Laporan Kasus Dislokasi & Fraktur Tertutup
Laporan Kasus Dislokasi & Fraktur Tertutup
Disusun Oleh :
dr. Kharisma Prabowo
Pembimbing :
dr. Willy Wanta
dr. Lucky
TANGERANG
1
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya
seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi).
Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka
mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain:
sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan
sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi
macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami
dislokasi, ligament-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu
akan gampang dislokasi lagi.
Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan
oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau
kontraksi otot dan tarikan.
I. Pembahasan
Seorang laki-laki berusia 30 tahun dibawa ke UGD RS dengan keluhan nyeri hebat
pada pangkal tungkai kanannya sejak 3 jam yang lalu setelah terjatuh dari pohon
dengan ketinggian sekitar 3 meter. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum sakit berat,
tanda-tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan status lokalis region femur
dextra, tampak femur dextra dalam posisi sedikit flexi, adduksi dan internal rotasi,
edema, nyeri tekan +, pada palpasi femur, tidak ditemukan adanya krepitasi dan
fragmen tulang.
2
Laki-laki berusia 30 tahun mengeluh nyeri hebat pada pangkal tungkai kanannya
sejak 3 jam yang lalu setelah terjatuh dari pohon dengan ketinggian ± 3 meter.
C. Analisis Masalah
ANAMNESIS
Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat
penyakit dan menegakkan diagnosis. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti,
teratur dan lengkap karena sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis
untuk menegakkan diagnosis. Anamnesis dapat langsung dilakukan pada pasien
(auto-anamnesis) atau terhadap keluarga atau pengantarnya (alo-anamnesis) bila
keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai, misalnya dalam keadaan
gawat-darurat, afasia akibat stroke dan lain sebagainya.
Anamnesis yang baik terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat obstetri dan ginekologi (khusus wanita),
riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan system dan anamnesis pribadi
(meliputi keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan, lingkungan).2
IDENTITAS
Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, nama orang
tua atau suami atau istri atau penanggung jawab, alamat, pendidikan,
pekerjaan, suku bangsa, dan agama.
3
sampai pasien datang berobat. Dalam melakukan anamnesis, harus
diusahakan mendapatkan data-data sebagai berikut :
1. Waktu dan lamanya keluhan berlangsung
2. Sifat dan beratnya serangan, misalnya mendadak, perlahan-lahan, terus
menerus, hilang timbul, cenderung bertambah atau berkurang, dan
sebagainya.
3. Lokalisasi dan penyebarannya, menetap, menjalar, berpindah-pindah.
4. Hubungannya dengan waktu, misalnya pagi lebih sakit daripada siang dan
sore, atau sebaliknya, atau terus menerus tidak mengenal waktu.
5. Hubungannya dengan aktivitas, misalnya bertambah berat jika melakukan
aktivitas atau bertambah ringan bila beristirahat.
6. Keluhan-keluhan yang menyertai serangan, misalnya keluhan yang
mendahului serangan, atau keluhan yang bersamaan dengan serangan.
7. Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali.
8. Faktor risiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang
memperberat atau meringankan serangan.
9. Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang menderita keluhan
yang sama.
10. Riwayat perjalanan ke daerah endemis untuk penyakit tertentu.
11. Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau
gejala sisa.
12. Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat
yang telah diminum oleh pasien; juga tindakan medik lain yang
berhubungan dengan penyakit yang sedang diderita.
4
RIWAYAT PENYAKIT DALAM KELUARGA
Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial atau
penyakit infeksi.
RIWAYAT PRIBADI
Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan
kebiasaan. Perlu ditanyakan pula apakah pasien mengalami kesulitan dalam
sehari-hari seperti masalah keuangan, pekerjaan, dan sebagainya. Kebiasaan
pasien juga harus ditanyakan, seperti merokok, memakai sandal saat
bepergian, minum alcohol, dan sebagainya. Selain itu juga pada pasien yang
sering bepergian, perlu ditanyakan apakah baru saja pergi dari tempat
endemik penyakit infeksi menular. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah
lingkungan tempat tinggal pasien, termasuk keadaan rumahnya, sanitasi,
sumber air minum, tempat pembuangan sampah, ventilasi, dan sebagainya.
