Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik, dalam hal ini
komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi keperawatan
harus mampu memberikan khasiat therapi bagi proses penyembuhan pasien. Oleh karenanya
seorang perawat harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif komunikasi
terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi. Komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien (Depkes RI, 1997). Northouse (1998)
mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai kemampuan atau keterampilan perawat untuk
membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan belajar
bagaimana berhubungan dengan orang lain. Stuart G.W (1998) menyatakan bahwa komunikasi
terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungan ini
perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki
pengalaman emosional klien. Sedangkan S.Sundeen (1990) menyatakan bahwa hubungan
terapeutik adalah hubungan kerjasama yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran
dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik.
Menurut As Homby (1974) yang dikutip oleh Nurjannah, I (2001) mengatakan bahwa
terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan. Hal yang
menggambarkan bahwa dalam menjalani proses komunikasi terapeutik, seorang perawat
melakukan kegiatan dari mulai pengkajian, menentukan masalah keperawatan, menentukan
rencana tindakan keperawatan, melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan yang telah
direncanakan sampai pada evaluasi yang semuanya itu bisa dicapai dengan maksimal apabila
terjadi proses komunikasi yang efektif dan intensif. Hubungan take and give antara perawat dan
klien menggambarkan hubungan memberi dan menerima.
Kalthner, dkk (1995) mengatakan bahwa komunikasi terapeutik terjadi dengan tujuan
menolong pasien yang dilakukan oleh orang-orang yang professional dengan menggunakan
pendekatan personal berdasarkan perasaan dan emosi. Didalam komunikasi terapeutik ini harus
ada unsur kepercayaan. (Mundakir, 2006)
Dari beberapa pendapat diatas maka dapat dijelaskan bahwa komunikasi terapeutik
adalah suatu pengalaman bersama antara perawat – klien yang bertujuan untuk menyelesaikan
masalah klien. Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Komunikasi
adalah berhubungan. Hubungan perawat-klien yang terapeutik tidak mungkin dicapai tanpa
komunikasi (Budi Ana Keliat dalam Mundakir, (2006)
Hubungan terapeutik sebagai pengalaman belajar baik bagi klien maupun perawat yang
diidentifikasikan dalam empat tindakan yang harus diambil antara perawat – klien, yaitu:
- Interaksi dimana perawat dan klien mengkaji kebutuhan klien dan tujuan
- Transaksi dimana hubungan timbal balik pada akhirnya dibangun untuk mencapai tujuan
hubungan Komunikasi terapeutik terjadi apabila didahului hubungan saling percaya antara
perawat
– Klien. Dalam konteks pelayanan keperawatan kepada klien, pertama-tama klien harus percaya
bahwa perawat mampu memberikan pelayanan keperawatan dalam mengatasi keluhannya,
demikian juga perawat harus dapat dipercaya dan diandalkan atas kemampuan yang telah
dimiliki dari aspek kapasitas dan kemampuannya sehingga klien tidak meragukan kemampuan
yang dimiliki perawat. Selain itu perawat harus mampu memberikan jaminan atas kualitas
pelayanan keperawatan agar klien tidak ragu, tidak cemas, pesimis dan skeptis dalam menjalani
proses pelayanan keperawatan.
Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi
yang memiliki makna terapeutik bagi klien dan dilakukan oleh perawat (helper) untuk membantu
klien mencapai kembali kondisi yang adaptif dan positif.
Komunikasi terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi hal-hal berikut ini.
Klien yang sebelumnya tidak menerima diri apa adanya atau merasa rendah diri, setelah
berkomunikasi terapeutik dengan perawat atau bidan akan mampu menerima dirinya.
Diharapkan perawat atau bidan dapat merubah cara pandang klien tentang dirinya dan masa
depannya sehingga klien dapat menghargai dan menerima diri apa adanya.
b. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung
dengan orang lain.
Klien belajar bagaimana menerima dan diterima oleh orang lain. Dengan komunikasi
yang terbuka, jujur, dan menerima klien apa adanya, perawat akan dapat meningkatkan
kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya (Hibdon S., dalam Suryani, 2005)
c. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang
realistis.
Sebagian klien menetapkan ideal diri atau tujuan yang terlalu tinggi tanpa mengukur
kemampuannya. Tugas perawat dengan kondisi seperti itu adalah membimbing klien dalam
membuat tujuan ayng realistis serta menignkatkan kemampuan klien memenuhi kemampuan
dirinya.
Identitas personal yang dimaksud adalah status, peran, dan jenis kelamin klien. Klien
yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan
juga memiliki harga diri yang rendah. Perawat diharapkan membantu klien untuk
meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri klien melalui komunikasinya.
Perawat yang terampil tidak akan mendominasi interaksi sosial, melainkan akan berusaha
menjaga kehangatan suasana komunikasi agar tercapai rasa saling percaya dan menumbuhkan
rasa nyaman pada pasien. Dengan demikian proses interaksi dapat berjalan dengan baik.
a. Membantu pasien untuk memperjelaskan dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta
dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal-hal
yang diperlukan
b. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya
c. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri dalam hal peningkatan
derajat kesehatan
d. Mempererat hubungan atau interaksi antara klien dengan terapis (tenaga kesehatan) secara
professional dan proporsional dalam rangka membantu menyelesaikan masalah klien.
