Anda di halaman 1dari 129

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................i


DAFTAR ISI ....................................................................................... iii
BAB I RANGKAIAN LISTRIK ARUS SEARAH
1. Pendahuluan ...............................................................................
Arus Listrik, tegangan dan tahanan
Hukum ohm, hukum joule
2. Rangkaian-rangkaian sederhana..................................................
Unsur-unsur rangkaian, tahanan, sumber
Tegangan sumber arus. Rangkian seri,
Rangkaian parallel.
Metoda step by step, rangkaian delta,
Rangkai bintang dan transformasinya.
3. Analisis rangkaian .......................................................................
Hukum Kirchoff I, Hukum Kirchoff II,
Rangkaian Jembatan Wheatstone, Rangkaian
potentiometer.
Teorema Thevenin, Teorema Norton.
Transfer daya maksimum.
4. Arus transisi ................................................................................
Kapasitor dan inductor, rangkain RC,
Tetapan waktu
5. Pengukuran Listrik ......................................................................
Multimeter. Efek pembebanan

BAB II RANGKAIAN LISTRIK ARUS BOLAK BALIK


1. Pendahuluan ................................................................................
Bentuk-bentuk gelombang
Besaran bolak balik sinusoida. Osiloskpe
2. Rangkaian-rangkaina sederhana..................................................
Unsur-unsur rangkaian
Rangkaian-rangkaian RC, Impednsi
Analisis fasor
3. Rangkaian Filter ..........................................................................
Filter RC lolos rendah. Diagram Bode
Filter RC lolos tinggi.
4. Resonansi ....................................................................................
Rangkaian RLC seri
Rangkaian RLC paralel
5. Transformator .............................................................................
Arus dan tegangan pada transformator
Tahanan terpantul

BAB III SEMIKONDUKTOR


1. Pendahuluan ................................................................................
Gaya, medan dan energi
Hantaran dalam logam
2. Semikonduktor ............................................................................
Semikonduktor intrinsik
Semikonduktor ekstrinsik
3. Variasi sifat-sifat silikon .............................................................

BAB IV DIODA SEMI KONDUKTOR


1. Pendahuluan ................................................................................
Macam-macam dioda
Kegunaan dioda
2. Dioda sambung pn ......................................................................
Karakteristik dioda
Pengaruh suhu pada karakteristik dioda
Garis beban
3. Rangkaian Penyearah ..................................................................
Penyearah setengah gelombang
Penyearah gelombang penuh
Penyearah dengan filter
4. Pendekatan dioda ........................................................................
Dioda ideal
Dioda pada pendekatan kedua, ketiga
Analisis rangkaian
5. Rangkaian pembentuk gelombang ..............................................
Rangkaian pemotong
Rangkain pengapit (clamper)
Rangkaian pelipat tegangan
6. Dioda zener .................................................................................
Karakteristik dioda zener
Dioda zener untuk pengaturan tegangan.

BAB V TRANSISTOR
1. Pendahuluan .............................................................................................. (130)
Macam-macam Transistor
Kegunaan Transistor
2. Transistor Bipolar....................................................................................... (130-
132)
Dasar kerja
Transistor pmp, npm
3. Rangkaian Transistor Basis ditanahkan .................................................. (132-
140)
Karakteristik rangkaian
Garis beban. Analisis Grafik
4. Rangkaian setara transistor ..................................................................... (140-
148)
Rangkaian setara trasnsistor basis
ditanahkan. Hambatan masukan,
hambatan kelurahan
5. Rangkaian setara untuk
Gerbang ................................................................................................... (148-
156)
Rangakaian z, y, h
Hubungan parameter h basis ditanahkan dengan rangkai setara T.
6. Kangkai transistor emitter ditanahkan .................................................... (156-
165)
Karakteristik rangkaian
Garis beban dan analisis grafik
Ratibg dari transistor
7. Transistor efek medan .............................................................................. (165-
179)
Sumber arus yang tergantung
pada tegangan. Transistor efek medan
Karakteristik volt-ampere dari JFET
Model FET sinyal kecil
LAMP1RAN DIKTAT PERTAMA
1. Satuan Sistem Internasional
2. Kumpulan soal-soal.
5.6.1 Karakteristik rangkaian
5.6.2 karakteristik masukan
BAB I RANGKAIAN LISTRIK ARUS SEARAH

