Anda di halaman 1dari 34

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat dan

Hidayah Nya,sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini guna

memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Agama dengan judul “ Tuhan Yang

Maha Esa dan Ketuhanan “.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari

bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik

sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sepurna

dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh

karena itu,kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik

yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah

ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Surabaya, 20 November 2019

Tim Penyusun

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................................1

Bab I Pendahuluan...................................................................................................3

1.1. Latar Belakang......................................................................................3

1.2.Rumusan Masalah..................................................................................5

1.3. Tujuan...................................................................................................5

Bab II Pembahasan..................................................................................................6

2.1. Iman......................................................................................................6

2.2. Proses Terbentuknya Iman...................................................................7

2.3. Tanda-Tanda orang beriman dan bertakwa..........................................9

2.4. Argumen tentang keberadaan Allah.....................................................10

2.5. Wujud dari Keimanan.........................................................................11

2.6. Hubungan Iman dan Ketakwaan dalam Dunia Kefarmasian..............17

3.1. FIlsafat Ketuhanan (Teologi)..............................................................17

3.2. Siapakah Tuhan itu?...........................................................................19

3.3. Sejarah Pemikiran Manusia Tentang Tuhan.......................................21

3.4. Pembuktian wujud Tuhan...................................................................25

3.5. Cakupan Kajian Ketuhanan................................................................27

3.6. Pandangan Para Filosof Muslim tentang Tuhan.................................29

BabIII

Kesimpulan…........................................................................................................32

Daftar Pustaka........................................................................................................34

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuhan Yang Maha Esa menciptakan alam semesta beserta isinya yang meliputi

manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara Ciptaan-Nya, manusia merupakan

makhluk Tuhan yang paling mulia karena manusia diberi akal dan budi pekerti

untuk dapat menentukan mana yang baik dan yang buruk bagi dirinya. Pada

dasarnya manusia merupakan makhluk sosial yaitu makhluk yang saling

membutuhkan untuk bergaul, berorganisasi, hidup bersama dan berdampingan

dengan manusia lainnya. Sebagai wujud konkrit dari hidup bersama dan

berdampingan, maka sudah menjadi hal yang wajar apabila antara seorang pri dan

seorang wanita timbul suatu ikatan yaitu ikatan perkawinan.

Iman adalah kata yang umum didengar dalam pendidikan agama islam. Bahkan

mungkin, pelajaran pendidikan agama islam yang pertama kali kita dengar adalah

tentang keimanan. Tetapi apa sebenarnya iman itu? Sudahkah kita memahami dan

mengaplikasikannya?

Tak hanya itu, keimanan juga erat kaitannya dengan ketakwaan. Mempelajari

keimanan akan selalu beriringan dengan mempelajari ketakwaan. Jika keimanan

orang bertambah, begitu pula ketakwaannya, begitupun sebaliknya. Oleh karena

itu, memperkuat keimanan adalah suatu keharusan bagi seorang muslim.

3
Keimanan dan Ketakwaan perlu dipelajari dengan mendalam untuk menjaga

kita dari pikiran, perkataan, atau perbuatan yang dapat membuat kita melanggar

ajaran Allah SWT.

Sebelum mempelajari tentang Keimanan dan ketakwan ada baiknya kita

mempelajari tentang konsep Ketuhanan. Dalam konsep Islam, Tuhan disebut

sebagai Allah dan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi Yang Nyata dan Esa,

Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir dan

Hakim bagi semesta alam.

Islam menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal Dan

Maha Kuasa. Penciptaan dan penguasaan alam semesta dideskripsikan sebagai

suatu tindakan yang paling utama untuk semua ciptaan yang memuji keagungan-

Nya dan menjadi saksi atas keesaan-Nya dan kuasa-Nya.

4
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses terbentuknya iman?

2. Apakah tanda-tanda orang beriman dan bertaqwa?

3. Bagaimanakah argument tentang keberadaan Allah?

4. Bagaimanakah wujud dari keimanan?

5. Bagaimana hubungan iman dan ketakwaan dengan dunia kefarmasian?

6. Siapakah Tuhan itu?

7. Bagaimana sejarah pemikiran manusia tentang Tuhan?

8. Sejauh mana pembuktian wujud Tuhan?

9. Apa sajakah cakupan wujud Tuhan?

10. Bagaimana pandangan para filosof muslim tentang Tuhan?

1.3 Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah :

1. Menambah nilai dan memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama

2. Sebagai bahan kajian yang dapat memberikan informasi tentang iman

dan takwa serta bagaimana meningkatkan keimanan serta ketakwaan

tersebut

3. Mengetahui bagaimana konsep ketuhanan dalam islam

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Iman

Iman berasal dari kata kerja Bahasa Arab amina-ya’manuamanan yang

berarti percaya. Taqwa yang berasal dari kat waqa artinya memelihara sesuatu.

Oleh karena itu, iman menunjukkan sikap batin yang terletak dalam hati sehingga

orang yang percaya atau beriman kepada Allah akan menunjukkan sikap batin yang

sesuai dengan ajaran Allah. Walaupun, dalam kesehariaannya tidak mencerminkan

ketaatan (taqwa) kepada yang telah di percayainya masih disebut beriman.

Dalam hadits diriwayatkan Ibnu Majah Atthabrani, iman didefinisikan

dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dengan

amal perbuatan (Al-Immaanu ‘aqdun bil qalbi waigraarun billisaani wa’amalun bil

arkaan). Dengan demikian, iman merupakan kesatuan atau keselarasan antara hati,

ucapan, dan laku perbuatan, serta dapat juga dikatakan sebagai pandangan dan sikap

hidup atau gaya hidup.

Akidah islam dalam Al-Qur’an disebut iman. Iman bukan hanya berarti

percaya, melainkan keyakinan yang mendorong seseorang untuk mengucapkan dan

melakukan sesuatu sesuai dengan keyakinan yang diyakininya. Oleh karena itu,

orang yang mengimani aqidah islam akan melakukan segala sesuatu dengan aturan

hukum islam.