PEMERIKSAAN
Pmereriksaan Radiologis
Gambaran Radiologis
Saat lahir, film pada pelvis hanya sedikit membantu karena kaput femur belum
mengalami osifikasi. Ultrasonografi dapat memperlihatkan bayangan asetabulum
yang dangkal dan menentukan kemiringannya; hal ini menggambarkan posisi kaput
femur, dan adanya subluksasi atau dislokasi. Ultrasonografi juga dapat membantu
terapi dalam memastikan agar panggul tetap stabil.
Film polos lebih bermanfaat pada tahap berikutnya, ketika telah terjadi
osifikasi pada inti kaput femur. Gambaran yang perlu diperhatikan adalah
5
perlambatan penampakan nucleus yang mengalami osifikasi, asetabulum yang
dangkal, dan pergeseran kaput femur ke arah atas dan lateral dari posisi normalnya.3
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari :
1. 2 gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral
2. Memuat dua sendi di proximal dan distal fraktur
3. Memuat gambaran foto dua extremitas, yaitu extremitas yang cedera
dan yang tidak terkena cedera (pada anak); dan dua kali, yaitu sebelum
tindakan dan sesudah tindakan.
Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler
CCT kalau banyak kerusakan otot
Darah rutin, factor pembekuan darah, golongan darah, cross test, dan
urinalisa.4
6
Gejala Klinis
Dislokasi Posterior
Dislokasi Anterior
` Dislokasi Sentral
7
beberapa derajat subluxation. Dislokasi yang komplit atau luxation, terjadi saat ada
pemisahan yang komplit dari ujung tulang.
Secara khas, pasien dengan dislokasi pinggul posterior traumatik, nampak dengan
pemendekan ekstremitas bawah yang terjadi pada posisi fleksi pinggul, adduksi,
dan rotasi internal. Adanya caput femoris kadang-kadang dapat dipalpasi pada
bokong ipsilateral. Hal ini dapat diandalkan pada pasien dengan dislokasi pinggul
sederhana, kehadiran patah tulang pada femur ipsilateral atau pelvis dapat secara
dramatis mengubah posisi pasien yang ditunjukan pasien.
8
Dislokasi Posterior
Mekanisme Trauma
Caput femur dipaksa keluar ke belakang acetabulum melalui suatu trauma
yang dihantarkan pada diafisis femur dimana sendi panggul dalam posisi
fleksi atau semifleksi. Trauma biasanya terjadi karna kecelakaan lalu lintas
dimana lutut penumpang dalam keadaan fleksi dan menabrak dengan keras
benda yang ada di depan lutut.
Gambaran Klinis
Pada kasus yang jelas, diagnosis mudah ditegakkan, kaki pendek, dan sendi
panggul teraba dengan jelas dalam posisi adduksi, rotasi internal dan fleksi.
Namun kadang pada fraktur tulang panjang dapat terlewat.
Gambaran Radiologis
Pada foto anteroposterior caput femoris terlihat di luar mangkuknya dan
diatas acetabulum, segmen atap acetabulum mungkin caput femoris
mungkin telah patah atau bergeser.
Klasifikasi
Thompson-Epstein Classification of Posterior Hip Dislocation:
Type I Simple dislocation with or without an insignificant posterior wall
fragment
Type II Dislocation associated with fracture posterior acetabular rim
Type III Dislocation with a comminuted acetabular rim
Type IV Dislocation with fracture of the acetabular floor
Type V Dislocation with fracture of the femoral head (Pipkin Class)
Stewart-Milford System:
Type I Simple dislocation without fracture
Type II Dislocation with one or more rim fragments but with sufficient
socket to ensure stability after reduction
9
Type III Dislocation with fracture of the rim producing gross
instability
Type IV Dislocation with fracture of the head or neck of the femur
Dislokasi Anterior
Mekanisme Trauma
Dislokasi anterior terjadi akibat kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari
ketinggian atau trauma dari belakang pada saat berjongkok dan posisi
penderita dalam keadaan abduksi yang dipaksakan, leher femur menabrak
asetabulum dan terjungkir keluar melalui robekan pada kapsul anterior. Bila
sendi panggul dalam keadaan fleksi maka akan terjadi dislokasi tipe
obturator (inferior) dan jika sendi panggul dalam posisi ekstensi akan terjadi
dislokasi tipe pubik atau iliaka (superior).