1. Pendahuluan
Rangkaian listrik dengan arus stasioner dan tidak berubah terhadap waktu
dikenal sebagai rangkaian listrik arus searah (DC). Variabel-variabel yang
menjadi perhatian kita terutama adalah besarnya tegangan dan arus di
berbagai titik dalam rangkaian itu. Akan dibahas cara-cara yang dipakai
dalam analisa rangkaian, yakni mencari hubungan antara variabel-variabel
pada unsur-unsur rangkaian dengan menggunakan hukum-hukum dasar dan
dalil-dalil rangkaian. Agar lebih dapat dirasakan bahwa pembahasan
ditekankan pada masalah rangkaiannya dan tidak pada kompleknya hitungan
matematikanya, maka pertama-tama akan dibicarakan rangkaian listrik arus
searah, dimana harga arus hanya dibatasi oleh unsur-unsur rangkaian yang
bersifat tahanan saja dengan sumber-sumber searah yang konstan.

Tahanan listrik, Hukum Ohm & Hukum Joule.


Unsur rangkaian yang bersifat tahanan, atau sebut saja :
Tahanan atau resistor, dengan simbol R dan lambang dalam rangkaian seperti
dalam Gb. 1.1a, memenunjukkan “tegangan antara ujung-ujungnya sebanding
dengan arus yang melaluinya”. Hubungan tersebut adalah pernyataan dari
hukum ohm :
E=RI (1-1)

dimana R, tahanan, dalam satuan Ohm (Ω),


I, arus, dalam Ampere, (A)
E, tegangan, dalam Volt, (V)

Karena merupakan konstanta, persamaan (1-1), adalah persamaan garis lurus


dan oleh karena itu pula maka tahanan ini disebut tahanan linear atau resistor
linear. Graik E terhadap I, apabila harga I diubah ke harga-harga yang lain,
tergambar dibawah berupa sebuah garis lurus yang melalui titik 0 dengan
kemiringan R.
(a) Tahanan R (b) Grafik hukum Ohm
Gambar 1-1

Dari banyak percobaan diketahui bahwa tahanan dari hampir semua


penghantar logam berubah menurut suhu. Jika tahanan suatu bahan logam
pada suhu t1 adalah R1, maka harga persamaan pada t2 diberikan oleh
persamaan

R2 = R1 (1 + α( t1 – t2)) (1-2)

dimana α adalah koeisien suhu tahanan dan suhu t diukur dalam derajat
celcius. Nilai α untuk beberapa jenis logam dan alloy dapat dilihat pada tabel (
1-1 ).

Tabel 1-1 koeisien suhu tahanan beberapa jenis Logam dan alloy
Jenis Logam / alloy Koeisien suhu tahanan
Alumunium 0,004
Baja 0,006
Besi tuang 0,001
Kosntanta (paduan tembaga dan nikel) 0,000005
Manganin (paduan tembaga, nikel dan mangan) 0,00005
Nikelin (paduan tembaga, nikel, seng) 0,0003
Nikhrom (paduan nikel, khom, mangan, besi dan 0,00016
tembaga) 0,0035
Perak 0,0032
Platina 0,004
Tembaga 0,0045
Wolfram
Resistor tak linear adalah resistor yang tahanannya bergantung pada harga arus
yang melaluinya. Misal: pada tahanan lampu pijar. Pada gambar 1-2 nampak
grafik karakteristik E-1 dari tahanan tersebut. Tahanan lampu pada harga arus
kecil lebih rendah dibandingkan dengan harga tahanan lampu tersebut pada
harga arus yang lebih besar. (Jelaskan).