Tujuan terapeutik akan tercapai jika Perawat memiliki karakteristik sebagai berikut:
d. Altruistik
f. Tanggung jawab
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan mengajarkan kerja sama
antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkap
perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan
dalam perawatan (Purwanto, 1994).
Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta
dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain,
lingkungan fisik dan diri sendiri. Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien
sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien, Bila perawat tidak memperhatikan hal
ini, hubungan perawat-klien tersebut bukanlah hubungan yang memberikan dampak terapeutik
yang mempercepat kesembuhan klien, tetapi hubungan sosial biasa.
Didalam sumber yang lain dikatakan bahwa manfaat atau fungsi komunikasi terapeutik adalah:
Memberikan pengertian tingkalaku pasien dan membantu pasien mengatasi masalah yang
di hadapi.
D. Prinsip-prinsip komunikasi.
Hubungan perawat dan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan,
didasarkan pada prinsip ‘humanity of nurses and clients’. Hubungan ini tidak hanya sekedar
hubungan seorang penolong (helper/perawat) dengan kliennya, tetapi hubungan antara manusia
yang bermartabat (Dult-Battey,2004).
Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus dicapai
terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternatif pemecahan masalah
(Stuart,1998). Hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah kunci dari komunikasi
terapeutik.
Didalam sumber yang lain ditakan bahwa beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam
membangun hubungan dan mempertahankan hubungan yang terapeutik :
2.Perawat harus menghargai keunikan klien, dengan melihat latar belakang keluarga, budaya
dan keunikan tiap individu.
3.Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri baik pemberi maupun penerima
pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjga harga dirinya dan harga diri klien.
4.Komunikasi yang menumbuhkan hubungan saling percaya harus dicapai terlebih dahulu
sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternative pemecahan masalahnya.
Beberapa prinsip komunikasi terapeutik menurut Boyd & Nihart (1998) adalah :
6.Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian tentang tingkah
laku klien dan memberi nasehat.
8.Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan
subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat menarik klien.
10.Membuka diri hanya digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai tujuan
terapeutik.
E. Karakteristik
Salah satu karakteristik dasar dari komunikasi yaitu ketika seseorang melakukan
komunikasi terhadap orang lain maka akan tercipta suatu hubungan diantara keduanya, selain itu
komunikasi bersifat resiprokal dan berkelanjutan. Hal inilah yang pada akhirnya membentuk
suatu hubungan ‘helping relationship’. Helping relationship adalah hubungan yang terjadi
diantara dua (atau lebih) individu maupun kelompok yang saling memberikan dan menerima
bantuan atau dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sepanjang kehidupan. Pada konteks
keperawatan hubungan yang dimaksud adalah hubungan antara perawat dan klien. Ketika
hubungan antara perawat dan klien terjadi, perawat sebagai penolong (helper) membantu klien
sebagai orang yang membutuhkan pertolongan, untuk mencapai tujuan yaitu terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia klien.
Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada beberapa karakteristik seorang helper
(perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik, yaitu:
1. Kejujuran
Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa terbina hubungan
saling percaya. Seseorang akan menaruh rasa percaya pada lawan bicara yang terbuka dan
mempunyai respons yang tidak dibuat-buat, sebaliknya ia akan berhati-hati pada lawan bicara
yang terlalu halus sehingga sering menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya dengan kata-
kata atau sikapnya yang tidak jujur (Rahmat, J.,1996 dalam Suryani,2005).). Sangat penting bagi
perawat untuk menjaga kejujuran saat berkomunikasi dengan klien, karena apabila hal tersebut
tidak dilakukan maka klien akan menarik diri, merasa dibohongi, membenci perawat atau bisa
juga berpura-pura patuh terhadap perawat.
3. Bersikap positif
Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat komunikasi
nonverbal sangat penting baik dalam membina hubungan saling percaya maupun dalam
membuat rencana tindakan bersama klien. Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap hangat,
penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan
dalam hubungan yang terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan tertentu
diantara perawat dan klien akan tetapi penciptaan suasana yang dapat membuat klien merasa
aman dan diterima dalam mengungkapkan perasaan dan pikirannya (Burnard,P dan Morrison
P,1991 dalam Suryani,2005).
Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini
perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan
dan dipikirkan klien (Brammer,1993 dalam Suryani,2005). Dengan bersikap empati perawat
dapat memberikan alternative pemecahan masalah karena perawat tidak hanya merasakan
permasalahan klien tetapi juga tidak berlarut-larut dalam perasaaan tersebut dan turut berupaya
mencari penyelesaian masalah secara objektif.
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien (Taylor,
Lilis dan Le Mone, 1993), oleh karenaya perawat harus mampu untuk melihat permasalahan
yang sedang dihadapi klien dari sudut pandang klien. Untuk mampu melakukan hal ini perawat
harus memahami dan memiliki kemampuan mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian.
Mendengarkan dengan penuh perhatian berarti mengabsorpsi isi dari komunikasi (kata-kata dan
perasaan) tanpa melakukan seleksi. Pendengar (perawat) tidak sekedar mendengarkan dan
menyampaikan respon yang di inginkan oleh pembicara (klien), tetapi berfokus pada kebutuhan
pembicara. Mendengarkan dengan penuh perhatian menunjukkan sikap caring sehingga
memotivasi klien untuk berbicara atau menyampaikan perasaannya.
Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien apa adanya. Jika
seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin hubungan interpersonal
(Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995 dalam Suryani, 2005). Nilai yang diyakini atau
diterapkan oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien, apabila hal ini terjadi
maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa adanya.
Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat menciptakan
hubungan terapeutik yang baik dan efektif dengan klien. Dengan bersikap sensitive terhadap
perasaan klien perawat dapat terhindar dari berkata atau melakukan hal-hal yang menyinggung
privasi ataupun perasaan klien.
8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri
Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu yang ada pada
saat ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri.
F. Tahapan Komunikasi Terapeutik
Dalam litelatur yang lain disebutkan ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi
terapeutik yaitu sebagai berikut: (Arwani, 2003 : 54).
a. Keiklasan ( genuineness)
Dalam rangka membantu klien, perawat perawat harus menyadari tentang nilai, sikap,
dan perasaan yang dimiliki terhadap keadaan klien. Apa yang perawat pikirkan dan rasakan
tentang individu dan dengan siapa dia berinteraksi selalu dikomunikasikan kepada individu baik
secara verbal maupun non verbal. Perawat yang mampu menunjukan rasa iklasnya mempunyai
kesadaran tentang sikap yang dipunyai terhadap pasien sehingga bisa belajar untuk
mengkomunikasikannya dengan tepat. Klien tidak akan menolak segala bentuk persaan negatif
yang dipunyai klien, bahkan ia akan berusaha berinteraksi dengan klien. Hasilnya perawat akan
mampu mengeluarkan perasaan yang dimiliki dengan cara yang tepat, bukan dengan cara
menyalahkan atau menghukum klien.
b. Empati (emphathy)
c. Kehangatan (warmth)
G. Unsur-unsur komunikasi.
Unsur-unsur dalam komunikasi terapeutik adalah terdiri dari komunikator, komunikan, pesan
yang disampaikan dan lingkungan waktu komunikasi berlangsung. (syakira-blog.blogspot.com).
· Sumber proses komunikasi yaitu pengirim dan penerima pesan. Prakarsa berkomunikasi
dilakukan oleh sumber ini dan sumber juga menerima pesan sebagai tolak ukur keberhasilan
dalam mengirim.
· Pesan-pesan yang disampaikan dengan menggunakan penyandian baik yang berupa bahasa
verbal maupun non verbal.
· Penerima yaitu orang yang menerima pengiriman pesan dan membalas pesan yang
disampaikan oleh sumber, sehingga dapat diketahui mengerti tidaknya suatu pesan.
· Lingkungan waktu komunikasi berlangsung, yang dalam hal ini meliputi saluran
penyampaian dan penerimaan pesan serta lingkungan alamiah saat pesan disampaikan.
Komunikasi terapeutik dapat berjalan secara efektif apabila terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
· Adanya referen atau stimulus yang memotivasi seseorang untuk berkomunikasi dengan
orang lain berupa objek, pengalaman, emosi, ide, atau tindakan.
· Terdapat pesan sebagai informasi yang dikirimkan atau diekspresikan oleh pengirim.
Pesan mungkin terdiri dari symbol bahasa verbal dan non verbal (mis. kata-kata yang diucapkan,
ekspresi wajah atau gerakan tubuh). Kendalanya tidak semua symbol memiliki makna yang
universal, oleh karena itu kesulitan dalam komunikasi mungkin terjadi pada pesan apabila
pengirim tidak waspada terhadap faktor ini dan tidak mencoba untuk menjelaskan.
· Adanya pengirim (encoder) dan penerima (decoder) sebagai objek dari media komunikasi.
· Pesan dikirimkan melalui saluran komunikasi yang dimaksudkan untuk membawa pesan,
seperti melalui sarana visual, pendengaran, dan taktil. Semakin banyak saluran yang digunakan
oleh seorang perawat untuk menyampaikan pesan secara tepat dan efektif, maka hubungan
terapeutik akan semakin mudah terjalin antara perawat dan pasien.
· Adanya respons terbuka di dalam komunikasi yang dapat membantu untuk
mengungkapkan apakah makna dari pesan tersebut tersampaikan. Respons sangat penting dalam
menjalin komunikasi terapeutik agar dapat menjelaskan pesan yang disampaikan oleh klien
maupun perawat dan memodifikasi tingkah laku menurut pesan tersebut.
· Adanya dukungan lingkungan yang tepat pada saat melakukan komunikasi terapeutik
untuk menjaga privasi klien.
- Kecakapan komunikator
- Sikap komunikator
- Pengetahuan komunikator
- Sistem sosial
- Pengarah komunikasi
- Kecakapan
- Sikap
- Pengetahuan
- Sistem sosial
1. Tahap perkembangan
2. Jenis kelamin
4. Karakteristik sosiokultural
5. Nilai persepsi
8. Kesesuaian
9. Sikap interpersonal
c. Kurang pengetahuan
f. Jarak fisik, komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak antara komunikator dengan reseptor
berjauhan
Faktor - faktor penghambat dalam proses komunikasi terpeutik adalah : (Purwanto, Heri, 1994)
- Perkembangan.
- Persepsi.
- Nilai.
- Emosi.
- Pengetahuan.
- Lingkungan.
- Jarak.
- Citra Diri.
- Kondisi Fisik.
1.Resisten.
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang
dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau penghindaran verbalisasi yang
dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah aspek diri seseorang. Resisten
sering merupakan akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk
berubah telah dirasakan. Perilaku resistens biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja,
karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah.
2.Transferens.
Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sikap
terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya di masa lalu.
Sifat yang paling menonjol adalah ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan penggunaan
mekanisme pertahanan pengisaran (displacement) yang maladaptif. Ada dua jenis utama reaksi
bermusuhan dan tergantung.
3.Kontertransferens.
Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien.
Konterrtransferens merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap klien yang
tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas
emosi. Reaksi ini biasanya berbentuk salah satu dari tiga jenis reaksi sangat mencintai, reaksi
sangat bermusuhan atau membenci dan reaksi sangat cemas sering kali digunakan sebagai respon
terhadap resisten klien.
Dua persyaratan dasar agar komunikasi menjadi efektif (Stuart dan Sundeen, 1998), yaitu
1. Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi dan penerima pesan
2. Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan lebih dahulu sebelum
memberikan saran, informasi maupun masukan.
Komunikasi terapeutik akan menjadi efektif hanya melalui pengguanaan dan latihan yang
sering. Artinya dengan melatih diri dengan menggunakan komunikasi yang bersifat terapeutik
akan meningkatkan kepekaan diri diri kita akan perasaan orang lain, khususnya klien. Selain itu
dalam komunikasi terapeutik, diri kita akan terlatih mengerti akan keinginan yang dibutuhkan
klien.
Setiap kilen memiliki karakter yang berbeda, tidak ada klien yang sama. Oleh karena itu,
diperlukan teknik yang berbeda-beda dalam berkomunikasi dengan klien. Teknik komunikasi
berikut ini, yang dikutip dari artikel Purba, J.M. (2008) terdiri atas beberapa komponen berikut
ini.
Dalam hal ini perawat berusaha memahami klien dengan cara mendengarkan masalah
yang disampaikan klien. Satu- satunya orang yang dapat menceritakan perasaan, pikiran, dan
persepsi klien terhadap perwat adalah klien itu sendiri.Mendengarkan klien menyampaikan pesan
verbal dan non-verbal mengandung arti bahwa perawat perhatian terhadap kebutuhan dan
masalah klien. Perawat yang mendengarkann dengan penuh perhatian merupakan salah satu
upaya agar dapat mengerti seluruh pesan verbal dan non-verbal yang sedang disampaikan klien.
2. Menunjukkan Penerimaan
Arti menerima adalah mendukung dan menerima informasi dengan dengan tingkah laku
yang menunjukan ketertarikan dan tidak menilai. Perlu diketahui bahwa menerima tidak berarti
menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan
keraguan dan ketidaksetujuan. Sebagai seorang perawat kita tidak harus menerima semua
perilaku klien. Perawat sebaiknya menghindari ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang
menunjukkan ketidak setujuan terhadap sesuatu, seperti mengerutkan kening atau
menggelengkan kepala yang menandakan tidak percaya.
Penerimaan yang hanya pura pura merupakan suatu hal yang berbahaya untuk hubungan
interpersonal
Penerimaan juga digunakan untuk membangun rasa percaya dan mengembangkan empati ( Boyt
& Nirhat, 1998)
Dengan mengulang kembali ucapan klien berarti perawat membarikan umpan balik
sehingga klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut.
Namun, perawat harus berhati-hati ketika menggunakan teknih ini, sebab pengertian bisa rancu
jika pengulangan ucapan mempunyai arti yang berbeda.
6. Diam
· Saat seseorang mendengarkan dengan penuh perhatian untuk sesuatu yang penting
· Saat seorang melihat pandangan yang indah sehingga membuat seseorang tidak bicara.
Diam digunakan saat klien perlu mengekspresikan ide tapi tidak tahu cara
melakukanya/menyampaikan hal tersebut ( Boyd & Nihart,1998)
7. Klarifikasi
8. Memfokuskan
Teknik ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih
spesifik dan dimengerti. Perawat seharusnya tidak memutus pembicaraan klien ketika
menyampaikan masalah yang penting, kecuali jika pemnicaraan berlanjut tanpa informasi yang
baru.
Pemberian tambahan informasi dapat dijadikan sebagai pendidikan kesehatan bagi klien
dan juga bisa menambah rasa percaya klien terhadap perawat. Jika ada informasi yang ditutupi
oleh dokter, seorang perawat hendaknya mengklarifikasi alasannya. Perawat dalam memberikan
informasi tidak boleh terkesan seperti memberikan nasihat melainkan memfasilitasi klien untuk
mengambil keputusan
11. Meringkas
Meringkas adalah mengulang ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat.
Teknik ini bermanfaat untuk membantu topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pada
pembicaraan berikutnya. Meringkas pembicaraan membantu perawat mengulang aspek penting
dalam interaksinya. Sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik lain yang berkaitan.
Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain. Sering
kali perawat hanya menawarkan kehadirannya dan ketertarikannya tenpa mempertimbangkan
kondisi klien. Sesungguhnya teknik komunikasi ini harus dilakukan dengan tulus ikhas.
Teknik ini mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan
dan selanjutnya respek dengan apa yang akan dibicarakan. Sikap perawat lebih berusaha untuk
menafsirkan dari pada mengarahkan pembicaraan. 15. Menganjurkan Klien untuk Menjelaskan
Persepsinya
Jika perawat ingin mengerti klien lebih jauh, maka perawat tersebut harus melihat klien
dengan sesungguhnya dari segala perspektif. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan atau
menjelaskan persepsinya tentang sesuatukepada perawat. Perawat harus mewaspadai adanya
ansietas saat klien menceritakan pengalamannya. Misalnya, “Ceritakan kepada saya bagaimana
perasaan Anda ketika akan dilakukan pemasangan infus”, “Atau apa yang sedang Anda lihat.”
