Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN

DENGAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi


Keperawatan Departemen Keperawatan Dasar Profesi
Di Ruang Dahlia RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar

Disusun Oleh :

Nama : Putri Asni Nilam


NIM : P17212195062

PRODI PROFESI KEPERAWATAN MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
TAHUN AJARAN 2019/2020
2.1 Konsep Dasar Mobilitas Fisik

2.1.1 Definisi

Mobilitas mengacu pada kemampuan untuk terlibat dalam aktivitas dan


gerakan tak terbatas yang mencakup berjalan, berlari, duduk, berdiri,
mengangkat, mendorong, menarik, dan melakukan aktivitas kehidupan sehari-
hari (ADL). Mobilitas sering dianggap sebagai indikator status kesehatan
karena memengaruhi berfungsinya banyak sistem tubuh, terutama sistem
pernapasan, pencernaan, dan urin. Mobilitas meningkatkan tonus otot,
meningkatkan tingkat energi, dan dikaitkan dengan manfaat psikologis seperti
independensi dan kebebasan (Potter & Perry, 2017).
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja
kehilangan kemampuan geraknya secara total tetapi juga mengalami
penurunan aktivitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008)
Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari
satu atau lebih ekstremitas secara mandiri (SDKI, 2017). Individu yang
mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain :
lansia, individu dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih
dari 3 hari atau lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomic akibat
perubahan fisiologik (kehilangan fungsi motorik,klien dengan stroke, klien
penggunaa kursi roda), penggunaan alat eksternal (seperti gips atau traksi), dan
pembatasan gerakan volunteer (Potter & Perry, 2017).
2.1.2 Manifestasi Klinis
Menurut SDKI (2017), terdapat tanda dan gejala pada gangguan
kebutuhan mobilisasi fisik, yaitu :
 Gejala dan Tanda Mayor (Harus ada minimal 80%)
Data Subyektif : mengeluh sakit menggerakkan ekstremitas
Data Objektif : kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM)
menurun
 Gejala dan Tanda Minor (mungkin ada)
Data Subyektif : nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan,
merasa cemas saat bergerak
Data Objektif : sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan
terbatas, fisik lemah
 Kondisi Klinis Terkait :
a) Stroke
b) Cedera medulla spinalis
c) Trauma
d) Fraktur
e) Osteoarthritis
f) Ostemalasia
g) Keganasan
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas-Imobilisasi
Menurut Sadner & Ladner (2011), mobilitas dan aktivitas
dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu :
1. Status Kesehatan
Status kesehatan umum seseorang akan memengaruhi
mobilisasi dan toleransi aktivitas. Status yang dikompromikan dari
salah satu sistem tubuh dapat memengaruhi mobilitas seseorang dan,
pada gilirannya, dapat dipengaruhi oleh kurangnya aktivitas.
Pengondisian fisik dan status mental juga akan memengaruhi mobilitas
dan stamina. Faktor fisik yang mengganggu mobilitas atau olahraga
termasuk kelelahan, kram otot, dispnea, defisit neuromuskuler atau
perseptual, dan nyeri dada.
2. Tahap Perkembangan
Semua sistem tubuh bekerja lebih efisien dengan beberapa
bentuk gerakan. Latihan memiliki hasil positif untuk semua sistem
utama tubuh. Ketika ada perubahan dalam mobilitas, setiap sistem
tubuh berisiko mengalami penurunan nilai. Tingkat keparahan
gangguan tergantung pada kesehatan keseluruhan pasien, derajat dan
lamanya imobilitas, dan usia. Misalnya, orang dewasa yang lebih tua
dengan penyakit kronis mengembangkan efek imobilitas yang lebih
cepat daripada pasien yang lebih muda dengan masalah imobilitas yang
sama (Potter & Perry, 2017).
3. Perubahan Metabolisme
Perubahan mobilitas mengubah metabolisme endokrin, resorpsi
kalsium, dan berfungsinya sistem pencernaan. Sistem endokrin, terdiri
dari kelenjar yang mensekresi hormon, mempertahankan dan mengatur
fungsi vital seperti (1) respons terhadap stres dan cedera; (2)
pertumbuhan dan perkembangan; (3) reproduksi; (4) pemeliharaan
