanapun, kurang dari 1% pasien dengan HSP
mempunyai prognosis yang buruk.

 Rekurensi penyakit

Timbul berminggu hingga berbulan-bulan pada orang dewasa dan anak-anak.


Dalam studi pediatrik yang lebih besar oleh Allen et al, anak-anak usia lebih
dari 2 tahun mempunyai angka rekurensi lebih dari 50%, sementara yang lebih
muda dari 2 tahun mempunyai 25% kesempatan rekurensi. Perbedaan primer
antara anak-anak dan dewasa, menurut satu studi dari 57 pasien dengan
HSP, adalah kronisitas dan keparahan erupsi pada populasi berikutnya.Bullae
dan ulkus menjadi lebih sering pada dewasa dan eksaserbasi kutan dapat
terlihat selama 6 bulan atau lebih.

 Tanda dan gejala yang lain

11
Nyeri testis dan bengkak, hepatosplenomegali, keterlibatan sistem saraf
pusat atau perifer (kejang atau mononeuropati, secara respektif), nyeri kepala, dan
jarang, infark miokard atau perdarahan pulmonar.

Pemeriksaan fisik

 Kulit

Lesi kulit primer erupsi dapat dimulai dengan makular eritematosus atau lesi
urticarial,berkembang menjadi papul, dan kemudian, menjadi purpura yang bisa
dipalpasi, biasanya berdiameter 2-100 mm. Bullae, vesicles, petechiae, dan
ecchymotic, necrotic, ulcerative, ataulesi lain dapat timbul. Edema subkutan sering
pada anak-anak usia kurang dari 3 tahun. Lesi biasanya simetris dan cenderung
terdistribusi di area tubuh tergantung, seperti ankle dan kaki bawah pada anak yang
lebih tua dan dewasa, dipunggung, lipatan lemak, ekstremitas atas, sejak regio ini
cenderung untuk menjadi tergantung dalam beberapa kelompok. Wajah,tangan, dan
membran mukus biasanya terpisah, kecuali pada bayi, dimana keterlibatan wajah
menjadi tidak biasa. Edema subcutaneus prominent pada anak yang lebih muda
melibatkan scalp, regio periorbital, tangan, kaki dan area skrotum. Lesi biasanya timbul
dan memudar lewat beberapa hari. Rekurensi cenderung untuk timbul pada sisi yang
sama pada lesi sebelumnya. 1

Gambar 1. Gambaran lesi kulit pada HSP.2

 Abdomen

Nyeri sekunder terhadap keterlibatan vaskulitis dari mesenterikum kecil atau


pembuluh mukosa usus lebih sering. Pemeriksaan abdomen untuk massa yang
dapat diraba, dimana dapat mengindikasikan intususepsi. Pancreatitis, gallbladder
hydrops, appendicitis dan perdarahan gaster massive juga telah dilaporkan.

 Ekstremitas
12
Arthralgia dan arthritis sering, secara primer mengenai ankle dan lutut,
meskipun sendi lain dapat terlibat. Inflamasi periarticular juga sering terjadi

Gambar 2. Gejala klinis HSP.8

Penemuan Laboratorium

 Darah

Dapat ditemukan peningkatan leukosit walaupun tidak terlalu tinggi, pada


hitung jenis dapat normal atau adanya eosinofilia, level serum komplemen dapat
normal, dapat ditemukan peningkatan IgA sebanyak 50%. Serta ditemukan
peningkatan LED. Uji laboratorium rutin tidaklah spesifik ataupun diagnostik.
Anak-anak yang terkena seringkali mempunyai trombositosis sedang dan
leukositosis. Anemia dapat dihasilkan dari kehilangan darah gastrointestinal
akut maupun kronik. Kompleks imun seringkali tampak, dan 50% pasien mempunyai
peningkatan konsentrasi IgA sama halnya dengan IgM tetapi biasanya negatif untuk
antinuclear antibodies (ANAs), antibodies to nuclear cytoplasmic antigens (ANCAs),
dan faktor rheumatoid (meskipun dalam kehadiran nodul rheumatoid).
Anticardiolipin atau antiphospholipid antibodies capat hadir dan berkontribusi terhadap
coagulopati intravaskular. 6,7

