Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Ny. N (41TH) P2002 DENGAN CYSTA GARTNER


DI RUANG FLAMBOYAN RSUD MARDI WALUYO BLITAR
KOTA BLITAR

Oleh :
KARUNIA WATI SUSANTI
NIM. 40219011

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2020
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Ny. N (41TH) P2002 DENGAN CYSTA GARTNER
DI RUANG FLAMBOYAN RSUD MARDI WALUYO BLITAR
KOTA BLITAR

NAMA : KARUNIA WATI SUSANTI


NIM : 40219011
INSTITUSI : INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI

PEMBIMBING INSTITUSI PEMBIMBING LAHAN

( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Ny. N (41TH) P2002 DENGAN CYSTA GARTNER
DI RUANG FLAMBOYAN RSUD MARDI WALUYO BLITAR
KOTA BLITAR

A. DEFINISI
Kista gartner dengan nama lain kista duktus gartner atau kista gartnerian
adalah tumor kistik vagina yang bersifat jinak, berasal dari sisa duktus gartner
(duktus epoophoron) atau duktus gartner (duktus epoophoron) atau
thetheembryonic mesonephros maupun sistim duktus wolfian. Kista ini timbul
dari bagian terminalembryonic mesonephros maupun sistim duktus wolffian
yang berkembang akibat adanya penyumbatan secret yang dihasilkan duktus
tersebut. Kista duktus gartner ini berdinding tipis dan translusen yang terdiri dari
epitel gepeng berlapis atau epitel kolumnar atau dapat keduanya. Tumor ini
biasanya biasanya terdapat pada dinding vagina dan jarang terjadi pada daerah
minora, klitoris atau hymen (Manuaba, 2010).
Kista gartner merupakan salah satu kista di vagina. Kista ini berasal dari
sisa saluran saat janin dalam perkembangan yang awalnya membesar kemudian
menghilang setelah lahir. Pada beberapa kasus, sebagian duktus ini terisi cairan
yang berkembang menjadi kista. Kista yang terletak di dinding vagina (duktus
gartner) yang berisi cairan atau bahan semi solid (Nugroho, 2014).

B. KLASIFIKASI
Jenis kista vagina meliputi :
1. Kista Inklusi
Ditemukan di vulva, vagina atau perineum. Suatu kantong tertutup pada
dinding atau bagian bawah dinding svagina yang berisi cairan atau bahan
semi padat. Kista terjadi akibat tersumbatnya kelenjar atau salurannya
sehingga cairan terkumpul didalamnya.
2. Kista Duktus Gardner
Kista yang terletak di dinding vagina (duktus gartner) yang berisi cairan atau
bahan semi solid.
3. Kista Endometriosis
Suatu keadaan dimana endometrium berada di luar tempat yang seharusnya,
yaitu di dalam rongga rahim. Endometrium sendiri merupakan lapisan yang
melapisi rongga rahim dan dikeluarkan secara siklik saat mens sebagai darah
haid.
4. Kista Adenosis
Kista adenosis merupakan kista yang dapat tumbuh dibagian
vagina. Bentuknya kistik, berisi cairan kental, dan ada pula yang berbentuk
anggur. Kista juga ada yang berisi udara, cairan, nanah, ataupun bahan-
bahan lainnya.
(Nugroho, 2014)