Karakteristik E-I tahanan tak linear


Daya yang terpakai oleh “beban” resistor R dalam rangkaian adalah :
P=EI (1-3)
P, daya dalam watt, (W)

Dengan memasukan persamaan (1-1) kedalam (1-2) diperoleh


𝐸2
P= atau P = I2 R (1-4)
𝑅

Dengan memasukan persamaan (1-4) dikenal sebagai hukum joule, yang


menyatakan bahwa arus yang mengalir pada sebuah tahanan akan
melakukan usaha dan bahwa usaha atau energi atau panas yang timbul
pada tahanan tadi adalah sebanding dengan kuadrat arus yang
melaluinya.
Hukum Ohm dalam persamaan (1-1) dapat juga ditulis dalam bentuk
I=GE (1-5)
Dalam persamaan ini I sebagai fungsi tegangan E, yang linear dengan
kemiringan G, dimana
1
G = 𝑅 , disebut sebagai konduktansi, dengan satuan mho atau siemens, dengan

lambang ω.
Tahanan dari sebatang kawat penghantar, dengan dimensi yang seragam,
sebanding lurus dengan panjang batangnya dan berbanding terbalik dengan
luas penampang lintang batang dan tergantung pada jenis bahan kawat
penghantar
𝒍
R=ρ𝑨 (1-6)

dimana ρ, resistivitas atau tahanan jenis bahan kawat,


ρ , ohm-meter
l , panjang kawat, meter
A , luas penampang lintang kawat penghantar, m2

Tabel (1-2) adalah nilai resistivitas beberapa logam dan alloy (campuran
logam-logam) pada suhu kamar.

TABEL 1-2 resistivitas / tahanan jenis logam dan alloy pada suhu 20o C
Logam/alloy Resistivitas, ohm-meter
Alumunium 2,83 x 10-8
Baja 13,00 x 10-8
Resi tuang 50,00 x 10-8
Konstanta 14,00 x 10-8
Manganin 43,00 x 10-8
Nikelin 42,00 x 10-8
Nikhrom 110,00 x 10-8
Perak 1,72 x 10-8
Tembaga 1,72 x 10-8
Wolfram 4,90 x 10-8

Logam-logam yang mempunyai resistivitas rendah seperti alumunium dan


tembaga banyak dipergunakan untuk aluran transmisi dan distribusi tegangan
listrik, juga banyak dipakai sebagai gabungan dalam rangkaian elektronika
disamping dalam hal-hal khusus dipakai perak dan emas.
Tahanan resistor merupakan unsur rangkaian elektronika (komponen) yang paling
banyak dipakai dibanding unsur lain seperti induktor, kapasitor dan unsur-unsur
semikonduktor.
Tahanan-tahanan yang dibuat dari gulungan kawat yang dikenal sebagai wire
wound resistors, menggunakan logam/alloy yang mempunyai tahanan yang
relatif tak tergantung pada suhu; harga tahanannya dapat dibuat presisi, atau,
dengan istilah yang umum tahanannya mempunyai toleransi yang kecil.
Tahanan-tahanan dari logam lapis tipis dan dari bahan karbon banyak dipakai,
walaupun tidak dapat presisi seperti halnya tahanan gulungan kawat, tahanan
ini bebas dari efek induktansi yang timbul sebagai akibat kawat yang digulung.
Hal ini dapat dirasakan khususnya pada frekuensi tinggi. Harga-harga tahanan
berkisar dari beberapa ohm sampai ke mega ohm umumnya dituliskan dalam
kode cincin-cincin warna pada batang tahanan. (Gb. 1-3).