 Urin Rutin
Pemeriksaan ini untuk melihat adanya kelainan ginjal, karena pada HSP
ditenggarai adanya keterlibatan ginjal dalam proses perjalanannya. Pemeriksaan
ini dilakukan tiap 3 hari. Bermanifestasi oleh sel darah merah, sel darah putih, kristal
atau albumin dalam urine. Semenjak gagal ginjal dan end-stage renal disease

13
merupakan sequele jangka panjang yang paling serius dari penyakit ini, awal dan
ulangan urinalisis sangat penting untuk monitoring yang diperlukan untuk
memonitoring perkembangan penyakit dan resolusinya. Proteinuria dan hematuria
mikroskopik merupakan abnormalitas paling sering dalam urinalisa ulangan. Sejak
keterlibatan ginjal dapat diikuti dengan penampakkan purpura lebih dari 3 bulan,
melakukan urinalisa ulangan setiap bulan untuk beberapa bulan setelah
kemunculan.6,7
 Foto
Radiologi USG diindikasikan jika nyeri abdominal timbul untuk mengeluarkan
intususepsi, edema dinding usus, penipisan atau perforasi. Modalitas ini juga berguna
untuk evaluasi nyeri testicular akut untuk mengeluarkan torsi. Foto thorax
mengeluarkan nodul pulmonar atau adenopathy hilus dengan asumsi malignancy
(primer atau metastatic) atau lymphoma, dimana dikaitkan dengan HSP. Foto
rontgen diindikasikan bila ada gejala akut abdomen atau artritis. Intususepsi
biasanya ileoileal; barium enema dapat digunakan untuk identifikasi dan reduksi non
bedah.7
 Biopsi Kulit
Sangat membantu dan berguna untuk mengkonfirmasikan kadar IgA
dan C3 serta leukositoclastik vaskulitis. Diagnosis definitif vaskulitis,
dikonfirmasikan dengan biopsi padakutaneus yang terlibat, menunjukkan
leukocytoclastic angiitis. Biopsi kulit menunjukkan nekrosis fibrinoid dinding
arteriolar dan venular pada kulit superficial, dengan infiltrasi dinding neutrofilik
dan wilayah perivaskular. Fragmen terkait dengan sel inflamasi dengan debris nuklear
terlihat. Hasil dari digesti enzim lisosom, sama halnya dengan eritrosit dari perdarahan,
ekstravasasi.1,6
 Biopsi Ginjal
Menunjukkan adanya mesangial deposit C3 dan glomerunepritis segmental.
Biopsi ginjal dapat menunjukkan deposisi IgA mesangial dan seringnya IgM, C3, serta
fibrin. Pasien dengan nefropati IgA dapat mempunyai titer antibodi plasma yang
meningkat melawan H.parainfluenzae. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk
dilakukan, karena bersifat traumatik. Creatinine dan pengukuran nitrogen urea
darah mengindikasikan HSP-dikaitkan dengan gagal ginjal akut atau gagal ginjal

14
kronis. Ketidakseimbangan elektrolit dapat timbul jika diarea yang signifikan,
perdarahan gastrointestinal, atau hematemesis terlihat.2,6
VII. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan definitif pada penderita HSP. Pengobatan adalah
suportif dan simtomatis, meliputi pemeliharaan hidrasi, nutrisi, keseimbangan elektrolit dan
mengatasi nyeri dengan analgesik. Untuk keluhan artritis ringan dan demam dapat digunakan
OAINS seperti ibuprofen. Dosis ibuprofen yang dapat diberikan adalah 10mg/kgBB/6 jam.
Edema dapat diatasi dengan elevasi tungkai. Selama ada keluhan muntah dan nyeri perut, diet
diberikan dalam bentuk makanan lunak.1

