Proposal Praktikum Promosi Kesehatan (TB)
Proposal Praktikum Promosi Kesehatan (TB)
A. PENDAHULUAN
Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis dan merupakan penyakit infeksi kronis menular yang menjadi
masalah kesehatan dan perhatian dunia. Diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi
oleh bakteri ini. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab semakin meningkatnya penyakit TB
paru di dunia antara lain karena kemiskinan, maningkatnya penduduk dunia, perlindungan
kesehatan yang tidak mencukupi, kurangnya biaya untuk berobat, serta adanya epidemi HIV
terutama di Afrika dan Asia (Amin, 2006).
Menurut laporan WHO tahun 2013, pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 450.000 orang
yang menderita MDR-TB dan 170.000 orang diantaranya meninggal dunia. Meskipun jumlah
kasus TB dan jumlah kematian TB tetap tinggi untuk penyakit yang sebenarnya bisa dicegah dan
disembuhkan tetapi fakta juga menunjukkan keberhasilan dalam pengendalian TB. Peningkatan
angka insidensi TB secara global telah berhasil dihentikan dan telah menunjukkan tren penurunan
(turun 2% per tahun pada tahun 2012), angka kematian juga sudah berhasil diturunkan 45% bila
dibandingkan dengan tahun 1990 (Kemenkes RI, 2014).
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015, angka prevalensi TB pada tahun 2014
menjadi sebesar 647/100.000 penduduk meningkat dari 272/100.000 penduduk pada tahun
sebelumnya, angka insidensi tahun 2014 sebesar 399/100.000 penduduk dari sebelumnya sebesar
183/100.000 penduduk pada tahun 2013, demikian juga dengan angka mortalitas pada tahun 2014
sebesar 41/100.000 penduduk, dari 25/100.000 penduduk pada tahun 2013. Data dari Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tercatat total kasus TB di Jawa Tengah sebesar 18.063 kasus
dengan jumlah kasus di Banyumas sebesar 3.451 kasus. Banyumas menduduki peringkat kedua
tertinggi dengan jumlah kasus TB terbanyak se-Jawa Tengah (Kemenkes RI, 2016).
Berdasarkan Profil BKPM Kabupaten Banyumas tahun 2015, penyakit paru dengan
diagnosa TB BTA Negatif didapati kunjungan baru sebanyak 592 sedangkan kunjungan lama
sebanyak 2007 dan TB BTA Positif memiliki kunjungan baru sebanyak 639 sedangkan kunjungan
lama sebanyak 1340.
Pada TB Anak terdapat kunjungan baru 42 dan kunjungan lama sebanyak 455 serta terdapat bekas
TB yang memiliki kunjungan lama sebanyak 1255 (BKPM, 2015).
Wilayah Kabupaten Banyumas menempati posisi pertama yang memiliki diagnosis TB
dengan jumlah 335 TB BTA positif, 351 TB BTA Negatif, 21 TB kambuh dan 39 TB Anak.
Proporsi TB PB- Positif diantara suspek sebesar 11,9%, proporsi TB- Negatif diantara suspek
11,3%, proporsi TB- Anak diantara seluruh kasus TB sebesar 3,9%, dan proporsi TB- Kambuh
diantara seluruh kasus TB sebesar 3,6%. BKPM sendiri tidak hanya melayanu pasien dengan
domisili Banyumas saja, namun melayani pasien luar kota seperti Cilacap, Brebes, Purbalingga,
Banjarnegara, Pemalang, Ciamis, Tasik dan lain sebagainya(BKPM, 2015).
Penjaringan pasien suspek MDR/ XDR- TB dilaksanakan di BKPM Purwokerto dimanan
penjaringan tersebut dari pengobatan gagal/ ulang yang telah dilaksanakan oleh Puskesmas/
BKPM. Pada tahun 2015 suspek yang terjaring adalah sejumlah 15 orang, dan yang dinyatakan
MDR/ XDR- TB sejumlah 2 orang(BKPM, 2015).
Menurut penelitian Ariani (2015) bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
pengetahuan dan sikap dengan keteraturan minum obat penderita tuberkulosis paru di Puskesmas
Modayag Bolaang Mongondow Timur. Disamping itu menurut artikel Bagiada (2010) bahwa
kepatuhan adalah salah satu faktor potensial untuk meningkatkan kesembuhan penderita TB dan
ketidak patuhan disamping menurunkan tingkat kesembuhan penderita juga merupakan ancaman
terhadap terjadinya MDR TB.