C. ETIOLOGI
Menurut Kurniawati, dkk. (2009) ada beberapa faktor pemicu yang dapat
mungkin terjadi, yaitu:
a. Faktor internal
1. Faktor genetik
Dimana didalam tubuh manusia terdapat gen pemicu kanker yang
disebut gen protoonkogen. Protoonkogen tersebut dapat terjadi akibat
dari makanan yang bersifat karsinogen, polusi, dan paparan radiasi.
2. Gangguan hormon
Individu yang mengalami kelebihan hormon estrogen atau progesteron
akan memicu terjadinya penyakit kista.
3. Riwayat kanker kolon
Individu yang mempunyai riwayat kanker kolon, dapat berisiko
terjadinya penyakit kista. Dimana, kanker tersebut dapat menyebar
secara merata ke bagian alat reproduksi lainnya.
b. Faktor eksternal
1. Kurang olahraga
Olahraga sangat penting bagi kesehatan tubuh manusia. Apabila jarang
olahraga maka kadar lemak akan tersimpan di dalam tubuh dan akan
menumpuk di sel-sel jaringan tubuh sehingga peredaran darah dapat
terhambat oleh jaringan lemak yang tidak dapat berfungsi dengan baik.
2. Merokok dan konsumsi alcohol
3. Mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak dan serat
Makanan yang tinggi serat dan lemak dapat menyebabkan penimbunan
zat-zat yang berbahaya untuk tubuh di dalam sel-sel darah tubuh
manusia, terhambatnya saluran pencernaan di dalam peredaran darah
atau sel-sel darah tubuh manusia yang dapat mengakibatkan sistem kerja
tidak dapat berfungsi dengan baik sehingga akan terjadi obesitas,
konstipasi, dan lain-lain.
4. Sosial ekonomi rendah
Sosial ekonomi yang rendah salah satu faktor pemicu terjadinya kista,
walaupun sosial ekonomi yang tinggi memungkinkan pula terkena
penyakit kista. Namun, baik sosial ekonomi rendah atau tinggi,
sebenarnya dapat terjadi risiko terjadinya kista apabila setiap manusia
tidak menjaga pola hidup sehat.

D. MANIFESTASI KLINIS
Kebanyakan kista gartner tumbuh tanpa menimbulkan gejala atau keluhan.
Keluhan biasanya muncul jika kista sudah membesar dan mengganggu organ
tubuh yang lain jika sudah kista mulai menekan saluran kemih, usus, saraf, atau
pembuluh darah besar di sekitar rongga panggul, maka akan menimbulkan
keluhan berupa susah buang air kecil dan buang air besar, gangguan pencernaan,
kesemutan atau bengkak pada kaki (Andang, 2013).
Menurut Nugroho (2014) gejala klinis kista gartner adalah :
1. Benjolan lunak pada dinding vagina yang bahkan menonjol ke luar vagina.
2. Nyeri saat menstruasi,
3. Nyeri di kemaluan,
4. Nyeri saat berhubungan badan,
5. Siklus menstruasi tidak teratur, dan
6. Nyeri saat buang air kecil dan besar.

E. PATOFISIOLOGIS
Kista Gartner berkembang di daerah duktus Gartner, biasanya di sisi
dinding vagina. Duktus ini aktif saat perkembangan janin namun biasanya
menghilang setelah lahir. Kista ini berasal dari sisa kanalis Wolfii (disebut juga
duktus Gartner) yang berjalan di sepanjang permukaan anterior dan bagian atas
vagina. Diameter kista sangat tergantung dari ukuran duktus dan kapasitas
tampung cairan di dalamnya sehingga bisa dalam ukuran yang relatif kecil (tidak
menimbulkan penonjolan) hingga cukup besar untuk mendorong dinding vagina
ke arah tengah lumen atau malah dapat memenuhi lumen dan mencapai introitus
vagina.
Kista ini timbul dari bagian terminal duktus Wolffian yang berkembang
akibat adanya penyumbatan sekret yang dihasilkan duktus tersebut. Akibat
saluran yang tersumbat, maka cairan yang dihasilkan oleh kelenjar menjadi
terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista.
Karena kelenjar terus menerus menghasilkan cairan, maka lama kelamaan kista
semakin membesar dan tekanan di dalamnya semakin meningkat. Dinding kista
akan mengalami peregangan dan mengakibatkan penekanan pada jaringan saraf
sekitar, sehingga memicu mediator inflamasi. Akibat peregangan pada dinding
kista ini juga, pembuluh darah pada dinding kista akan terjepit dan
mengakibatkan bagian yang lebih dalam mengalami penurunan perfusi darah
sehingga dapat terjadi nekrosis (Price & Wilson, 2015).

