Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini banyak sekali penyakit yang baru pada saluran pernafasan dan
penyebabnya bermacam-macam, ada di sebabkan oleh virus, bakteri, dan lain
sebagainya. Dengan penomena ini harus menjadi perhatian bagi kita semua.
Salah satu penyakit pada saluran pernafasan adalah pneumonia. Penyakit
Pneumonia sering kali diderita sebagian besar orang yang lanjut usia (lansia)
dan mereka yang memiliki penyakit kronik sebagai akibat rusaknya sistem
kekebalan tubuh (Imun), akan tetapi Pneumonia juga bisa menyerang kaula
muda yang bertubuh sehat. Saat ini didunia penyakit Pneumonia dilaporkan
telah menjadi penyakit utama di kalangan kanak-kanak dan merupakan satu
penyakit serius yang meragut nyawa beribu-ribu warga tua setiap tahun.
(Jeremy, dkk, 2007, Hal 76-78)

Penanggulangan penyakit Pnemonia menjadi fokus kegiatan program


P2ISPA (Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Program
ini mengupayakan agar istilah Pnemonia lebih dikenal masyarakat, sehingga
memudahkan kegiatan penyuluhan dan penyebaran informasi tentang
penanggulangan Pnemonia. Program P2ISPA mengklasifikasikan penderita
kedalam 2 kelompok usia:

Usia dibawah 2 bulan (Pnemonia Berat dan Bukan Pnemonia) Usia 2


bulan sampai kurang dari 5 tahun (2 bulan - Pnemonia, Pnemonia Berat dan
Bukan Pnemonia ). Klasifikasi Bukan-pnemonia mencakup kelompok balita
penderita batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas
dan tidak menunjukkan adanya penarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam. Penyakit ISPA diluar pnemonia ini antara lain: batuk-pilek biasa
(common cold), pharyngitis, tonsilitis dan otitis. Pharyngitis, tonsilitis dan
otitis, tidak termasuk penyakit yang tercakup dalam program ini.
1
Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka
kematiannya tinggi, tidak saja dinegara berkembang, tapi juga di negara maju
seperti AS, Kanada dan negara-negara Eropah. Di AS misalnya, terdapat dua
juta sampai tiga juta kasus pneumonia per tahun dengan jumlah kematian
rata-rata 45.000 orang (S. A. Price, 2005, Hal 804-814)

Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga


setelah kardiovaskuler dan tuberkulosis. Faktor sosial ekonomi yang rendah
mempertinggi angka kematian. Gejala Pneumonia adalah demam, sesak
napas, napas dan nadi cepat, dahak berwarna kehijauan atau seperti karet,
serta gambaran hasil ronsen memperlihatkan kepadatan pada bagian paru

Kepadatan terjadi karena paru dipenuhi sel radang dan cairan yang
sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk mematikan luman. Tapi akibatnya
fungsi paru terganggu, penderita mengalami kesulitan bernapas, karena tak
tersisa ruang untuk oksigen. Pneumonia yang ada di masyarakat umumnya,
disebabkan oleh bakteri, virus atau mikoplasma ( bentuk peralihan antara
bakteri dan virus ). Bakteri yang umum adalah streptococcus Pneumoniae,
Staphylococcus Aureus, Klebsiella Sp, Pseudomonas sp,vIrus misalnya virus
influensa(Jeremy, dkk, 2007, Hal 76-78)

BAB II

2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Teori Pneumonia

a. Pengertian

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang


mengenai parenkim paru. Menurut anatomis, pneumonia pada anak
dibedakan menjadi pneumonia lobaris, pneumonia interstiasialis dan
bronkopneumonia (Arif mansjoer, 2001, Hal 446 ).

Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya


disebabkan oleh agen infeksius. Pneumonia adalah penyakit infeksius yang
sering mengakibatkan kematian. Pneumonia disebabkan terapi radiasi, bahan
kimia dan aspirasi. Pneumonia radiasi dapat menyartai terapi radiasi untuk
kanker payudara dan paru, biasanya enam minggu atau lebih setelah
pengobatan sesesai. Pneoumalitiis kimiawi atau pneumonia terjadi setelah
menjadi kerosin atau inhalasi gas yang mengiritasi. Jika suatu bagian
substasial dari suatu lobus atau yang terkenal dengan penyakit ini disebut
pneumonia lobaris (Jeremy, dkk, 2007, Hal 76-78).

Pneumonia adalah peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal


dari suatu infeksi. ( S. A. Frice. 2005, Hal 804)

b. Klasifikasi

Tiga klasifikasi pneumonia.

1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:

a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).

b. Pneumonia nosokomial

c. Pneumonia aspirasi.

3
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised.

