Anda di halaman 1dari 14

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia selalu berpikir dan berkembang dalam usaha memperbaiki


kehidupannya. Proses berpikir selalu mengarahkan pada sebuah kebenaran
dalam segala hal yang tentunya berkaitan erat dengan tujuan manusia itu untuk
hidup. Beberapa cara ditempuh oleh manusia untuk memperoleh kebenaran,
antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan melalui
pengalaman atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia
membuahkan prinsip-prinsip yang lewat penalaran rasional. Melalui proses
berpikir rasio itulah, manusia dapat memahami kejadian-kejadian atau gejala-
gejala yang berlaku di alam dan kemudian diaplikasikan dalam kehidupan
sebagai sebuah ilmu pengetahuan.

Proses memahami ilmu pengetahuan perlu dijabarkan dan dijelaskan


secara menadalam dalam kajian filsafat ilmu. Berbagai hal yang berkaitan
dengan kajian ilmu termasuk konsep kebenaran dalam ilmu juga menjadi
bahan pokok kajian filsafat sebagai akar pemikiran manusia tentang sebuah
realitas. Kebenaran dan cara berfikir dalam kajian filsafat ilmu dijabarkan
dalam kajian ontologi, epistemologi, dan aksiologi untuk menjawab mengapa
penting sebuah ilmu dipelajari. Hal ini penting dibahas tentunya yang
berkaitan tentang mengapa ilmu bahasa patut ada dan dipelajari. Disiplin ilmu
Pendidikan Bahasa Indonesia penting dipelajari karena telah dianalisis
berdasarkan tiga hal mendasar dari pemikiran filsafat ilmu. Hal inilah yang
akan dibahas dalam makalah ini.
2

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut rumusan masalah yang menjadi


fokus penulisan yang akan diulas dalam makalah ini antara lain:

1. Bagaimanakah struktur teori pada disiplin ilmu Pendidikan Bahasa


Indonesia?
2. Bagaimanakah struktur ilmu pada disiplin ilmu Pendidikan Bahasa
Indonesia?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut tujuan penulisan yang menjadi


fokus penulisan yang akan diulas dalam makalah ini antara lain:

1. Mendeskripsikan struktur teori pada disiplin ilmu Pendidikan Bahasa


Indonesia.
2. Mendeskripsikan struktur ilmu pada disiplin ilmu Pendidikan Bahasa
Indonesia.
3

BAB II
PEMBAHASAN

Filsafat dan ilmu pada dasarnya adalah dua kata yang saling terkait, baik
secara substansial maupun historis karena kehadiran ilmu tidak lepas dari peranan
filsafat. Filsafat sebagai induk dari segala ilmu membangun kerangka berpikir.
Menurut Ismaun (2001) mengemukan fungsi filsafat ilmu adalah untuk
memberikan landasan filosofi dalam memahami berbagai konsep dan teori sesuatu
displin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah.

Berdasarkan hal tersebut, telah jelas bahwa kehadiran filsafat ilmu


berfungsi untuk menguatkan konsep bahwa sebuah ilmu patut untuk ada dan
dipelajari. Kaitannya dengan studi Pendidikan Bahasa Indonesia sebagai satu
diantara cabang ilmu humaniora, filsafat ilmu kiat memantapkan kedudukan studi
tersebut melalaui dua landasan. Landasan tersebut melalaui pemikiran bahwa
bahasa khususnya bahasa Indonesia yang berperan sangat vital dalam komunikasi
secara nasional maupun internasional sangatlah penting untuk dipelajari. Hal ini
didasari pada dua struktur pemikiran mendasar yaitu:

1. Struktur Teori pada Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Bahasa tidak saja sebagai alat komunikasi untuk mengantarkan proses


hubungan antarmanusia, namun bahasa pun mampu mengubah seluruh
kehidupan manusia. Artinya, bahwa bahasa merupakan aspek terpenting dari
kehidupan manusia. Kearifan Melayu mengatakan: “Bahasa adalah cermin
budaya bangsa, hilang budaya maka hilang bangsa”. Jadi bahasa adalah suatu
yang harus ada bagi kebudayaan manusia. Bagaimanapun alat paling utama
dari filsafat adalah bahasa. Tanpa bahasa, seorang filosuf (ahli filsafat) tidak
mungkin bisa mengungkapkan perenungan kefilsafatannya kepada orang lain.
Tanpa bantuan bahasa, seseorang tidak akan mengerti tentang buah pikiran
kefilsafatan.
4

