Anda di halaman 1dari 26

PROPOSAL PRAKTIKUM PROMOSI KESEHATAN

PENGARUH KONSELING TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP


TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA PASIEN TB PARU DI BALAI
KESEHATAN PARU MASYARAKAT PURWOKERTO
Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Promosi Kesehatan

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU- ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
2016

A. PENDAHULUAN
Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis dan merupakan penyakit infeksi kronis menular yang menjadi
masalah kesehatan dan perhatian dunia. Diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi
oleh bakteri ini. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab semakin meningkatnya penyakit TB
paru di dunia antara lain karena kemiskinan, maningkatnya penduduk dunia, perlindungan
kesehatan yang tidak mencukupi, kurangnya biaya untuk berobat, serta adanya epidemi HIV
terutama di Afrika dan Asia (Amin, 2006).
Menurut laporan WHO tahun 2013, pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 450.000 orang
yang menderita MDR-TB dan 170.000 orang diantaranya meninggal dunia. Meskipun jumlah
kasus TB dan jumlah kematian TB tetap tinggi untuk penyakit yang sebenarnya bisa dicegah dan
disembuhkan tetapi fakta juga menunjukkan keberhasilan dalam pengendalian TB. Peningkatan
angka insidensi TB secara global telah berhasil dihentikan dan telah menunjukkan tren penurunan
(turun 2% per tahun pada tahun 2012), angka kematian juga sudah berhasil diturunkan 45% bila
dibandingkan dengan tahun 1990 (Kemenkes RI, 2014).
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015, angka prevalensi TB pada tahun 2014
menjadi sebesar 647/100.000 penduduk meningkat dari 272/100.000 penduduk pada tahun
sebelumnya, angka insidensi tahun 2014 sebesar 399/100.000 penduduk dari sebelumnya sebesar
183/100.000 penduduk pada tahun 2013, demikian juga dengan angka mortalitas pada tahun 2014
sebesar 41/100.000 penduduk, dari 25/100.000 penduduk pada tahun 2013. Data dari Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tercatat total kasus TB di Jawa Tengah sebesar 18.063 kasus
dengan jumlah kasus di Banyumas sebesar 3.451 kasus. Banyumas menduduki peringkat kedua
tertinggi dengan jumlah kasus TB terbanyak se-Jawa Tengah (Kemenkes RI, 2016).
Berdasarkan Profil BKPM Kabupaten Banyumas tahun 2015, penyakit paru dengan
diagnosa TB BTA Negatif didapati kunjungan baru sebanyak 592 sedangkan kunjungan lama
sebanyak 2007 dan TB BTA Positif memiliki kunjungan baru sebanyak 639 sedangkan kunjungan
lama sebanyak 1340.
Pada TB Anak terdapat kunjungan baru 42 dan kunjungan lama sebanyak 455 serta terdapat bekas
TB yang memiliki kunjungan lama sebanyak 1255 (BKPM, 2015).
Wilayah Kabupaten Banyumas menempati posisi pertama yang memiliki diagnosis TB
dengan jumlah 335 TB BTA positif, 351 TB BTA Negatif, 21 TB kambuh dan 39 TB Anak.
Proporsi TB PB- Positif diantara suspek sebesar 11,9%, proporsi TB- Negatif diantara suspek
11,3%, proporsi TB- Anak diantara seluruh kasus TB sebesar 3,9%, dan proporsi TB- Kambuh
diantara seluruh kasus TB sebesar 3,6%. BKPM sendiri tidak hanya melayanu pasien dengan
domisili Banyumas saja, namun melayani pasien luar kota seperti Cilacap, Brebes, Purbalingga,
Banjarnegara, Pemalang, Ciamis, Tasik dan lain sebagainya(BKPM, 2015).
Penjaringan pasien suspek MDR/ XDR- TB dilaksanakan di BKPM Purwokerto dimanan
penjaringan tersebut dari pengobatan gagal/ ulang yang telah dilaksanakan oleh Puskesmas/
BKPM. Pada tahun 2015 suspek yang terjaring adalah sejumlah 15 orang, dan yang dinyatakan
MDR/ XDR- TB sejumlah 2 orang(BKPM, 2015).
Menurut penelitian Ariani (2015) bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
pengetahuan dan sikap dengan keteraturan minum obat penderita tuberkulosis paru di Puskesmas
Modayag Bolaang Mongondow Timur. Disamping itu menurut artikel Bagiada (2010) bahwa
kepatuhan adalah salah satu faktor potensial untuk meningkatkan kesembuhan penderita TB dan
ketidak patuhan disamping menurunkan tingkat kesembuhan penderita juga merupakan ancaman
terhadap terjadinya MDR TB.
Berdasarkan data diatas penyakit TB masih menjadi tren penyakit yang masih belum tuntas
penanganannya walaupun sudah terdapat berbagai program dalam rangka menuntaskan penyakit
TB tersebut seperti SDG.s 2016. Ketidak patuhan minum obat oleh pasien TB merupakan salah
satu penyebab terjadinya MDR/ XDR- TB dan telah terbukti bahwa pasien TB belum memiliki
pengetahuan yang memadai mengenai penyakit yang dideritanya.
Penerapan komunikasi interpesonal dalam pelayanan kesehatan mempunyai peran yang
sangat besar terhadap kemajuan kesehatan pasien. Komunikasi interpersonal dapat meningkatkan
hubungan interpesonal dengan pasien sehingga akan tercipta suasana yang kondusif dimana pasien
dapat mengungkapkan perasaan dan harapan- harapannya sehingga akan mempermudah
pelaksanaan dan keberhasilan program pengobatan (Stuart, 2009).
Hal ini yang melatar belakangi kami untuk mengambil topik Pengaruh Konseling terhadap
Tingkat Pengetahuan dan Sikap tentang Penyakit Tuberkulosis pada Pasien TB Paru di Balai
Kesehatan Masyarakat Purwokerto.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh konseling terhadap tingkat pengetahuan dan sikap tentang penyakit
Tuberkulosis pada pasien TB Paru di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Purwokerto.
2. Tujuan Khusus
a) Mendeskripsikan karakteristik pasien TB Paru di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Purwokerto
meliputi umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan.
b) Mengetahui hubungan antara lamanya berobat dengan tingkat pengetahuan dan sikap pasien TB
Paru di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Purwokerto
c) Mengetahui hubungan intensitas konseling dengan tingkat pengetahuan dan sikap pasien TB Paru
di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Purwokerto
d) Mendeskripsikan pengetahuan pasien TB Paru tentang penyakit Tuberkulosis di Balai Kesehatan
Paru Masyarakat Purwokerto sebelum dan sesudah dilakukan promosi kesehatan.
e) Mendeskripsikan sikap pasien TB Paru tentang penyakit TB Paru di Balai Kesehatan Paru
Masyarakat Purwokerto sebelum dan sesudah dilakukan promosi kesehatan.
f) Mengetahui perbedaan pengetahuan pasien TB sebelum dan sesudah diberi intervensi.
g) Mengetahui perbedaan sikap pasien TB sebelum dan sesudah diberi intervensi.

