Anda di halaman 1dari 5

TUGAS ASPEK HUKUM BISNIS INTERNASIONAL

KASUS PERUSAHAAN ASURANSI BUMIPUTERA DAN JIWASRAYA

OLEH :

NI KADEK RARAS KOMALASARI


1815744049
15

PROGRAM STUDI D4 MANAJEMEN BISNIS INTERNASIONAL


JURUSAN ADMINISTRASI NIAGA
POLITEKNIK NEGERI BALI
2019
KASUS PERUSAHAAN ASURANSI BUMIPUTERA DAN JIWASRAYA

Perkembangan jaman saat ini begitu cepat. Hal tersebut terlihat dari pola perilaku masyarakat
yang semakin hari mengalami perubahan signifikan. Dengan adanya perkembangan tersebut
tentu suatu saat akan menimbulkan hal-hal yang sebenarnya tidak diinginkan. Maka dari itu,
masyarkat saat ini memerlukan sesuatu untuk membuat mereka merasa aman, baik masa kini
hingga masa depan. Hingga akhirnya, muncullah istilah asuransi di masyarakat.

Asuransi atau pertanggungan merupakan suatu perjanjian dimana seorang penganggung


mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi untuk
memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan. Asuransi menawarkan kemudahan bagi masyarakat dalam
mempersiapkan diri, khususnya dakam hal finansial apabilahal yang tidak diinginkan terjadi.
Saat ini telah banyak asuransi yang bermunculan demi melayani masyarakat. Asuransi yang
baik akan memberi manfaat yang baik bagi para nasabahnya. Lalu, apakah ada asuransi yang
bermasalah? Jawabannya adalah ada. Contoh dari asuransi yang bermasalah tersebut adalah
kasus yang menimpa pihak asuransi Bumiputera dan Jiwasraya. Dibawah ini akan dijelaskan
lebih rinci tentang kedua kasus yang menimpa badan asuransi ini :

A. BUMIPUTERA
Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera merupakan satu-satumya perusahaan asuransi
jiwa di Indonesia yang berbentuk badan hokum usaha bersana/mutual. Adapun usaha ini
sudah berdiri sejak tahun 1912 dan berkantor pusat di Jakarta. AJB Bumiputera memiliki
3 anak perusahaan yakni PT. AJB Bumiputera, Asset Management Arm dan PT
Bumiputera Sekuritas.
Sudah sepatutnya badan asuransi membayar klaim nasabah yang polisnya telah jatuh
tempo, namun nampaknya Bumiputera memiliki kendala pada hal ini. Perusahaan harus
menanggung beban perusahaan sebesar Rp. 2,5 – 3 triliun tiap tahunnya. Permasalahan
Bumiputera lebih terfokus pada miss management atau kesalahan mengelola perusahaan.
Pada Januari 2018, perusahaan mengalami permasalahan solvabilitas sebesar Rp. 20,72
triliun, dimana asset yang tercatat hanya sebesar Rp. 10,279 triliun, tetapi liabilitas
perusahaan mencapai Rp.31,008 triliun. Hingga semester pertama 2019, rasio RBC(Risk
Base Capital) Bumiputera minus 628,4% sedangkan rasio kecukupan investasimya hanya
sebesar 22,4% dan rasio likuiditas 52,4%.
Permasalahan yang dihadapi oleh Bumiputera ini disebabkan oleh beberapa faktor yakni
penggelapan uang oleh oknum internal perusahaan, skandal besar dan serta permasalahan
investasi. Penggelapan uang oleh oknum internal perusahaan dilakukan pada saat
pembayaran klaim dimana oknum yang tidak bertanggung jawab tersebut melaporkan
pengajuan klaim nasabah ke kantor perusahaan Bumiputera dengan nominal yang
melebihi pengajuan yang seharusnya. Hal tersebut terus berulang kali terjadi, bahkan
beberapa oknum di kantor – kantor cabang juga sering menggelapkan uang. Selain
penggelapan uang, Bumiputera ternyata mengalami skandal dengan beberapa
perusahaan. Skandal yang pertama yakni penjualan tanah seluas 15 km di kuningan
kepada perusahaan milik Bakrie yaitu PT. Bakrie Swastika Utama. Tanah tersebut tidak
dibayar tunai, melainkan dengan kepemilikan sahan 58,15%. Tahun 1997, Bakrie
mengambil alis sahamnya dengan harga sangat murah. Skandal besar lainnya adalah
kontrak pengelolaan dana (KPD) dan investasi melalui PT Optima Kharya Capital
Management. Kontrak kerjasama pengelolaan dana itu ditandatangani oleh Direktur
Keuangan Bumiputera. Penandatanganan KPD tidak berlangsung sekali. Kepada PT
Optima Kharya Capital Management, ada 7 KPD dan satu kontrak pengelolaan investasi
yang ditandatangani kedua pihak sepanjang tahun 2007 hingga 2008. Adapun total uang
yang diinvestasikan lewat perusahaan ini mencapai Rp. 307 miliar dan $3 juta. Namun
pada tahun 2009, PT Optima Kharya Capital Management tidak bisa mengembalikan
dana para investor, termasuk Bumiputera. Selain perusahaan ini, ternyata ada 5
perusahaan yang juga menjadi tempat investasi Bumiputera yang bermasalah yakni PT
BCI, PT Sinergy Asseet Management, PT Falcon Asia Resources Management, PT
NATPAC Asset Management dan PT Sarijaya Sekuritas. Faktor-faktor ini menyebabkan
liabilitas Bumiputera mencapai Rp.22,77 triliun sementara total asetnya hanya Rp.12,1
triliun