F. KOMPLIKASI
Menurut Manuaba (2010) komplikasi dari kista, yaitu :
1. Perdarahan intra tumor
Perdarahan menimbulkan gejala klinik nyeri mendadak dan memerlukan
tindakan yang cepat.
2. Infeksi pada tumor
Menimbulkan gejala: badan panas, nyeri pada abdomen, mengganggu
aktifitas sehari-hari.
3. Robekan dinding kista
Kemungkinan terjadi robekan sehingga isi kista tumpah. Terjadi akibat
trauma, seperti jatuh atau lebih sering pada waktu persetubuhan.
4. Keganasan kista
Terjadi pada kista pada usia sebelum menarche dan pada usia diatas 45
tahun.
5. Gejala penekanan tumor fibroid bisa menimbulkan keluhan buang air besar
(konstipasi).
6. Infeksi dan perdarahan saat eksisi dapat timbul jika letak kista berhubungan
dengan struktur organ lain.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG / DIAGNOSTIK


Pemeriksaan penunjang / diagnostik yang dapat dilakukan :
1. Dengan pemeriksaan fisik dan ginekologis, diagnosis kista dapat ditegakkan.
Pada pemeriksaan ginekologis dengan posisi litotomi, kista dapat teraba di
bagian unilateral vulva, yaitu pembengkakan di arah jam 4 atau 8 labia
minora posterior, teraba nyeri dan fluktuasi.
2. Pada pemeriksaan pelvis dapat dirasakan adanya tonjolan atau massa di
dinding vagina.
3. Kultur swab, dilakukan swab pada cairan abses atau daerah sekitar vagina
untuk mengidentifikasi bakteri penyebab, sehingga dapat diberikan
antibiotik yang tepat.
4. Biopsi kadang diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan kanker
vagina, terutama jika massa teraba keras.
5. Magnetic resonance imaging (MRI) dan computed tomography (CT) dapat
digunakan untuk pemeriksaan kista yang besar. Kista asimptomatik juga
dapat diketahui melalui pemindaian MRI atau melalui ultrasound high
definition.
6. Pemeriksaan ultrasonografi dapat membantu menegakkan diagnosis kista
Gartner, karena memberikan gambaran karakteristik berupa masa noduler
yang berbatas tegas dan berdinding tipis dengan intensitas gema yang tidak
ekhoik.
(Winknjosastro, 2012)

H. PENATALAKSANAAN
1. Pengangkatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui tindakan
pembedahan guna mengangkat kista tersebut, misal ekstirpasi, eksisi, insisi,
kistektomi atau laparatomi salpingooforektomi.
2. Perawatan pasca operasi setelah pembedahan untuk mengangkat kista adalah
serupa dengan perawatan kulit setelah pembedahan. Hal ini mencegah
komplikasi dan infeksi pasca operasi.
3. Tindakan keperawatan berikut pada pendidikan kepada klien tentang pilihan
pengobatan dan manajemen nyeri dengan analgetik / tindakan kenyamanan
seperti kompres hangat pada abdomen atau teknik relaksasi napas dalam,
informasikan tentang perubahan yang akan terjadi seperti tanda – tanda
infeksi, perawatan insisi luka operasi (Lowdermilk, dkk,. 2013).

I. WOC / POHON MASALAH


(Terlampir)