6
2.2 Proses Terbentuknya Iman

Proses terbentuknya iman dimulai pada saat masih dalam kandungan.

Dalam hal ini Nabi Muhammad SAW bersabda, “Setiap anak lahir membawa fitrah.

Orang tuanya yang berperan menjadikan anak tersebut menjadi yahudi, nasrani,

atau majusi.” Oleh karena itu, keimanan seseorang anak ditentukan oleh orang

tuanya. Tak tanya itu, perilaku orang tua dirumah jugalah menjadikan anak tersebut

berperilaku baik atau buruk.

Proses pembentukan iman diawali dengan proses perkenalan yaitu,

mengenal serta mengetahui bagaimana ajaran Allah. Karena tidak mungkin

seseorang dapat beriman kepada Allah tanpa terlebih dahulu mengenal dan

mengetahui ajaran Allah. Setelah mengenal dan mengetahui ajaran Allah harus

dilakukan dalam proses pembiasaan agar dapat melaksanakan ajaran Allah dengan

senang, ikhalas, dan benar.

Dalam mewujudkan proses terbentuknya iman dalam diri seseorang, maka

harus mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut.

1. Prinsip pembinaan Berkesinambungan

Proses pembentukan iman adalah suatu proses yang panjang, terus

menerus, dan tidak berkesudahan. Belajar adalah proses yang

memungkinkan orang semakin lama semakin mampu bersikap selektif.

Implikasinya ialah diperlukn motivasi sejak kecil dan berlangsung seumur

hidup. Oleh karena itu, penting mengarahkan proses motivasi, agar dapat

membuat tingkah laku lebih terarah dan selektif dalam menghadapi nilai-

nilai hidup yang patut diterima atau seharusnya ditolak.

7
2. Prinsip Internalisasi dan Individuasi

Iman akan lebih mantap terjelma dalam bentuk tingkah laku tertentu,

apabila seseorang dapat menghayatinya melalui peristiwa internalisasi,

yakni usaha menerima nilai sebagai bagian dari sikap mentalnya, dan

individuasi yakni usaha menenpatkan nilai serasi dengan sifat

kepribadiannya. Oleh karena itu, dengan merasakan pengalaman tersebut

akan terjadi kristalisasi nilai iman dalam diri seseorang.

3. Prinsip Sosialisasi

Tingkah laku seseorang akan dikatakan teruji secara tuntas apabila sudah

diterima secara social. Seseorang akan dikatakan beriman, apabila

akhlaknya dapat diterima oleh masyarakat sekitar.

4. Prinsip Konsistensi dan Koherensi

Nilai iman lebih mudah tumbuh terakselerasi, apabila sejak semula

ditangani secara konsisten yaitu secara tetap dan konsekuen, serta koheren

yaitu tanpa mengandung pertentangan antara nilai yang satu dengan nilai

lainnya.

5. Prinsip Integrasi

Agar nilai iman hendaknya dapat dipelajari seseorang tidak sebagai ilmu

dan keterampilan tingkah laku yang terpisah -pisah, tetapi melalui

pendekatan yang integratif. Dalam kaitan problematika kehidupan yang

nyata.

8
2.3 Tanda-tanda Orang Beriman dan Bertaqwa

• Tanda-tanda orang beriman :

➢ Jika nama Allah disebut, maka hatinya bergetar dan berusaha agar

ilmu Allah tidak lepas dari syaraf memorinya

➢ Senantiasa tawakal

➢ Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu melaksanakan

perintah-Nya

➢ Menginfakkan sebagian rezeki yang diperoleh

➢ Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga

kehormatan

➢ Amanah dan menepati janji

➢ Berjihad di jalan Allah dan suka menolong

➢ Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin

• Tanda – tanda orang bertaqwa

➢ Teguh dalam keyakinan dan bijaksana dalam pelaksanaannya

➢ Tampak wibawanya karena semua aktivitas hidupnya dilandasi

kebenaran dan kejujuran

➢ Menunjukkan rasa puasnya dalam memperoleh rezeki dengan cara

bersyukur

➢ Senantiasa bersih

➢ Selalu cermat dalam perencanaan dan bergaya hidup sederhana

➢ Murah hati dan murah tangan

➢ Tidak menghabiskan waktu dalam perbuatan yang tidak bermanfaat

9
➢ Tidak berkeliaran dengan membawa fitnah

➢ Disiplin dalam tugasnya

➢ Mempunyai dedikasi yang tinggi

➢ Terpelihara identitas muslimnya (setiap perbuatannya berorientasi

kepada terciptanya kemaslahatan / kemanfaatan masyarakat)

➢ Tidak pernah menuntut yang bukan haknya serta tidak menahan hak

orang lain

➢ Segera intropeksi diri apabila ada teguran

➢ Kalau dimaki orang dia tersenyum simpul sambil mengucapkan :

“kalau makian anda benar saya berdoa semoga Allah

mengampuniku. Kalau teguran anda ternyata salah, saya berdoa

semoga Allah mengampunimu.”

2.4 Argument Tentang Keberadaan Allah

Allah adalah Maha Esa, baik dalam zat, sifat maupun perbuatan. Esa dalam

zat artinya Allah itu tidak tersusun dari beberapa bagian yang terpotong-potong dan

Dia pun tidak mempunyai sekutu. Esa dalam sifat berarti bahwa tak seorang pun

yang memiliki sifat-sifat seperti yang dimiliki oleh Allah. Dan esa dalam perbuatan

(af’al) ialah bahwa tidak ada seorang pun yang mampu mengerjakan sesuatu yang

menyerupai perbuatan Allah.