Katsooff (dalam Jujun, 2007) berpendapat bahwa suatu sistem filsafat


sebenarnya dalam arti tertentu dapat dipandang sebagai suatu bahasa, dan
perenungan kefilsafatan dapat dipandang sebagai suatu upaya penyusunan
bahasa tersebut. Karena itu filsafat dan bahasa senantiasa akan beriringan, tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Hal ini karena bahasa pada hakikatnya
merupakan sistem symbol-simbol. Sedangkan tugas filsafat yang utama adalah
mencari jawab dan makna dari seluruh simbol yang menampakkan diri di alam
semesta ini. Bahasa juga adalah alat untuk membongkar seluruh rahasia
simbol-simbol tersebut.
Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa bahasa dan filsafat memiliki
hubungan atau relasi yang sangat erat, dan sekaligus merupakan hukum
kausalitas (sebab dan akibat) yang tidak dapat ditolak kehadirannya. Sebab
itulah seorang filosof (ahli filsafat), baik secara langsung maupun tidak, akan
senantiasa menjadikan bahasa sebagai sahabat akrabnya yang tidak akan
terpisahkan oleh siapa pun dan dalam kondisi bagaimanapun. Bahasa memiliki
daya tarik tersendiri untuk dijadikan objek penelitian filsafat, ia juga memiliki
kelemahan-kelemahan tertentu sehubungan dengan fungsi dan perannya yang
begitu luas dan kompleks. Salah satu kelemahannya yaitu tidak mengetahui
dirinya secara tuntas dan sempurna, sebagaimana mata tidak dapat melihat
dirinya sendiri.
Realitas semacam itulah, yang mendorong para filosof dari tradisi
realisme di Inggris mengalihkan orientasi kajian kefilsafatannya pada analisis
bahasa seperti yang telah dilakukan oleh George More (1873-1958), Bertrand
Russel (1872-1970), Ludwig Wittgenstein (1889-1951), Alfref Ayer (1910- ),
dan yang lainnya. Dalam perkembangan selanjutnya, kelompok ini sering
dikelompokkan sebagai aliran baru dalam filsafat, yaitu aliran filsafat analisis
bahasa atau filsafat analitis.
Letak perbedaan antara filsafat bahasa dengan linguistik terletak pada
tujuan utamanya. Linguistik bertujuan mendapatkan kejelasan tentang bahasa
dan hakikatnya. Jadi, para ahli bahasa menganggap bahwa kejelasan tentang
hakikat bahasa adalah tujuan akhir kegiatannya. Sedangkan filsafat bahasa
5

mencari hakikat ilmu pengetahuan atau hakikat pengetahuan konseptual.


Dalam usahanya mencari hakikat pengetahuan konseptual, para filsuf
mempelajari bahasa bukan sebagai tujuan akhir, melainkan sebagai objek
sementara agar pada akhirnya dapat diperoleh kejelasan tentang hakikat
pengetahuan konseptual itu.
Didalam mendefinisikan bahasa, para ahli bahasa dari aliran
strukturalis berpendapat bahwa fungsi bahasa umumnya untuk berkomunikasi.
Sehingga dapat dikatakan bahwa fungsi bahasa beserta variasinya adalah
sebagai berikut.
a. Sebagai alat berkomunikasi (menyampaikan maksud)
b. Sebagai alat penyampai rasa santun.
c. Sebagai penyampai rasa keakraban dan hormat.
d. Sebagai alat pengenalan diri.
e. Sebagai alat penyampai rasa solidaritas.
f. Sebagai alat penopang kemandirian bangsa.
g. Sebagai alat penyalur rasa dan pemikiran.
h. Sebagai cermin peradaban bangsa.
Masalah kebahasaan yang sering dibahas oleh para filsuf biasanya
berkisar pada simbol dan arti. Secara garis besar, pemikiran itu dapat
digambarkan sebagai berikut.
a. Metafisika
Metafisika adalah bagian filsafat yang berusaha memformulasikan
fakta yang paling umum dan paling luas, termasuk penyebutan kategori-
kategori yang paling pokok atas pengelompokan hal, benda, dan gambaran.
b. Logika
Logika adalah studi tentang kesimpulan (inference). Logika berusaha
menciptakan suatu kriteria guna memisahkan interferensi yang sahih dan
tidak sahih. Karena penalaran itu terjadi dengan bahasa, maka analisis
inteferensi itu tergantung pada analisis pernyataan (statement) yang
berbentuk premis dan konklusi.
6

