TUGAS PAPER
MATA KULIAH
ETIKA AKUNTAN DAN PROFESI
DOSEN PENGAMPU : Prof. Dr. Sri Trisnaningsih, SE, M.Si.
JUDUL PAPER :
OLEH :
ALIF FARUQI FEBRI YANTO
NPM: 19062020007
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT. yang maha esa karena rahmat dan hidayah-nya,
kami dapat menyelesaikan makalah “Tata Kelola dan Akuntabilitas Korporasi” ini
dengan baik. Paper ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang apa
yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen yang telah memberikan bekal
ilmu dan membimbing kami dalam mata kuliah Etika Akuntan dan Profesi .
Penulis menyadari bahwa penulisan paper ini jauh dari sempurna dan mungkin
beberapa pandangan penulis sedikitnya belum teruji kebenarannya. Namun,
harapan penulis semoga karya yang sederhana ini ada setitik manfaatnya,
terutama untuk penulis pribadi dan para pembaca. Untuk kesempurnaan makalah
ini kami mohon kritik dan saran agar lebih baik kedepannya. Sekian dan
terimakasih.
(Penulis)
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar .................................................................................. …………… i
Pembahasan.......................................................................................................... 1
1.1 Tata Kelola dan Kerangka Kerja Akuntabiltas ........................ …………… 1
Analisis Kasus...................................................................................................... 8
Kesimpulan........................................................................................................... 15
Daftar Pustaka
ii
Tata Kelola dan Akuntabilitas Korporasi
Tugas Paper Mata Kuliah Etika Akuntan dan Profesi.
1. Pembahasan
1.1 Tata Kelola dan Kerangka Kerja Akuntabiltas Modern Bagi Pemegang Saham
dan Pemangku Kepentingan lainnya.
1. Ekspektasi Baru – Kerangka Kerja untuk Mengembalikan Kredibilitas
Pemangku kepentingan menemukan bahwa mereka bisa memiliki dampak yang
signifikan terhadap pasar konsumen perusahaan, pasar modal, dan dukungan perusahaan
yang ditawarkan oleh kelompok pemangku kepentingan lainnya, seperti karyawan dan
pemberi pinjaman. Reputasi perusahaan bisa akan terpengaruh oleh pemangku
kepentingan yang marah. Direksi dan eksekutif menyaksikan boikot, pengurangan
pendapatan dan aliran laba, atau penolakan dari rekrutan atau karyawan yang unggul, dan
menemukan bahwa dukungan dari pemangku kepentingan sangat penting untuk
pencapaian optimal tujuan jangka menengah dan panjang perusahaan. Beberapa direksi
dan eksekutif menginginkan dukungan itu, dan dengan bantuan akademisi dan lainnya,
sebuah tata kelola dan kerangka kerja akuntabilitas baru dikembangkan, lengkap dengan
alat – alat dan teknik yang baru.
Kasus pelanggaran etika yang berujung pada kegagalan bisnis, audit, dan tata
kelola perusahaan berskala besar seperti Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom telah
mengakibatkan hilangnya kepercayaan investor terhadap perusahaan-perusahaan di
Amerika. Hal ini merupakan suatu bencana besar di lingkungan bisnis, dan telah menjadi
pemicu harapan baru dalam tata kelola dan akuntabilitas perusahaan. Menyikapi hal
tersebut, para politisi Amerika menciptakan kerangka tata kelola dan akuntabilitas baru
yang dikenal dengan Sarbanes-Oxley Act (SOX) disahkan pada tanggal 30 Juli 2002 yang
bertujuan untuk memulihkan kembali kepercayaan investor dan memfokuskan kembali tata
kelola perusahaan pada tanggung jawab direksi terhadap kewajiban fidusia mereka, yakni
tanggung jawab terhadap kepentingan pemegang saham dan para pemangku kepentingan
lainnya.