J. ASUHAN KEPERAWATAN
1) PENGKAJIAN
1. Identitas meliputi : (1) Nama : untuk mengindari adanya kekeliruan atau
membedakan dengan klien atau pasien lainya. (2) Umur : untuk
mengenal faktor risiko dilihat dari umur pasien. Dicatat dalam tahun
untuk mengetahui adanya resiko seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat
reproduksi belum matang, mental dan psikisnya belum siap. Sedangkan
umum lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk terjadi kista (Anggraini,
2010).
2. Agama : untuk memberi motivasi pasien sesuai dengan agamanya.
3. Suku/bangsa : untuk mengetahui adat istiadat dan faktor pembawa atau
ras pasien.
4. Tingkat pendidikan : untuk menyesuaikan dalam memberikan
pendidikan kesehatan.
5. Pekerjaan : untuk mengetahui kemungkinan pengaruh pekerjaan pasien
terhadap permasalahan keluarga.
6. Alamat : untuk mengetahui tempat tinggal pasien.
7. Keluhan utama
Keluhan utama adalah mengetahui keluhan yang dirasakan saat
pemeriksaan (Varney, 2007). Pada kasus kista pasien merasa nyeri pada
perut bagian bawah, nyeri saat haid, sering ingin buang air besar atau
kecil dan teraba benjolan pada daerah vagina (Manuaba, 2009).
8. Riwayat perkawinan untuk mengetahui status perkawinan, berapa kali
klien menikah, sudah berapa lama, jumlah anak, istri keberapa dan
keberadaannya dalam keluarga, kesehatan dan hubungan suami istri
dapat memberikan wawasan tentang keluhan yang ada.
9. Riwayat menstruasi untuk mengetahui menarche, siklus haid, lamanya
haid, banyaknya darah, teratur/tidak, sifat darah, dismenorhea. Pada
kasus kista ovarium siklus haid normal, lamanya ± 7 hari.
10. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu Pengkajian riwayat
kehamilan, persalinan, nifas yanglalu menurut Varney (2007), meliputi:
1) Kehamilan : untuk mengetahui riwayat kehamilan yang lalu normal
atau ada komplikasi.
2) Persalinan : untuk mengetahui jenis persalinan, penolong
persalinan, lama persalinan, kala I, II, III dan IV.
3) Nifas : untuk mengetahui riwayat nifas yang lalu normal atau ada
komplikasi.
11. Riwayat keluarga berencana untuk mengetahui apakah ibu sebelumnya
pernah menggunakan alat kontrasepsi atau belum. Jika pernah lamanya
berapa tahun dan jenis alat kontrasepsi yang digunakan serta komplikasi
yang menyertai.
12. Riwayat kesehatan riwayat kesehatan menurut Varney (2007), meliputi:
1) Riwayat kesehatan sekarang : Untuk mengetahui keadaan pasien
saat ini dan mengetahui adakah penyakit lain yang berasa
memperberat keadaan klien.
2) Riwayat penyakit sistemik : Untuk mengetahui apakah klien pernah
menderita jantung, ginjal, asma/TBC, hepatitis, DM, hipertensi
TD160/110, dan Diabetes melitus dan penyakit menular seperti
TBC, hepatitis, HIV/AIDS.
13. Kebiasaan sehari-hari Untuk mengetahui bagaimana pasien sehari-hari
dalam menjaga kebersihan dirinya dan bagaimana pola makanan sehari-
hari apakah terpenuhi gizinya atau tidak. Antara lain :
a) Nutrisi: dikaji untuk mengetahui makanan yang biasa dikonsumsi