Gambaran Klinis
Kaki berada dalam posisi external rotasi, abduksi dan sedikit fleksi. Tidak
terjadi pemendekan kaki, dikarenakan perlekatan rectus femoris mencegah
pemendekan caput bergerser ke atas. Jika dilihat dari samping tonjolan
anterior pada caput yang berdislokasi sangat jelas. Caput yang menonjol
mudah diraba dan gerakan pinggul tak dapat dilakukan.
Klasifikasi
Epstein Classification of Anterior Hip Dislocation:
Type I Superior dislocations, including pubic and subspinous
IA No associated fractures
10
IB Associated fracture or impaction of the femoral head
IC Associated fracture of the acetabulum
Type II Inferior dislocations, including obturator, and perineal
IIA No associated fractures
IIB Associated fracture or impaction of the femoral head
IIC Associated fracture of the acetabulum
Klasifikasi ini menetukan prognostic dimana yang berkaitan dengan
acetabulum atau caput femoris memliki prognostic lebih buruk dibanding
yang lainnya.7
FRAKTUR FEMUR
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Fraktur dapat dibagi menjadi:8
1. Fraktur tertutup (closed) adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar. Atau bila jaringan kulit yang berada diatasnya/ sekitar
patah tulang masih utuh.
2. Fraktur berbuka (open / compound) adalah hilangnya atau terputusnya
jaringan tulang dimana fragmen-fragmen tulang pernah / sedang
berhubungan dengan dunia luar.
11
- Fraktur kominutif sedang.
- Kontaminasi sedang.
3. Derajat 3
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luar meliputi struktur kulit, otot dan
neuro vaskuler serta keutamaan derajat tinggi secara otomatis, Gustilo membagi
lagi menjadi 3 bagian:
Derajat III A
Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat
laserasi luas / flap / avulsi / fraktur segmental / sangat kuminatif yang
disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran
luka.
Derajat III B
Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau
kontaminasi.
Derajat III C
Luka pada pembuluh arteri / saraf perifer yang harus dan perbaiki tanpa
melihat keruskaan jaringan lunak.
2. Fraktur Ekstrakapsuler;
Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih
besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.
Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2
inci di bawah trokhanter kecil.
ETIOLOGI
12
DISLOKASI
Dislokasi disebabkan oleh:
1. Cedera olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki,
serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski,
senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami
dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola
dari pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan
dislokasi.
3. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
Tidak diketahui
Faktor predisposisi (pengaturan posisi)
Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir
Trauma akibat kecelakaan
Trauma akibat pembedahan ortopedi (ilmu yang mempelajarin tentang
tulang
Terjadi infeksi di sekitar sendi
FRAKTUR
Tulang bersifat relatif rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan dan fraktur dapat terjadi karena:
1. Trauma
Sebagian fraktur terjadi karena kekuatan yang tiba-tiba dan berlebih yang dapat
berupa pemukulan, penghancuran, penekanan, pemuntiran/penarikan. Bila
terjadi kekuatan langsung tulang bisa patah pada tempat yang terkena, jaringan
lemak juga pasti rusak.
2. Pemukulan
Menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit.
13
3. Penghancuran
Menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lemak yang luas.
Bila terkena kekuatan tak langsung dapat mengalami fraktur pada tempat yang
jauh dari tempat yang terkena kerusakan jaringan lemak ditempat fraktur
mungkin tidak ada.
4. Kelelahan/tekanan berulang-ulang
Retak dapat terjadi pada tulang, misal: pada logam/benda lain akibat tekanan
berulang-ulang. Keadaan ini dapat terjadi pada tibia/fibula, radius/ ulna.
Biasanya pada olahragawan/atlit (bola volley, senam, bola basket).
5. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologis)
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal, kalau tulang itu lemah (tumor)
atau sangat rapuh (osteoporosis) penderita kanker/infeksi.