Berdasarkan data diatas penyakit TB masih menjadi tren penyakit yang masih belum tuntas
penanganannya walaupun sudah terdapat berbagai program dalam rangka menuntaskan penyakit
TB tersebut seperti SDG.s 2016. Ketidak patuhan minum obat oleh pasien TB merupakan salah
satu penyebab terjadinya MDR/ XDR- TB dan telah terbukti bahwa pasien TB belum memiliki
pengetahuan yang memadai mengenai penyakit yang dideritanya.
Penerapan komunikasi interpesonal dalam pelayanan kesehatan mempunyai peran yang
sangat besar terhadap kemajuan kesehatan pasien. Komunikasi interpersonal dapat meningkatkan
hubungan interpesonal dengan pasien sehingga akan tercipta suasana yang kondusif dimana pasien
dapat mengungkapkan perasaan dan harapan- harapannya sehingga akan mempermudah
pelaksanaan dan keberhasilan program pengobatan (Stuart, 2009).
Hal ini yang melatar belakangi kami untuk mengambil topik Pengaruh Konseling terhadap
Tingkat Pengetahuan dan Sikap tentang Penyakit Tuberkulosis pada Pasien TB Paru di Balai
Kesehatan Masyarakat Purwokerto.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh konseling terhadap tingkat pengetahuan dan sikap tentang penyakit
Tuberkulosis pada pasien TB Paru di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Purwokerto.
2. Tujuan Khusus
a) Mendeskripsikan karakteristik pasien TB Paru di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Purwokerto
meliputi umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan.
b) Mengetahui hubungan antara lamanya berobat dengan tingkat pengetahuan dan sikap pasien TB
Paru di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Purwokerto
c) Mengetahui hubungan intensitas konseling dengan tingkat pengetahuan dan sikap pasien TB Paru
di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Purwokerto
d) Mendeskripsikan pengetahuan pasien TB Paru tentang penyakit Tuberkulosis di Balai Kesehatan
Paru Masyarakat Purwokerto sebelum dan sesudah dilakukan promosi kesehatan.
e) Mendeskripsikan sikap pasien TB Paru tentang penyakit TB Paru di Balai Kesehatan Paru
Masyarakat Purwokerto sebelum dan sesudah dilakukan promosi kesehatan.
f) Mengetahui perbedaan pengetahuan pasien TB sebelum dan sesudah diberi intervensi.
g) Mengetahui perbedaan sikap pasien TB sebelum dan sesudah diberi intervensi.
C. MANFAAT
1. Bagi Pasien TB Paru
Menambah pengetahuan pasien TB Paru tentang penyakit TB Paru sehingga diharapkan dapat
berhasil dalam menjalani pengobatan.
2. Bagi Balai Kesehatan Paru Masyarakat
Memberikan masukan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dengan baik.
3. Bagi Jurusan Kesehatan Masyarakat
Sebagai bahan kajian penelitian bagi dosen atau mahasiswa dalam mengembangkan bidang
ilmu yang relevan dengan realita yang ada di masyarakat.
4. Bagi mahasiswa
Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi kejadian TB Paru.
D. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Tuberkulosis Paru (TB Paru)
Tuberculosis adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini bisanya mengenai paru, tetapi mungkin menyerang
semua organ atau jaringan di tubuh. (Robbins, 2007). Tuberkulosis (TB) Paru adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi.
(Mansjoer, 2010).
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman
Mycrobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru termasuk suatu pneuomonia yaitu pneumonia
yang disebabkan oleh M. tuberculosis. Tuberkulosis paru mencakup 80% dari keseluruhan
kejadian penyakit tuberculosis ekstrapulmonar (Djojodibroto, 2009).
8. MDR- TB
TB-MDR disebabkan karena tejadinya kegagalan dalam pengobatan TB. Kegagalan
pengobatan ini dapat merugikan penderita (pasien) seperti kematian. Tidak hanya kematian,
masalah TB-MDR ini merupakan masalah yang serius yang perlu diperhatikan karena TB-MDR
dapat menular di dalam suatu komunitas atau masyarakat. Semakin banyaknya orang yang terkena
TB-MDR akan menimbulkan XDR- TB yang pengobatannya lebih lama dibandingkan TB-MDR
serta membutuhkan biaya yang lebih besar (WHO, 2008).