lingkungan internal; dan (5) produksi energi, penggunaan, dan
penyimpanan (Potter & Perry, 2017).
Imobilitas mengganggu fungsi metabolisme normal,
menurunkan laju metabolisme; mengubah metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein; menyebabkan ketidakseimbangan cairan, elektrolit,
dan kalsium; dan menyebabkan gangguan pencernaan seperti
penurunan nafsu makan dan memperlambat gerak peristaltik. Namun,
dengan adanya proses infeksi, pasien yang tidak bergerak sering
mengalami peningkatan BMR akibat demam atau penyembuhan luka
karena ini meningkatkan kebutuhan oksigen seluler (McCance dan
Huether, 2014 dalam Potter & Perry, 2017).
4. Perubahan Respiratory
Menurut Potter & Perry (2017), kurangnya gerakan dan
olahraga menempatkan pasien pada risiko komplikasi pernapasan.
Pasien yang tidak bergerak beresiko tinggi mengalami komplikasi paru
seperti atelektasis (kolapsnya alveoli) dan pneumonia hipostatik
(peradangan paru-paru akibat stasis atau kumpulan sekresi). Penurunan
oksigenasi dan pemulihan yang berkepanjangan menambah
ketidaknyamanan pasien. Pada sekresi atelektasis, blok bronkiolus atau
bronkus; dan jaringan paru-paru distal (alveoli) runtuh ketika udara
yang ada diserap, menghasilkan hipoventilasi. Situs penyumbatan
mempengaruhi keparahan atelektasis. Kadang-kadang seluruh lobus
paru-paru atau seluruh paru-paru runtuh. Pada beberapa titik dalam
perkembangan komplikasi ini, ada penurunan proporsional dalam
kemampuan pasien untuk batuk secara produktif. Pada akhirnya
distribusi lendir pada bronkus meningkat, terutama ketika pasien dalam
posisi terlentang, rawan, atau lateral. Lendir berakumulasi di daerah
tergantung pada saluran udara (Gambar 28-1). Pneumonia hipostatik
sering terjadi karena lendir adalah tempat yang sangat baik bagi bakteri
untuk tumbuh (Potter & Perry, 2017).
5. Gaya Hidup
Gaya hidup modern membutuhkan sedikit aktivitas fisik;
dengan demikian, beberapa orang dewasa di Amerika secara alami
sehat. Penggunaan banyak item praktis (mis., Mobil, makanan cepat
saji, remote control) mendorong sedikit aktivitas fisik. Gaya hidup
banyak orang Amerika yang menetap mengakibatkan hilangnya
kekuatan otot, penurunan daya tahan, fungsi kardiorespirasi yang tidak
memadai, dan obesitas. Gaya hidup yang tidak aktif dapat
menyebabkan atrofi otot, melemahnya tulang, dan kekurangan motivasi
dan energi untuk terlibat dalam aktivitas fisik. Individu dengan latihan
nilai gaya hidup aktif dan, oleh karena itu, lebih mungkin mengalami
hasil terapeutiknya (Potter&Perry, 2017).
2.1.4 Efek Fisiologi Dari Mobilitas dan Imobilitas
Menurut Potter & Perry (2017), Mempertahankan mobilitas
fungsional dan tingkat aktivitas yang diinginkan penting untuk alasan
psikologis dan fisiologis. Mobilitas dan ketiadaan keduanya akan
mempengaruhi berbagai sistem tubuh.
1) Efek Neurologi dan Status Mental
Mobilitas dan aktivitas dapat meningkatkan tingkat energi dan rasa
kesejahteraan seseorang. Aktivitas dan olahraga adalah cara yang sangat
baik untuk meredakan ketegangan dan mengurangi stres, yang
menghasilkan pola tidur yang lebih baik dan peningkatan kesejahteraan.
Ketidakaktifan dan imobilitas klien adalah pemicu stres yang dapat
menyebabkan frustrasi, rendahnya harga diri, kecemasan,
ketidakberdayaan, depresi, ketidakpuasan umum, kegelisahan,
ketidakbahagiaan, dan penurunan peringkat diri kompetensi. Imobilitas
memengaruhi kemampuan kognitif, pengaruh, gaya hidup, dan
tanggung jawab sosial dan keluarga. Rasa takut jatuh, rasa sakit, dan
defisit sensorik seperti masalah penglihatan, kelelahan, dan kelemahan
adalah faktor-faktor yang menambah ketidakaktifan dan imobilitas.
2) Efek Kardiovaskular
Sistem kardiovaskular menuai banyak manfaat dari mobilitas dan
olahraga. Imobilitas meningkatkan beban kerja pada jantung karena
posisi terlentang meningkatkan volume darah yang bersirkulasi ke
jantung. Pergeseran cairan ini meningkatkan tekanan vena sentral
bersama dengan volume diastolik ventrikel kiri dan volume stroke, dan