2. Akuntabilitas kepada Pemegang Saham atau Pemangku Kepentingan.
Kapasitas bertumbuh dari pemangku kepentingan yang bukan pemegang saham
untuk mempengaruhi pencapaian tujuan perusahaan dan meningkatkan sensitivitas
mereka merupakan daya tarik bagi perusahaan untuk mendorong dukungan pemangku
kepentingan. Karena kepentingan pemangku kepentingan berpotensi menimbulkan konflik
dengan beberapa kepentingan pemegang saham, banyak negara telah secara resmi
mengubah undang – undang yang mengatur pendirian perusahaan untuk memungkinkan
1
Tata Kelola dan Akuntabilitas Korporasi
Tugas Paper Mata Kuliah Etika Akuntan dan Profesi.
banyak direksi dan karyawannya percaya bahwa tujuan perusahaan terpenuhi dengan baik
oleh tindakan-tindakan yang membawa keuntungan jangka pendek, sehingga perusahaan
melakukan manipulasi untuk memperoleh keuntungan tersebut yang ternyata berujung
pada kehancuran perusahan tersebut.
2) Kegagalan Untuk Mengidentifikasi dan mengelola Resiko Etika.
Seiring dengan meningkatnya kompleksitas, volatilitas, dan risiko yang melekat pada
kepentingan dan operasi perusahaan, maka risiko harus dapat diidentifikasi, dinilai, dan
dikelola dengan hati-hati. Prinsipnya yaitu, risiko etika terjadi ketika terdapat kemungkinan
harapan stakeholder tidak terpenuhi. Menemukan dan memperbaikinya adalah sangat
penting untuk menghindari krisis atau kehilangan dukungan dari para pemangku
kepentingan. Hal itu dapat dilakukan dengan menetapkan tanggung jawab,
mengembangkan proses tahunan, dan tinjauan dari dewan organisasi.
3) Konflik Kepentingan.
Konflik kepentingan telah menjadi topik yang sangat penting dalam skandal yang
muncul baru – baru ini, dimana karyawan, agen, dan para professional gagal untuk
melakukan penilaian yang tepat atas nama principal mereka. Konflik kepentingan terjadi
ketika penilaian independen seseorang bergoyang, atau mungkin berayun, dari mengambil
keputusan demi kepentingan terbaik dari orang lain yang bergantung pada penilaian itu.
Seluruh karyawan dan pimpinan perusahaan harus dapat menjaga kondisi yang bebas dari
konflik kepentingan. Konflik kepentingan terjadi ketika penilaian independen seseorang
menjadi goyah, atau ada kemungkinan goyah dalam membuat keputusan terkait dengan
kepentingan terbaik lainnya yang bergantung pada penilaian tersebut. Hal ini bisa saja
terjadi karena karyawan dan pimpinan perusahaan baik secara langsung maupun tidak
langsung memiliki kepentingan pribadi dalam mengambil suatu keputusan yang
seharusnya diambil secara objektif, bebas dari keragu-raguan, dan demi kepentingan
terbaik dari perusahaan. Konflik kepentingan ini lebih dari sekedar bias, dimana dapat
diukur dan disesuaikan. Jadi karena ketidakjelasan sifat dan besarnya pegaruh, perhatian
harus benar-benar diberikan pada setiap kecenderungan yang menuju kepada bias.
5
Tata Kelola dan Akuntabilitas Korporasi
Tugas Paper Mata Kuliah Etika Akuntan dan Profesi.
hanya bersuara untuk menyatakan nilai-nilai yang diinginkan di dalam perusahaan, maka
karyawan akan mempertimbangkan hal tersebut sebagai suatu yang tidak patut
diperhatikan. Meskipun budaya formal organisasi menetapkan nilai tersebut, namun jika
tidak didukung oleh budaya informal maka hal tersebut hanya akan diangap sebagai
suatu ocehan atau istilah lainnya “window dressing”.