Insidens resistensi obat meningkat sejak diperkenalkannya pengobatan tuberkulosis pertama
tahun 1943. Kegawatan dari MDR TB karena pemakaian rifampisin yang meluas pada awal tahun
1970-an mengakibatkan penggunaan obat antituberkulosis (OAT) lini kedua. Ketidaktepatan
penggunaan obat-obat tersebut mengakibatkan terjadinya generasi dan penyebaran MDR TB
bahkan 5 extensive drug resistant tuberculosis (XDR TB). MDR TB adalah tuberkulosis dengan
kuman M. tuberculosis yang resisten terhadap rifampisin dan isoniazid (INH) dengan atau tanpa
OAT lainnya. Sedangkan XDR TB adalah MDR TB ditambah kekebalan terhadap salah satu obat
golongan fluorokuinolon, dan sedikitnya salah satu dari OAT injeksi lini kedua, diantaranya
kapreomisin, kanamisin 2 dan amikasin(WHO, 2008).
Penyebab resistensi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah sebagai berikut :
a. Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis
b. Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, yaitu jenis obatnya yang kurang atau di lingkungan
tersebut telah terdapat resistensi yang tinggi terhadap obat yang digunakan, misalnya memberikan
rifampisin dan INH saja pada daerah dengan resistensi terhadap kedua obat tersebut sudah cukup
tinggi.
c. Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga minggu lalu berhenti,
setelah dua bulan berhenti kemudian bepindah dokter mendapat obat kembali selama dua atau tiga
bulan lalu berhenti lagi, demikian seterusnya.
d. Fenomena “addition syndrome” yaitu suatu obat ditambahkan dalam suatu paduan pengobatan
yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu terjadi karena kuman TB telah resisten pada paduan yang
pertama, maka “penambahan” (addition) satu macam obat hanya akan menambah panjangnya
daftar obat yang resisten saja.
e. Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara baik sehingga
mengganggu bioavailabilitas obat.
f. Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang-kadang terhenti pengirimannya sampai berbulan-
bulan.
9. Promosi Kesehatan
Menurut Depkes RI (2007), promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam mengendalikan faktor-faktor kesehatan melalui pembelajaran dari,
oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta
mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan
didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Salah satu metode yang dapat
digunakan dalam promosi kesehatan yaitu metode konseling.
Batasan promosi kesehatan mencakup tentang :
a. Perubahan perilaku contohnya perilaku kesehatan masyarakat bisa dinilai dari perilaku negatif
berubah menjadi perilaku positif, khususnya didalam kesehatan masyarakat itu sendiri.
b. Pembinaan perilaku, contohnya perilaku kesehatan yang sudah hidup sehat dan baik, baru dibina
agar dipertahankan perilaku baik dalam menjaga kesehatannya.
c. Pengembangan perilaku contohnya membiasakan hidup sehat bagi anak-anak.
11. Konseling
Konseling merupakan tindak lanjut dari KIE.bila seseorang telah termotivasi melalui KIE,
maka selanjutnya ia perlu diberikan konseling. Jenis dan bobot konseling yang diberikan suda
tentu tergantung pada tingkatan KIE yang telah diterimanya. Konseling dibutuhkan bila seseorang
dibutuhkan bila seseorang menghadapi suatu masalah tidak dapat dipecahkan sendiri (Arum,
2009). Konseling adalah proses yang berjalan dan menyatu dengan semua aspek pelayanan
keluarga berencana bukan hanya informasi yang diberikan dan dibicarakan pada suatu kesempatan
yakni pada saat pemberian pelayanan (Saifuddin, 2006).
Secara umum tujuan konseling adalah membantu klien dalam upaya mengubah perilaku
yang berkaitan dengan masalah kesehatan, sehingga kesehatan klien menjadi lebih baik. perilaku
yang diubah meliputi ranah pengetahuan, ranah sikap dan ranah keterampilan (Supariasa, 2010).
Beberapa hal yang juga harus diperhatikan untuk keberhasilan kegiatan konseling adalah
faktor individual meliputi fisik, sudut pandang, kondisi sosial dan bahasa, faktor- faktor yang
berkaitan dengan interaksi seperti tujuan dan harapan terhadap komunikasi, faktor situasional
seperti kondisi lingkungan dan faktor kompetensi dalam melakukan percakapan adalah suatu
interaksi yang menunjukkan perilaku kompeten dari kedua pihak. Keadaan yang dapat
menyebabkan putusnya komunikasi adalah : kegagalan menyampaikan informasi penting,
perpindahan topik bicara yang tidak lancardan salah pengertian (BKKBN, 2013).
Agar konseling dapat berjalan efektif dan efisien, ada beberapa hal yang harus diperhatikan
oleh konselor yaitu menjadi pendengar yang aktif dan baik, menggunakan bahasa verbal yang
mudah dimengerti dan dipahami oleh klien, menggunakan bahasa non verbal untuk menunjukan
empati, mengutamakan dialog (menggunakan pertanyaan terbuka) dan membantu klien untuk
mengeksplorasi perasaan mereka (Kemenkes, 2012).