6. Fraktur stress/fatique fracture akibat peningkatan drastis tingkat latihan.
PATOGENESIS FRAKTUR
Fraktur terjadi bila interupsi dari kontinuitas tulang, biasanya fraktur disertai cidera
jaringan disekitar ligament, otot, tendon, pembuluh darah dan persyarafan. Tulang
yang rusak mengakibatkan periosteum pembuluh darah pada korteks dan sumsum
tulang serta jaringan lemak sekitarnya rusak. Keadaan tersebut menimbulkan
perdarahan dan terbentuknya hematom dan jaringan nekrotik. Jerjadinya jaringan
nekrotik pada jaringan sekitar fraktur tulang merangsang respon inflamasi berupa
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh
mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera. Tahap ini
merupakan tahap awal pembentukan tulang. Berbeda dengan jaringan lain, tulang
dapat mengalami regenerasi tanpa menimbulkan bekas luka.9
KOMPLIKASI
Dislokasi Posterior
Tahap dini:
14
Cedera nervus skiatikus terjadi 10-14% pada dislokasi posterior selama awal
trauma atau selama relokasi. Fungsi nervus dapat digunakan sebagai verifikasi
sebelum dan sesudah relokasi untuk mendeteksi terjadinya komplikasi ini. Jika
ditemukan adanya disfungsi atau lesi pada nervus ini setelah reposisi maka
surgical explorasi untuk mengeluarkan dan memperbaikinya. Penyembuhan
sering membutuhkan waktu lama beberapa bulan dan untuk sementara itu
tungkai harus dihindarkan dari cedera dan pergelangan kaki harus dibebat untuk
menghindari kaki terkulai “foot drop”.
b) Kerusakan pada caput femur
Sewaktu terjadi dislokasi sering kaput femur menabrak asetabulum hingga
pecah.
c) Kerusakan pada pembuluh darah
Biasanya pembuluh darah yang mengalami robekan adalah arteri glutea
superior. Kalau keadaan ini dicurigai perlu dilakukan arteriogram. Pembuluh
darah yang robek mungkin perlu dilakukan ligasi.
d) Fraktur diafisis femur
Bila terjadi bersamaan dengan hip dislokasi biasanya terlewatkan. Kecurigaan
adanya dislokasi panggul, bilamana pada fraktur femur ditemukan posisi fraktur
proksimal dalam keadaan adduksi. Pemeriksaan radiologis sebaiknya dilakukan
di atas dan dibawah daerah fraktur.
Tahap lanjut:
a) Nekrosis avaskular
Persediaan darah pada caput femoris sangat terganggu sekurang kurangnya
10% pada dislokasi panggul traumatik, kalau reduksi ditunda menjadi beberapa
jam maka angkanya meningkat manjadi 40%. Nekrosis avaskular terlihat dalam
pemeriksaan sinar x sebagai peningkatan kepadatan caput femoris, tetapi
perubahan ini tidak ditemukan sekurang kurangnya selama 6 minggu, bahkan
ada yang 2 tahun dan pada pemeriksaan radiologis ditemukan adanya
fragmentasi ataupun sklerosis.
15
b) Miositis osifikans
Komplikasi ini jarang terjadi, mungkin berhubungan dengan beratnya cedera.
Tetapi gerakan tak boleh dipaksakan dan pada cedera yang berat masa istirahat
dan pembebanan mungkin perlu diperpanjang.
c) Dislokasi yang tidak dapat direduksi
Hal ini dikarenakan reduksi yang terlalu lama sehingga sulit dimanipulasi
dengan reduksi tertutup dan diperlukan reduksi terbuka. Dengan seperti ini
insidensi kekakuan dan nekrosis avaskular sangat meningkat dan dikemudian
hari pembedahan reksontruktif diperlukan.
d) Osteoartritis
Osteoartritis sekunder sering terjadi dan diakibatkan oleh kerusakan kartilago
saat dislokasi, adanya fragmen yang tertahan dalam sendi, atau nekrosis
iskemik pada caput femoris.