1.4 Kewajiban Direksi dan Pekerja
Tata kelola etika dan akuntabilitas perusahaan bukan hanya sekedar bisnis yang
bagus, namun merupakan suatu hukum. SOX Seksi 404 mengharuskan perusahaan
meneliti efektivitas sistem pengendalian internal mereka terkait dengan pelaporan
keuangan. CEO, CFO, dan auditor harus melaporkan dan menyatakan efektivitas
tersebut. Pendekatan COSO terkait dengan sistem pengendalian internal menjelaskan
bagaimana cara suatu perusahaan mencapai tujuannnya melalui 4 dimensi, yaitu
strategi, operasi, pelaporan, dan kepatuhan. Melalui 4 dimensi tersebut, kerangka
manajemen etika melibatkan 8 unsur yang saling terkait mengenai cara manajemen
menjalankan perusahaan dan bagaimana mereka terintegrasi dengan proses
manajemen yang meliputi lingkungan internal, penetapan tujuan, identifikasi kejadian,
penilaian risiko, tanggapan terhadap risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan
komunikasi, dan pemantauan (monitoring).
Etika dan budaya etis perusahaan memainkan peran penting dalam penetapan
pengendalian lingkungan, dan juga dalam menciptakan manajemen risiko etika yang
efektif yang berorientasi pada sistem pengendalian internal dan perilaku yang
dihasilkan. Oleh karena itu, hal tersebut dapat menentukan “tone at the top”, kode etik,
kepedulian pegawai, tekanan untuk memperoleh tujuan yang tidak realistis, kesediaan
manajemen untuk mengabaikan pengendalian, kepatuhan dalam penilaian kinerja,
pemantauan terhadap efektivitas pengendalian internal, program “whistle-blowing”, dan
tindakan perbaikan dalam menanggapi pelanggaran kode etik.
mereka di era baru dimana akan berhadapan dengan akuntabilitas para pemangku
kepentingan yang efektif dan juga sistem tata kelola yang beretika, mereka tidak hanya
akan mengurangi risiko, tapi juga akan menghasilkan keuntungan kompetitif dari
perlanggan, karyawan, mitra, lingkungan, dan para stakeholder lainnya yang tentunya
menarik bagi pemegang saham. Intinya, direksi, eksekutif, dan akuntan profesional
harus fokus sepenuhnya terhadap pengembangan dan pemeliharaan budaya integritas
jika mereka ingin memuaskan harapan seluruh pemangku kepentingannya.
7
Tata Kelola dan Akuntabilitas Korporasi
Tugas Paper Mata Kuliah Etika Akuntan dan Profesi.
2. Analisis Kasus
2.1 Kasus PT. Freeport Indonesia
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumber daya alamnya, namun hal
itu belum mampu untuk mensejahterakan masyarakatnya sendiri, terlihat dari masih
banyaknya kemiskinan, pengangguran dan Gap antara orang kaya dan miskin yang
terlampau amat jauh. Hal ini di sebabkan salah satunya karena ketidak mampuan SDM
di Negara kita untuk mengolah SDA agar menjadi barang siap jual. Pada akhirnya
benyak eksploitasi alam di Negara kita di lakukan oleh bangsa asing, sehingga yang
seharusnya SDA yang keuntungannya kita dapat manfaatkan untuk kepentingan
Negara dan masyarakat sendiri harus berbagi dengan orang asing karena belum bisa
mengolahnya sendiri. Seperti salah satu contohnya adalah tambang Emas yang ada di
pegunungan Grasberg dan Ertsberg Papua, tambang ini di kuasai oleh salah satu
perusahaan tambang besar yang berasal dari Amerika. Kontrak dari perusahaan
tersebut sudah di tanda tangani kurang lebih 49 tahun yang lalu, dan masih
berlangsung hingga sekarang. Di perkirakan kontrak tersebut selesai pada tahun 2021.
Dari sekian lamanya waktu operasi yang di lakukan tambang Emas Freeport
tersebut harusnya sudah dapat mensejahterakan masyarakat banyak khususnya di
daerah Papua namun hal tersebut belum terjadi. Padahal jika kita ketahui eksploitansi
alam dilakukan tambang freeport begitu nyata, dengan meninggalkan berbagai lubang
galian yang besar yang mengganggu keseimbangan alam di sekitaran tambang.
Selain itu, Freport juga mempunyai masalah dengan pemerintah yaitu masalah
tentang ketetapan mengubah izin Kontrak Karya dengan izin IUPK yang dalam hal ini
seharusnya Freeport sebagai perusahaan tambang yang beroperasi di Negara
kedaulatan Indonesia mengikuti apa aturan yang telah berlaku di Negara Indonesia.