Ada tiga teori yang menerangkan asal kejadian alam semsta yang

mendukung keberadaan Tuhan. Pertama, paham yang mengatakan bahwa alam

semesta ini ada dari yang tidak ada (creation ex-nihilo). Ia terjadi dengan

10
sendirinya, paham yang mengatakan bahwa alam semesta ini berasal dari sel

(jauhar) yang merupakan inti. Ketiga, paham yang mengatakan bahwa alam

semesta itu ada yang menciptakan. ( Sayid Syabiq, 1974: 61)

Teori pertama tampaknya sudah sangat tidak relevan. Ia dapat ditolak

dengan teori sebab akibat (Cuality theory). Menurut teori kausalitas, adanya sesuatu

itu disebabkan adanya sesuatu yang lain. Dengan demikian, menurut teori ini, alam

semesta tidak terjadi dengan sendirinya tapi melalui proses penciptaan, yang

karenanya tentu ada yang menciptakan.

Terhadap teori kedua yang mengatakan bahwa alam semesta alam ini

berasal dari sel, Sayid Syabiq ( 1974:63) melihatnya sebagai teori yang lebih pesat

dari teori pertama. Menurutnya, sel tidak munkin mampu menyusun dan

memperindah sesuatu seperti yang terjadi pada alam semesta. Umpamanya, aspek

gender dan tata surya.

Adapun teori ketiga yang mengatakan bahwa alam semesta ada yang

menciptakan adalah teri yang bersesuaian dengan pemikiran akal yang sehat. Olek

karena itu, ia, baik secara ‘aql maupun naql dapat diterima. Masalah yang kemudian

muncul dari teori ketiga ialah: siapakah yang menciptakan alam semesta ini ?

Menurut doktrin Islam, pencipta alam semesta ini adalah Tuhan. Jawaban itu

membawa kepada pengertian bahwa Tuhan itu ada.

2.5 Wujud dari Keimanan?

1) Iman kepada Allah

11
Seorang muslim harus beriman kepada Allah yang artinya mengimami

adanya Allah, mengimami semua nama dan sifat Allah. Fungsi imam

kepada Allah SWT berarti seorang muslim harus percaya bahwa Allah itu

benar-benar ada. Allah adalah Tuhan semesta alam yang menciptakan langit

dan bumibeserta isinya.

2) Iman kepada Malaikat Allah

Malaikat atau terkadang disebut al-mala’ al-a’la (kelompok

tertinggi) adalah makhluk Tuhan yang diciptakan dari al-nur (cahaya),

seperti diterangkan dalam hadis riwayat Imam Muslim yang menjelaskan

bahwa Allah SWT menciptakan malaikat dari cahaya, jin dari nyala api, dan

Adam dari tanah. Penciptaan malaikat lebih dulu dari penciptaan manusi.

Ketika Allah SWT berkehendak menciptakan manusia sebagai khalifah di

bumi, Dia memberitahukan rencana-Nya itu kepada malaikat sehingga

terjadi dialog antara Dia dan malaikat.

Malaikat termasuk makhluk ruhani yang bersifat gaib. Mereka

bukan kelompok makhluk berwujud jasmaniah yang dapat diraba, dilihat,

dicium, dan dirasakan karena mereka berada di alam yang berbeda dengan

alam manusia. Mereka disucikan dari syahwat kebinatangan (al-nafs al-

hayawaniyah) yang terhindar dari keinginan hawa nafsu yang bersifat

materil. Mereka selalu tunduk dan patuh kepada Allah SWT dan tidak

pernah ingkar kepada-Nya. Dengan demikian mereka menghabiskan waktu

isnag dan malamnya untuk beribadah kepada Allah semata.

12
Antara malaikat yang satu dengan yang lainnya memiliki beberapa

perbedaan, seperti kedudukan dang pangkat yang hanya diketahu oleh Allah

SWT (QS. Fathir [35]: 1). Secara khusus, ayat tersebut menjelaskan bahwa

Allah SWT menciptakan malaikat sebagai makhluk bersayap. Jumlah sayap

mereka berbeda-beda, ada yang dua, tiga, empat, dan ada pula yang lebih

dari itu, bergantung pada kehendak Allah SWT. Jumlah sayap tersebut,

menurut Sayid Sabiq (1978: 181), menunjukkan kedudukan dan status

malaikat serta kemampuan cepat atau lambatnya perpindahan mereka dari

satu tempat ke tempat lainnya. Sayap-sayap yang dimiliki malaikat

termasuk hal gaib yang wajib dipercayai, tanpa membahas bagaimana

warna, bentum, da sifatnya, sebab Nabi Muhammad SAW sendiri tidak

menjelaskannya.

3) Iman Kepada Kitab-kitab Allah

Ayat-ayat Allah SWT merupakan ajaran-ajaran dan tuntunan itu

dapat dibedakan menjadi dua: pertama, ayat-ayat yang tertulis di dalam

kitab-kitab-Nya; dan kedua, ayat-ayat yang tidak tertulis, yaitu alam

semesta.

Ayat-ayat yang tertulis terformulasikan dalam empat kitab: Al-

Qur’an, Injil, Taurat, dan Zabur yang masing-masing diturunkan kepada

Nabi Muhammad SAW, Nabi Isa a.s., Nabi Musa a.s., Nabi Dawud a.s.

Keempat kitab itu disebut kitab-kitab langit (al-kutub al-samawiyah),

karena kitab-kitab itu diyakini umat Islam sebagai firman Allah yang

diwahyukan kepada para nabi dan rasul.

13
Islam mengajarkan bahwa mempercayai dan mengimami semua

kitab-kitab Allah itu adalah wajib. Ia merupakan konsekuensi logis dari

pembenaran tarhadap adanya Allah Swt. Oleh karena itu, tidak sepantasnya

seorang mukmin mengingkari kitab kitab tersebut. (lihat surat Al-baqarah

[2]:4).

(a) Al-Qur’an dan al-Karim

Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw di

turunkan selama 22 tahun lebih dan diturunkan di dua kota:

Mekkah dan Madinah. Al-Qur’an dibagi menjadi 30 juz dan

terdiri atas 114 surat.