B. JIWASRAYA
PT Asuransi Jiwasraya (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di
sektor asuransi. Permasalahan yang dialamai oleh Jiwasraya nampaknya tidak kalah
besar dengan kasus yang dialami oleh Bumiputera. Seperti kasus Bumiputera,
Jiwasraya juga gagal membayar klaim nasabah. Tentu ini mencoreng nama
perasunransian dalam negeri sekaligus nama BUMN.
Penyebab kerugian dari Jiwasraya ini terdiri dari banyak faktor, salah satunya adalah
produk finansial mereka yakni JS Saving Plan. Rp. 15,7 triliun dari total utang
Jiwasraya adalah liabilitas dari produk ini. Selain faktor ini, terdapat faktor lainnya
yakni sebagai berikut :
1. Adanya permasalahan pada sistem akuntansi dan sistem informasi Jiwasraya
Pada audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tahun
2006-2007 ditemukan adanya permasalahan pada sistem akuntansi dan sistem
informasi Jiwasraya. Jiwasraya telah mengalami deficit dari tahun 2006. Saat itu
selisih antara asset dengan likuiditas sudah mencapai 3,29 triliun.
2. Upaya pennyelamatan bodong yang menambah kerugian
Pada tahun 2009, deficit Jiwasraya naik menjadi Rp. 6,3 triliun. Adapun upaya
penyelamatan Jiwasraya adalah dengan financial reengineering dan finansial
reassurance. Pada tahun 2011 Jiwasraya masih surplus sebesarRp. 1,6 triliun,
namun sayangnya financial reassurance tidak berdasar dan bodong sehingga
Jiwasraya mengalami deficit sebesar Rp. 3,2 triliun.
3. Permainan akuntansi dan tidak dilakukannya penilaian asset selama beberapa
tahun
Pada tahun 2012, Jiwasraya dialihkan kepada OJK. OJK meminta agar Jiwasraya
tidak meneruskan financial reasurane terebut. Menurut Kepala Eksekutif Industri
Keuangan Non-Bank dan Anggots Komisioner OJK Riswinandi mengatakan
Jiwasraya merugi karena tidak dilakukannya penilaian asset selama beberapa
tahun dan permainan akuntansi. Jika dilakukan reevaluasi, dari nilai buku Rp. 208
miliar naik menjadi Rp. 6,3 triliun. Hal tersebut mencirikan adanya permainan
akuntasni pada Jiwasraya ini.
4. Penyalahgunaan wewenang Jiwasraya
OJK Hasil audit BPK pada tahun 2015 menunjukkan bahwa terdapat dugaan
penyalahgunaan wewenang Jiwasraya dan laporan asset investasi keuangan yang
melebihi realita serta kewajiban yang di bawah nilai sebenarnya.
5. Saving plan bermasalah
JS Saving Plan merupakan salah satu produk dari Jiwasraya. Pada tahun 2017
pendapatan premis JS Saving Plan mencapai Rp. 21 triliun, laba Rp. 2.4 triliun
dan ekuitas perseroan surplus Rp. 5,6 triliun. Namun sayangnya Jiwasraya
kekurangan cadangan premi sebesar Rp. 7,7 triliun karena belum
memperhitungkan penurunan asset.Pada bulan April 2018, OJK dan direksi
Jiwasraya membahas adanya pendapatan premi yang turun akibat guaranteed
return JS Saving Plan setelah dilaukan evaluasi atas produk tersebut.
6. Koreksi laporan keuangan dan investasi beresiko yang dilakukan Jiwasraya
Pada Mei 2018, Jiwasraya mengalami pergantian direksi. Direksi baru melaporkan
adanya hal yang tidak wajar pada laporan keuangan perusahaan kepada
Kementrian BUMN. Hasil audit KAP atas laporan keuangan Jiwasraya di tahun
2017, ada koreksi laporan keuangan interim dari Rp. 2,4 triliun menjadi Rp. 428
miliar. Perusahaan juga berinvestasi pada asset beresiko tinggi untuk mengejar
imbal hasil tinggi.
Faktor diatas merupakan beberapa faktro yang menyebabkan kerugian dari PT Asuransi
Jiwasraya dan hingga September 2019 total ekuitas negative Jiwasrya sebesar Rp. 23,92
triliun sementasa kewajiban mencapai Rp. 49,60 triliun.

Sangat disayangkan apabila seharusnya perusahaan asuransi menciptakan rasa aman bagi
para nasabah justru berlaku sebaliknya. Dengan adanya kasus ini diharapkan agar perusahaan
asuransi lainnya mampu memetik pelajaran dari kasus ini agar nantinya tidak terjadi hal
serupa di masyarakat. Dari adanya kasus ini, banyak media yang menyebutkan bahwa
lembaga pengawas keuangan sedikit terlambat dalam mengawasi kedua perusahaan ini
hingga menimbulkan kerugian dimasyarakat. Kedepanya diharapkan agar lembaga pengawas
keuangan lebih bersinergi dalam mengawasi perusahaan-perusahaan serupa. Hal tersebut
dikarenkan masyarakat telah mempercayakan jaminan keamanan hidup mereka pada lembaga
asuransi. Disisi lain, diharapkan agar kedua perusahaan yakni Jiwasraya dan Bumiputera
mampu membayarkan klaim nasabahnya.

Anda mungkin juga menyukai