Anda di halaman 1dari 3

KOMUNITAS PARAGRAF

Menjemput Bapak [Cerpen Jeni Fitriasha di Riau Pos Edisi Ahad, 18


September 2011]
paragrafers

8 years ago

link : http://www.riaupos.co.id/spesial.php?act=full&id=69&kat=1

Tiba-tiba aku ingat bapak. Sudah


beberapa hari aku tak bertemu bapak. Bagaimana kabar bapak di sana? Apakah bapak
baik-baik saja? Apakah bapak cukup makan? Sejak bapak pergi, aku dan ibu jarang
bersama. Ibu suka sekali pergi keluar rumah. Meninggalkan aku dan Raudiah berdua
dengan sepiring lauk dan segantang nasi. Lalu ibu baru pulang pagi pukul dua.

Kenapa bapak tidak pulang? Aku pikir bapak akan pulang ke rumah setelah tiga hari
pergi diarak orang-orang kampung ke pemakaman. Setelah bapak pergi, ibu jadi aneh. Ia
suka membongkar isi lemari kayu yang sudah reot itu dan menciumi baju-baju bapak.
Lalu ia bawa ke pekarangan. Ia bakar. Satu hari, satu helai baju bapak jadi abu.

Aku dan Raudiah hanya bisa bersembunyi di balik pintu. Melihat ibu dari celahnya. Ibu
menangis. Tapi kadang juga tertawa. Raudiah ketakutan melihat ibu saat membakar baju
bapak. Ia suka sekali bersembunyi di balik punggungku sambil menarik ujung baju kaus
oblongku yang sudah lapuk.

Bapak, belikan aku baju. Sebagai oleh-oleh. Untuk Raudiah juga. Bajuku jadi banyak
yang koyak gara-gara ditarik terus oleh Raudiah. Ibu tidak punya uang untuk beli baju
kami. Aku tidak tahu kenapa, padahal setiap hari ibu selalu mencari uang. Mungkin ibu
tidak mendapatkan uang yang cukup.

Kupikir ada yang mencuri uang kita, Bapak. Aku tidak mengerti setelah Bapak pergi
uang kita raib entah ke mana. Aku ingin menjilati es krim yang selalu Bapak belikan
ketika kita pergi beli koran Minggu di persimpangan jalan.

Setiap melewati gerobak es krim Pak Abas, aku melihat bapak memanggilku tapi
sepintas kemudian bapak pergi menghilang lagi.

Sebentar lagi tahun baru, bapak belum juga pulang. Ibu sudah sangat jarang pulang. Aku
jadi sering minta makan ke tetangga. Mereka selalu bertanya kabar ibu. Mereka tidak
pernah menanyai kabar bapak. Mereka kasihan padaku dan Raudiah. Aku sudah tidak
sekolah lagi. Tidak ada uang buat bayar SPP. Juga tidak ada uang buat beli buku-buku.
Jadi aku tidak bisa naik ke kelas dua.

Bapak tahu tidak, apa jawaban ibu ketika aku tanya ke mana Bapak pergi? Ibu suka
sekali bilang kalau Bapak sedang tidur di surga. Bapak, seperti apa surga itu? Ibu bilang
di sana banyak es krim juga gula kapas. Ibu selalu menyuruh aku dan Raudiah untuk
segera menyusul Bapak ke surga. Tapi aku tidak tahu bagaimana cara ke surga. Naik
kendaraan apa. Dan kami tidak punya cukup uang untuk ongkosnya.

Bagaimana caranya Bapak ke surga? Bapak naik kereta jurusan apa? Berapa ongkosnya?
Aku dan Raudiah ingin menyusul Bapak. Apalagi dengar cerita ibu kalau di surga
banyak es krim dan gula kapas. Oya, jangan kebanyakan makan gula kapas, nanti gigi
Bapak bisa berlubang.

Suatu kali ibu pernah bercerita tentang apa saja yang dilakukan Bapak di surga. Ibu
bilang kerja bapak di sana cuma tidur saja. Bapak punya televisi besar untuk mengawasi
kami di rumah dari jauh. Kata ibu, jika aku dan Raudiah nakal Bapak bisa mengirim
sesuatu untuk menjewer telinga kami atau sekadar mencubit lengan saja. Kadang aku
ngeri mendengar cerita ibu tentang apa saja yang Bapak lakukan di sana. Aku hanya
suka ibu menceritakan di tempat Bapak banyak es krim dan gula kapas.

Bapak, mendadak hari ini ibu baik kepada kami. Ia belikan kami nasi bungkus. Lauknya
ayam goreng kesukaan Raudiah. Ibu bilang kami harus menghabiskannya. Ibu juga
membelikan kami gula-gula kapas. Tapi ibu sedang tidak bisa membelikan kami es krim
karena ibu tidak punya cukup uang.

Satu nasi bungkus kami makan berdua. Sedang ibu hanya duduk diam sambil minum teh
es yang ia beli bersama dengan nasi bungkus. Kulihat ibu tersenyum memperhatikan aku
dan Raudiah makan. Kami sangat lahap. Kami sudah lama tidak makan makanan seenak
ini.

Oya, apa Bapak di sana juga makan makanan seenak makanan yang kami makan saat
ini? Ibu bilang di sana makanannya enak-enak. Apapun yang Bapak mau pasti
disediakan. Ah, mendengar cerita ibu akhir-akhir ini tentang Bapak, kami jadi ingin
cepat-cepat ke sana bertemu dengan bapak.

Setelah makan nasi bungkus berdua dengan Raudiah, aku pergi ke kamar mandi. Perutku
tiba-tiba mules dan sakit sekali. Bapak, ternyata makanan enak yang dibelikan ibu tadi
bikin perutku sakit. Aku sampai pusing-pusing begini. Semoga Raudiah baik-baik saja.

Tapi Bapak, aku heran dengan ibu. Kulihat ia tiba-tiba tertawa dan memelukku. Kulihat
Raudiah sudah tergeletak di lantai dengan mulut berbusa sambil memegang gula-gula
kapasnya.

“Kita harus bertemu Bapak, Sayang…” kata ibu, tersenyum sambil memegang botol
yang biasa ibu sebut obat nyamuk.

Bapak, kata ibu begini caranya agar bisa bertemu dengan Bapak di sana. Kalau tahu
begini gampangnya cara agar bisa bertemu dengan Bapak, sudah dari dulu aku lakukan.
Tapi Bapak, ternyata obat nyamuk tidak enak. Rasanya aneh. Apa Bapak pernah
mencobanya? Ibu bilang, Bapak sudah mencobanya. Dan rasanya getir. Begitu kata ibu
kepada kami, Bapak.***

Panam, 011010

Jeni Fitriasha,
Mahasiswi Psikologi Universitas Negeri Padang (UNP), pernah kuliah di jurusan yang
sama UIN Suska Pekanbaru. Lahir di Padang, 3 Juni 1989. Selain kuliah juga bergiat di
Sekolah Menulis Paragraf, Pekanbaru. Beberapa cerpennya pernah terbit di
Majalah Sagang dan masuk dalam Antologi Cerpen Festival Bulan Purnama Majapahit
Trowulan 2010. Cerpen “Menjemput Bapak” menjadi 20 cerpen nominator pilihan FS
Bumi Pertiwi 2011 tingkat nasional.

Categories: Cerpen

Leave a Comment

KOMUNITAS PARAGRAF
Back to top

Anda mungkin juga menyukai