c. Epistemologi
Kajian epistemologi ilmu pengetahuan menaruh perhatian pada bahasa
dalam beberapa aspek, terutama dalam masalah pengertahuan apriori.
Apriori adalah pengetahuan yang dianggap sudah diketahui tanpa
didasarkan pada pengalaman yang sudah dialami secara nyata.
Misal : 7+7 = 14
Bagaimana kita tahu bahwa 7+7 = 14, salah satu jawabnya adalah makna
masing-masing istilah yang dipakai dalam perhitungan matematika memang
sudah kita anggap benar, tanpa melalui pemeriksaan lebih lanjut.
d. Reformasi bahasa
Para filsuf juga tertarik untuk memperbaiki bahasa, dikarenakan
kegiatan keilmuan para filsuf boleh dikatakan tergantung pada pemakaian
bahasa. Ada dua pandangan berbeda terhadap bahasa.
1) Bahasa berfungsi sebagai sarana pengantar filsafat.
2) Bahasa yang kita pakai sehari-hari kurang kuat dan kurang sesuai untuk
dipakai sebagai sarana pengantar filsafat. Bahasa kita samar, tidak
eksplisit, ambigu, tergantung pada konteks dan sering menimbulkan
kesalahpahaman.
Kaitan dengan hal tersebut, studi Pendidikan Bahasa Indonesia sebagai
sebuah studi bahasa secara teoretis dapat dikelompokkan dalam kajian ilmu
kemanusiaan atau humaniora. Secara umum, ilmu humaniora adalah ilmu yang
mengkaji masalah kemanusiaan seperti masalah budaya, sosial, politik,
ekonomi, yang terdapat pada masyarakat. Ilmu-ilmu kemanusiaan memiliki
objek kajian yang diamati secara empiris dan objek itu dianggap kongkret
karena masalah kemanusiaan itu memiliki objek yang khusus yaitu manusia
atau masyarakat tertentu. Contoh ilmu-ilmu kemanusiaan adalah antropologi,
ilmu arkeologi, ilmu sejarah, ilmu sosial, ilmu ekonomi, dan ilmu bahasa dan
sastra. Studi Pendidikan Bahasa Indonesia sebagai rumpun humaniora
memiliki landasan teoretis dan praktis keilmuannya yang khas dan tentunya
memiliki struktur keilmuan yang jelas.
7

2. Struktur Ilmu pada Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Pendidikan Bahasa Indonesia sebagai sebuah ilmu memiliki karakteristik


umum yang sama dengan ilmu humaniora sebagai rumpun besarnya.
Karakteristik atau sifat yang paling menonjol pada ilmu-ilmu humaniora adalah
objeknya berkaitan dengan manusia yang memiliki tindakan bermakna
(meaningfull action). Dalam tindakan atau perilaku bermakna manusia akan
manghasilkan karya-karya tertantu misalnya karya sastra seperti Romeo dan
Juliet karya William Shakespeare, karya seni seperti tari Pendet Bali dan
lukisan Monalisa karya Michelangelo dan lain-lain. Dengan demikian, apabila
ingin mengkaji ilmu-ilmu kemanusiaan dengan lebih mendalam haruslah
digunakan metode yang tepat, agar objektivitas dan kebenaran ilmiahnya dapat
terungkap dengan benar dan sahih.
Metode yang sangat mendasar pada ilmu-ilmu kemanusiaan adalah
metode pemahaman (methode verstehen). Metode pemahaman digunakan
untuk memahami, meyakini tindakan-tindakan manusia ketika ia melakukan
suatu karya seni ataupun terlibat dalam peristiwa sejarah. Di dalam metode
pemahaman digunakan metode wawancara mendalam (depth intervieuw), yang
bertujuan untuk memahami dengan lebih baik dan mendalam tentang para
pelaku budaya yang terlibat, misalnya pada peristiwa sejarah ataupun saat
membuat karya seni. Metode yang lain adalah metode deskripsi, yaitu metode
yang digunakan oleh para peneliti untuk mencatat, melukiskan, dan
menggambarkan tentang seluruh sifat dan karakteristik dari objek
penelitiannya.
Pada awalnya ilmu-ilmu kemanusiaan hanya menggunakan metode
kualitatif, yaitu metode yang bertitik tolak pada nilai-nilai (value) kemanusiaan
(nilai moral, nilai budaya, nilai agama, nilai estetis, dan sebagainya) dalam
menganalisis data penelitiannya. Tetapi dengan perkembangan dan demi
kemajuan ilmu itu, maka ilmu-ilmu kemanusiaan di awal abad XX dan sampai
saat ini telah menggabungkan metode statistik ke dalam penelitiannya. Sebagai
contoh, di dalam penelitian pada psikologi, ilmu sosial, serta ilmu ekonomi,
8