C. MANFAAT
1. Bagi Pasien TB Paru
Menambah pengetahuan pasien TB Paru tentang penyakit TB Paru sehingga diharapkan dapat
berhasil dalam menjalani pengobatan.
2. Bagi Balai Kesehatan Paru Masyarakat
Memberikan masukan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dengan baik.
3. Bagi Jurusan Kesehatan Masyarakat
Sebagai bahan kajian penelitian bagi dosen atau mahasiswa dalam mengembangkan bidang
ilmu yang relevan dengan realita yang ada di masyarakat.
4. Bagi mahasiswa
Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi kejadian TB Paru.

D. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Tuberkulosis Paru (TB Paru)
Tuberculosis adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini bisanya mengenai paru, tetapi mungkin menyerang
semua organ atau jaringan di tubuh. (Robbins, 2007). Tuberkulosis (TB) Paru adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi.
(Mansjoer, 2010).
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman
Mycrobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru termasuk suatu pneuomonia yaitu pneumonia
yang disebabkan oleh M. tuberculosis. Tuberkulosis paru mencakup 80% dari keseluruhan
kejadian penyakit tuberculosis ekstrapulmonar (Djojodibroto, 2009).

2. Penyebab Tuberkulosis Paru (TB Paru)


Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Mycobacterium tuberculosis merupakan sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang
1- 4 µm dan tebal 0,3 – 0,6 µm (Sudoyo, 2007). Mycobacterium tuberculosis adalah suatu basil
gram positif tahan asam dengan pertumbuhan sangat lamban (Tjay dan Rahardja, 2007).
Mycobacterium tuberculosae complex digolongkan menjadi 5 yaitu M. tuberculosae, Varian
Asian, Varian African I, Varian African II, dan M. bovis. Pembagian tersebut adalah berdasarkan
perbedaan secara epidemiologi. Kelompok bakteri Mycobacteria Other Than TB (MOTT) atypical
adalah M. kansasi, M. avium, M. intracellulare, M. scrofulaceum, M. malmacerse dan M. xenopi
(Sudoyo, 2006).
3. Klasifikasi Tuberkulosis Paru (TB Paru)
a. Klasifikasi penyakit tuberkulosis berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu:
1) TBC paru BTA positif (sangat menular)
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 pemeriksaan dahak, memberikan hasil yang positif.
 Satu pemeriksaan dahak memberikan hasil yang positif dan foto rontgen dada menunjukkan TBC
aktif.
2) TBC paru BTA negatif
Pemeriksaan dahak positif negatif/ foto rontgen dada menunjukkan TBC aktif. Positif negatif
yang dimaksudkan disini adalah “hasilnya meragukan”, jumlah kuman yang ditemukan pada
waktu pemeriksaan belum memenuhi syarat positif (Laban, 2008).
b. Klasifikasi TB Ekstra paru berdasarkan tingkat keparahan penyakit:
a) TB ekstra paru ringan, misalnya TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa, unilateral, sendi, dan
kelenjar adrenal.
b) TB ekstra paru berat, misalnya: meningitis, milier, pericarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa
bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin (Laban, 2008).
c. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya disebut sebagai tipe pasien, yaitu :
1) Kasus baru
Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan
OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). Pemeriksaan BTA bisa positif atau negatif.
2) Kasus yang sebelumnya diobati
a) Kasus kambuh (Relaps)
Kasus kambuh adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan
BTA positif (apusan atau kultur).
b) Kasus setelah putus berobat (Default)
Kasus Default adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
c) Kasus setelah gagal (Failure)
Kasus Failure adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
3) Kasus Pindahan (Transfer In)
Kasus Pindahan adalah pasien yang dipindahkan ke register lain untuk melanjutkan
pengobatannya.
4) Kasus lain:
Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, seperti:
a) tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya,
b) pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya,
c) kembali diobati dengan BTA negatif.
TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal, default
maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan secara patologik,
bakteriologik (biakan), radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik.
4. Cara penularan Tuberkulosis Paru (TB Paru)
Penyakit TBC ditularkan dari orang ke orang terutama melalui saluran napas dengan