dan porsi makan dalam sehari (Wiknjosastro,2009).
b) Eliminasi: untuk mengetahui berapa kali BAB dan BAK, apakah
ada obstipasi atau tidak.
c) Istirahat: dikaji untuk mengetahui kebiasaan istirahat klien siang
berapa jam dan malam berapa jam (Varney, 2007).
d) Seksualitas: dikaji untuk mengetahui berapa kali klien melakukan
hubungan seksualitas dengan suami dalam seminggu dan ada
keluhan atau tidak (Wiknjosastro, 2009).
e) Personal Hygiene: untuk mengetahui tingkat kebersihan pasien.
Kebersihan perorangan sangat penting agar terhindar dari penyakit
kulit.
f) Aktifitas : hal ini perlu dikaji untuk mengetahui apakah aktivitas
sehari-hari akan terganggu karena adanya nyeri akibat penyakit
yang dialaminya (Hidayat, 2008).
g) Data psikologis Perlu dikaji adalah tanggapan ibu terhadap kondisi
yang dialami waktu ini, selain pasien juga memerlukan dukungan
emosional dan psikologi dari suami maupun keluarga dalam
berbagai hal.
14. Pemeriksaan umum
1. Keadaan umum : Untuk mengetahui keadaan umum ibu tampak
tidak sehat atau lemas setelah persalinan (Wiknjosastro, 2009).
2. Kesadaran : Untuk mengetahui tingkat kesadaran composmentis
(kesadaran normal), somnolen (kesadaran menurun) dan apatis
(Wiknjosastro, 2009).
3. Tanda - tanda vital (a) Tekanan Darah (b) Suhu (c) Nadi (d)
Respirasi (e) TB (f) BB
4. Pemeriksaan fisik:
1) Inspeksi pemeriksaan inspeksi meliputi:
a. Rambut : untuk mengetahui apakah rambutnya bersih,
rontok, dan berketombe.
b. Muka : untuk mengetahui keadaan muka pucat atau tidak,
adakah kelainan, adakah oedema.
c. Mata : untuk mengetahui warna konjungtiva merah atau
pucat, sklera putih atau tidak.
d. Hidung : untuk mengetahui adakah kelainan, adakah polip,
adakah hidung tersumbat.
e. Mulut : untuk mengetahui apakah mulut bersih atau tidak,
ada caries dan karang gigi tidak, ada stomatitis atau tidak.
f. Telinga : untuk mengetahui apakah ada serumen atau
tidak.
2) Palpasi
a. Leher : untuk mengetahui apakah ada pembesaran thyroid
atau tidak, ada pembesaran limfe atau tidak.
b. Dada : untuk mengetahui apakah simetris atau tidak, bersih
atau tidak, ada benjolan atau tidak. Hal ini untuk
mengetahui apakah ada tumor atau kanker.
c. Abdomen : untuk mengetahui apakah ada luka bekas
operasi, adakah nyeri tekan serta adanya masa. Hal ini
untuk mengetahui adanya kelainan pada abdomen. Pada
kista ovarium perut terlihat membuncit dan salah satu
bagian perut ibu terlihat lebih besar, hasil palpasi teraba
adanya benjolan keras pada perut bagian bawah.
d. Ekstremitas : untuk mengetahui adanya oedema, varises,
dan untuk mengetahui reflek patella.
3) Auskultasi
a. Jantung : untuk mengetahui bunyi jantung teratur atau
tidak.
b. Paru-paru : untuk mengetahui adakah suara wheezzing,
serta ada suara ronchi atau tidak.
c. Perkusi : untuk mengetahui ekstremitas reflek patella
kanan kiri positif atau tidak.
2) MASALAH KEPERAWATAN
a. Nyeri akut
b. Hipertermia
c. Gangguan integritas kulit/jaringan
d. Resiko infeksi
e. Resiko konstipasi
f. Ansietas

3) INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSA DAN TUJUAN DAN INTERVENSI


NO
DATA FOKUS KRITERIA HASIL KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
intervensi
Dengan faktor yang keperawatan selama ... Observasi :
berhubungan : x … jam, maka 1. Identifikasi lokasi,
 Agen pencedera tingkat nyeri menurun, karakteristik, durasi,
fisiologis (inflamasi, dengan kriteria hasil : frekuensi, intensitas nyeri
neoplasma)  Kemampuan 2. Identifikasi skala nyeri
 Agen pencedera menuntaskan 3. Identifikasi respons nyeri
fisik (prosedur aktifitas meningkat non verbal
operasi)  Keluhan nyeri 4. Identifikasi faktor yang
menurun memperberat dan
Ditandai dengan :  Sikap protektif memperingan nyeri
DS : menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan
 Mengungkapkan  Gelisah menurun keyakinan tentang nyeri
perubahan gaya  Kesulitan tidur 6. Identifikasi pengaruh budaya
hidup menurun terhadap respon nyeri
 Mengeluh nyeri  Menarik diri 7. Identifikasi pengaruh nyeri
P: menurun terhadap kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
Q:  Berfokus pada diri
R: komplementer yang sudah
sendiri menurun
diberikan
S:  Diaporesis
T: 9. Monitor efek samping
menurun
penggunaan analgesik
 Perasaan depresi
DO : (tertekan) menurun
 Tampak meringis Terapeutik :
 Perasaan takut
 Bersikap protektif 1. Berikan teknik non
mengalami cedera
(misal, farmakologis untuk
berulang menurun
waspada,posisi mengurangi rasa nyeri
 Anoreksia
menghindari nyeri) (TENS, hypnosis, terapi
menurun
musik, terapi pijat, kompres
 Gelisah  Ketegangan otot hangt/dingin, aromaterapi,
 Frekuensi nadi menurun dll)
meningkat
 Sulit tidur  Pupil dilatasi 2. Kontrol lingkungan yang
 Tekanan darah menurun memperberat rasa nyeri
meningkat  Muntah menurun (suhu ruangan, pncahayaan,
 Pola nafas berubah  Mual menurun kebisingan)
 Nafsu makan  Frekuensi nadi 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
berubah membaik 4. Pertimbangkan jenis dan
 Proses berfikir  Pola nafas sumber nyeri dalam
terganggu membaik pemilihan strategi dalam
 Menarik diri  Tekanan darah meredakan nyeri
 Berfokus pada diri membaik
sendiri  Proses berfikir Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode,
 Diaporesis membaik
dan pemicu nyeri
 Fokus membaik
2. Jelaskan strategi meredakan
 Fungsi berkemih
nyeri
membaik
3. Anjurkan memonitor nyeri
 Perilaku membaik
secara mandiri
 Nafsu makan
4. Anjurkan menggunakan
membaik
analgesik secara tepat
 Pola tidur 5. Anjarkan teknik
membaik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu

2. Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia


intervensi
Dengan faktor yang keperawatan selama Observasi
berhubungan : … x … jam, maka 1. Identifikasi penyebab
 Proses penyakit termoregulasi hipertermia
(mis, infeksi) membaik, dengan 2. Monitor suhu tubuh
 Peningkatan laju kriteria hasil : 3. Monitor kadar elektrolit
metabolisme 4. Monitor haluaran urine
 Menggigil
5. Monitor komplikasi akibat
meningkat
Ditandai dengan : hipertermia
 Kulit merah
DS :
meningkat
 - Terapeutik
 Kejang meningkat 1. Sediakan lingkungan yang
 Akrosianosis dingin
DO :
meningkat
 Suhu tubuh diatas 2. Longgarkan atau lepaskan
 Komsumsi oksigen pakaian
normal
meningkat 3. Basahi dan kipasi permukaan
 Kulit merah
 Piloereksi tubuh
 Kejang
meningkat 4. Berikan cairan per oral
 Takikardi
 Vasokonstriksi
 Takipnea
perifer meningkat
 Kulit terasa hangat  Pucat meningkat 5. Ganti linen setiap hari atau
 Takikardi lebih sering jika mengalami
meningkat hyperhidrosis
 Bradikardi 6. Lakukan pendinginan
meningkat eksternal
 Dasar kuku 7. Hindari pemberian antipiretik
sianolik meningkat atau aspirin
 Hipoksia 8. Berikan oksigen, jika perlu
meningkat
 Suhu tubuh Edukasi
membaik 1. Anjurkan tirah baring
 Suhu kulit
membaik Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan
 Kadar glukosa
dan elektrolit intravena, jika
darah membaik
perlu
 Pengisian kapiler
membaik
 Ventilasi membaik
 Tekanan darah
membaik