Secara umum durasi konseling antara 60 sampai 90 menit setiap pertemuan. Menurut Yolam
(1975) durasi konseling yang terlalu lama yaitu dua jam menjadi tidak kondusif, karena beberapa
alasan, yaitu :
1. Anggota telah mencapai tingkat kelelahan
2. Pembicaraan cenderung diulang-ulang.
STIMULUS
a. Metode Konseling
b. Pemberian informasi menggunakan video
ORGANISME
a. Perhatian
b. Pengertain
c. Penerimaan
RESPONS
Sebelum
Sesudah
3. Metode Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat menggunakan metode Konseling.
Metode Konseling dipilih karena dapat meningkatkan hubungan interpesonal dengan pasien
sehingga akan tercipta suasana yang kondusif dimana pasien dapat mengungkapkan perasaan dan
harapan- harapannya sehingga akan mempermudah pelaksanaan dan keberhasilan program
pengobatan
Pelaksanaan kegiatan ini didukung dengan media video sebagai penjelas informasi
.Sebelum Konseling dilakukan, peserta kegiatan akan diberikan pre test mengenai pengetahuan
dan sikap tentang penyakit TB Paru dan setelah dilakukan Konseling diadakan pengukuran
kembali (post test).
4. Definisi Operasional
6. Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam kegiatan praktikum di Balai Kesehatan Paru Masyarakat
adalah sebagai berikut :
a. Angket
Dalam penelitian ini digunakan angket sebagai sumber untuk memperoleh data mengenai
aspek sikap dan pengetahuan tentang penyakit Tuberkulosis. Angket ini ditujukan kepada peserta
kegiatan intervensi yaitu pasien TB di Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Purwokerto..
b. Alat dokumenatsi
Alat dokumenatsi yang digunakan dalam penelitian ini berupa kamera dan peralatan lain
yang menunjang.
F. JADWAL KEGIATAN
Bulan Ke-
No Jadwal Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Pengumpulan Draf Propoosal
2. Presentasi Draf Proposal
3. Pelaksanaan Intervensi
4. Penyusunan Draf Laporan
5. Presentasi Laporan
G. TIM PELAKSANA
Acara : Enggar Purbandari
Putri Titis C
Maghfira Maulani
Akhmad Akbar
Dokumentasi : Anisa Larasati
Dwi Aisanti
Konsumsi : Arsha Nur Febia
Deya Anisa
H. DAFTAR PUSTAKA
Andini. 2008. Hubungan Antara Persepsi Siswa Terhadap Bimbingan Konseling dan Intensitas
Pemanfaatan layanan Bimbingan Konseling di SMA PGRI 109 Tangerang. Skripsi. Program Studi
Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Azwar, S. 2007. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, edisi 2. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
BKPM. 2015. Profil Balai Kesehatan Paru Masyarakat Kabupaten Banyumas 2015. Purwokerto : BKPM
Kabupaten Banyumas.
Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori dan Filisafat Komunikasi. Cet. Ke-3. Bandung : Citra
Aditya Bakti.
Kemenkes RI. 2012. Pedoman Pelayanan Keluarga Brerencana Pasca Persalinan di Fasilitas Kesehatan
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
___________. 2016. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Laban. 2008. Penyakit dan Cara Pencegahannya Tuberkulosis. Penerbit: Kanisius (Anggota IKAPI).
Mansjoer. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta : Medica Aesculpalus, FKUI.
Robbins SP, dan Judge. 2007. Perilaku Organisasi. Jakarta : Salemba Empat.
Stuart. 2009. “Principle and Practice of Psychatric Nursing (9th Edition)”. St. Louis : Mosby.
Sudoyo, A.W. dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Depertemen ilmu penyakit dalam fakultas
kedokteran universitas Indonesia.
_________________. 2007. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Edisi 4, Jilid 1. Jakarta : Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.
Supriatna, Mamat. 2004. Konseling Kelompok. Bandung: Publikasi Jurusan PPB FIP UPI.
Tjay, T. H., dan Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya.
Edisi ke VI. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
I. LAMPIRAN
Lampiran 1 Angket
ANGKET PENGARUH KONSELING TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN
SIKAP TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA PASIEN TB PARU DI BALAI
KESEHATAN PARU MASYARAKAT PURWOKERTO
PENGETAHUAN RESPONDEN
Petunjuk: Berilah tanda (√) pada kolom “Benar” jika pernyataan tersebut benar dan pada kolom
“Salah” jika pernyataan tersebut salah.