menghisap atau menelan tetes- tetes ludah/ dahak (droplet infections) yang mengandung basil dan
dibatukkan oleh penderita TBC terbuka. Upaya untuk membatasi penyebaran perlu sekali disreen
semua anggota keluarga dekat yang erat hubungannya dengan penderita (Tjay dan Rahardja,
2007). Pada waktu betuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet
(percikan darah).
Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama
kuman masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TBC tersebut dapat menyebar
dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran
napas atau penyebaran langsung ke bagian- bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang
penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat
positif hasil pemeriksaan dahak makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak
negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular (Zulkoni, 2010).
5. Tanda dan Gejala Tuberkulosis Paru (TB Paru)
a. Tanda
2) Penurunan berat badan
3) Anoreksia
4) Sputum purulen/ hijau, mukoid/ kuning
b. Gejala
1) Demam
Biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh
penderita dengan berat ringannya infeksi kuman TBC yang masuk.
2) Batuk
Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Dimulai dari batuk kering kemudian setelah timbul
peradangan menjadi batuk produktif (menghasilkan sputum). Pada keadaan lanjut berupa batuk
darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada ulkus dinding
bronkus.
3) Malaise
Dapat berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, sakit kepala, meriang, nyeri
otot, keringat malam.
4) Hematuria (adanya darah dalam urin) dan piuria
Menandaka bahwa sudah terganggunya fumgsi ginjal dalam hal ini terganggunya sistem filterisasi
ginjal.
5) Nyeri, sdisuria dan sering berkemih yang terjadi ada;ah akibat keterlibatan kandung kemih.
6) Nyeri bagian abdomen
Timbul bila peradangan sudah sampai ke ginjal.

6. Patofisiologi Tuberkulosis Paru (TB Paru)


Individu rentan yang menghirup basil Tuberculosis dan terinfeksi. Bakteri dipindahkan
melalui jalan nafas ke alveoli untuk memperbanyak diri, basil juga dipindahkan melalui sistem
limfe dan pembuluh darah ke area paru lain dan bagian tubuh lainnya. Sistem imun tubuh berespon
dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit menelan banyak bakteri, limfosit specific
Tuberculosis melisis basil dan jaringan normal, sehingga mengakibatkan penumpukkan eksudat
dalam alveoli dan menyebabkan bronkopnemonia. Massa jaringan paru/ granuloma (gumpalan
basil yang masih hidup dan yang sudah mati) dikelilingi makrofag membentuk dinding protektif.
Granuloma diubah menjadi massa jaringan fibrosa, yang bagian sentralnya disebut komplek
Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju. Massa ini
dapat mengalami klasifikasi, membentuk akar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa
perkembangan penyakit aktif. Individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau
respon inadekuat sistem imun, maupun karena infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam
kasus ini tuberkel ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke bronki. Bakteri kemudian
menyebar di udara, mengakibatkan penyebaran lebih lanjut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih
bengkak mengakibatkan bronkopnemonia lebih lanjut (Smletzer, 2001).
7. Pengobatan Tuberkulosis Paru (TB Paru)
Menurut strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) tatalaksana
pengobatan standar, pengobatan teratur selama 6-8 bulan, melalui supervisi dan pengawasan.
Pengobatan Tuberkulosis (TB) terdapat dua tahapan meliputi pengobatan tahap awal dan
pengobatan tahap lanjutan, dimana maksut dari tahap awal dan tahap lanjutan pengobatan yaitu:
a. Tahap awal yaitu pengobatan yang diberikan kepada penderita setiap hari dengan syarat penderita
harus makan obat tiap hari selama 2 bulan. Pengobatan pada tahap ini dimaksudkan untuk
menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisis pengaruh dari
sebagian kecil kuman yang mungkin telah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.
b. Tahap lanjutan yaitu pengobatan yang diberikan setelah pengobatan tahap awal dengan syarat
penderita harus minum obat sejak bulan ketiga sampai bulan keenam dengan cara minum obat
berjarak satu hari.
Pada pengobatan Universitas Sumatera Utara tahap lanjutan ini merupakan tahap penting untuk
membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh (Kemenkes,2014).