Al-Quran merupakan kitab langit terakhir yang diturunkan oleh

Allah SWT kepada nabi terakhir pula. Sebagai kitab terakhir Al-

Qur’an menempati posisi yang sangat penting. Ia memiliki

sejumlah keistimewaan apabila di bandingkan dengan kitab

sebelumnya. Diantara keistimewaannya adalah pelanjut,

penyempurna dalam arti penambah dan pengurang atas muatan

kitab kitab sebelumnya, dan keberlakuannya tidak dibatasi

waktu. Secara rinci, keistimewaan-keistimewaan itu adalah

pertama Al-Qur’an memuat ringkasan ajaran ajaran yang

dibawa oleh ketiga kitab sebelumnya. Disamping itu, ia pun

memperkokoh kebenaran yang di ajarkan oleh kitab kitab

sebelumnya, seperti aspek keesaan dan keimanan kepada Allah,

keimana kepada para rasul, pembenaran atas adanya hari akhir,

14
surga dan neraka, serta keharusan berakhlak mulia; kedua,

sebagai kitab terakhir, Al-Qur’an memuat kalam Allah terakhir

yang berperan sebagai petunjuk dan pemimpin bagi manusia di

dunia. Oleh karen itu kemurniaan isinya sangat terjaga dan

terpelihara dari tangan-tangan yang tidak bertanggungjawab;

ketiga, keberlakuan Al-Qur’an tidak dibatasi oleh ruang dan

waktu; keempat, Al-Qur’an merupakan kitab suci agama Islam;

karena islam agam dakwah, maka AL-Qur’an pun harus

disebarluaskan atau didakwahkan.

(b) Kitab Injil

Adalah firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Isa a.s. Ia

hanya disyariatkan untuk umat Nabi Isa a.s., yaitu kaum Nasrani.

Oleh karena itu, keberlakuan injil dibatasi oleh waktu, yaitu

sampai saat dating dan diutusnya Nabi Muhammad SAW.

Mengimami kitab-kitab selain Al-Qur’an, termasuk kitab Injil,

merupakan doktrin dari rukun iman yang ketiga.

(c) Kitab Taurat

Merupakan fiman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Musa

a.s. untuk membimbing Bani Israil. Oleh karena itu, keberlakuan

kitab ini pun dibatasi, yaitu sampai tiba kitab Allah berikutnya.

Ia pun wajib diimani oleh umat Islam dan banyak disebutkan di

dalam Al-Qur’an. Hanya saja beredar sekarang sudah tidak

15
murni lagi, karena sudah terdapat sejumlah penambahan dari

para pengikutnya.

(d) Kitab Zabur

Istilah zabur, yang kata jamaknya zubur, di dalam Al-Qur’an

terdapat pada beberapa tempat. Yang dimaksud zabur dalam

tulisan ini ialah firman Allah SWT yang diwahyukan kepada

Nabi Dawud a.s. Zabur, dalam Bahasa Arab, disebut juga dengan

mazmur dan jamaknya mazamir; dalam Bahasa Ibrani disebut

mizmor, dalam Bahasa Suriani disebut mazmor, dan dalam

Bahasa Etiophia disebut mazmur.

4) Rasul-Rasul Allah

Doktrin Islam mengajarkan agr setiap orang Islam beriman kepada

semua rasul yang di utus oleh Allah SWT tanpa membedakan antara satu rasul

dengan rasul lainnya. Secara Bahasa, rasul adalah orang yang diutus. Artinya,

ia diutus untuk menyampaikan berita rahasia, tanda-tanda yang akan dating, dan

misi atau risalah. Secara terminology, rasul berarti orang yang diutus oleh Allah

SWT untuk menyampaikan wahyu kepada umatnya.

5) Percaya Kepada Hari Kiamat

Hari akhir atau hari kiamat merupakan tanda-tanda akhir zaman, hari

diman saat dunia dihancurkan dan manusia yang mati dibangkitkan.

Seorang muslim wajib percaya bahwa aka nada hari kiamat dan nantinya

manusia akan dibangkitkan

6) Iman Kepada Qada dan Qadar

16
Umat Islam wajib beriman kepada qada dan qadar. Qada dan qadar

merupakan takdir Allah yang baik maupun yang buruk. Beriman kepada

qada dan qadar berarti sepenuhnya bahwa ada ketentuan Allah SWT yang

berlaku bagi semua makhlik-Nya. Takdir sendiri merupakan ketentuan yang

terjadi di alam semesta, yang sama artinya bahwa semua yang terjadi pasti

ada takdirnya.

2.6 Hubungan Iman dan Ketakwaan dengan Dunia Kefarmasian

Iman memegang peranan penting dalam kehidupan. Tanpa iman kehidupan

manusia seperti kapas yang diterbangkang angin kian kemari. Orang yang tidak

beriman hidupnya akan kacau tidak terarah. Dihanyutkan oleh hawa nafsu tanpa

ada tujuan yang hakiki,

Untuk memperbaiki kehidupan manusia diturunkanlah oleh Allah aturan

yang menjaga keutuhan manusia dan keberadaannya di muka bumi. Dengan aturan

yang diberikan oleh Allah itu manusia mengetahui bahwa kehidupan itu

mempunyai tujuan.

Dengan adanya iman dan ketakwaan melakukan pekerjaan kita juga bisa

menjunjung tinggi nilai-nilai norma agama, bisa saling menghargai satu sama lain.

3.1. Filsafat Ketuhanan (Teologi)

Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan

kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta

17
terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan

bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan

berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap

positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti

mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha

menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. (Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat

Islam, Cet. IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990, Hlm. 45)

Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah

mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM),

yang dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut.

Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian filsafat dari segi

kebahasan atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan.

Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan

pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya.