3. Gangguan Integritas Setelah dilakukan Perawatan Luka


Kulit intervensi
keperawatan selama Observasi :
Dengan faktor yang … × … jam, maka 1. Monitor karakteristik luka
berhubungan : integritas kulit dan (drainase, warna, ukuran,
 Perubahan sirkulasi jaringan meningkat, bau)
 Faktor mekanis dengan kriteria hasil : 2. Monitor tanda-tanda infeksi
 Perubahan status
 Elastisitas kulit
nutrisi Terapeutik :
meningkat
1. Lepaskan balutan pasien
 Hidrasi meningkat
Ditandai dengan : secara perlahan
 Perfusi jaringan 2. Cukur rambut di sekitar
DS :
meningkat
 - daerah luka, jika perlu
 Kerusakan 3. Bersihkan jaringan dengan
jaringan menurun cairan Nacl
DO :
 Kerusakan lapisan 4. Bersihkan jaringan nekrotik
 Kerusakan jaringan
kulit menurun 5. Bersihkan salep yang sesuai
dan / lapisan kulit
 Nyeri menurun jenis luka
 Nyeri
 Perdarahan 6. Pertahankan teknik steril saat
 Perdarahan
menurun melakukan perawatan luka
 Kemerahan
 Hematoma 7. Ganti balutan sesuai jumlah
 Hematoma
menurun eksudat dan drainase
 Pigmentasi 8. Berikan diet dengan kalori
abnormal menurun 30-35 kkal/kgBB/hari dan
 Jaringan parut protein 1,25 – 1,5
menurun g/kgBB/hari
 Nekrosis menurun 9. Jadwalkan perubahan posisi
 Abrasi kornea setiap 2 jam atau sesuai
menurun kondisi pasien
 Suhu kulit 10. Berikan suplemen vitamin
membaik dan mineral
 Sensasi membaik 11. Berikan terapi TENS
 Tekstur membaik (stimulasi saraf
 Pertumbuhan transcutaneous) jika perlu
rambut membaik
Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein
3. Anjurkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
4.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi prosedur
debridement, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu

4. Resiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi


intervensi
Dengan faktor resiko keperawatan selama Observasi
yang dibuktikan : … x … jam, maka 1. Monitor tanda dan gejala
 Peningkatan tingkat infeksi infeksi lokal dan sistemik
paparan organisme menurun, dengan
patogen lingkungan kriteria hasil : Terapeutik
 Ketidakedekuatan  Kebersihan tangan 1. Batasi jumlah pengunjung
pertahanan tubuh meningkat 2. Batasi perawatan kulit pada
primer (mis. statis  Kebersihan badan area edema
cairan tubuh dll) meningkat 3. Cuci tangan sebelum dan
 Ketidakedekuatan  Nafsu makan sesudah kontak dengan
pertahanan tubuh meningkat pasien dn lingkungan pasien
sekunder (mis.  Demam menurun 4. Pertahankan teknik aseptik
imunosupresi,  Kemerahan pada pasien berisiko tinggi
supresi respon menurun
inflamasi dll)  Nyeri menurun Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejalaa
 Bengkak menurun
infeksi
 Vesikel menurun
2. Ajarkan cara mencuci tangan
 Cairan berbau
dengan benar
busuk menurun
3. Ajarkan cara memeriksa luka
 Drainase purulent 4. Anjurkan meningkatkan
menurun asupan nutrisi
 Piuria menurun 5. Anjurkan meningkatkan
 Periode malaise asupan cairan
menurun
 Periode menggigil Kolaborasi
menurun 1. Kolaborasi pemberian
 Letargi menurun imunisasi, jika perlu
 Gangguan kognitif
menurun
 Kadar sel darah
putih membaik
3500 – 10000 sel /
mm
 Kultur darah
membaik
 Kultur urine
membaik
 Kultur area luka
membaik
 Kultur feses
membaik

5. Resiko Konstipasi Setelah dilakukan Manajemen Eliminasi Fekal


intervensi
Dengan faktor resiko keperawatan selama ... Observasi
yang dibuktikan : x … jam proses 1. Identifikasi masalah usus dan
 Ketidakadekuatan defekasi membaik, penggunaan obat pencahar
toileting dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi pengobatan ynag
 Kontrol berefek pada kondisi
pengeluaran feses gastrointestinal
meningkat 3. Monitor tanda gejal diare,
 Distensi abdomen konstipasi atau impaksi
menurun
 Nyeri abdomen Terapeutik
menurun 1. Berikan air hangat setelah
 Peristaltik usus makan
membaik 2. Sediakan makan tinggi serat

Edukasi
1. Jelaskan jenis makanan yang
membantu meningkatkan
keteraturan peristaltic usus
2. Anjurkan meningkatkan
aktifitas fisik sesuai toleransi
3. Anjurkan pengurangan
asupan makanan yang
meningkatkan pembentukan
gas
4. Anjurkan mengkonsumsi
makanan yang tinggi serat
5. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
supositoria