Fraktur
a) Malunion
Suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak
seharusnya.
b) Non-union
Kegagalan pada proses penyambungan tulang sehingga tulang tak dapat
menyambung.
c) Delayed union
Proses penyembuhan tulang berjalan dalam waktu lama dari waktu yang
diperkirakan.
d) Infeksi
Paling sering menyertai fraktur terbuka tetapi sudah jarang dijumpai dapat
melalui logam bidai.
e) Cidera vaskuler dan saraf
Kedua organ ini dapat cidera akibat ujung patahan tulang yang tajam.
16
f) Fat-embolic syndrome/embolik lemak
Terjadi setelah 24-48 jam setelah cidera, ditandai distress pernapasan,
tachikardi, tachipnoe, demam, edema paru, dan akhirnya kematian.
g) Gangren gas
Yang berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bacterium saphrophystik gram
positif anaerob antara lain clostridium weichii/clostridium perfingers.
Clostridium biasanya akan tubuh pada luka dalam yang mengalami penurunan
suplai O2 karena trauma otot.
h) Reflek symphathetic dystrophy
Karena tidak stabilnya vasomotor yang mengakibatkan tidak normalnya sistem
saraf simpatik yang hiperaktif sehingga menyebabkan terjadinya perlukaan.
i) Thrombo embolic complication
Terjadi pada individu yang immobilisasi dalam waktu yang lama.
j) Pressure sore (borok akibat tekanan)
Akibat gips/bidai yang memberi tekanan setempat sehingga terjadi nekrosis
pada jaringan superficial.
k) Osteomyelitis
Infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum/korteks tulang dapat
berupa hematogenous. Pathogen masuk melalui luka fraktur terbuka, luka
tembus atau selama operasi.
l) Nekrosis avaskuler
Fraktur mengganggu aliran darah ke salah satu fragmen sehingga fragmen
tersebut mati. Sering terjadi pada fraktur caput femoris.
m) Kerusakan arteri
Ditandai adanya denyut, bengkak, pucat pada baigan distal fraktur, nyeri,
pengisian kapiler yang buruk. Kerusakan arteri dapat disertai cidera pada kaki,
saraf dan otot visera (thoraks dan abdomen).
n) Syock
Perdarahan selalu terjadi pada tempat fraktur dan perdarahan ini dapat hebat
sehingga terjadilah syock.
17
o) syndrome compartment
Terjadi saat satu atau lebih compartement ekstremitas meningkat, saat
peningkatan tekanan jaringan pada ruangan tertutup diotot yang berhubungan
dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan aliran darah yang berat dan
berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot, ditandai dengan edema, tidak
adanya denyut, nyeri terutama ketika area luka ditinggikan atau digerakkan,
pucat atau cyanosis, kaku dan paresis.9
PENATALAKSANAAN
Dislokasi Posterior
Dislokasi harus direduksi secara cepat dengan general anestesi. Pada sebagian
besar kasus dilakukan reduksi reduksi tertutup. Seorang asisten menahan pelvis,
ahli bedah ortopedi memfleksikan pinggul dan lutut pasien sampai 90 derajat
dan menarik paha ke atas secara vertikal. Setelah direposisi, stabilitas sendi
diperiksa apakah sendi panggul dapat didislokasi dengan cara menggerakkan
secara vertikal pada sendi panggul.
Pada tipe II, sering diterapi dengan reduksi terbuka dan fiksasi anatomis pada
fragmen yang terkena. Terutama jika sendi tidak stabil atau fragmen besar tidak
tereduksi dengan reduksi tertutup, reduksi terbuka dan fiksasi internal dan
dipertahankan selama 6 minggu diperlukan.
Pada cedera tipe III umumnya diterapi dengan reduksi tertutup, kecuali jika ada
fragmen yang terjebak dalam asetabulum, maka dilakukan tindakan reduksi
terbuka dan pemasangan fiksasi interna dan traksi dipertahankan selama 6
minggu.