8. MDR- TB
TB-MDR disebabkan karena tejadinya kegagalan dalam pengobatan TB. Kegagalan
pengobatan ini dapat merugikan penderita (pasien) seperti kematian. Tidak hanya kematian,
masalah TB-MDR ini merupakan masalah yang serius yang perlu diperhatikan karena TB-MDR
dapat menular di dalam suatu komunitas atau masyarakat. Semakin banyaknya orang yang terkena
TB-MDR akan menimbulkan XDR- TB yang pengobatannya lebih lama dibandingkan TB-MDR
serta membutuhkan biaya yang lebih besar (WHO, 2008).
Insidens resistensi obat meningkat sejak diperkenalkannya pengobatan tuberkulosis pertama
tahun 1943. Kegawatan dari MDR TB karena pemakaian rifampisin yang meluas pada awal tahun
1970-an mengakibatkan penggunaan obat antituberkulosis (OAT) lini kedua. Ketidaktepatan
penggunaan obat-obat tersebut mengakibatkan terjadinya generasi dan penyebaran MDR TB
bahkan 5 extensive drug resistant tuberculosis (XDR TB). MDR TB adalah tuberkulosis dengan
kuman M. tuberculosis yang resisten terhadap rifampisin dan isoniazid (INH) dengan atau tanpa
OAT lainnya. Sedangkan XDR TB adalah MDR TB ditambah kekebalan terhadap salah satu obat
golongan fluorokuinolon, dan sedikitnya salah satu dari OAT injeksi lini kedua, diantaranya
kapreomisin, kanamisin 2 dan amikasin(WHO, 2008).
Penyebab resistensi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah sebagai berikut :
a. Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis
b. Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, yaitu jenis obatnya yang kurang atau di lingkungan
tersebut telah terdapat resistensi yang tinggi terhadap obat yang digunakan, misalnya memberikan
rifampisin dan INH saja pada daerah dengan resistensi terhadap kedua obat tersebut sudah cukup
tinggi.
c. Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga minggu lalu berhenti,
setelah dua bulan berhenti kemudian bepindah dokter mendapat obat kembali selama dua atau tiga
bulan lalu berhenti lagi, demikian seterusnya.
d. Fenomena “addition syndrome” yaitu suatu obat ditambahkan dalam suatu paduan pengobatan
yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu terjadi karena kuman TB telah resisten pada paduan yang
pertama, maka “penambahan” (addition) satu macam obat hanya akan menambah panjangnya
daftar obat yang resisten saja.
e. Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara baik sehingga
mengganggu bioavailabilitas obat.
f. Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang-kadang terhenti pengirimannya sampai berbulan-
bulan.

9. Promosi Kesehatan
Menurut Depkes RI (2007), promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam mengendalikan faktor-faktor kesehatan melalui pembelajaran dari,
oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta
mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan
didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Salah satu metode yang dapat
digunakan dalam promosi kesehatan yaitu metode konseling.
Batasan promosi kesehatan mencakup tentang :
a. Perubahan perilaku contohnya perilaku kesehatan masyarakat bisa dinilai dari perilaku negatif
berubah menjadi perilaku positif, khususnya didalam kesehatan masyarakat itu sendiri.
b. Pembinaan perilaku, contohnya perilaku kesehatan yang sudah hidup sehat dan baik, baru dibina
agar dipertahankan perilaku baik dalam menjaga kesehatannya.
c. Pengembangan perilaku contohnya membiasakan hidup sehat bagi anak-anak.