2. Berdasarkan bakteri penyebab:

a. Pneumonia Bakteri/Tipikal.

Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial sering diistilahkan


dengan pneumonia akibat kuman. Pneumonia jenis itu bisa menyerang siapa
saja, dari bayi hingga mereka yang telah lanjut usia. Para peminum alkohol,
pasien yang terkebelakang mental, pasien pascaoperasi, orang yang menderita
penyakit pernapasan lain atau infeksi virus adalah yang mempunyai sistem
kekebalan tubuh rendah dan menjadi sangat rentan terhadap penyakit itu.

Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia


lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak
dan merusak paru-paru. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-
paru, atau pun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru
(tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari
jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui
peredaran darah. Bakteri Pneumokokus adalah kuman yang paling umum
sebagai penyebab pneumonia bakteri tersebut. Gejalanya Biasanya
pneumonia bakteri itu didahului dengan infeksi saluran napas yang ringan
satu minggu sebelumnya. Misalnya, karena infeksi virus (flu). Infeksi virus
pada saluran pernapasan dapat mengakibatkan pneumonia disebabkan mukus
(cairan/lendir) yang mengandung pneumokokus dapat terisap masuk ke dalam
paru-paru (Soeparman, dkk, 1998, Hal 697).

Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka,


misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita
pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal. Disebabkan mycoplasma,
legionella, dan chalamydia (Soeparman, dkk, 1998, Hal 697).

b. Pneumonia Akibat virus.

4
Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza (bedakan dengan
bakteri hemofilus influenza yang bukan penyebab penyakit influenza, tetapi
bisa menyebabkan pneumonia juga). Gejalanya Gejala awal dari pneumonia
akibat virus sama seperti gejala influenza, yaitu demam, batuk kering, sakit
kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam 12 hingga 36 jam penderita
menjadi sesak, batuk lebih parah, dan berlendir sedikit. Terdapat panas tinggi
disertai membirunya bibir. Tipe pneumonia itu bisa ditumpangi dengan
infeksi pneumonia karena bakteri. Hal itu yang disebut dengan superinfeksi
bakterial. Salah satu tanda terjadi superinfeksi bakterial adalah keluarnya
lendir yang kental dan berwarna hijau atau merah tua

4. Berdasarkan predileksi infeksi:

a. Pneumonia lobaris

b. Pneumonia bronkopneumonia

Pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di


paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering
terjadi pada bayi atau orang tua. Pada penderita pneumonia, kantong udara
paru-paru penuh dengan nanah dan cairan yang lain. Dengan demikian, fungsi
paru-paru, yaitu menyerap udara bersih (oksigen) dan mengeluarkan udara
kotor menjadi terganggu. Akibatnya, tubuh menderita kekurangan oksigen
dengan segala konsekuensinya, misalnya menjadi lebih mudah terinfeksi oleh
bakteri lain (super infeksi) dan sebagainya. Jika demikian keadaannya, tentu
tambah sukar penyembuhannya. Penyebab penyakit pada kondisi demikian
sudah beraneka macam dan bisa terjadi infeksi yang seluruh tubuh.

c. Etiologi

Penyebab Pneumonia adalah streptococus pneumonia dan haemophillus


influenzae. Pada bayi dan anak kecil ditemukan staphylococcus aureus

5
sebagai penyebab pneumonia yang berat, dan sangat profesif dengan
mortalitas tinggi. (Arif mansjoer, dkk, Hal 466)

1. Bakteri: stapilokokus, streplokokus, aeruginosa, eneterobacter

2. Virus: virus influenza, adenovirus

3. Micoplasma pneumonia

d. Patofisiologi

Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada


beberapa mekanisme yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi.
Partikel infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh
mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai
paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan
juga dengan mekanisme imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan
pertama kehidupan juga memiliki antibodi maternal yang didapat secara pasif
yang dapat melindunginya dari pneumokokus dan organisme-organisme
infeksius lainnya.

Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah


mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital,
defisiensi imun didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis yang
memudahkan anak mengalami aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus
atau epitel saluran napas. Pada anak tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut,
partikel infeksius dapat mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan
anatomis dan fisiologis yang normal. Ini paling sering terjadi akibat virus
pada saluran napas bagian atas.

Virus tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah dan


menyebabkan pneumonia virus. Kemungkinan lain, kerusakan yang
disebabkan virus terhadap mekanisme pertahan yang normal dapat
menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas bagian bawah.