Keimanan dalam Islam merupakan aspek ajaran yang fundamental, kajian

ini harus dilaksanakan secara intensif. Keimanan kepada Allah SWT, kecintaan,

pengharapan, ikhlas, kekhawatiran, tidak dalam ridho-Nya, tawakkal nilai yang

harus ditumbuhkan secara subur dalam pribadi muslim yang tidak terpisah dengan

aspek pokok ajaran yang lain dalam Islam.

Muslim yang baik memiliki kecerdasan intelektual sekaligus kecerdasan

spiritual (QS. Ali Imran: 190-191) sehingga sikap keberagamaannya tidak hanya

pada ranah emosi tetapi didukung kecerdasan pikir atau ulul albab. Terpadunya dua

18
hal tersebut insya Allah menuju dan berada pada agama yang fitrah. (QS.Ar-Rum:

30).

Jadi, filsafat Ketuhanan dalam Islam bisa diartikan juga yaitu kebijaksanaan

Islam untuk menentukan Tuhan, dimana Ia sebagai dasar kepercayaan umat

Muslim.

3.2. Siapakah Tuhan itu?

Perkataan ilah, yang diterjemahkan “Tuhan”, dalam Al-Quran dipakai untuk

menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya

dalam QS : 45 (Al-Jatsiiyah) : 23, yaitu:

َ ِ‫علَى‬
ِ‫س ْم ِع ِه‬ َ ِِ‫علَىِع ِْلم‬
َ ِ‫ِو َخت ََِم‬ َِ ِ‫ضلَ ِهه‬
َ ِ‫ِّللاه‬ َ َ‫نِِات َ َخذَِِإِلَهَه َه َواه َوأ‬
ِِ ‫نِيَ ْهدِي ِِهِ أَفَ َرأَيْتَِِ َم‬
ِْ ‫َاوةِِفَ َم‬ َ َ‫علَىِب‬
َ ‫ص ِر ِِهِ ِغش‬ َ ِ‫ل‬ َ ِ‫َوقَ ْلبِ ِِه‬
َِ َ‫ِو َجع‬

)٢٣(َِِ‫ِِّللاِِأَفَالِتَذَ َك هرون‬
ِ َ ‫مِ ْنِِبَ ْع ِد‬

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai

Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah

mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas

penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah

(membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?

Dalam QS : 28 (Al-Qashash) : 38, perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya

sendiri:

ِِ‫ص ْرحاِلَ َع ِِّلي‬ ِ ِّ ِ‫علَىِالط‬


َ ِ‫ينِِفَا ْج َع ْلِِلِي‬ َ ِِ‫غي ِْري فَأ َ ْوقِدِِْلِيِ َياِهَا َما هن‬
َ ‫ع ِل ْمتهِِلَ هك ْمِِمِ ْن ِإلَه‬ ْ ‫ع ْو هنِِ َياِأَيُّ َه‬
َ ِ‫اِال َمألِ َما‬ َ ‫َوقَا َلِِف ِْر‬
ْ ِ‫ظنُّههِِم‬
)٣٨(َِِ‫نَِِالكَا ِذ ِبين‬ ‫ىِو ِإنِِّيِأل ه‬
َ ‫س‬ َ َ‫أ‬
َ ‫ط ِل هعِِ ِإلَىِ ِإلَ ِهِِ همو‬

dan berkata Fir'aun: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu

selain aku. Maka bakarlah Hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah

19
untukku bangunan yang Tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan

Sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa Dia Termasuk orang-orang

pendusta".

Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa

mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi)

maupun benda nyata (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan

ilah dalam Al-Quran juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda

(mutsanna: ilaahaini), dan banyak (jama’: aalihatun). Derifasi makna dari kata ilah

tersebut mengandung makna bahwa ‘bertuhan nol’ atau atheisme adalah tidak

mungkin. Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat,

berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut:

Tuhan (Ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh

manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya.

Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya

yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan

kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan

mendatangkan bahaya atau kerugian.

Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-Ilah sebagai berikut:

Al-Ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepadanya,

merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat

berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk

kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan

20
ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M. Imaduddin, 1989

: 56)

Atas dasar definisi ini, tuhan bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan

manusia. Yang pasti, manusia tidak mungkin atheis, tidak mungkin tidak ber-tuhan.

Berdasarkan logika Al-Quran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang

dipertuhankannya. Dengan begitu, orang-orang komunis pada hakikatnya ber-tuhan

juga. Adapun tuhan mereka ialah ideologi atau angan-angan (utopia) mereka.

Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “laa ilaaha illa Allah”. Susunan kalimat

tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti

dengan penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus

membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada

dalam hatinya hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah SWT.

Untuk lebih jelas memahami tentang siapakah Allah, DR. M. Yusuf Musa

menjelaskan dalam makalahnya yang berjudul “Al Ilahiyyat Baina Ibnu Sina wa

Ibnu Rusyd” yang telah di edit oleh DR. Ahmad Daudy, MA dalam buku Segi-segi

Pemikiran Falsafi dalam Islam. Beliau mengatakan : Dalam ajaran Islam, Allah

SWT adalah pencipta segala sesuatu ; tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa

kehendak-Nya, serta tidak ada sesuatu yang kekal tanpa pemeliharaan-Nya. Allah

SWT mengetahui segala sesuatu yang paling kecil dan paling halus sekali pun. Ia

yang menciptakan alam ini, dari tidak ada kepada ada, tanpa perantara dari siapa

pun. Ia memiliki berbagai sifat yang maha indah dan agung.

3.3. Sejarah Pemikiran Manusia Tentang Tuhan

21
1. Pemikiran barat

Dalam literatur sejarah agama,dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang

menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan

meningkat menjadi sempurna. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan

menurut teori evolusionisme adalah :

a. Dinamisme

Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitive telah mengakui

adanya kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula

sesuatu yang berpengaruh tersebut ditunjukkan pada benda. Setiap

benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh

positif dan ada pula yang berpengaruh negatif.

b. Animisme

Disamping kepercayaan dinamisme,masyarakat primitif juga

mempercayai adanya peran roh dalam hidupnya. Setiap benda yang

dianggap benda baik mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif,roh

dipercayai sebagai suatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati.

c. Politeisme

Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan

kepuasan,karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan.

Roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut dewa. Dewa

mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya.

d. Henoteisme

22
Suatu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan.

Namun manusia masihmangakui Tuhan (ilah) bangsa lain. Kepercayaan

satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan Henoteisme ( Tuhan

tingkat Nasional ).

e. Monoteisme

Dalam monoteisme hanya mengajui satu Tuhan, satu Tuhan untuk

seluruh bangsa dan bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau

dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam 3 paham yaitu : deisme,

panteisme, dan teisme.

Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan

oleh Max Muller dan EB. Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang

menekankan adanya monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia mengemukakan

bahwa orang-orang yang berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan

orang-orang Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud yang agung dan

sifat-sifat yang khas terhadap tuhan mereka, yang tidak mereka berikan kepada

wujud yang lain.

Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur golongan

evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di

Eropa Barat mulai menantang evolusionisme dan memperkenalkan teori baru untuk

memahami sejarah agama. Mereka menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak

datang secara evolusi, tetapi dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan tersebut

diambil berdasarkan pada penyelidikan bermacam-macam kepercayaan yang

dimiliki oleh kebanyakan masyarakat primitif. Dalam penyelidikan didapatkan

23
bukti-bukti bahwa asal-usul kepercayaan masyarakat primitif adalah monoteisme

dan monoteisme adalah berasal dari ajaran wahyu Tuhan (Zaglul Yusuf, 1993 : 26-

27).

2. Pemikiran Umat Islam

Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu Tauhid,Ilmu Kalam,Ilmu

Ushuluddin dikalangan umat islam, timbul sejak wafatnya NAbi Muhammad SAW.

Secara garis besar, ada aliran yang berifat liberal, tradisional, da nada pula yang

bersifat di antara keduanya. Aliran tersebut adalah :

a. Mu’tazilah

Aliran ini merupakan kaus rasionalis dikalangan muslim, serta menekankan

pemakaian akal pikiran dalam memahami semua ajaran dan keimanan

dalam islam. Orang islam yang berbuat dosa besar, tidak kafir dan tidak

mukmin. Ia berada dalam posisi mukmin dan kafir ( manzilah bainal

manzilatain ). Mu’tazilahlahir sebagai pecahan dari kelompok

Qadariah,sedang Qadariah adalah pecahan dari Khawarij.

b. Qadariah

Aliran ini berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam

berkehendak dan berbuat.

c. Jabariah

Aliran ini merupakan pecahan dari Murji’ah berteori bahwa manusia tidak

mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat. Semua tingkah

laku manusia ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan.

d. Asy’ariyah dan Maturidiyah

24
Hampir semua pendapat dari kedua aliran ini berada di antara aliran

Qadariah dan Jabariah. Semua aliran itu mewarnai kehidupan pemikiran

ketuhanan dalam kalangan umat Islam periode masa lalu. Pada prinsipnya

aliran-aliran tersebut di atas tidak bertentangan dengan ajaran dasar Islam.

Oleh karena itu umat Islam yang memilih aliran mana saja diantara aliran-

aliran tersebut sebagai teologi mana yang dianutnya, tidak menyebabkan ia

keluar dari Islam. Menghadapi situasi dan perkembangan ilmu pengetahuan

sekarang ini, umat Islam perlu mengadakan koreksi ilmu berlandaskan al-

Quran dan Sunnah Rasul, tanpa dipengaruhi oleh kepentingan politik

tertentu.

3.4. Pembuktian Wujud Tuhan

Adanya alam organisasinya yang menakjubkan dan rahasianya yang pelik,

tidak boleh memberikan penjelasan bahwa ada sesuatu kekuatan yang telah

menciptakannya, suatu akal yang tidak ada batasnya. Setiap manusia normal

percaya bahwa dirinya “ada” dan percaya pula bahwa alam ini “ada”. Dengan dasar

itu dan dengan kepercayaan inilah dijalani setiap bentuk kegiatan ilmiah dan

kehidupan.

Jika percaya tentang eksistensi alam, maka secara logika harus percaya

tentang adanya Pencipta Alam. Pernyataan yang mengatakan: percaya adanya

makhluk, tetapi menolak adanya Khaliq adalah suatu pernyataan yang tidak benar.

Belum pernah diketahui adanya sesuatu yang berasal dari tidak ada tanpa

diciptakan. Segala sesuatu bagaimanapun ukurannya, pasti ada penyebabnya. Oleh

25
karena itu bagaimana akan percaya bahwa alam semesta yang demikian luasnya,

ada dengan sendirinya tanpa pencipta ?

Dalam al-Quran, penggambaran tentang pengakuan akan eksistensi Tuhan

dapat ditemukan dalam Q.S al-Ankabut, 29: 61-63. Dalam ayat 61-63 dijelaskan

bahwa: “bangsa arab yang penyembah berhala tidak menolak eksistensi pencipta

langit dan bumi.

Berdasarkan kandungan ayat ini, dapat dipahami bahwa bangsa arab

sesungguhnya telah memahami dan meyakini akan eksistensi Tuhan sebagai

pencipta langit dan bumi serta pengaturnya. Namun menurut al-Quran, ada

segelintir anak manusia yang menolak eksistensi tuhan, seperti penggambaran al-

Quran dalam Q.S. al-Jasyiah (45): 24. Ayat ini menegaskan bahwa: “mereka

berkata: “ kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan didunia saja, kita mati dan

kita hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa.” Penolakan akan

eksistensi tuhan oleh sebagian kecil manusia itu, hanya didasarkan pada dugaan

semata dan tidak didasarkan pada pengetahuan yang meyakinkan seperti ditegaskan

dalam klausa penutup ayat 24 tersebut, yaitu:”mereka sekali kali tidak mempunyai

pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.