Penggunaan asam asetil salisilat harus dihindarkan, karena dapat menyebabkan


gangguan fungsi trombosit yaitu petekie dan perdarahan saluran cerna. Bila ada gejala
abdomen akut, dilakukan operasi. Bila terdapat kelainan ginjal progresif dapat diberi
kortikosteroid yang dikombinasi dengan imunosupresan. Metilprednisolon IV dapat
mencegah perburukan penyakit ginjal bila diberikan secara dini. Dosis yang dapat digunakan
adalah metilprednisolon 250 – 750 mg/hr IV selama 3 – 7 hari dikombinasi dengan
siklofosfamid 100 – 200 mg/hr untuk fase akut HSP yang berat. Dilanjutkan dengan
pemberian kortikosteroid (prednison 100 – 200 mg oral) selang sehari dan siklofosfamid 100
– 200 mg/hr selama 30 – 75 hari sebelum akhirnya siklofosfamid dihentikan langsung dan
tappering-off steroid hingga 6 bulan. Terapi prednison dapat diberikan dengan dosis 1 – 2
mg/kgBB/hr secara oral, terbagi dalam 3 – 4 dosis selama 5 – 7 hari. Kortikosteroid diberikan
dalam keadaan penyakit dengan gejala sangat berat, artritis, manifestasi vaskulitis pada SSP,
paru dan testis, nyeri abdomen berat, perdarahan saluran cerna, edema dan sindrom nefrotik
persisten. Pemberian dini pada fase akut dapat mencegah perdarahan, obstruksi,
intususepsi dan perforasi saluran cerna.1,4

Tabel 2. Daftar Kortikosteroid.4,6

Nama obat Methylprednisolone


Deskripsi Menurunkan inflamasi dengan menekan migrasi leukosit
polimorfonuklear dan mengubah peningkatan
permiabilitas kapiler. Steroids menghambat efek dari
reaksi anafilaktoid dan dapat membatasi anafilaksis
bifasik

15
Dosis Pediatric 1-2 mg/kg IV/hari
Kontraindikasi Hipersensitifitas terdokumentasi; virus, jamur, atau
infeksi kulit tuberkular; bayi premature

Interaksi Pemberian dengan cyclosporine dapat mengeksaserbasi


efek samping yang terkait dengan obat lain tunggal;
phenobarbital, phenytoin, dan rifampin dapat
meningkatkan clearance; ketoconazole dan estrogens
dapat menurunkan clearance; methylprednisolone dapat
meningkatkan clearance aspirin; steroid-yang
menginduksi hypokalemia dapat meningkatkan toksisitas
digitalis

Peringatan hyperglycemia, edema, osteonecrosis, peptic ulcer


disease, hypokalemia, osteoporosis, euphoria, psychosis,
growth suppression, myopathy, dan infeksi merupakan
komplikasi yang mungkin

Nama obat Prednisone


Deskripsi Dapat menurunkan inflamasi dnegan mengubah
permiabilitas kapiler dan menekan aktivitas PMN

Dosis Pediatric 1-2 mg/kg PO/kali


Kontraindikasi Hipersensitivitas terdokumentasi; infeksi viral,penyakit
ulkus peptikum, disfungsi hepatic, infeksi jaringan ikat,
infeksi kulit tubercular, penyakit gastrointestinal

Interaksi Pemberian dengan estrogen dapat menurunkan clearance


prednisone; ketika digunakan dengan digoxin,toksisitas
digitalis sekunder hipokalemia dapat meningkat;
phenobarbital, phenytoin, dan rifampin dapat
meningkatkan metabolisme glucocorticoids

16
(pertimbangkan peningkatan dosis maintenance);
monitor untuk hipokalemia dengan pemberian tambahan
diuretik.

Peringatan Pemberhentian dapat menyebabkan krisis adrenal ;


hyperglycemia, edema, osteonecrosis, myopathy,
penyakit ulkus peptikum, hypokalemia, osteoporosis,
euphoria, psychosis, myasthenia gravis, supressi
pertumbuhan, dan infeksi dapat timbul

VIII. Komplikasi
Komplikasi utama dari HSP adalah keterlibatan ginjal, termasuk sindrom nefrotik, dan
perforasi usus. Komplikasi tidak sering dari edema scrotal adalah torsi testicular, dimana sangat
nyeri dan harus ditangani dengan baik. Pada anak dengan fungsi ginjal dan urinalisa baik pada
saat pemeriksaan sebaiknya dilakukan pemeriksaan urinalisa ulang dalam 6 bulan.2
IX. Prognosis

Pada umumnya prognosis adalah baik, dapat sembuh secara spontan dalam
beberapa hari atau minggu (biasanya dalam 4 minggu setelah onset). Rekurensi dapat terjadi
pada 50% kasus. Pada beberapa kasus terjadi nefritis kronik, bahkan sampai menderita gagal
ginjal. Bila manifestasi awalnya berupa kelainan ginjal yang berat, maka perlu dilakukan
pemantauan fungsi ginjal setiap 6 bulan hingga 2 tahun pasca sakit.2