6
Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal
berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu
orang ke orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang
pneumonia bakterialis dan virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV,
virus Epstein-Barr, virus herpes simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran
hematogen baik dari sumber terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata.
Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi
akut yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear di alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif
di alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus,
mikoplasma, dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat
mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan
lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada
bronkiolitis (S. A. Price, 2005, Hal 804-814).

e. Manifestasi Klinik

Secara umum dapat di bagi menjadi:

1. Manifestasi non spesifik infeksi dan toksisitas berupa demam (39,5 ºC


sampai 40,5 ºC). , sakit kepala, iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan
kurang keluhan gastrointestinal.

2. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnuea (25 – 45


kali/menit), ekspektorasi sputum, nafas cuping hidung, sesak napas, air
hinger, merintih, sianosis. Anak yang lebih besar dengan pneumonia akan
lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena
nyeri dada.

3. Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bawah kedalam


saat bernapas bersama dengan peningkatan frekuensi napas), perkusi
pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, dan ronki.

7
4. Tanda efusi pleura atau empiema, berupa gerak ekskusi dada tertinggal di
daerah efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah,
suara napas tubuler tepat di atas batas cairan, friction rup, nyeri dada
karena iritasi pleura (nyeri bekurang bila efusi bertambah dan berubah
menjadi nyeri tumpul), kaku duduk / meningimus (iritasi menigen tanpa
inflamasi) bila terdaat iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen (kadang
terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan
bawah).

5. Pada neonatus dan bayi kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas. Efusi
pleura pada bayi akan menimbulkan pekak perkusi.

6. Tanda infeksi ekstrapulmonal.

f. Pemeriksaan Penunjang

1. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial);


dapat juga menyatakan abses) luas /infiltrasi, empiema (stapilococcos),
infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bakterial), atau penyebaran/perluasan
infiltrasi nodul (lebih sering virus). Pada pneumonia mikoplasma, sinar x
dada mungkin bersih.

2. GDA/nadi oksimetris : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas


paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.

3. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat diambil biosi


jarum, aspirasi transtraka, bronkoskofi fiberobtik atau biosi pembukaan paru
untuk mengatasi organisme penyebeb. Lebih dari satu organise ada : bekteri
yang umum meliputi diplococcos pneumonia, stapilococcos, aures A.-
hemolik strepcoccos, hemophlus influenza : CMV. Catatan : keluar sekutum
tak dapat di identifikasikan semua organisme yang ada. Kultur darah dapat
menunjukan bakteremia semtara

8
4. JDL : leokositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi
pada infeksi virus, kondisi tekanan imun seperti AIDS, memungkinkan
berkembangnya pneumonia bakterial.

5. Pemeriksaan serologi: mis, titer virus atau legionella,aglutinin dingin.


membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.

6. Pemeriksaan fungsi paru

7. Elektrolit : Natrium dan Klorida mungkin rendah

8. Bilirubin : Mungkin meningkat.

9. Aspirasi perkutan / biopsi jaringan paru terbuka

g. Penatalaksanaan

1. Oksigen 1-2 L / menit

2. IVFD (Intra Venous Fluid Drug)

3. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai dengan makanan entral
bertahap melalui selang nasogastrik dengan feding drip.

4. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agonis untuk memperbaiki transpormukosilier.

5. Koreksi gangguan keseimbangan asam - basa dan elektrolit.

6. Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :

Untuk kasus pneumonia komuniti base:

- Ampicilin 100 mg / kg BB / hari dalam 4 hari pemberian

- Kloramfenicol 75 mg / kg BB / hari dalam 4 hari pemberian

Untuk kasus pneumonia hospital base :

- Sevotaksim 100 mg / kg BB / hari dalam 2 kali pemberian

9
- Amikasim 10 - 15 mg / kg BB / hari dalam 2 kali pemberian

h. Komplikasi Pneumonia

Abses kulit, abses jaringan lunak, otitis media, sinus sitis, meningitis
pururental, perikarditis dan epiglotis kaang ditemukan pada infeksi H.
Influenzae tipe B. (Arif mansjoer, 2001, Hal 467)

i. Pencegahan dan faktor resiko

Dengan mempunyai pengetahuan tentang faktor-faktor dan setuasi yang


umumnya menjadi redispredisposisi individu terhadap pnumonia akan
membantu untuk mengidentifikasi psien-pasien yang beresiko terhadap
pneumonia. Tindakan preventif memberikan perawatan antisipatif dan
preventif adalah tindakan perawatan yang penting(Suzanne C. Smeltzer,dkk ,
Hal 573).

Setiap kondisi yang menghasilkan lendir atau obstruksi bronkial dan


mengganggu draniase normal paru menahun (PPOM) meningkat kerentanan
pasien terhadap pneumonia. Tindakan preventif :tingkankan batuk dan
pengaluaran sekresi.

Pasien imunosupresif dan mereka dengan jumlah neutrofi rendah


(neutropeni) adalah mereka yang berisik. Tindakan preventif : lakukan tindak
kewaspadaan khusus terhadap infeksi.