10. Strategi Promosi Kesehatan


Strategi promosi kesehatan yang digunakan adalah strategi pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan adalah strategi promosi kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat langsung.
Tujuan utama pemberdayaan adalah mewujudkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan mereka sendiri (visi promosi kesehatan). Bentuk kegiatan pemberdayaan
ini dapat diwujudkan dengan berbagai kegiatan, antara lain: penyuluhan kesehatan,
pengorganisasian, ceramah dan pengembangan masyarakat dalam bentuk misalnya: koperasi,
pelatihan-pelatihan untuk kemampuan peningkatan pendapatan keluarga (income generating
skill).
Dengan meningkatnya kemampuan ekonomi keluarga akan berdampak terhadap kemampuan
dalam pemeliharan kesehatan mereka, misalnya: terbentuknya dana sehat, terbentuknya pos obat
desa, berdirinya polindes, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan semacam ini di masyarakat sering
disebut "gerakan masyarakat" untuk kesehatan. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
sasaran pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat (sasaran primer).

11. Konseling
Konseling merupakan tindak lanjut dari KIE.bila seseorang telah termotivasi melalui KIE,
maka selanjutnya ia perlu diberikan konseling. Jenis dan bobot konseling yang diberikan suda
tentu tergantung pada tingkatan KIE yang telah diterimanya. Konseling dibutuhkan bila seseorang
dibutuhkan bila seseorang menghadapi suatu masalah tidak dapat dipecahkan sendiri (Arum,
2009). Konseling adalah proses yang berjalan dan menyatu dengan semua aspek pelayanan
keluarga berencana bukan hanya informasi yang diberikan dan dibicarakan pada suatu kesempatan
yakni pada saat pemberian pelayanan (Saifuddin, 2006).
Secara umum tujuan konseling adalah membantu klien dalam upaya mengubah perilaku
yang berkaitan dengan masalah kesehatan, sehingga kesehatan klien menjadi lebih baik. perilaku
yang diubah meliputi ranah pengetahuan, ranah sikap dan ranah keterampilan (Supariasa, 2010).
Beberapa hal yang juga harus diperhatikan untuk keberhasilan kegiatan konseling adalah
faktor individual meliputi fisik, sudut pandang, kondisi sosial dan bahasa, faktor- faktor yang
berkaitan dengan interaksi seperti tujuan dan harapan terhadap komunikasi, faktor situasional
seperti kondisi lingkungan dan faktor kompetensi dalam melakukan percakapan adalah suatu
interaksi yang menunjukkan perilaku kompeten dari kedua pihak. Keadaan yang dapat
menyebabkan putusnya komunikasi adalah : kegagalan menyampaikan informasi penting,
perpindahan topik bicara yang tidak lancardan salah pengertian (BKKBN, 2013).
Agar konseling dapat berjalan efektif dan efisien, ada beberapa hal yang harus diperhatikan
oleh konselor yaitu menjadi pendengar yang aktif dan baik, menggunakan bahasa verbal yang
mudah dimengerti dan dipahami oleh klien, menggunakan bahasa non verbal untuk menunjukan
empati, mengutamakan dialog (menggunakan pertanyaan terbuka) dan membantu klien untuk
mengeksplorasi perasaan mereka (Kemenkes, 2012).
Secara umum durasi konseling antara 60 sampai 90 menit setiap pertemuan. Menurut Yolam
(1975) durasi konseling yang terlalu lama yaitu dua jam menjadi tidak kondusif, karena beberapa
alasan, yaitu :
1. Anggota telah mencapai tingkat kelelahan
2. Pembicaraan cenderung diulang-ulang.

12. Kerangka Teori


Skinner (1983) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau
reaksi seseorang terhadap stimulus atau (rangsangan dari luar). Teori S-O-R (Stimulus-
Organisme-Respons) ini lahir karena adanya pengaruh dari ilmu psikologi, hal ini karena objek
kajian psikologi terutama yang berhubungan dengan behavioristik dan komunikasi adalah sama,
yaitu jiwa manusia yang meliputi sikap, opini, perilaku, kognisi afeksi dan konasi. Komponen
dalam model S-O-R : ( Effendy, 2003 :254)
a. Stimulus, yaitu berupa rangsangan yang di dalamnya mengandung pesan-pesan atau gagasan.
b. Organism, yaitu individu atau komunikan yang akan menjadi objek proses momunikasi persuasif.
c. Respons, yaitu berupa efek yang akan terjadi sebagai sebuah akibat dari adanya stimulus.
Pada prosesnya perubahan sikap dapat berubah, jika hanya stimulus yang menerpa benar-
benar melebihi stimulus semula. Prof. Dr. Ma’rat dalam bukunya “Sikap Manusia, Perubahan serta
Pengukurannya”, mengutip pendapat Hovland, Janis dan Kelley yang menyatakan bahwa dalam
menelah sikap yang baru ada tiga variabel penting yaitu :
a. Perhatian, komunikasi akan terjadi jika ada perhatian dari komunikan (organisme)
b. Pengertian, yaitu bagaimana komunikan mengerti akan stimuli yang diberikan
c. Penerimaan. Hal ini jika komunikan telah mengolah stimuli dan menerimannya, maka terjadilah
kesediaan untuk mengubah sikap ( Framanik, 2012 : 58).