Gambar 1-3 kode warna pada tahanan

Ukuran (size) dari batang tahanan dikaitkan dengan kemampuannya dilalui arus
atau power rating tahanan. Tahanan-tahanan yang ada dipasaran umumnya
dari 1 W, ½ W, dan ¼ W. Tahanan 100 Ω, 1 W, mempunyai arti demikian :

Dari persamaan (1-4), P = I2 R 1 W = 12 (100 Ω)


I = 0,1 A
I = 100 mA
I = 100 mA adalah besarnya arus maksimum yang di izinkan melalui tahanan
tersebut.
Disamping tahanan-tahanan dengan harga tetap seperti diatas dijumpai juga
harganya dapat diubah (secara manual) yang disebut tahanan variabel.
Tahanan variabel dengan ujung dua disebut tahanan geser biasa atau
rheostat dan yang dengan ujung tiga disebut potensimeter (Gb. 1-4). Bahan
unutk membuatnya ada yang dari gulungan kawat, ada yang dari karbon atau
bahan yang lain, dengan power rating dan spesifikasi seperti halnya pada
tahanan tetap.
1 2

1 2

3
Gambar 1-4 Tahanan variabel: Rheostat dan Potensiometer

2. Rangkaian-rangkaian sederhana
Sebuah rangkaian listrik secara umum ditandai oleh adanya satu atau lebih
sumber yang dihubungkan dengan satu atau lebih beban sebanyak penerima
tenaga listrik.
Sumber searah dengan konstan yang disebut dalam pendahuluan bab ini dapat
berupa sumber tegangan atau sumber arus. Kedua jenis sumber itu adalah
sumber-sumber ideal yang merupakan pendekatan dari sumber-sumber yang
ada yang dipakai pada sebagian besar pembahasan dalam catatan kuliah ini.
Dimaksudkan sebagai sumber tegangan ideal adalah sumber yang dapat
memberikan tegangan konstan, tidak bergantung kepada besar kecilnya arus
yang ditarik dari sumber tersebut.
Kedua sumber diatas disajikan dalam lambang pada gambar 1.5. dengan tanda
– dan + dimaksudkan bahwa untuk E positif maka harga kenaikan tegangan
(atau voltage rise) adalah dari ujung-ke ujung +; sedang penurunan tegangan
(atau voltage drop) adalah dari ujung + ke ujung - .
Arah panah dalam lingkaran menunjukan arah arus keluaran sumber tersebut.
Unsur-unsur rangkaian yang dibicarakan dalam bab ini adalah unsur rangkaian
yang linear, yakni : resistor linear seperti yang sudah yang diuraikan didepan,
induktor atau kapasitor yang harganya tidak berubah oleh adanya perubahan
tegangan yang terbasang antara ujung-ujungnya.
Contoh dari induktan linear adalah kumparan tanpa teras (air core coil).
Kumparan dari jenis ini akan tetap harga induktansinya walaupun tegangan
antara ujung-ujungnya berubah. Bedakan terhadap kumparan dengan teras besi
(iron core) yang harga induktansinya berubah apabila teras besinya jenuh.
Dalam hal-hal praktis, kapasitor-kapasitor dengan dielektrikum kertas, gelas
atau mika dapat dipandang sebagai kapasitor linear. Contoh dari kapasitor tak
linear adalah dioda semikonduktor yang diberi tegangan balik. Piranti tersebut
akan berlaku sebagai sebuah kapasitor yang harga kapasitansinya berubah oleh
perubahan tegangan balik yang terpasang. Gambar 1.6 adalah lambang dari
unsur-unsur tersebut.

+ +
- -

Gambar 1-5 Sumber tegangan Sumber arus ideal

Gambar 1-6 Unsur-unsur rangkai linear

Ada beberapa cara menyambungkan satu komponen dengan komponen yang


lain dalam sebuah rangkaian.
Bila beberapa unsur rangkaian disambungkan berurutan satu dibelakang yang
lain sedemikian hingga hanya ada satu harga arus yang mengalir dalam
rangkaian itu maka sambungan demikian disebut sambungan seri;
rangkaiannya dikatakan sebagai rangkaian seri. Sambungan seri dari beberapa
tahanan R1 , R2 , ... dapat digantikan oleh sebuah tahanan Rp yang harganya
merupakan jumlah aljabar dari tahanan-tahanan tersebut.