IndIvidu yang merokok berisik, kerena asap rokok mengganggu baik


aktifitas mukosiliari dan makrofag. Tindaka preventif : ajurkan individu untuk
berhenti merokok.

Setiap pasien yang diperbolehakan berbaring secara pasif di tempat tidur


dalam waktu yang lama yang secara relatif imobil dan bernafas dangkal
berisiko terhadap bronkopneumonia. Tinadakan preventif : sering mengubah
posisi.

10
Setiap individu yang mengalami depresi reflek batuk (karna medikasi,
keadaan yang melemahkan atau otot-otot pernafasan lemah), telah
mengaspirasi benda asing ke dalam paru-paru selama periode tidak sadar
(cedera kepala,anestesia), atau mempunyai mekanisme menelan abnormal
adalah mereka yang hampir pasti mengalami bronkopneumonia. Tindakan
preventif : penghisan trakeobronkial, sering mengubah posisi, bijakan dalam
memberikan obat-obat yang meningkatkan resiko aspirasi dan terafi fisik
dada.

Setiap pasien yang dirawat dengan regimen NPO (dipuasakan) atau


mereka yang mendapat antibiotik mengalami peningkatan kolonisasi
organisme faring dan berisiko. Tindakan preventif : tingakan higiene oral
yang teratur.

Individu yang sering mengalami intoksikasi terutama rentan terhadap


pneumonia, karna alkohol menekan reflek-reflek tubuh, mobolisasi sel darah
putih dan gerakan siliaris trakeaobronkial. Tindakan preventif : bikan dorong
kepada individu untuk mengurangi masukan alkohol.

Setiap individu yang menerima sedatif atau opioid dapat mengalami


pernafasan, ynga mencetuskan pengumpulan sekresi bronkial dan selanjutnya
mengalami pneumonia. Tindakan preventif : observasi fekuensi pernapasan
dan ke dalam pernafasan sebelum memberikan. Jika tampak depresi
pernapasan, tunds pemberian obat dan laporkan masalah ini.

Pasien yang tidak sadar atau mempunyai reflek batuk dan menelan buruk
adlah mereka yang berisiko terhadap pneumonoia akibat penumpukan seksesi
atau aspirasi. Tindakan preventif : sering melakukan .

Individu lansia terutama mereka yang rentan pneumonia karna refleksi


batuk. Pneumonia paskaoperatif seharusnyadapat diperkirakan terjadi pada
lansia. Tndakan prepentif : sering mobolisasi, dan batuk efekif dan latihan
pernapasan

11
Setiap orang meneriama pengobatan terapi pernasapan dapat mengalami
pneumonia jika peralatan tersebit tidak dibersikan dengan tepat. Tindakan
preventif : pastiakn bahwa peralatan pernapasan telah di bersikan dengan
tepat. (Suzanne C. Smeltzer,dkk , Hal 573)

BAB III

PENUTUP

12
A. Kesimpulan

Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya


disebabkan oleh agen infeksius. Pneumonia dapat menjadi suatu infeksi yang
serius dan mengancam nyawa. Ini adalah benar terutama pada orang-orang
tua, anak-anak, dan mereka yang mempunyai persolan-persoalan medis lain
yang serius, seperti COPD, penyakit jantung, diabetes, dan kanker-kanker
tertentu. Untungnya, dengan penemuan dari banyak antibiotik-antibiotik yang
kuat, kebanyakan kasus-kasus dari pneumonia dapat dirawat dengan sukses.
Etiologi dari pneumonia paling umum ditemukan adalah disebabkan karena
bakteri streptococcus. Dan yang lebih banyak resiko terserang pneumonia
adalah orang tua, karena banyak sekali orang tua terdapat riwayat merokok.

B. Saran

Disarankan kepada penderita pneumonia untuk menghindari faktor


pencetus dan resiko yang bisa mengakibatkan penyakit bertambah parah.
Penderita pneumonia disarankan untuk menghindari merokok, tidak
meminum minuman yang mengandung alkohol, dan menerapkan pola hidup
sehat

DAFTAR PUSTAKA

13
Arief Mansjoer. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. EGC : Jakarta.

Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Vol. 1, EGC,
Jakarta.

Doenges, Marilynn, E. dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC, Jakarta

Jeremy, dkk. 2005. At a Glance Sistem Respirasi, Edisi 2. Erlangga : Jakarta

Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine. 2005. Patofisiologi Jilid 2, Edisi 4.
EGC : Jakarta.

Soeparman, dkk. 1998. Ilmu Penyakit Dalam jilid II. FKUI : Jakarta

14

Anda mungkin juga menyukai