Yang sesuai dengan apa yang masyarakat Indonesia inginkan. Namun hal itu malah di
tolak oleh Freeport dan mengancam akan membawa masalah ini ke pengadilan
arbritasi Internasional. Tentu harusnya tambang Freeport sebagai perusahaan yang
beroperasi di Indonesia harus mengikuti Hukum yang berlaku di Negara Indonesia agar
tidak menjadi masalah yang merugikan bagi kedua belah pihak.
8
Tata Kelola dan Akuntabilitas Korporasi
Tugas Paper Mata Kuliah Etika Akuntan dan Profesi.
1. Analisis Masalah
Freeport Indonesia mulai beroperasi di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua dari
tahun 1967 sampai dengan sekarang dengan berdasarkan pada dua Kontrak Karya.
KK I pada tahun 1967 dengan masa berlaku kontrak selama 30 tahun. Dan kemudian
pada tahun 1991, dibuat KK II dengan masa berlaku kontrak selama 50 tahun terhitung
dari Kontrak Karya yang ke I. Berdasarkan Kontrak Karya II ini, luas penambangan
Freeport bertambah seluas 6,5 juta acres (atau seluas 2,6 juta ha) (disebut Blok B).
Dari Blok B, telah dilakukan eksplorasi seluas 500 ribu acres (sekitar 203 ribu ha)
Mayoritas saham yang terdapat pada PT. Freeport Indonesia dimiliki oleh
Freeport McMoRan Copper & Gold Inc, dengan presentase sebanyak 90,64 %,
sementara itu sisanya sebesar 9,36 % dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Sejauh ini,
Freeport McMoran telah melakukan eksplorasi pada dua tempat di Tembaga Pura,
Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Kedua tempat tersebut diantaranya: tambang
Erstberg (operasional dimulai dari tahun 1967-1988) dan tambang Grasberg
(operasional dimulai dari tahun 1988- sekarang)
Belakangan ini PT.Freeport Indonesia berulah kepada pemerintah yaitu tidak mau
mengubah Kontrak Karya menjadi IUPK (izin usaha pertambangan khusus). Hal ini
terjadi karena sesuai dengan UU No.4 tahun 2009 tentang mineral dan batu bara
dimana pasal 170 UU minerba menyatakan bahwa perusahaan tambang pemegang
Kontrak Karya di wajibkan melakukan pemurnian dan pengolahan tambangnya di
dalam negeri sebelum dilakukan exspor dalam kurun waktu 5 tahun sejak UU tersebut
di sahkan. Artinya PT Freeport diberikan jangka waktu 5 tahun untuk membuat pabrik
pemurnian (smelter). Jadi, pada tahun 2014 lalu seharusnya PT Freeport Indonesia
sudah melakukan pemurnian hasil tambangnya di Indonesia agar tetap bisa melakukan
kegiatan expornya. Namun demikian Freeport tidak menggubris yang dalam hal ini PT.
Freeport Indonesia tidak membuat pabrik pemurnian (smelter) yang sebagai mana UU
tersebut mengatur. disini PT Freeport Indonesia sudah jelas melanggar etika hukum
yang berlaku di negara Indonesia yang sesuai amanat bahwa setiap perusahaan yang
beroperasi di Indonesia harus mengikuti UU yang berlaku di negara indonesia tersebut.
Sesuai dengan peraturan pemerintah No.1 tahun 2017 tentang pelaksanaan
kegiatan usaha pertambangan pemerintah sudah berbaik hati memberikan IUPK
kepada PT Freeport Indonesia agar PT. Freeport dapat beroperasi kembali, namun
harus sesuai dengan peraturan IUPK yang berlaku, tetapi dalam hal ini Freeport
9
Tata Kelola dan Akuntabilitas Korporasi
Tugas Paper Mata Kuliah Etika Akuntan dan Profesi.
menolaknya dan masih menginginkan KK yang berlaku. Dan malah mengancam
pemerintah dengan cara akan membawa masalah tersebut ke pengadilan Arbritase
internasional.