16. Refleksi
Egan (1998) dalam Kozier,et.al (2004), telah menggambarkan lima cara yang spesifik
untuk menunjukkan kehadiran secara fisik ketika melaksanakan komunikasi terapeutik, yang ia
definisikan sebagai sikap atas kehadiran atau keberadaan terhadap orang lain atau ketika sedang
berada dengan orang lain. Berikut adalah tindakan atau sikap yang dilakukan ketika
menunjukkan kehadiran secara fisik :
Berhadapan dengan lawan bicara
Dengan posisi ini perawat menyatakan kesiapannya (“saya siap untuk anda”).
Sikap tubuh yang terbuka menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk mendukung terciptanya
komunikasi.
Hal ini menunjukkan bahwa perawat bersiap untuk merespon dalam komunikasi (berbicara-
mendengar).
Bersikap tenang
Akan lebih terlihat bila tidak terburu-buru saat berbicara dan menggunakan gerakan/bahasa
tubuh yang natural.
Selain hal-hal di atas sikap terapeutik juga dapat teridentifikasi melalui perilaku non verbal.
Stuart dan Sundeen (1998) mengatakan ada lima kategori komunikasi non verbal, yaitu :
Isyarat vokal, yaitu isyarat paralingustik termasuk semua kualitas bicara non verbal
misalnya tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan kecepatan bicara.
Isyarat tindakan, yaitu semua gerakan tubuh termasuk ekspresi wajah dan sikap tubuh.
Isyarat obyek, yaitu obyek yang digunakan secara sengaja atau tidak sengaja oleh
seseorang seperti pakaian dan benda pribadi lainnya.
Ruang memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua orang. Hal ini
didasarkan pada norma-norma social budaya yang dimiliki.
Sentuhan, yaitu fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi non verbal yang paling
personal. Respon seseorang terhadap tindakan ini sangat dipengaruhi oleh tatanan dan
latar belakang budaya, jenis hubungan, jenis kelamin, usia dan harapan.
J. Tahapan komunikasi terapeutik.
Struktur dalam komunikasi terapeutik, menurut Stuart,G.W.,1998, terdiri dari empat fase
yaitu: (1) fase preinteraksi; (2) fase perkenalan atau orientasi; (3) fase kerja; dan (4) fase
terminasi (Suryani,2005). Dalam setiap fase terdapat tugas atau kegiatan perawat yang harus
terselesaikan.
a.Fase preinteraksi
Tahap ini adalah masa persiapan sebelum memulai berhubungan dengan klien. Tugas perawat
pada fase ini yaitu :
2). Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia akan terlatih untuk
memaksimalkan dirinya agar bernilai tera[eutik bagi klien, jika merasa tidak siap maka perlu
belajar kembali, diskusi teman kelompok;
3). Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam membuat rencana interaksi;
4)Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan di implementasikan saat bertemu
dengan klien.
b.Fase orientasi
Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien. Pada saat pertama kali
bertemu dengan klien fase ini digunakan perawat untuk berkenalan dengan klien dan merupakan
langkah awal dalam membina hubungan saling percaya. Tugas utama perawat pada tahap ini
adalah memberikan situasi lingkungan yang peka dan menunjukkan penerimaan, serta membantu
klien dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Tugas-tugas perawat pada tahap ini
antara lain :
1)Membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan dan komunikasi terbuka.
Untuk membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ihklas,
menerima klien apa danya, menepati janji, dan menghargai klien.
2)Merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak penting untuk menjaga kelangsungan sebuah
interaksi.Kontrak yang harus disetujui bersama dengan klien yaitu, tempat, waktu dan topik
pertemuan.
3)Menggali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah klien. Untuk mendorong klien
mengekspresikan perasaannya, maka tekhnik yang digunakan adalah pertanyaan terbuka.
4)Merumuskan tujuan dengan klien. Tujuan dirumuskan setelah masalah klien teridentifikasi.
Bila tahap ini gagal dicapai akan menimbulkan kegagalan pada keseluruhan interaksi
(Stuart,G.W,1998 dikutip dari Suryani,2005)
3). Menyepakati kontrak. Kesepakatan berkaitan dengan kesediaan klien untuk berkomunikasi,
topik, tempat, dan lamanya pertemuan.
4). Melengkapi kontrak. Pada pertemuan pertama perawat perlu melengkapi penjelasan tentang
identitas serta tujuan interaksi agar klien percaya kepada perawat.
5). Evaluasi dan validasi. Berisikan pengkajian keluhan utama, alasan atau kejadian yang
membuat klien meminta bantuan. Evaluasi ini juga digunakan untuk mendapatkan fokus
pengkajian lebih lanjut, kemudian dilanjutkan dengan hal-hal yang terkait dengan keluhan
utama. Pada pertemuan lanjutan evaluasi/validasi digunakan untuk mengetahui kondisi dan
kemajuan klien hasil interaksi sebelumnya.
Selanjutnya setiap awal pertemuan lanjutan dengan klien lakukan orientasi. Tujuan orientasi
adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini dan
mengevaluasi tindakan pertemuan sebelumnya.
c.Fase kerja.
Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi teraeutik.Tahap ini perawat
bersama klien mengatasi masalah yang dihadapi klien.Perawat dan klien mengeksplorasi stressor
dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, perasaan dan
perilaku klien.Tahap ini berkaitan dengan pelaksanaan rencana asuhan yang telah
ditetapkan.Tekhnik komunikasi terapeutik yang sering digunakan perawat antara lain
mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai persepsi, memfokuskan dan
menyimpulkan (Geldard,D,1996, dikutip dari Suryani, 2005).
d.Fase terminasi.
Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan saling percaya sudah
terbina dan berada pada tingkat optimal. Perawat dan klien keduanya merasa kehilangan.
Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien
akan pulang. Perawat dan klien bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah
dilalui dan pencapaian tujuan. Untuk melalui fase ini dengan sukses dan bernilai terapeutik,
perawat menggunakan konsep kehilangan. Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat,
yang dibagi dua yaitu:
2). Terminasi akhir, terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara
menyeluruh.
a). Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan, evaluasi ini disebut evaluasi
objektif. Brammer & Mc Donald (1996) menyatakan bahwa meminta klien menyimpulkan
tentang apa yang telah didiskusikan atau respon objektif setelah tindakan dilakukan sangat
berguna pada tahap terminasi (Suryani,2005).
b). Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setalah
berinteraksi atau setelah melakukan tindakan tertentu.
c). Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Hal ini sering disebut
pekerjaan rumah (planning klien). Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi
yang baru dilakukan atau yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya. Dengan tindak lanjut
klien tidak akan pernah kosong menerima proses keperawatan dalam 24 jam.
d). Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu disepakati adalah topik,
waktu dan tempat pertemuan. Perbedaan antara terminasi sementara dan terminasi akhir, adalah
bahwa pada terminasi akhir yaitu mencakup keseluruhan hasil yang telah dicapai selama
interaksi.
Didalam sumber yang lain dikatakan bahwa tahapan komunikasi terapeutik meliputi :
1. Prainteraksi
Pada pengalaman pertama, perawat masih memiliki miskonsepsi dan image pada umumnya
ditambah dengan berbagai perasaan dan ketakutan yang muncul seperti:
Analisi diri
- Apakah harapan saya terlalu tinggi sehingga bila klien kasar, bermusuhan, atau tidak kooperatif
saya menjadi marah atau merasa terluka?
- Apakah saya takut terhadap tanggung jawab yang dibebankan pada saya (dalam hubungan
dengan klien)?
- Apakah saya harus menutupi rasa inferior dengan mengedepankan rasa superior?
- Apakah saya harus bersimpati, memberikan kehangatan, dan perlindungan secara berlebihan
bila saya melakukan kekeliruan?
2.Orientasi
- Membangun trust
- Memahami
- Menerima
- Menyebutkan nama
- Menjelaskan peran (meliputi tanggung jawab dan harapan baik klien maupun perawat dengan
menjelaskan apa yang perawat dapat atau tidak dapat lakukan).
- Mendiskusikan tujuan hubungan (dengan menekankan pada pengalaman hidup perawat – klien
serta konflik)
Perawat dapat menyadari kecemasan dan ketakutan klien, tetapi klien mungkin kesulitan untuk
menerima bantuan perawat. Kemungkinan hal ini disebabkan :
- Tidak mudah trust atau terbuka pada seseorang yang baru dikenal.
- Masalah yang dihadapi terlihat sangat besar, rumit, atau unik untuk disharingkan pada orang
lain.
- Mengutarakan masalah dapat mengancam rasa independen, otonomi, dan harga diri.
- Dalam memecahkan suatu masalah melibatkan pemikiran tentang sesuatu yang mungkin tidak
menyenangkan, mereview kenyataan hidup, memutuskan suatu rencana, dan yang terpenting
adalah membawa suatu perubahan
3.Kerja
- Insights harus diwujudkan dalam tindakan dan diintegrasikan ke dalam pengalaman hidup klien
4.Terminasi
- Pemahaman antara perawat-klien lebih dioptimalkan
1. Reference, stimulus yang memotifasi seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Dapat berupa pengalaman, ide atau tindakan.
2. Pengirim/ sumber/ encorder, disebut juga komunikator. Bisa perorangan atau kelompok.
3. Pesan/ berita, informasi yang dikirimkan. Dapat berupa kata-kata, gerakan tubuh atau ekspresi
wajah.
4. Media/ saluran, alat atau sarana yang dipilih pengirim untuk menyampaikan pesan pada
penerima/ sasaran.
5. Penerimaan/ sasaran/ decoder, kepada siapa pesan yang ingin disampaikan tersebut dituju.
6. Umpan balik/ feed back/ respons, reaksi dari sasaran terhadap pesan yang disampaikan.
- Mengevaluasi data tentang status mental pasien untuk menentukan batas intervensi.
- Menentukan apakah pasien memperlihatkan sikap verbal dan nonverbal yang sesuai.
- Mengkaji tingkat kecemasan pasien sehingga dapat mengantisifasi intervensi yang dibutuhkan.
- Pasien dapat mengembangkan kemampuan dalam mengkaji dan memenuhi kebutuhan sendiri.
- Komunikasi menjadi lebih jelas, lebih terbuka dan berfokus pada masalah.