STIMULUS

a. Metode Konseling
b. Pemberian informasi menggunakan video

ORGANISME
a. Perhatian
b. Pengertain
c. Penerimaan

RESPONS

Peningkatan pengetahuan dan Sikap pasien TB


Gambar 1. Kerangka teori S-O-R Skinner (1983)
E. METODE PELAKSANAAN
1. Kerangka Konsep

1. Jenis Kelamin Responden


2. Umur Responden
3. Pendidikan Responden
4. Lama pengobatan responden
5. Intensitas konseling responden

Promosi Kesehatan dengan Konseling

Sebelum

Pengetahuan dan Sikap pasien TB tentang penyakit Tubekulosis (TB Paru)

Sesudah

Pengetahuan dan Sikap pasien TB tentang penyakit Tubekulosis (TB Paru)


2. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Balai Kesehatan Paru Mayarakat (BKPM) Kabupaten
Banyumas pada tanggal 18-24 November 2016.

3. Metode Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat menggunakan metode Konseling.
Metode Konseling dipilih karena dapat meningkatkan hubungan interpesonal dengan pasien
sehingga akan tercipta suasana yang kondusif dimana pasien dapat mengungkapkan perasaan dan
harapan- harapannya sehingga akan mempermudah pelaksanaan dan keberhasilan program
pengobatan
Pelaksanaan kegiatan ini didukung dengan media video sebagai penjelas informasi
.Sebelum Konseling dilakukan, peserta kegiatan akan diberikan pre test mengenai pengetahuan
dan sikap tentang penyakit TB Paru dan setelah dilakukan Konseling diadakan pengukuran
kembali (post test).

4. Definisi Operasional

No. Variable Definisi Operasional Kategori Cara ukur Skala Data


Penelitian
1. Karakteristik Karakteristik
Demografi demografi responden,
meliputi:
1. Remaja akhir (17-
1) Umur, yaitu lama 25 tahun)
hidup responden yang 2. Dewasa awal (26-
dihitung sejak lahir 35 tahun) Angket Ordinal
hingga ulang tahun 3. dewasa akhir (36-
terakhir 45 tahun)
4. lansia awal (46- 55
tahun)
(Depkes RI, 2009)
2) Jenis Kelamin, yaitu 1. Perempuan Angket Nominal
ciri kelamin yang 2. Laki-laki
dibuktikan melalui
Kartu Identitas yang
dimiliki
3) Pendidikan, yaitu 1. Dasar ( SD, SMP)
tingkat pendidikan 2. Menengah (SMA) Angket Ordinal
terakhir respoden 3. Tinggi (D3, S1, S2)
yang ditempuh dalam (PP RI, No 17 2010)
insiasi formal

4) Lama pengobatan Angket Nominal


rsponden yaitu
pengobatan yang
sudah dilakukan
responden di BKPM
tanpa putus berobat
5) Intensitas 1. Sering Angket Ordinal
pemanfaatan layanan 2. Tidak Sering
konseling, adalah
frekuensi yaitu (Andini, 2008)
seberapa sering
responden datang ke
bagian DOTS di
BKPM
4. Pengetahuan Pemahaman Angket Rasio
responden mengenai
penyakit Tuberkulosis
Paru (TB Paru)
meliputi :
a. Pengertian
b. Penyebab
c. Penularan
d. Pengobatan
e. Gejala
f. MDR- TB
5. Sikap Sikap yang dimiliki Angket Rasio
pasien TB terhadap
penyakit Tuberkulosis
dengan alternatif
jawaban serta skor
sebagai berikut :
Sangat Tidak Setuju =
1 ; Tidak Setuju = 2 ;
Setuju = 3 ; Sangat
Setuju = 4 untuk
pertanyaan favorable
dan sebaliknya untuk
unfavorable (Azwar,
1995).

5. Populasi dan Sampel


a. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien TB di Balai Kesehatan Paru Masyarakat
(BKPM) Purwokerto yaitu sejumlah 532 orang.
b. Sampel
Pengambilan sampel menggunakan metode accidental sampling dengan sampel minimal yaitu
30 orang pasien TB. Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu pasien TB yang datang ke
BKPM Purwokerto.

6. Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam kegiatan praktikum di Balai Kesehatan Paru Masyarakat
adalah sebagai berikut :

a. Angket
Dalam penelitian ini digunakan angket sebagai sumber untuk memperoleh data mengenai
aspek sikap dan pengetahuan tentang penyakit Tuberkulosis. Angket ini ditujukan kepada peserta
kegiatan intervensi yaitu pasien TB di Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Purwokerto..
b. Alat dokumenatsi
Alat dokumenatsi yang digunakan dalam penelitian ini berupa kamera dan peralatan lain
yang menunjang.

7. Pengumpulan dan Analisa Data


a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data berupad data primer dan data sekunder.
1) Sumber Data Primer
Pengumpulan data primer dalam penelitian ini melalui data yang diperoleh secara langsung
dari responden atau narasumber dengan memberikan pertanyaan- pertanyaan melalui kuesioner
serta dokumentasi. Selain itu wawancara dengan petugas Promosi Kesehatan Balai Kesehatan Paru
Masyarakat (BKPM) mengenai permasalahan yang ada di Balai Kesehatan Paru Masyarakat
(BKPM).
2) Sumber Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini berasal dari Balai Kesahatan Paru Masyarakat (BKPM)
Purwokerto yang berupa Profil Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) serta data pasien yang
digunakan sebagai penentuan sampel.
b. Analisis Data
Analisis diawali dengan uji normalitas menggunakan uji kolmogorov-smirnov untuk
menentukan jenis statistik yang akan digunakan dalam pengujian hipotesis. Kesimpulan uji ini
diambil dengan ketentuan yaitu bila nilai pvalue > 0,05 berarti hasil perhitungan statistik bermakna
(signifikan) atau ada perbedaan rata-rata nilai secara statistik dan bila nilai p value ≤ 0,05 berarti
hasil perhitungan statistik tidak bermakna atau tidak ada perbedaan rata-rata nilai secara statistik.
Data yang telah dikumpulkan melalui pretest dan post test kemudian diolah dan dilaporkan
dalam bentuk angka-angka, tabel, analisa statistik dan kesimpulan hasil analisis. Analisis data
menggunakan uji statistik yaitu :
a. Analisis Univariat
Tujuan analisis ini yaitu untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik masing-
masing variabel yang diteliti yaitu dengan distribusi frekuensi meliputi umur, jenis kelamin dan
tingkat pendidikan.
b. Analisis Bivariat
Uji yang digunakan adalah Paired T-test jika data tersebut berdistribusi normal, tetapi jika
data tidak berditribusi normal uji yang digunakan adalah uji Wilcoxon.
Adapun tahapan dalam analisis data menurut Notoatmodjo (2010) yaitu sebagai berikut:
a) Editing
Editing adalah kegiatan untuk mengecek isian formulir atau kuesioner apakah jawaban yang ada
dalam kuesioner lengkap (semua pertanyaan sudah terisi jawabannya), jelas (tulisan jawaban
pertanyaan cukup jelas terbaca),
relevan (jawaban sesuai dengan pertanyaan), dan konsisten (antara beberapa pertanyaan yang
berkaitan, isi jawabannya relevan).
b) Coding
Coding adalah kegiatan pemberian kode pada tiap data yang termasuk dalam kategori yang sama.
c) Entry data
Entry data adalah kegiatan pemindahan data ke dalam komputer untuk diolah menggunakan
program SPSS.
d) Tabulating
Tabulating adalah kegiatan mengelompokkan data ke dalam suatu tabel tertentu menurut sifat-sifat
yang dimilikinya sesuai dengan tujuan penelitian.

F. JADWAL KEGIATAN

Bulan Ke-
No Jadwal Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Pengumpulan Draf Propoosal
2. Presentasi Draf Proposal
3. Pelaksanaan Intervensi
4. Penyusunan Draf Laporan
5. Presentasi Laporan

G. TIM PELAKSANA
Acara : Enggar Purbandari
Putri Titis C
Maghfira Maulani
Akhmad Akbar
Dokumentasi : Anisa Larasati
Dwi Aisanti
Konsumsi : Arsha Nur Febia
Deya Anisa

H. DAFTAR PUSTAKA
Andini. 2008. Hubungan Antara Persepsi Siswa Terhadap Bimbingan Konseling dan Intensitas
Pemanfaatan layanan Bimbingan Konseling di SMA PGRI 109 Tangerang. Skripsi. Program Studi
Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Arum Setya N.D, dkk,.2009. Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini.


Jogjakarta : Mitra Cendikia.

Azwar, S. 2007. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, edisi 2. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

BKKBN.2013. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta.

BKPM. 2015. Profil Balai Kesehatan Paru Masyarakat Kabupaten Banyumas 2015. Purwokerto : BKPM
Kabupaten Banyumas.

Depkes RI, 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.

Djojodibroto, D. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC.

Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori dan Filisafat Komunikasi. Cet. Ke-3. Bandung : Citra
Aditya Bakti.