18
Cedera tipe IV dan V awalnya diterapi dengan reduksi tertutup. Fragmen caput
femoris dapat tepat berada di tempatnya dan dapat dibuktikan dengan foto atau
CT Scan pasca reduksi. Jika fragmen tetap tak tereduksi maka dilakukan
reduksi terbuka dengan caput femoris didislokasikan dan fragmen diikat pada
posisinya dengan sekrup countersunk pasca operasi traksi dipertahankan
selama 4 minggu, dan pembebatan ditunda selama 12 minggu.
Fraktur
19
Sebagai upaya menggunakan kekuatan tarikan untuk meluruskan dan
immobilisasi fragmen tulang.
Reposisi tertutup atau fiksasi dengan gips
Pada fraktur supra kondilus, reposisi dapat dilaksanakan dengan
anestesi umum atau lokal.
Pemberian Diet
Pemberian diet TKTP dan zat besi untuk mencegah terjadinya anemia.
Intervensi farmakologis
Anestesi local, analgesic narkotik, relaksasi otot atau sedative diberikan
untuk membantu klien selama prosedur reduksi tertutup.
Anestesi dapat diberikan
Analgesic diberikan sesuai petunjuk untuk mengontrol nyeri pada pasca
operasi
ATS diberikan pada pasien tulang complicated
Intervensi operatif
Reduksi untuk memperbaiki kontinuitas tulang
- Reduksi Tertutup
Fragmen tulang disatukan dengan manipulasi dan traksi manual
untuk memperbaiki kesejajaran gips atas bebat dipasang, untuk
mengimmobilisasi ekstremitas dan mempertahankan reduksi.
Diperlukan suatu kontrol radiology yang diikuti fiksasi interna.
- Reduksi terbuka dan fiksasi internal / ORIF
Fiksasi interna dengan pembedahan terbuka akan mengimmobilisasi
fraktur. Memasukkan paku, sekrup atau pen atau plat ke dalam
tempat fraktur untuk memfiksasi bagian tulang yang fraktur secara
bersamaan. Fragmen tulang secara langsung terlihat dan alat
fiksasinya digunakan untuk memegang fragmen tulang dalam
posisi. Terjadi penyembuhan tulang dan dapat diangkat bila tulang
sembuh. Setelah penutupan luka, beban atau gips untuk stabilisasi
dan sokong tambahan.
Penggantian endoprostetik
20
Penggantian fragmen dengan alat logam terimplantasi dan digunakan
bila terakhir mengganggu nutrisi tulang atau pengobatan pilihan adalah
penggantian tulang.10
D. Hipotesis
Laki-laki berusia 30 tahun mengeluh nyeri hebat pada pangkal tungkai kanannya
karena mengalami dislokasi posterior caput femur.
E. Sasaran Belajar
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik dan penunjang
3. Gejala klinis
4. WD dan DD
5. Patogenesis dan etiologi
6. Komplikasi
7. Penatalaksanaan
F. Kesimpulan
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya
seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi).
Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan
oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau
kontraksi otot dan tarikan.
21
Daftar Isi
1. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2005.p.111.
2. Sudoyo AW, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jilid 3. 5th ed. Internal Publishing; 2009.p.2911-23.
3. Patel PR. Lecture Notes: Radiologi. 2nd ed. Jakarta: Erlangga; 2006.p.245.
4. Palmer PES, Hartono L. Sistem Radiologi Dasar Organisasi Kesehatan Dunia: Petunjuk
membaca foto untuk dokter umum. Jakarta: EGC; 1995.p.113.
5. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Harrison: Prinsip-prinsip ilmu
penyakit dalam. 13rd ed. Vol.1. Jakarta: EGC;1999.p.90.
6. Haws PS. Asuhan neonates rujukan cepat. Jakarta: EGC; 2008.p.306-7.
7. Swartz. Intisari buku ajar diagnostic fisik. Jakarta: EGC; 1997.p.87-9.
8. Suratun, Heryati, Manurung S, Raenah E. Seri Asuhan Keperawatan: Klien gangguan
system musculoskeletal. Jakarta: EGC; 2008.p.35.
9. Walton RE, Torabinejad M. Prinsip & ilmu praktik ilmu endodonsia. Jakarta: EGC;
2008.p.562-5.
10. Schwartz. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. 6th ed. Jakarta: EGC; 2000.p.678-9.
22