Banyak sekali ayat yang terkandung dalam Al-Quran yang menjelaskan

tentang keberadaan Allah sebagai tuhan semesta alam seperti yang terkandung

dalam surah Ali-Imran ayat 62 yang artinya “sesungguhnya ini adalah kisah yang

benar. Tidak ada Tuhan selain Allah, dan sungguh Allah Maha Perkasa ,

Maha Bijaksana.

26
Keesaan Allah SWT adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau

disejajarkan dengan yang lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat

syahadat Laa ilaaha illa Allah harus menempatkan Allah SWT sebagai prioritas

utama dalam setiap tindakan dan ucapannya.

Banyak sekali bukti-bukti yang dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa

Tuhan adalah Wujud (ada). Bukti klasik yang sering digunakan adalah tentang

adanya alam semesta. Setiap sesuatu yang ada tentu diciptakan dan pencipta adalah

Allah SWT Tuhan pencipta alam semesta. Pembuktian dengan pendekatan seperti

diatas sebenarnya bukanlah hal baru lagi. Jauh sebelum umat Islam menggunakan

pembuktian semacam itu, Plato telah mengemukakan teori dalam

bukunya Timaeus yang mengatakan bahwa tiap-tiap benda yang terjadi mesti ada

yang menjadikan.

3.5. Cakupan Kajian Ketuhanan

Dalam membahas ketuhanan, setidaknya ada 5 hal yang harus dicakup,

antara lain :

1. Wujud

Keberadaan eksistensi Tuhan adalah masalah yang paling awal dan

mendasar. Percaya atau tidaknya akan adanya Tuhan, pada akhirnya

akan mempengaruhi cara dan pola kehidupan yang dijalani manusia.

2. Dzat Tuhan

27
Pembahasan tentang dzat Allah merupakan hal yang pelik dan

membutuhkan pemikiran jernih dan mendalam. Dengan demikian

larangan berfikir tentang dzat Tuhan tidak bersifar mutlak, namun

melhat keadaan pemikiran seseorang.

3. Sifat

Membahas sifat Tuhan tidak bisa dilepaskan dari dzat, wujudnya dan

juga namanya. Sebab sifat adalah suatu yang melekat pada suat realitas,

yang apabila sesuatu itu lepas maka realitas telah kehilangan

sebutannya. Dalam hal pensifatan Tuhan, dua aliran pemikiran yang

perlu dikenalm yaitu aliran antrophomorfisme atau disebut sebagai

tasybih, yaitu menyerupakan sifat Tuhan dengan sifat manusia yang

dapat dikenali dengan mudah oleh manusia. Sementara yang kedua

teophomorfisme atau tanzih, yaitu ketidakserupaan sama sekali sifat

Tuhan dengan sifat manapun makhluknya dan hanya TUhan sendiri

yang tahu hakekat sifatnya.

4. Nama-nama Tuhan

Nama adalah sebutan yang bersifat simbol yang dinisbahkan kepada

suatu realitas. Nama-nama Tuhan adalah simbol yang digunakan untuk

menunjukkan realitas Tuhan, yang mencakup wujud, dzat, dan sifat-

Nya.

5. Af’al, Perbuatan Tuhan

28
Yaitu apa saja yang telah, sedang dan akan dilakukan Tuhan dalam

kehidupan semesta ini. Perbuatan Tuhan, juga tidak lepas dari maujud

dzat, nama dan sifat-Nya.

3.6. Pandangan para Filosof Muslim tentang Tuhan

1. Al Kindi

Sebagai filosof pertama islam, menyatakan bahwa Tuhan sebagai sebab

pertama yang wujudnya menjadi sebab bagi wujud yang lain. Dia mempersepsikan

Tuhan sebagai sebab beranjak dari keyakinan bahwa suatu kejadian tidak bisa

terjadi karena dirinya sendiri, tetapi terjadi karena sesuatu yang lain. Sesuatu yang

lain itulah yang disebut sebab, sedangkan kejadian itu sendiri disebut akibat.

Keejadian selalu mengandaikan adanya perubahan, setiap perubahan atau kejadian

membutuhkan alasan yang memadai untuk pengaktualannya.

2. Ibnu Sina

Ibnu Sina berpendapat bahwa Akal Pertama mempunyai dua sifat : sifat wajib

wujudnya, sebagai pancaran dari Allah dan sifat mungkin wujudnya jika ditinjau

dari hakekat dirinya. Dengan demikian ia mempunyai tiga obyek pemikiran, Tuhan,

dirinya sebgai wajib hukumnya, dan dirinya sebagai mungkin wujudnya. Dari

pemikiran tentang Tuhan, timbul akal-akal, dan pemikiran tentang diinya sebagai

wajib wujudnya timbul jiwa-jiwa dan dari pemikiran tentang dirinya sebagai

mungkin wujudnya timbul langit-langit.

Ibnu Sina dalam membuktikan adanya Tuhan Yang Maha Esa, Dialah Allah,

maka ia tidak perlu mencari dalil dengan salah satu makhluknya, tetapi cukup dalil

wujudnya. Wujud pertama, yakni : Wajibul Wujud. Sedangkan jagad raya ini,

29
mumkinul wujud memerlukan sesuatu sebab (‘illaat) yang mengeluarkan nya

menjadi wujud karena wujudnya tidak dari zatnya sendiri. Dengan demikian, dalam

menetapkan Yang Pertama (Allah) kita tidak memerlukan perenungan selain

terhadap wujud itu sendiri, tanpa memerlukan pembuktian wujud-Nya dengan salah

satu makhluk-Nya.