mereka telah menggunakan metode statistik dalam mengolah data


penelitiannya.

Hal umum yang dikaji dalam filsafat ilmu yaitu pertama, ontologi ilmu
meliputi hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren
dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang
apa dan bagaimana. Kedua, epistemology ilmu meliputi sumber ilmu, sarana,
dan tata cara menggunakan sarana tersebut untuk mencapai (ilmiah). Ketiga,
aksiologi ilmu menliputi nilai-nilai (values) yang bersifat normatif dalam
pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita
jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti
kawasan sosial, kawasan simbolik matematis atau material.

Filsafat ilmu membahas tentang persoalan ilmu pengetahuan dengan


berbagai problemanya, terutama yang berkaitan dengan metodologis atau
pembenaran ilmiah. Dengan kata lain, ciri keilmiahan suatu ilmu pengetahuan
dengan cara kerja ilmiah menjadi bahan yang dikaji dalam filsafat ilmu.
Sedang epistemologi membahas tentang batas, sumber dan kebenaran
pengetahuan, yang semuanya itu memerlukan kajian yang bersifat rasional.
Demikian juga filsafat ilmu mengkaji ciri dan cara kerja ilmu pengetahuan
berlandaskan rasionalitas atau akal budi manusia. Ini berarti bahwa jembatan
rasionalitas menjadi media bagi filsafat ilmu dengan aspek epistemologi untuk
menemukan kebenaran ilmiah atau validitas ilmu pengetahuan.

Berdasarkan hal tersebut, studi Pendidikan Bahasa Indonesia sebagai


sebuah ilmu pengerahuan dapat dikaji melalui tiga aspek tersebut sebagai
berikut.

a. Aspek Ontologi
Aspek ontologi akan membahas keberadaan sesuatu yang bersifat
kongkrit secara kritis. Pemahaman ontologik meningkatkan pemahaman
manusia tentang sifat dasar berbagai benda yang akhimya akan
menentukan pendapat bahkan keyakinannya mengenai apa dan bagaimana
9

manifestasi kebenaran yang dicarinya. Objek material filsafat bahasa


adalah kefilsafatan atau bahasa yang dipergunakan dalam filsafat.
Sedangkan objek formal filsafat bahasa adalah pandangan filsafati atau
tinjauan secara filsafati.
Khusus pada studi Pendidikan Bahasa Indonesia, objek material
yang dipelajari adalah bahasa dan sastra yang diikat dalam aspek
pedagogik. Jadi pada dasarnya, objek material yang dipelajari adalah
kombinasi antara ilmu bahasa, sastra, dan pendidikan bahasa. Ketiga objek
formal tersebut dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut.
1) Ilmu bahasa
Ilmu bahasa yang sering juga disebut dengan linguistik adalah
ilmu yang mempelajari perihal kebahasaan dari segi struktur dan kaidah
berbahasa. Kebahasaan yang dikaji didalanya meliputi dari hal yang
terkecil yaitu bunyi-bunyi bahasa (fonologi) dan asal mula bahasa
rujukan (etimologi) hingga pada tataran yang lebih luas yaitu wacana
sebagai satu kesatuan kebahasaan yang kompleks. Secara ringkas, hal
yang dipelajari antara lain:
a) Fonologi yaitu bagian tata bahasa yang membahas atau mempelajari
bunyi bahasa.
b) Morfologi yaitu bagian tata bahasa yang mempelajari proses
pembentukan kata secara gramatikal beserta unsur-unsur dan bentuk-
bentuk kata.
c) Sintaksis yaitu bagian tata bahasa yang membicarakan komponen-
komponen kalimat dan proses pembentukannya.
d) Semantik yaitu yaitu bagian tata bahasa yang secara khusus
menganalisis arti atau makna kata, kalimat, ataupun wacana.
e) Etimologi yaitu bagian tata bahasa yang membahas tentang asal-usul
bentuk kata.
Ilmu-ilmu tata bahasa tersebut merupakan kajian linguistik
mikro. Lain halnya kajian linguistik makro yang mempelajari ilmu
10