RP = R1 + R2 + R3 + ... (1-7)

Untuk dua buah tahanan R1 dan R2

R1 R2

Rp

Sambungan seri :
RP = R1 + R2
Bila R1 >> R2 maka
RP ≈ R 1

Bila beberapa unsur rangkaian disambungkan sedemikian hingga tegangan


antara tiap pasangan ujung anggota rangkaian sama besarnya maka
sambungan tersebut adalah sebuah sambungan paralel dan rangkaiannya
dikatakan sebagai rangkaian paralel.
Sambungan paralel dari beberapa tahanan dapat digantikan oleh sebuah
tahanan pengganti yang harga konduktornya merupakan jumlah
konduktansi masing-masing tahanan.
1 1 1 1
= + + + …
𝑅𝑃 𝑅1 𝑅2 𝑅3
Untuk tahanan R1 dan R2

R1

R2

Rp
Sambungan paralel Rp
1 1 1
= +
𝑅𝑃 𝑅1 𝑅2
𝑅1 𝑅2
𝑅𝑃 = (1-9)
𝑅1 𝑅2

Bila R1 >> R2 maka


RP ≈ R 1

Contoh
Rangkaian dibawah ini dikenal sebagai jaringan dua ujung atau two-terminal
network, titik x dan y terambung pada sumber tegangan dan melalui kawat-
kawat penghantar (feader), x dan y tadi dihubungkan pada bagan-bagan yang
tersambung secara seri paralel.
\
x c b a

1Ω 2Ω
sumber 15 Ω 10 Ω 8Ω

Y feader c b a feader beban


beban
Gambar 1-19

Dengan harga-harga tahanan beban dan feader tercantum pada gambar, dimana
mencari tahanan pengganti Rxy.
Untuk menyelesaikan soal tersebut, dipakai cara “step by step”, yakni dengan
mengelompokan tahanan-tahanan mulai dari bagian yang terjauh dari sumber
ke depan, menghitungnya dua demi dua, seri atau paralel sesuai dengan
keadaannya.
Dimulai dari beban 8 Ω sampai pada garis a a, dua buah tahanan seri 8 Ω dan 2
Ω, kemudian dilanjutkan dari a a sampai pada garis b b ada 10 Ω // R a a dan
seterusnya.
Ra a = 8 + 2Ω = 10 Ω
Rb b = Ra a // 10 Ω = 10 // 10 = 5 Ω
Rc c = Rb b // 10 Ω = 10 // 15 = (5x15) / (5+15) = 3.750
Rxy = Rc c + 1 = 3.75 + 1 = 4.750
Tahanan Rxy adalah tahanan ekivalen dari jaringan keseluruhan yang
“dihadapkan” kepada sumber, tahanan demikian sering disebut tahanan
input atau driving point resistance, suatu besaran penting yang
menunjukan efek pembebenan rangkaian keseluruhan kepada sumber.
Ada konfigurasi yang tak dapat disederhanakan dengan kombinasi seri-
paralel saja dan memerlukan cara lain untuk menyelesaikannya. Rangkaian
tersebut adalah rangkaian dengan tiga ujung x, y, z (lihat gambar 1-10)
yang masing-masing disebut rangkai Δ (“delta”) dan rangkai Y (rangkai
“star” atau “bintang”) dan cara yang dimaksud adalah cara transformasi
rangkai Δ ke rangkai Y atau sebaliknya.

Gambar 1-10
Agar rangkai Δ ekivalen dengan rangkai Y, yang berarti rangkai Y.