beban kerja jantung meningkat. Sistem kardiovaskular cenderung
membentuk trombi (pembekuan darah) karena stasis vena terkait dengan
kurangnya kontraksi otot kaki dan tekanan pada vena, terutama daerah
poplitea. Trombi disebabkan oleh peningkatan pembekuan darah karena
kalsium bebas dari demineralisasi tulang. , stasis darah vena, dan
kerusakan vena (seperti dari venipuncture).
Masalah kardiovaskular lain yang berhubungan dengan imobilitas
adalah hipotensi ortostatik, penurunan tekanan darah akibat perubahan
posisi mendadak, yang disebabkan oleh penurunan tonus pembuluh
darah. Pada hipotensi ortostatik, parameter tekanan darah turun
setidaknya 25 mm sistolik dan 10 mm diastolik dengan perubahan
postural. Hipotensi ortostatik adalah hasil dari beberapa faktor yang
terkait dengan imobilitas, yaitu:
a) Penurunan sirkulasi volume darah
b) Penurunan respon sistem saraf otonom
c) Pengumpulan darah di ekstremitas bawah
3) Efek Muskuloskeletal
Berkurangnya mobilitas fisik mengakibatkan gangguan
muskuloskeletal berat, terutama ketika atrofi otot terjadi. Mobilisasi
yang berkurang mengubah struktur otot dengan mengurangi massa otot
dan mengurangi diameter sel otot dan jumlah sel otot yang sebenarnya.
Klien mengalami kelelahan yang cepat, penurunan kekuatan dan tonus
otot, penurunan daya tahan, penurunan mobilitas sendi, kekakuan otot,
kontraktur sendi, dan keseimbangan nitrogen negatif karena
katabolisme protein. Kehilangan kalsium merupakan respons terhadap
imobilitas dan menunjukkan ketidakseimbangan antara pembentukan
tulang dan kerusakan. Kurangnya tekanan (mis., Menahan beban) pada
tulang memicu hilangnya kalsium. Demineralisasi tulang terjadi sedini
2 atau 3 hari setelah onset imobilitas dan dapat menyebabkan fraktur
patologis, batu ginjal, dan osteoporosis.
4) Efek Digestive
Kehilangan nafsu makan umumnya terkait dengan kurangnya
aktivitas, keseimbangan nitrogen negatif, dan perubahan pola eliminasi.
Keseimbangan nitrogen negatif terjadi ketika output nitrogen melebihi
asupan nitrogen. Penyebab keseimbangan nitrogen negatif termasuk
meningkatnya kebutuhan protein dalam situasi kerusakan jaringan yang
luas, seperti pembedahan dan imobilitas yang berkepanjangan.
Perpanjangan periode imobilitas menyebabkan atrofi otot atau
pengecilan otot; jadi, ada kebutuhan protein tambahan asupan untuk
menyediakan perbaikan otot.
5) Efek Eliminasi
Konstipasi dan impaksi tinja sering merupakan komplikasi
imobilitas. Variabel yang berkontribusi terhadap masalah eliminasi ini
adalah:
• Kurangnya aktivitas, yang menurunkan gerak peristaltik
• Kurangnya privasi
• Ketidakmampuan untuk duduk tegak
• Diet yang tidak benar
• Asupan cairan yang tidak memadai
• Penggunaan beberapa obat, terutama narkotika
Stasis kemih dan infeksi saluran kemih berhubungan dengan posisi
telentang orang yang tidak bergerak. Penurunan peristaltik ureter
menyebabkan stasis urin, yang merupakan etiologi batu saluran kemih
(batu) dan infeksi. Distensi kandung kemih terjadi karena sulitnya
relaksasi sfingter eksternal dan penurunan tekanan intraabdominal,
sehingga menyebabkan inkontinensia overflow (kehilangan kontrol
kandung kemih) dan infeksi. Kombinasi peningkatan kalsium urin,
stasis urin, dan infeksi saluran kemih menyebabkan pembentukan batu.
6) Efek Integument
Ulkus tekan adalah masalah serius yang terkait dengan imobilitas.
Tekanan yang berkepanjangan, gaya geser, gesekan (gesekan), dan
kelembaban menyebabkan iskemia jaringan (gangguan sirkulasi darah),
menyebabkan kerusakan kulit dan borok tekanan. Kelembaban dalam
bentuk urin, feses, keringat, dan drainase luka juga dapat menyebabkan
pelunakan kulit, yang meningkatkan risiko borok tekanan. Faktor
sekunder yang berkontribusi terhadap pengembangan ulkus tekan
adalah penurunan nutrisi, penurunan tekanan arteri, peningkatan usia,
dan edema.
2.1.5 Manfaat Aktivitas atau Mobilisasi
Mobilisasi adalah aktivitas fisik yang melibatkan otot dan
mengurangi rasa sakit dan kekakuan sendi dan meningkatkan fleksibilitas.