Selain itu, Jika kita melihat sumbangan yang di berikan PT Freeport kepada Negara
Indonesia juga tidak seberapa terlihat dari masyarakat di sekitaran tambang yang
masih banyak hidup miskin. Hal tersebut menunjukan PT. Freeport Indonesia tidak
menguntungkan untuk Indonesia tetapi lebih menguntungkan untuk Amerika
serikat. Dan biaya CSR yang di berikan kepada rakyat Papua juga sedikit yaitu tidak
mencapai 1 persen keuntungan bersih PT Freeport Indonesia. justru rakyat Papua
membayar lebih mahal karena harus menanggung akibat berupa kerusakan alam serta
punahnya habitat dan vegetasi.
2. Kesimpulan Masalah
Setelah sekian lama PT. Freeport Indonesia melakukan eksploitasi tambang di
kawasan pegunungan grasberg papua PT. Freeport Indonesia tidak mau mengikuti
peraturan perundang–undangan Negara Indonesia,malah cenderung mengabaikannya.
Yang di langgar oleh PT Freeport Indonesia antara lain adalah UU No.4 Tahun 2009
yang berisi tentang pertambangan mineral dan batubara yang salah satunya
menyatakan bahwa ‘’mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah hukum
pertambangan Indonesia merupakan kekayaan alam tak terbarukan sebagai karunia
tuhan yang maha esa yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup
orang banyak, karena itu pengelolaannya harus di kuasai oleh nagara untuk memberi
nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan’’. Artinya PT Freeport harus
membuat pabrik pemurnian mineral (smelter) di Indonesia terlebih dahulu jika masih
ingin melakukan exspor ke luar bukan malah membawa semua mentahannya ke luar.
Karena itu adalah kehendak rakyat banyak. Namun hal tersebut tidak di perhatikan oleh
PT Freeport sehinga yang masa pembangunan smelter seharusnya bisa dilaksanakan
selama kurun waktu 5 tahun setelah UU tersebut berlaku belum di buat – buat sampai
sekarang.
Hal tersebut tentunya melanggar etika hukum peraturan yang berlaku, sebagai
perusahaan yang beroperasi di wilayah Negara Kedaulatan Republik Indonesia
seharusnya Freeport mengikuti apa peraturan yang pemerintah keluarkan, apalagi
sudah melanggar dan pemerintah sudah bertindak baik masih memberikan izin
10
Tata Kelola dan Akuntabilitas Korporasi
Tugas Paper Mata Kuliah Etika Akuntan dan Profesi.
usaha.sebagai perusahaan yang mempunyai Etika dalam hal ini PT. Freeport harus
mengikuti perubahan Kontrak Karya ke dalam IUPK sesuai dengan peraturan
pemerintah No. 1 tahun 2017 jika masih ingin operasi bisnisnya berjalan.
Berdasarkan teori utilitarianisme, PT.Freeport Indonesia dalam hal ini sangat
bertentangan karena keuntungan yang di dapat tidak digunakan untuk
mensejahterakan masyarakat sekitar, melainkan untuk Negara Amerika.
Sebagai perusahaan yang sudah beroprasi cukup lama seharusnya PT Freeport
Indonesia mengikuti peraturan perundang – undangan yang berlaku dinegara
Indonesia agar kegiatan expornya bisa berjalan lancar. Dan tidak ada kerugian yang di
dapatkan baik dari pihak pemerintah maupun pihak PT Freeport. Dan untuk pemerintah
indonesia di harapkan bisa lebih tegas dalam menegakkan hukum untuk kesejahteraan
masyarakat
Bahkan Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah memutus aliran listrik ke kantor cabang
RINA di Medan, Sumatera Utara, karena tidak mampu membayar tunggakan listrik
sebesar Rp 9 juta untuk tagihan selama 3 bulan berjalan. Akhirnya Cabang Di Medan
ditutup secara sepihak tanpa meyelesaikan hak hak karyawannya. Bahkan selama ini
manajemen tidak menyampaikan secara utuh dana jamsostek yang dipotong dari gaji
karyawan, ada juga karyawan yang tidak mengikuti jamsostek tetapi gajinya juga ikut
dipotong. Bursa menghentikan perdagangan saham RINA sejak awal September 2010.