L. Komunikasi efektif.
Tujuan dari Komunikasi Efektif sebenarnya adalah memberi kan kemudahan dalam
memahami pesan yang disampaikan antara pemberi informasi dan penerima informasi sehingga
bahasa yang digunakan oleh pemberi informsi lebih jelas dan lengkap, serta dapat dimengerti dan
dipahami dengan baik oleh penerima informasi, atau komunikan. tujuan lain dari Komunikasi
Efektif adalah agar pengiriman informasi dan umpan balik atau feed back dapat seinbang
sehingga tidak terjadi monoton. Selain itu komunikasi efektif dapat melatih penggunaan bahasa
nonverbal secara baik.
Menurut Mc. Crosky Larson dan Knapp mengatakan bahwa komunikasi yang efektif
dapat dicapai dengan mengusahakan ketepatan (accuracy) yang paling tinggi derajatnya antara
komunikator dan komunikan dalam setiap komunikasi. Komunikasi yang lebih efektif terjadi
apabila komunikator dan komunikan terdapat persamaan dalam pengertian, sikap dan bahasa.
Komunikasi dapat dikatakan efektif apa bila komunikasi yang dilakukan dimana :
1. Pesan dapat diterima dan dimengerti serta dipahami sebagaimana yang dimaksud oleh
pengirimnya.
2. Pesan yang disampaikan oleh pengirim dapat disetujui oleh penerima dan ditindaklanjuti
dengan perbuatan yang diminati oleh pengirim.
3. Tidak ada hambatan yang berarti untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk
menindaklanjuti pesan yang dikirim.
Di dalam konsep komunikasi terapeutik ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar
komunikasi terapeutik berjalan dengan efektif antara lain :
1) Harus menguasai metoda / cara penyampaianpesan baik verbal maupun non verbal.
3) Dapat menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi selama melakukan komunikasi.
Mengemukakan ide-ide yang sulit diterjemahkan kedalam kalimat yang dimengerti klien.
2) Sikap /rasa curiga , acuh tak acuh terhadap komunikator harus dihilangkan.
3) Pengalaman klien berpengaruh terhadap proses komunikasi oleh karena itu perlu
diperhatikan.
4) Klien yang mempunyai masalah dengan panca indera menjadi hambatan dalam
komunikasi harus dicari cara lain.
Egan (1998) dalam Kozier,et.al (2004), telah menggambarkan lima cara yang spesifik
untuk menunjukkan kehadiran secara fisik ketika melaksanakan komunikasi terapeutik, yang ia
definisikan sebagai sikap atas kehadiran atau keberadaan terhadap orang lain atau ketika sedang
berada dengan orang lain. Berikut adalah tindakan atau sikap yang dilakukan ketika
menunjukkan kehadiran secara fisik :
5. Bersikap tenang
M. Kesadaran diri.
Kesadaran diri dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk memahami dirinya
sendiri, baik perilaku, perasaan dan pikirannya sendiri. Untuk dapat mengetahui sampai dimana
kesadaran diri sendiri, maka perawat haruslah dapat menjawab pertanyaan “Siapakah saya ?”
perawat seperti apakah saya ?” (Nurjannah, 2005).
Ada empat komponen kesadaran diri yang saling berkaitan terdiri dari komponen
psikologis, fisik , lingkungan dan psikologis :
1. Komponen psikologis, meliputi pengetahuan tentang emosi, motivasi, konsep diri dan
kepribadian.
2. Komponen fisik, terdiri dari pengetahuan tentang kepribadian dan fisik secara umum yang
meliputi juga sensasi tubuh, gambaran diri dan potensi fisik.
3. Komponen lingkungan, terdiri dari lingkungan sosiokultural, hubungan dengan orang lain, dan
pengetahuan tentang hubungan antara manusia dan alam.
4. Komponen filosofi, mencakup arti hidup bagi sesorang , komponen filosofi akan menjelaskan
tentang arti hidup itu bagi seseorang.
Keempat komponen tersebut secara bersama – sama digunakan sebagai alat untuk
meningkatkan keesadaran diri dan pertumbuhan bagi perawat dan klien.
Gambaran kesadaran diri ditunjukkan oleh jendela Johari yang terdiri dari 4 kuadran :
Setiap kuadran terdiri dari tingkah laku, perasaan dan pikiran seseorang.
1. Kuadran satu disebut kuadran terbuka karena tingkah laku, perasaan dan pikiran seseorang
diketahui oleh diri sendiri dan orang lain.
2. Kuadran kedua disebut kuadran buta karena tingkah laku, perasaan dan pikiran seseorang
diketahui oleh orang lain tapi dirinya sendiri tidak tahu.
3. Kuadran ketiga adalah kuadran tersembunyi karena tingkah laku, perasaan dan pikiran
seseorang tentang diri, dimana hanya individu sendiri yang tahu.
4. Kuadran keempat adalah kuadran yang tidak diketahui yang berisi aspek yang tidak
diketahdiketahui oleh diri dan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998).
Ada tiga prinsip yang dapat diambil dalam memperluas kesadaran diri (Keliat, 1996).
(1). Meningkatkan keterbukaan dan hubungan saling percaya, karena dapat menurunkan
ancaman dari sikap perawat terhadap klien dan membantu klien memperluas dan menerima
semua aspek kepribadiannya, Tindakan keperawatan yang dilakukan diantaranya :
5). Tunjukkan bahwa klien adalah individu berharga yang bertanggung jawab terhadap dirinya
dan dapat membantu diri sendiri.