Penyulit yang dapat terjadi antara lain perdarahan saluran cerna, obstruksi,
intususepsi, perforasi, gagal ginjal akut dan gangguan neurologi. Penyulit pada saluran cerna,
ginjal dan neurologi pada fase akut dapat menimbulkan kematian walaupun hal ini jarang
terjadi.2

17
BAB III

Penutup

Henoch-Schönlein Purpura (HSP) adalah sindroma klinis yang disebabkan oleh


vaskulitis pembuluh darah kecil sistemik yang ditandai dengan lesi kulit spesifik, berupa
purpura non-trombositopenik, artritis atau artralgia, nyeri abdomen atau perdarahan
gastrointestinal, dan kadang-kadang nefritis atau hematuria. HSP adalah penyakit yang
dominan terjadi pada anak-anak dengan usia rata-rata 5 tahun.

Etiologi HSP bermacam-macam, namun ada beberapa faktor yang diduga


memilikki peranan penting dalam munculnya HSP antara lain faktor genetik, ISPA, makanan,
imunisasi, obat-obatan, infeksi bakteri dan virus lainnya. Faktor-faktor ini berhubungan
dengan mekanisme imunopatologis yang melibatkan abnormalitas IgA yang selanjutnya
akan terdeposit pada dinding pembuluh darah.

HSP dapat bermanifestasi sebagai purpura pada kulit, kelainan pada perut, dan
kelainan pada ginjal. Komplikasi utama dari HSP adalah keterlibatan ginjal, termasuk
sindrom nefrotik, dan perforasi usus. Penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan morbiditas.

Walaupun HSP adalah penyakit vaskulitis yang self-limiting dengan keseluruhan


prognosis yang sangat baik,masih perlu dikhawatirkan komplikasi-komplikasi yang telah
disebutkan.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang spesifik dan dinilai


berdasarkan kriteria dari American College of Rheumatology (ACR) dan pemeriksaan-
pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan adanya penyakit
lain. Terapi dilaksanakan dengan terapi umum dan khusus yang bersifat simptomatis dan
pengobatan untuk komplikasi penyakit.

Prognosis HSP pada umumnya adalah baik, HSP dapat sembuh secara spontan dalam
beberapa hari atau minggu (biasanya dalam 4 minggu setelah onset). Rekurensi dapat terjadi
pada 50% kasus. Pada beberapa kasus terjadi nefritis kronik, bahkan pada 2% kasus menderita
gagal ginjal yang berat, maka perlu dilakukan pemantauan fungsi ginjal setiap 6 bulan.

18
Daftar Pustaka

1. Robinowitz LG. Henoch-Schönlein purpura. Dalam: Harper J, Oranje A, Prose N,


penyunting. Textbook of Pediatric-Dermatology. Edisi ke-1. Oxford: Blackwell Science
2000. h. 1564-8.
2. Kliegman Robert, Behrman, Arvin, Nelson Textbook of Pediatrics, 17th edition.
Pennyslvania:WB Saunders Company;2004.p.826-8.
3. Lanzkowsky L, Lanzkowsky S, Lanzkowsky P. Henoch Schönlein purpura. Pediatr Rev
1992;13:1307.
4. Scheinfeld NS, Jones EL. Henoch-Schönlein purpura. (Diakses pada tanggal 26 April
2016). Didapat dari: http:// emedicine.medscape.com/article/.
5. Safri M, Kurniati N, Munasir Z. Pemberian steroid pada purpura Henoch-Schönlein serta
pola perbaikan klinis di departemen ilmu kesehatan anak FKUI/RSCM jakarta. Sari
Pediatri 2008;10:268-71.
6. Bossart P. Henoch-Schönlein Purpura. eMedicine, 2005. Diakses dari
www.emdecine.com/emerg/topic845.htm.
7. Coppo R, Amore A, Gionoglio B. Clinical features of Henoch-Schönlein purpura. Ann Med
Interne 1999;150:143-5
8. Entienza MR.Gambar gejala klinis HSP. Diunduh dari
http://www.doctorshangout.com/profiles/blogs/henoch-schonlein-purpura-hsp.
9. Matondang CS, Roma J. Purpura Henoch-Schonlein. Dalam: Akip AAP, Munazir Z,
Kurniati N, penyunting. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak. Edisi ke-2. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2007;373-7.

19

Anda mungkin juga menyukai