BEI kemudian melimpahkan kasus ini kepada Bapepam-LK untuk ditindaklanjuti.
1. Analisis Masalah
Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip GCG:
1. Keadilan/Kewajaran (Fairness)
PT Katarina Utama tidak memperlakukan secara adil para pemangku kepentingan
baik primer maupun sekunder, investor tidak diperlakukan secara adil dan tidak ada
keadilan pula bagi karyawan salah satu contoh yang sangat jelas yaitu pada
pemotongan gaji untuk asuransi jamsostek para karyawan, para karyawan yang tidak
mengikuti asuransi jamsostek gajinya tetap ikut dipotong tanpa alasan yang jelas.
Selain itu cabang RINA di Medan telah melakukan penutupan secara sepihak tanpa
menyelesaikan hak hak para karyawan dengan tidak membayar gaji sesuai dengan
pengorbanan yang telah mereka berikan kepada PT Katarina Utama, terbukti bahwa
manajemen RINA melanggar prinsip Keadilan.
2. Prinsip Transparansi (Keterbukaan)
PT Katarina Utama tidak menyampaikan informasi dengan benar, seperti yang telah
disampaikan diatas Manajemen RINA telah memasukkan sejumlah piutang fiktif guna
memperbesar nilai aset perseroan, sehingga informasi yang diterima oleh para
pemangku kepentingan menjadi tidak akurat yang mengakibatkan para pemangku
kepentingan seperti investor menjadi salah mengambil keputusan. Hal ini menunjukkan
bahwa PT Katarina Utama telah melanggar prinsip Transparansi (Keterbukaan) dalam
penyampaian informasi.
3. Prinsip Akuntabilitas
Telah terbukti bahwa Katarina Utama tidak merealisasikan dana hasil IPO sesuai
dengan prospektus perseroan dan melakukan penyelewengan dana untuk kepentingan
pribadi direktur, sehingga terjadi ketidak efektifan kinerja perseroan. Laporan Keuangan
12
Tata Kelola dan Akuntabilitas Korporasi
Tugas Paper Mata Kuliah Etika Akuntan dan Profesi.
yang dihasilkannya pun menjadi tidak akurat dan tidak dapat dipercaya. Hal ini jelas
menjadi bukti bahwa PT Katarina Utama gagal dalam menerapkan prinsip akuntabilitas.
4. Prinsip Responsibilitas (Tanggung Jawab)
PT Katarina Utama Jelas sangat melanggar prinsip Responsibilitas dengan melakukan
penyelewengan dana milik investor publik hasil IPO sebesar Rp 29,04 miliar,
Manajemen RINA juga tidak meyelesaikan kewajibannya kepada karyawan dengan
membayar gaji mereka, selain itu RINA tidak membayar tunggakan listrik sebesar Rp 9
juta untuk tagihan selama 3 bulan berjalan. Berdasarkan informasi yang dihimpun
Seputar Indonesia (SI), sebagian besar direksi dan pemangku kepentingan perseroan
dikabarkan telah melarikan diri ke luar negeri. Hal ini jelas menggambarkan bahwa
RINA melanggar Prinsip Responsibilitas.
5. Prinsip Kemandirian
Dengan adanya penyelewengan dana hasil IPO membuat perseroan menjadi tidak
efektif dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, tidak mampu membayar gaji
karyawan, dan tidak mampu membayar tunggakan listrik PLN sehingga menyebabkan
ditutupnya cabang PT Katarina Utama di Medan. Hal ini lah yang menyebabkan PT
Katarina Utama tidak dapat melaksanakan prinsip kemandirian.