bahasa dari faktor-faktor diluar bahasa yang disebut juga linguistik


terapan.
2) Ilmu sastra
Ruang lingkup sastra (literature) adalah kreativitas penciptaan,
sedangkan ruang lingkup studi sastra (literary studies) adalah ilmu
dengan sastra sebagai empat objek kajiannya. Sastra, dengan demikian
berfokus pada kreativitas, sedangkan studi sastra berfokus pada ilmu.
Pertanggungjawaban studi sastra adalah logika ilmiah. Karena ruang
lingkup sastra adalah kreativitas penciptaan, maka karya sastra (puisi,
prosa, dan drama) adalah sastra. Dalam studi sastra ada tiga cabang,
yaitu teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra. Teori sastra adalah
kaidah-kaidah untuk diterapkan dalam analisis karya sastra. Kritik
sastra adalah penerapan kaidah-kaidah tertentu dalam analisis karya
sastra. Sejarah sastra adalah sejarah perkembangan sastra. Tiga cabang
tersebut saling terkait dan semuanya bersumber pada sastra, khususnya
karya sastra sendiri. Sastra juga dibungkus dalam tiga konvensi utama
yaitu konvensi bahasa, sastra, dan budaya.
3) Ilmu pendidikan bahasa dan sastra
Berdasarkan komopnen yang ada dalam keseluruhan sistem
pendidikan, terdapat banyak hal yang perlu mendapat perubahan, baik
itu peninggkatan, penyempurnaan, maupun perbaikan melalui kegiatan
inovasi. Bidang-bidang tersebut antara lain menyangkut peserta didik
(pelajar), tujuan pendidikan, isi bahan ajar (materi pelajaran), media
pendidikan, fasilitas pendidikan, metode dan teknik komunikasi,
struktur dan tata laksana, hasil-hasil pendidikan, situasi belajar-
mengajar, serta sebagainya.
Pada studi pendidikan bahasa Indonesia, pembelajaran bahasa dan
sastra diatur sedemikian rupa sehingga terdapat perbedaan antara kajian
bahasa (linguistic) dan sastra (literature) murni dengan pendidikan
bahasa dan sastra. Pendidikan bahasa dan sastra lebih terfokus kepada
penerapan pembelajaran bahasa dan sastra berupa materi ajar, media,
11

evaluasi, sesuai teori belajar bahasa yang bermakna dan relevan.


Umumnya yang dipelajari adalah keterampilan berbahasa (menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis), metode dan media pengajaran
bahasa, apresiasi sastra, dan evaluasi pembelajarannya hingga bahkan
pada taraf penelaahan kurikulum dan buku teks pembelajaran.

Selain itu, studi Pendidikan Bahasa Indonesia juga memiliki objek


formal yaitu hakikat bahasa. Bahasa adalah sistem lambang bunyi oral
yang abritrar yang digunakan oleh sekelompok manusia (masyarakat)
sebagai alat komunikasi atau berinteraksi.

Para ahli bahasa pada umumnya memerikan hakikat bahasa dengan


menyajikan karakteristiknya, disamping dengan menyajikan defenisisnya.
Hal itu dapat dipahami karena defenisi tidak dapat memberikan perian
yang konkret sehingga hakikinya juga tidak tampak secara jelas. Hakikat
bahasa terbagi atas beberapa hal yang pada dasarnya bahasa itu adalah
manasuka atau arbitrer, sistematik, komunikatif, manusiawi, simbol, dn
ujaran.