Menurut U.S. Surgeon General melaporkan bahwa Physical Activity
Guidelines for American (Departemen Kesehatan US, 2008) terdapat
beberapa keuntungan dari mobilisasi, yaitu:
1) Menurunkan resiko terjadinya dekubitus pada pasien bedrest
2) Menurunkan resiko penyakit komplikasi seperti jantung
3) Menurunkan resiko terjadinya peningkatan tekanan darah
4) Meningkatkan densitas tulang
5) Meningkatkan kualitas tidur
2.1.6 Tingkat Imobilisasi
1) Imobilisasi komplet: Imobilisasi dilakukan pada individi yang
mengalami gangguan tingkat kesadaran.
2) Imobilisasi parsial: Imobilisasi dilakukan pada klien yang mengalami
fraktur.
3) Imobilisasi karena pengobatan: Imobilisasi pada penderita gangguang
pernafasan atau jantung, Pada klien tirang baring (bedrest) total, klien
tidak boleh bergerak dari tempat tidur, berjalan, dan duduk dikursi.
Keuntungan dari tirah baring antara lain mengurangi kebutuhan oksigen
sel-sel tubuh, menyalurkan sumber energi untuk proses penyembuhan,
dan mengurangi respons nyeri.
2.1.7 Patofisiologi terjadinya penyakit
Gangguan pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam mobilisasi
dapat disebabkan oleh trauma, kondisi patologis, beberapa penyakit yang
beresiko menyebabkan stroke seperti hipertensi, DM, Arterosklerosis,
embolis serta kontak antara bagian tubuh dengan sumber panas ekstrem.
Terjadinya trauma dan kondisi patologis tersebut dapat menimbulkan
adanya fraktur yang menyebabkan pergeseran fragmen tulang sehingga
terjadi perubahan bentuk (deformitas) yang menimbulkan gangguan fungsi
organ dan akhirnya menimbulkan hambatan mobilitas fisik. Beberapa
penyakit seperti hipertensi, DM, Arterosklerosis, embolis dapat
menyebabkan pembekuan darah dan terjadi penyempitan pembuluh darah
sehingga aliran darah ke otak terganggu dan terjadi iskemia sel-sel otak
yang menimbulkan stroke yang menyerang pembuluh darah otak bagian
depan mengakibatkan penurunan kekuatan otot (hemiparesis) hingga
hilangnya kekuatan otot (hemiplegia) yang akhirnya menimbulkan
hambatan mobilitas fisik. Penyebab lain karena kontak langsung yang
terjadi antara tubuh dengan sumber panas ekstrem seperti air panas, api,
bahan kimia, listrik yang menyebabkan combustio (luka bakar) dan merusak
jaringan kulit yang lebih dalam, menimbulkan sensasi nyeri terutama saat
dilakukan pergerakan pada bagian tersebut sehingga terjadi hambatan
mobilitas fisik.
2.1.8 Pemeriksaan Fisik
1) Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal
akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian
tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada
tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan
adanya patah tulang.
2) Mengkaji tulang belakang : Skoliosis, Kifosis, Lordosis.
3) Mengkaji system persendian : Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun
pasif, deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan
sendi.
4) Mengkaji system otot : Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan
koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk
mementau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
5) Mengkaji cara berjalan
Misanya cara berjalan spastic hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-
selangkah – penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit
Parkinson).
6) Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan
mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
7) Mengkaji fungsional klien
2.1.9 Pemeriksaan diagnostik/penunjang
 Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan
perubahan hubungan tulang.
 CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu
tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak
atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi
lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
 MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau
penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang Dll.
 Pemeriksaan Laboratorium:
Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin
dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.
2.1.10 Therapy/tindakan penanganan