Kemenkes RI. 2012. Pedoman Pelayanan Keluarga Brerencana Pasca Persalinan di Fasilitas Kesehatan
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.

___________. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, Indonesia Bebas Tuberkulosis.


Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.

___________. 2016. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Laban. 2008. Penyakit dan Cara Pencegahannya Tuberkulosis. Penerbit: Kanisius (Anggota IKAPI).
Mansjoer. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta : Medica Aesculpalus, FKUI.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

PP No.17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.

Robbins SP, dan Judge. 2007. Perilaku Organisasi. Jakarta : Salemba Empat.

Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Pedoman Praktis Pelayanan Kontrasepsi.


Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

Stuart. 2009. “Principle and Practice of Psychatric Nursing (9th Edition)”. St. Louis : Mosby.

Sudoyo, A.W. dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Depertemen ilmu penyakit dalam fakultas
kedokteran universitas Indonesia.

_________________. 2007. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Edisi 4, Jilid 1. Jakarta : Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.

Supariasa. 2010. Pendidikan dan Konsultasi Gizi. EGC. Jakarta.

Supriatna, Mamat. 2004. Konseling Kelompok. Bandung: Publikasi Jurusan PPB FIP UPI.

Tjay, T. H., dan Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya.
Edisi ke VI. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Zulkoni. 2010. Parasitologi. Yogyakarta : Muha Medika.

I. LAMPIRAN
Lampiran 1 Angket
ANGKET PENGARUH KONSELING TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN
SIKAP TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA PASIEN TB PARU DI BALAI
KESEHATAN PARU MASYARAKAT PURWOKERTO

DATA IDENTITAS RESPONDEN


1. Nomor Responden :
2. Tanggal Pengisian :
3. Nama :
4. Umur :
5. Jenis Kelamin : L/P
6. Pendidikan Terakhir : SD/ SMP/ SMA/ D3/ S1
7. Lama pengobatan :
8. Intensitas konseling :

PENGETAHUAN RESPONDEN

Petunjuk: Berilah tanda (√) pada kolom “Benar” jika pernyataan tersebut benar dan pada kolom
“Salah” jika pernyataan tersebut salah.

No Pernyataan Benar Salah


1. Penyakit Tuberkulosis disebabkan oleh
bakteri
2. Penyakit TB adalah penyakit yang
menyerang bagian tubuh terutama paru-
paru.
3. Penyebab penyakit TB Paru adalah
Mycrobacterium tuberculosis
4. Penyakit Tuberkulosis (TB
Paru) merupakan penyakit keturunan*
5. Cara penularan TB adalah lewat
percikan dahak penderita TB
6. Batuk berdahak selama 2-3 minggu
disertai dengan darah merupakan salah
satu gejala TB Paru
7. Merokok dapat meningkatkan resiko
terserang TB Paru
8. Penderita TB Paru dapat disembuhkan
dengan OAT (Obat Anti TB)
9. Pemberian Obat Anti Tuberkulosis
(OAT) dapat menyebabkan Multi Drug
Resistant Tuberculosis
10. Cara pencegahan penularan TB Paru
adalah dengan menggunakan masker
11. Pemeriksaan dahak merupakan cara
untuk mengetahui apakah seseorang
terkena penyakit TB Paru
12. Pengobatan TB Paru dengan cara
meminum OAT secara rutin selama 6
bulan
13. MDR-TB yaitu Multi Drug’s
Resistence dapat terjadi jika penderita
TB tidak melakukan pengobatan TB
secara total
14. MDR-TB dapat membuat TB paru yang
diderita menjadi parah dan sulit diobati
SIKAP RESPONDEN
Petunjuk: Berilah tanda (√) pada kolom yang tersedia dengan keterangan:
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju

No. Pernyataan STS TS S SS


1. Saya sebaiknya pergi ke pusat
pelayanan kesehatan bila
terdapat gejala TB Paru
2. Saya sebaiknya
mengonsumsi Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) sesuai
dengan anjuran yang diberikan
oleh dokter
3. Saya tidak perlu menghindari
makanan yang merangsang
batuk seperti (goreng-gorengan,
es, dll)*
4. Saya sebaiknya banyak minum
air putih
5. Saya tetap merokok walaupun
saya terkena Penyakit TB Paru*
6. Penderita TB Paru Positif
sebaiknya tidak membuang
dahak di sembarang tempat
7. Saya akan menggunakan
masker di tempat umum untuk
mengindari penularan TB Paru
8. Penderita TB Paru harus
memiliki alat makan sendiri
9. Saya akan mengkonsumsi OAT
secara rutin selama 6 bulan agar
penyakit saya dapat cepat
disembuhkan
10. Saya akan mengkonsumsi
makanan dengan gizi seimbang
untuk mendukung kesembuhan
penyakit TB Paru

Anda mungkin juga menyukai