b. Aspek Epsitemologi
Epsitemologi merupakan cabang filsafat yang membahas tentang
terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan,
sarana, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan
kebenaran pengetahuan (ilmiah). Pengetahuan merupakan daerah
persinggungan antara benar dan dipercaya. Secara rasional, ilmu
menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan
secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta
dari yang tidak.
Kaitannya dengan hal tersebut, secara umum bahasa dapat
difenisikan sebagai lambang. Pengertian lain dari bahasa adalah alat
komunikasi yang berupa sistem lambang yang dihasilkan oleh alat ucap
pada manusia Seperangkat aturan yang mendasari pemakaian bahasa, atau
12

yang kita gunakan sebagai pedoman berbahasa inilah yang disebut tata
bahasa. Untuk selanjutnya yang berhubungan dengan tata bahasa akan
dibahas lebih detail lagi yaitu tentang fonologi, morfologi, sintaksis,
semantik dan etimologi.
Selain dari kajian bahasa, kajian sastra juga memerlukan adanya
konvensi. Ada tiga konvensi dalam studi sastra yaitu konvensi bahasa,
sastra, dan budaya. Untuk mengkaji produk sastra diperlukan berbagai
pendekatan yang tepat seperti pendekatan struktural, semiotik, dan lain
sebagainya.
c. Aspek Aksiologi
Aksiologi meliputi nilai nilai kegunaan yang bersifat normatif
dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan yang
dijumpai dalam seluruh aspek kehidupan. Nilai-nilai kegunaan ilmu ini
juga wajib dipatuhi seorang ilmuwan, baik dalam melakukan penelitian
maupun di dalam menerapkan ilmu. Salah satu aspek penting dari bahasa
ialah aspek fungsi bahasa. Secara umum fungsi bahasa adalah sebagai alat
komunikasi, bahkan dapat dipandang sebagai fungsi utama bahasa.
Kaitan dengan hal tersebut, bahasa Indonesia yang dipelajari dalam
studi Pendidikan Bahasa Indonesia memiliki peran dan fungsi sebagai
berikut:
1) Bahasa Indonesia seabgai bahasa resmi negara yang secara rinci
digunakaan pada kegiatan resmi kenegaraan, pengantar pendidikan,
komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional,
transaksi, dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan
pemanfaatan Iptek, seni, dan media massa.
2) Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang dikembangkan sesuai
dengan dinamika peradabanbangsa yang bersumber dari bahasa yang
diikrarkan dalam Sumpah Pemuda.
3) Bahasa Indonesia berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan
nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi
antardaerah dan antarbudaya daerah. (UUD 1945 pasal 33)
13

BAB III
PENUTUP

SIMPULAN

Berdasarkan permasalahan yang diangkat, maka ada dua hal yang


dapat disimpulkan yaitu:
1. Hakikat Struktur Teori pada Studi Bahasa

Sistem filsafat sebenarnya dapat dipandang sebagai suatu bahasa


dan perenungan kefilsafatan dapat dipandang sebagai suatu upaya
penyusunan bahasa. Karena itu filsafat dan bahasa senantiasa akan
beriringan, tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hal ini karena bahasa
pada hakikatnya merupakan sistem simbol-simbol sedangkan tugas filsafat
yang utama adalah mencari makna dari seluruh simbol yang
menampakkan diri di alam semesta ini.

2. Hakikat Struktur Ilmu pada Studi Bahasa

Hal umum yang membuat studi pendidikan Bahasa Indonesia sebagai satu
di antara ilmu pengetahuan yang patut ada dan dipelajari dapat ditinjau
berdasarkan tiga aspek yaitu aspek ontologi (objek kajiannya yaitu bahasa,
sastra dan pendidikan), epistemologi (meliputi tata bahasa dan konvensi
sastra serta dasar-dasar pengajarannya), aksiologi (kebermanfaatn
pembelajarn bahasa Indonesia)
14

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, H.M. 1997. Kebenaran Ilmiah dalam Filsafat Ilmu Sebagai Dasar
Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Intan Pariwara.

A.R. Syamsuddin. 2012. Struktur Bahasa Indonesia (Modul). Bandung: UPI.

Mawardi, Imam. 2008. Kebenaran dalam Perspektif Filsafat Ilmu. (online)


(http://mawardiumm.wordpress.com/2008/06/02/kebenaran-dalam
perspektif-filsafat-ilmu/, diakses: 15 Desember 2011)

Musrida, Irvan Jaya. 2010. Teori-Teori Kebenaran Filsafat. (online) http://van88.


(wordpress.com/teori-teori-kebenaran-filsafat/, diakses: 15 Desember
2011)

S. Suriasumantri. Jujun. 2007. Filsafat Ilmu (Sebuah Pengantar Populer). Jakarta:


Pustaka Sinar Harapan.

Anda mungkin juga menyukai