Therapy yang dapat dilakukan antara lain menurut Potter and Perry (2005):
1) Kesejajaran Tubuh
Dalam mempertahankan kesejajaran tubuh yang tepat, perawat
mengangangkat klien dengan benar, menggunakan teknik posisi yang
tepat, dan memindahkan klien dengan posisi yang aman dari tempat
tidur ke kursi atau brankar.
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas,
digunakan untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan
fleksibilitas sendi. Posisi-posisi tersebut, yaitu : posisi fowler (setengah
duduk), posisi litotomi, posisi dorsal recumbent, posisi supinasi
(terlentang), posisi pronasi (tengkurap), posisi lateral (miring), posisi
sim, posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
2) Mobilisasi Sendi
Untuk menjamin keadekuatan mobilisasi sendi maka perawat dapat
mengajarkan klien latihan ROM (Range Of Motion). Apabila klien
tidak mempunyai control motorik volunteer maka perawat melakukan
latihan rentang gerak pasif. Mobilisasi sendi juga ditingkatkan dengan
berjalan. Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan
pelatihan untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot.
Latihan-latihan itu, yaitu : Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan,
fleksi dan ekstensi siku, pronasi dan supinasi lengan bawah, pronasi
fleksi bahu, abduksi dan adduksi, rotasi bahu, fleksi dan ekstensi jari-
jari, infersi dan efersi kaki fleksi dan ekstensi pergelangan kaki, fleksi
dan ekstensi lutut, rotasi pangkal paha.
3) Mengurangi Bahaya Mobilisasi
Intervensi keperawatan klien imobilisasi harus berfokus mencegah dan
meminimalkan bahaya imobilisasi. Intervensi harus diarahkan untuk
mempertahankan fungsi optimal pada seluruh sistem tubuh.
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Pasien
2. Riwayat Keperawatan Sekarang
Meliputi alasan pasien yang menyebabkan terjadi keluhan/gangguan
dalam mobilitas dan imobilitas, seperti adanya nyeri, kelemahan otot,
kelelahan atau keaddan lain yang sesuai dengan SDKI 2017.
3. Riwayat Keperawatan Penyakit Dahulu
Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan mobilitas, misalnya adanya riwayat penyakit sistem
neurologis, riwayat penyakit sistem kardiovaskulear, riwayat penyakit
sistem muskuloskctal.
4. Kemampuan Fungsi Motorik
Pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki
kanan dan kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan,
atau spastic.
5. Kemampuan Mobilitas
Penilaian mobilitas pasien berfokus pada ROM dan toleransi aktivitas,
dan penyelarasan tubuh. Ketika tidak yakin dengan kemampuan pasien,
mulailah penilaian mobilitas dengan pasien dalam posisi yang paling
mendukung dan pindah ke tingkat yang lebih tinggi sesuai dengan
toleransinya. Secara umum, penilaian gerakan dimulai saat pasien
berbaring dan mulai menilai posisi duduk di tempat tidur.
6. Kemampuan Rentang Gerak
Pengkajian rentang gerak (ROM) dilakukan pada daerah seperti bahu,
siku, lengan, panggul dan kaki.
7. Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi
Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral
atau tidak.
8. Perubahan Psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan
mobilisasi dan imobilisasi, antara lain perilaku, peningkatan emosi,
perubahan dalam mekanisme koping dan lain-lain.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan Mobilitas Fisik
Definisi : Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri.
Penyebab :
1. Kerusakan integritas struktur tulang
2. Perubahan metabolisme
3. Ketidakbugaran fisik
4. Penurunan kendali otot
5. Penurunan massa otot
6. Penurunan kekuatan otot
7. Keterlambatan perkembangan
8. Kekakuan sendi
9. Kontraktur
10. Malnutrisi
11. Gangguan musculoskeletal
12. Gangguan neuromuscular
13. Indeks massa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
14. Efek agen farmakologis
15. Program pembatasan gerak
16. Nyeri
17. Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
18. Kecemasan
19. Gangguan kognitif
20. Keengganan melakukan pergerakan
21. Gangguan sensoripersepsi