3. Al Ghazali

Dalam membuktikan adanya Tuhan, Al-Ghazali juga memegang pendapat

Asy’ariyah, yakni tertumu pada bukti teologi (kalamiah). Untuk itu dia menyatakan

bahwa alam yang rumit penciptannya dan kokoh aturannya itu pasti bersumber pada

sebab yang mengatur dan menata, sedankan karya-karya yang kokoh menunjukkan

ilmu dan hikmah si pencipta. Mengenai problema sifat-sifat Allah, Al-Ghazali

memegang pendapat yang dianut oleh Al-Asy’ari, sehingga dia tidak menerima

pendapat aliran Hasywiyah yang berpegang teguh pada arti daru suatu teks (ayat

Al-Qur’an dan sunnah) agar mereka tidak mengosongkan Allah dari sifat-sifat.

Demikian juga Al-Ghazali tidak menerima pendapat Mu’tazilah yang berlebihan

dalam menyucikan Allah, sehingga mereka harus menafikan sifat-sifat Allah. Yang

paling baik menurut Al-Ghazali adalah tengah-tengah.

Menurut Al-Ghazali, Allah adalah satu-satunya sebab bagi alam. Alam ia

ciptakan dengan kehendak dan kekuasaan-Nya,karena kehendak Allah adalah sebab

bagi segala yang ada, sedang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.

4. Ibnu Thufail

Penciptaan dunia yang berlangsung lambat laun itu mensyaratkan adanya satu

pencipta, sebab dunia tidak bisa maujud dengan sendirinya. Juga sang pencipta

30
bersifat immaterial, sebab materi yang merupakan suatu kejadian dunia diciptakan

oleh satu pencipta. Di pihak lain, anggapan bahwa Tuhan bersifat immaterial, maka

kita tidak dapat mengenalinya lewat indra kita ataupun lewat imajinasi, sebab

imajinisasi hanya menggambarkan hal-hal yang ditangkap oleh indra.

Kekekalan dunia berarti kekekalan geraknya juga, dan gerak sebagaimana

dikatakan oleh aristoteles, membutuhkan penggerak atau penyebab efesien dari

gerak itu. Jika penyebab efesien ini berupa sebuah benda, maka kekuatannya tentu

terbatas dan karenanya tidak mampu menghasilkan suatu pengaruh yang tak

terbatas. Oleh sebab itu penyebab efesien dari gerak kekal harus bersifat immaterial.

Ia tidak boleh dihubungkan dengan materi ataupun dipisahkan darinya, ada di

dalam materi itu atau tanpa materi itu, sebab penyatuan dan pemisahan,

keterkandungan atau keterlepasan merupakan tanda-tanda material, sedang

penyebab efesien itu sesungguhnya lepas dari itu semua.

31
BAB III

KESIMPULAN

Iman menunjukkan sikap batin yang terletak dalam hati sehingga, orang

yang percaya atau beriman kepada Allah akan menunjukkan sikap batin yang sesuai

dengan ajaran Allah. Iman bukan hanya berarti percaya, melainkan keyakinan yang

mendorong seseorang untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu sesuai dengan

keyakinan yang diyakininya.

Proses terbentuknya iman dimulai sejak dalam kandungan. Tetapi,

pengajaran iman dapat dimulai sejak masih dalam kanak-kanak dimulai dengan

mengenalkan, mengetahui dan membiasakan ajaran Allah tentang keimanan dan

ketakwaan.

Tanda-tanda orang beriman dan bertakwa dapat dilihat berdasarkan tingkah

laku orang tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dalam implementasi kehidupan,

keimanan dan ketakwaan dapat menuntun kita dalam memecahkan masalah hidup

dan menuntun kita memisahkan mana yang baik dan buruk.

Teologi ketuhanan dapat diartikan sebagai kecintaan, pemujaan, atau

sesuatu yang dianggap penting oleh manusia terhadap sesuatu hal (baik abstrak

maupun konkret).

Tuhan (Ilah) adalah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh

manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasi oleh-Nya.

Dalam ajaran Islam diajarkan “la illaha illa Allah.” Susunan kalimat tersebut

32
dimulai dengan peniadan. Yaitu “tidak ada Tuhan,” kemudian baru diikuti dengan

penegasan “melainkan Allah.” Hal ini berarti bahwa seorang muslim harus

membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada

dalam hatinya hanya ada satu Tuhan yaitu Allah.

33
Daftar Pustaka

Hakim, Antang Abd dan Jaih Mubarok. 2000. Metodologi Studi Islam. Bandung :

PT Remaja Rosdakarya Divisi Buku Umum

Lubis, Syamsuddin, dkk. 2013. Islam Universal Menebar Islam sebagai Agama

Rahmatan Lil’Alamiin. Jakarta : Hartono Media Pustaka

Lidya, Dini. 2015. 6 Rukun Iman Dalam Agama Islam.

https://dalamislam.com/dasar-islam/rukun-iman. (diakses tanggal 7 November 2019)

Asy’arie, Musa. 2013. FILSAFAT ISLAM sunnah nabi dalam berfikir. Yogyakarta :

LESFI

Abdurrahman, Muhammad, Imanuddin, Kuliah Tauhid, (Jakarta: Yayasan Sari

Insan, 1989), h.16-21, 54-56.

Al-Ghazali, Muhammad Selalu Melibatkan Allah, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu

Semesta, 2001), h. 28-39.

Jusuf, Zaghlul, Dr, SH., Studi Islam, (Jakarta: Ikhwan, 1993), h. 26-37.

Kadir, Muhammad Mahmud Abdul, Dr. Biologi Iman, (Jakarta: Al-Hidayah,

1981), h. 9-11.

Khan, Waheduddin, Islam Menjawab Tantangan Zaman, (Bandung: Penerbit

Pustaka, 1983), h. 39-101.

Suryana, Toto, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Tiga Mutiara, 1996), h. 67-

77.

Daradjat, Zakiah, Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h.

55-152.

34

Anda mungkin juga menyukai