Bila persyaratan tersebut dituliskan dalam persamaan akan berbentuk :


Rxy rangkai Δ = (Rxy) rangkai Y (1-10)
Rxz rangkai Δ = (Rxz) rangkai Y (1-11)
Ryz rangkai Δ = (Ryz) rangkai Y (1-12)
Tahanan Rxy pada rangkai Δ adalah tahanan Rc // (Ra + Rb) dan tahanan antara
dua ujung yang berpasangan pada rangkai Y adalah R1 + R2.
𝑅𝑐 //(𝑅𝑎 + 𝑅𝑏 ) = 𝑅1 + 𝑅2
{ 𝑅𝑏 //(𝑅𝑐 + 𝑅𝑎 ) = 𝑅3 + 𝑅1 (1-11a)
𝑅𝑎 //(𝑅𝑏 + 𝑅𝑐 ) = 𝑅2 + 𝑅3

Demikianlah dari ketiga persamaan diatas, dpat diperoleh pernyataan harga-


harga R1, R2, dan R3 dalam harga-harga Ra, Rb, dan Rc dalam harga R1, R2, dan
R3.
𝑅𝑏 𝑅𝑐 𝑅𝑏 𝑅𝑐
R1 = 𝑅 = (1-13)
𝑎 𝑅𝑏 𝑅𝑐 𝑧
𝑅𝑎 𝑅𝑐 𝑅𝑎 𝑅𝑐
R2 = 𝑅 = (1-14)
𝑎 𝑅𝑏 𝑅𝑐 𝑧
𝑅𝑎 𝑅𝑏 𝑅𝑎 𝑅𝑏
R3 = 𝑅 = (1-15)
𝑎 𝑅𝑏 𝑅𝑐 𝑧

𝑅1 𝑅2 + 𝑅2 𝑅3 + 𝑅3 𝑅1
Atau Ra = (1-16)
𝑅1
𝑅1 𝑅2 + 𝑅2 𝑅3 + 𝑅3 𝑅1
Rb = (1-17)
𝑅2
𝑅1 𝑅2 + 𝑅2 𝑅3 + 𝑅3 𝑅1
Rc = (1-18)
𝑅3

Contoh :

Tentukan tahanan penggantian antara ujung b, d dari rangkaian jembatan


berikut ini :

Gambar (1-11).
Penyelesaian :
Rangkaian bagian kiri antara tiga ujung a,b,c adalah sebuah rangkai Δ yang
dapat digantikan dengan rangkai ekivalennya. Lihatlah gambar (1-12).

a a

4Ω R2

b 4Ω b e

8Ω R1 R3

c c
Gambar (1-12)

(4)(8)
Dimana R1 = 4+4+8 = 2Ω
(4)(4)
R2 = 4+4+8 = 1Ω
(4)(8)
R1 = 4+4+8 = 2Ω

Dan selanjutnya akan diperoleh kombinasi seri paralel sebagai berikut :

1Ω 5Ω

2Ω b

a e d
2Ω 10Ω

c
Gambar (1-13)

Rad = 2 + [(1 + 5)//(2 + 10)] = 6 Ω

3. Analisa Rangkaian
Dua hukum dasar yang dipakai dalam analisa rangkai listrik adalah hukum
kirchhoff untuk arus (kirchhoff’s Cureent Low, disingkat KCL) dan hukum
kirchhoff untuk tegangan (kirchhoff’s Voltage Law, atau disingkat KVL).
Yang pertama adalah hukum arus (KCL).
Jumlah ajaran aljabar semua arus menuju ke titik temu sama dengan nol.
Titik temu adalah titik bertemunya tiga atau lebih cabang arus ke atau dari
unsur rangkai atau sumber. Dalam menggunakan hukum ini, dipakai satu
perjanjian, yakni : bahwa arus yang menuju ke arah titik temu dituliskan
(diberi tanda) positif dan arus yang “tidak menuju” (tentu saja yang
meninggalkan) dituliskan negatif.
Untuk titik temu a pada gambar berikut, dengan KCL dapat dituliskan
persamaan :
I1 + I2 + I3 = 0
I1 I2
a