Gejala dan Tanda Mayor (Harus ada minimal 80%)


Data Subyektif : mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
Data Objektif : kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM)
menurun

Gejala dan Tanda Minor (mungkin ada)


Data Subyektif : nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan,
merasa cemas saat bergerak
Data Objektif : sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan
terbatas, fisik lemah

Kondisi Klinis Terkait :


1. Stroke
2. Cedera medulla spinalis
3. Trauma
4. Fraktur
5. Osteoarthritis
6. Ostemalasia
7. Keganasan
2.2.3 Intervensi Keperawatan
No NOC NIC
1 Tujuan : setelah dilakukan tindakan Dukungan Ambulasi
keperawatan …..x24 jam diharapkan Observasi
mobilitas fisik klien meningkat 1. Identifikasi adanya nyeri atau
Kriteria Hasil : keluhan fisik lainnya
 Pergerakan ekstremitas 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
meningkat ambulasi
 Kekuatan otot meningkat 3. Monitor frekuensi jantung dan
 Rentang gerak (ROM) meningkat tekanan darah sebelum memulai

 Nyeri menurun ambulasi

 Kecemasan menurun 4. Monitor keadaan umum selama

 Kaku sendi menurun melakukan ambulasi

 Gerakan tidak terkoordinasi Terapeutik


5. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan
menurun
alat bantu (mis. Tongkat, truk)
 Gerakan terbatas menurun
6. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik,
 Kelemahan fisik menurun
jika perlu
7. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan ambulasi
Edukasi
8. Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
9. Anjurkan melakukan ambulasi dini
10. Ajarkan ambulasi sederhana yang
harus dilakukan (mis. berjalan dari
tempat tidur ke kursi roda, berjalan
dari tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi)

Dukungan Mobilisasi
Observasi
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
fisik lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
pergerakan
3. Monitor frekuensi jantung dan
tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
4. Monitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi
Terapeutik
5. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
alat bantu (mis.pagar tempat tidur)
6. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika
perlu
7. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi
8. Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
9. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
10. Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan (mis. duduk di tempat
tidur, duduk di sisi tempat tidur,
pindah dari tempat tidur ke kursi)
PATHWAY GANGGUAN MOBILITAS FISIK

Trauma langsung, trauma tidak langsung, kondisi patologis, degenerasi

Fraktur

Pergeseran fragmen tulang

Deformitas

Gangguan fungsi muskuloskeletal

Gangguan mobilitas fisik


DAFTAR PUSTAKA

Ladner & DeLaune. 2011. Fundamentals of Nursing Standart & Practice Fourth
Edition. USA : DELMAR.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Potter & Perry. 2017. Fundamental of Nursing Ninth Edition. Missouri:
ELSEIVER.

Anda mungkin juga menyukai