6. Ansietas Setelah dilakukan Reduksi Ansietas


intervensi
Dengan faktor yang keperawatan selama ... Observasi
berhubungan : x … jam, maka 1. Identifikasi saat tingkat
 Krisis situsional tingkat ansietas ansietas berubah
 Kekhawatiran menurun, dengan 2. Identifikasi kemampuan
terhadap kematian kriteria hasil : mengambil keputusan
 Kurang terpapar  Verbalisasi 3. Monitor tanda-tanda ansietas
informasi kebingungan
menurun Terapeutik
Ditandai dengan :  Verbalisasi 1. Ciptakan suasana terapeutik
DS : khawatir akibat untuk menumbuhkan
 Merasa bingung kondisi yang kepercayaan
 Merasa khawatir dihadapi menurun 2. Temani pasien untuk
dengan akibat dari  Perilaku gelisah mengurangi kecemasan
kondisi yang menurun 3. Pahami situasi yang
dihadapi  Perilaku tegang membuat ansietas
 Sulit berkonsentrasi menurun 4. Dengarkan dengan penuh
 Keluhan pusing perhatian
 Mengeluh pusing
5. Gunakan pendekatan yang
 Anoreksia menurun
 Anoreksia tenang dan meyakinkan
 Palpitasi
6. Tempatkan barang pribadi
 Merasa tidak menurun
yang memberikan
berdaya  Palpitasi menurun
kenyamanan
 Frekuensi
7. Motivasi mengidentifikasi
DO : pernafasan
situasi yang memicu
 Tampak gelisah menurun 16 – 24
kecemasan
 Tampak tegang kali per menit
8. Diskusikan perencanaan
 Sulit tidur  Frekuensi nadi
realistis tentang peristiwa
 Frekuensi nafas menurun 60 – 100
yang akan datang
meningkat kali per menit
 Frekuensi nadi  Tekanan darah
Edukasi
meningkat menurun 90 – 120
1. Jelaskan prosedur, termasuk
 Tekanan darah / 60 – 90 mmHg
sensasi yang mungkin
meningkat  Diaphoresis
dialami
 Diaphoresis menurun
 Tremor  Tremor menurun
 Muka tampak pucat  Pucat menurun 2. Informasikan secara factual
 Suara bergetar  Konsentrasi mengenai diagnosis,
 Kontak mata buruk membaik pengobatan, dan prognosis
 Sering berkemih  Pola tidur 3. Anjurkan keluarga untuk
 Berorientasi pada membaik tetap bersama pasien, jika
masa lalu  Perasaan perlu
keberdayaan 4. Anjurkan melakukan
membaik kegiatan yang tidak
 Kontak mata kompetitif, sesuai kebutuhan
membaik 5. Anjurkan mengungkapkan
 Pola berkemih perasaan dan persepsi
membaik 6. Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi
 Orientasi membaik
ketegangan
7. Latih teknik relaksasi
8. Latih penggunaan
mekanisme pertahanan diri
yang tepat

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
anti ansietas, jika perlu
K. DAFTAR PUSTAKA

Andang, T. 2013. 45 Penyakit Musuh Kaum Perempuan. Yogyakarta : Rapha


Publishingii
Kurniawati, dkk. 2009. Obynacea : Obstetri dan Ginekologi. Yogykarta : Tosca
Enterprise
Lowdermilk, Bobak, Irene. M., & Jensen. 2013. Buku Ajar Keperawatan.
Maternitas. Jakarta : EGC
Manuaba. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana. Jakarta : EGC
Nugroho, T. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas (Askeb 3). Yogyakarta :
Nuha Medika
Nurarif, A.H & Hardhi, K. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda NIC NOC. Jilid 3. Yogyakarta : Mediaction
Publishing
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Defisini dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
Price, S.A, & Wilson, L.M. 2015. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta : EGC
Winknjosastro, H. 2012. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Anda mungkin juga menyukai