(2). Bekerja dengan klien pada tingkat kemampuan yang dimiliki klien, karena tingkat
kemampuan klien seperti kemampuan menilai realitas, kontrol diri atau integritas ego diperlukan
sebagai dasar asuhan keperawatan. Tindakan keperawatan yang dilakukan diantaranya :
g) Orientasi ke realitas
(3). Memaksimalkan peran serta klien dalam hubungan terapeutik, karena kerjasama penting
bagi klien untuk menerima tanggung jawab terhadap dirinya dan respon koping yang
maladaptive, tindakan keperawatan yang dilakukan diantaranya
a) Secara bertahap tingkatkan peran serta klien dalam mengambil keputusan tentang asuhannya.
N. Klarifikasi nilai.
Perawat harus mampu menjawab, apa yang penting untuk saya? Kesadaran membantu
perawat untuk sayang dan tidak menjauhi pasien dan membantu sesuai dengan kebutuhannya.
Walaupun hubungan perawat – klien merupakan hubungan timbal balik, tetapi kebutuhan
klien selalu di utamakan. Perawat sebaiknya mempunyai sumber kepuasan dan rasa aman yang
cukup, sehingga tidak menggunakan klien untuk kepuasan dan keamanannya.
Dengan menyadari sistem nilai yang dimiliki perawat, misalnya kepercayaan, seksual,
ikatan keluarga, perawat akan siap mengidentifikasi situasi yang bertentangan dengan sistem
nilai yang dimiliki.
Nilai adalah konsep dimana seseorang memiliki standar mengenai hal – hal yang pantas
dilakukan (Stuart & Sundeen, 1998). Konsep tersebut dibentuk sebagai hasil dari pengalaman
dengan keluarga , teman, budaya, pendidikan, kerja, relaksasi dan lainnya (Nurjannah, 2005).
Yang dimaksud dengan klarifikasi nilai adalah metode dimana seseorang menemukan
nilai- nilainya sendiri dengan mengkaji, mengeksplorasi, dan menentukan nilai – nilai pribadi
dan bagaimanan nilai tersebut digunakan sebagai acuan dalam mengambil keputusan.
Pemahaman tentang nilai diri diklarifikasikan oleh nilai individu dengan cara mengkaji,
eksplorasi, imajinasi, serta merujuk pada tujuan akhir (Covey, 1997, dikutip dari Nurjannah,
2005).
Perawat dapat melakukan klarifikasi nilai dengan beberapa tahap sebagai berikut (Taylor
dkk, 1997, dikutip dari Nurjanna, 2005):
PEMILIHAN:
3). Kepercayaan bahwa menghargai setiap orang akan memberikan konsekuensi terbaik bagi
dirnya dan untuk semua masyarakat
PENILAIAN:
Eksplorasi diri adalah keterbukaan dan kesadaran terhadap perasaan perawat dan dapat
mengontrol agar perawat dapat menggunakan dirinya secara terapeutik ( Stuart & Sundeen,
1987, dikutip dari Keliat, 1996).
Eksplorasi diri merupakan kesadaran diri perawat bagaimana cara memperlihatkan model
pada klien sehingga tidak memberi efek negatif pada saat hubungan perawat klien (Keliat, 1996).
Ada 4 (empat) prinsip yang dapat diambil dalam mengeksplorasi diri perawat :
Membantu klien untuk menerima perasaan dan pikirannya, karena jika perawat memperlihakan
perhatian dan penerimaannya terhadap perasaan dan pikiran klien, maka klien juga
melakukannya.
1) Dorong klien mengekspresikan emosi, keyakinan, perilaku dan pikiran secara verbal dan non
verbal.
Menolong klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungan dengan orang lain melalui
keterbukaan – keterbukaan, karena keterbukaan dan pengertian tentang persepsi sendirilah
prasyarat untuk berubah. Tindakan keperawatan yang dilakukan antara lain :
Sadari dan kontrol perasaan anda atau perawat, karena kesadaran diri perawat merupakan
cara untuk memperlihatkan model pada klien sehinggga tidak memberikan efek negatif pada
hubungan perawat klien. Tindakan keperawatan yang dilakukan diantaranya :
3) Tunjukkan secara verbal dan perilaku bahwa klien bertanggung jawab terhadap perilakunya
termasuk perilaku maladaptif dan adaptif.
4) Diskusikan cakupan pilihan, area kekuatan, dan sumber – sumber yang tersedia untuk klien
5) Pakai sumber daya keluarga dan kelompok untuk memfasilitasi penyelidikan klien
6) Bantu klien untuk mengerti sifat konfilik dan cara maladaptive yang dilakukan klien untuk
mengatasinya.
P. Role model.
Kemampuan menjadi model juga berarti bahwa perawat mampu melaksanakan nilai –
nilai yang telah ditetapkan sebagai standarnya, dimana nilai – nilai itu sesuai dengan prinsip
yang benar. Perawat dapat menjadi model apabila perawat tersebut dapat memenuhi dan
memuaskan kehidupan pribadi serta tidak didominasikan oleh konflik, distress, atau
pengingkaran dan memperlihatkan perkembangan serta adaptasi yang sehat.
Perawat yang efektif adalah perawat yang dapat memenuhi dan memuaskan kehidupan
pribadi serta tidak didominasi oleh konflik, distres atau pengingkaran dan memperlihatkan
perkembangan serta adaptasi yang sehat. Perawat diharapkan bertanggung jawab atas
perilakunya, sadar akan kelemahan dan kekurangannya.