Dampak terhadap Pelanggaran GCG:
Ketidakpercayaan para pemegang saham
Ketidakpercayaan karyawan, munculnya berbagai demo karyawan di berbagai
cabang PT Katarina Utama
Ketidakpercayaan Mitra Kerja, penggelembungan nilai aset dengan memasukkan
sejumlah piutang fiktif yang dituduhkan kepada satu pemegang saham Katarina, PT
Media Intertel Graha (MIG), membuat mitra kerja tersebut berbalik melaporkan
Manajemen RINA dan menimbulkan ketidakpercayaan kepada Manajemen RINA
Ketidakpercayaan Pemerintah, PLN memutus aliran listrik ke kantor cabang RINA di
Medan, Sumatera Utara, karena tidak mampu membayar tunggakan listrik sebesar
Rp 9 juta untuk tagihan selama 3 bulan berjalan
Bursa menghentikan perdagangan saham RINA sejak awal September 2010
Tidak berjalannya kegiatan operasional perusahaan karena perusahaan tidak
mampu membiayai kegiatan operasional sehingga tidak ada pemasukan bagi
perusahaan, bahkan kantor cabang RINA di Medan akhirnya ditutup.
13
Tata Kelola dan Akuntabilitas Korporasi
Tugas Paper Mata Kuliah Etika Akuntan dan Profesi.
2. Kesimpulan Masalah
Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang
didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta
kesetaraan dan kewajaran.
Mendorong pemberdayaan fungsi dan menadirian masing-masing organ
perusahaan, yaitu Dewan Komosaris, Direksi dan Rapat Umum Pemegang Saham.
Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi agar
dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral
yang tinggi dan kepatuahn terhadap peraturan perundang-undangan.
Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab social perusahaan terhadap
masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan.
Mengoptimalkan niali perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap
memperjatikan pemangku kepentingan lainnya.
14
Tata Kelola dan Akuntabilitas Korporasi
Tugas Paper Mata Kuliah Etika Akuntan dan Profesi.
4 KESIMPULAN
Kebutuhan untuk tata kelola perusahaan yang etis bukan hanya baik bagi
bisnis, kini diwajibkan oleh hukum. Perubahan terbaru dalam tata peraturan sedang
mengubah harapan secara signifikan. Dalam era keterbukaan yang mengikat, di
mana perilaku etis dapat mempengaruhi pencapaian tujuan perusahaan secara
mendalam adalah untuk kepentingan para pemegang saham, direktur, dan eksekutif
bahwa sistem tata perusahaan mereka menyediakan pedoman yang memadai dan
berakuntabilitas.
Direksi harus menunjukan due diligience dalam pengelolaan bisnis
perusahaan dan risiko etika. Mereka harus memastikan bahwa budaya etis yang
efektif berlaku di perusahaan mereka. Hal ini memerlukan pengembangan kode etik,
dan sarana penting untuk menciptakan kesadaran tentang perilaku yang tepat,
perilaku yang memperkuat, dan memastikan bahwa nilai-nilai yang mendasari
tertanam dalam strategi perusahaan dan operasi. Posisi perusahaan pada konflik
kepentingan, pelecehan seksual, dan topic serupa harus terlibat dari awal, dengan
waspada memutakhirkan informasi untuk mengikuti harapan budaya perusahaan saat
ini.
Jika para direktur mampu mengenali dan mempersiapkan perusahaan mereka
untuk era baru akuntabilitas pemangku kepentingan melalui sistem, tata kelola etika
yang efektif, mereka tidak hanya akan mengurangi risiko, tetapi akan menghasilkan
keunggulan kompettitif di antara pelanggan, karyawan, mitra, lingkungan dan
pemangku kepentingan lainnya yang pasti akan menarik bagi pemegang saham.
15
Tata Kelola dan Akuntabilitas Korporasi
Tugas Paper Mata Kuliah Etika Akuntan dan Profesi.
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, Leonard J. & Paul Dunn, 2010, Business & Professional Ethics for
Accountants, 5th edition, South-Western Cengage Learning.
Kaihatu, T. S. et al. (2015) ‘Good Corporate Governance dan Penerapannya di
Indonesia’,pp.19.
https://dokumen.tips/download/link/kasus-pelanggaran-good-corporate-governance-
oleh-pt-katarina
Kidangen Henoch ” Pelanggaran Hukum Dan Etika Bisnis PT Freeport Indonesia”
(2014)
Hamsky, Ratih. “Dampak operasional PT.” PT FI Pada Kehidupan Suku
Kamoro (2014): 411-426.