R1 I3 R2

R3

Gambar (1-14)
Arah arus yang melalui tiap tahanan dalam rangkaian dapat ditetapkan
sekehendak, namun dengan pengertian bahwa apabila dari hasil hitungan
diperoleh harga arus itu negatif, maka arah yang betul adalah kebalikan dari
arah yang ditetapkan semula.
Hukum Kirchhoff kedua (KVL)
Jumlah aljabar semua penurunan tegangan (voltage drops) dalam suatu
rangkai tertutup (loop) menuruti satu arah yang ditentukan sama dengan nol.
Yang dimaksud dengan “penurunan tegangan” dalam hukum tersebut dalam
hubungsn dengan “satu arah yang ditentukan” adalah :
- Untuk unsur tahanan (lihat gambar 1-15a)

Gambar (1-15a)
Apabila tegangan E dibaca dari a ke b, (jadi arah baca sama dengan arah arus I
maka tegangan E = R I adalah suatu penurunan tegangan. Dan bila E itu suatu
penurunan tegangan, berilah tanda +(positif) kepadanya.
Sebaliknya bila arah membacanya dari b ke a maka E bukan satu voltage drop,
maka berilah tanda negatif, -E atau – R I untuk unsur tahanan.

I
+ _
a b
ε
Gambar 1-15b
- Untuk sumber tegangan : (lihat gambar 1-15b)
Bila membacanya ber-arah dari a ke b, maka ε suatu
penurunan tegangan, berilah tanda positif kepada ε. Atau
dengan menuruti arah baca, dijumpai kutub + dari sumber
tegangan, tulislah ε positif. Sebaliknya bila dibaca dari b
kearah a maka ε adalah negatif; ε suatu voltage rise. Arah
arus yang melalui sumber tegangan tidak berpengaruh dalam
menentukan tanda dari ε.
Pada umunya rangkaian listrik terdiri dari beberapa loop dan titik temu dengan
satu atau lebih sumbr tegangan atau arus. Bila sumber-sumber yang dapat
dianggap sebagai sebab-telah diketahui harganya, maka yang merupakan besaran
yang harus dicari adalah akibat yang timbul yang berupa arus atau tegangan pada
suatu cabang atau bagian dari rangkai. Banyaknya persamaan yang diperlukan
untuk mencari besaran yang tak diketahui haruslah sebanyak besaran itu sendiri.
Catatan berikut perlu juga kiranya dikemukakan :
1. Banyaknya persamaan KCL yang dpat disajikan sama dengan banyaknya
titik temu dikurangi satu.
2. Banyaknya persamaan KVL sama dengan banyaknya loop independen.
Sebuah loop dikatakan independen bila setidak-tidaknya ada sebuah unsur
rangkai yang tidak termasuk dalam persamaan KVL loop yang lain.
Kecuali catatan diatas, penyederhanaan rangkai dari bagian rangkai yang
tersusun seri dan bagian-bagian rangkai yang tersambung secara paralel, akan
dapat membantu mempermudah penyelesaian.
Bagian rangkai yang tersusun seri, seperti dalam gambar (1-16)

I
a R1 b R2

- + + E1 - + E2

Gambar 1-16

Masing-masing anggota rangkai baik itu sumber atau unsur tahanan akan
dilalui arus yang sama, yaitu sebesar I, sedangkan pada bagian rangkai yang
bersambung secar parallel, masing-masing anggota rangkai akan merasakna
tegangan bersama, baik itu unsur tahanan atau sumber. Berada pada tegangan
yang sama, sebesar V1

+ I1 + + I2

V1 R1 V1 I S V1 R2

- -

Gambar (1-17)
Contoh
Dari rangkai dalam gambar (1-18) hitunglah arus-arus yang melalui unsur
tahanan dan hitung pula tegangan yang terpasang. Perlihatkan bahwa daya
yang diberikan oleh sumber sama dengan daya yang terpakai pada beban.
20Ω a A b

+ I1 + E1 - I2 I3

+ 6Ω 5Ω + E2

- 140 V - 18A -

c B d
gambar (1-18)

Penyelesaian
Pertama-tama tetapkan dulu arah arus dan polaritas tegangan pada unsur-unsur
tersebut. Sumber tegangan disebelah kiri tersambung seri dengan tahanan 20
Ω, maka keduanya dilalui arus yang sama sebesar I1. Bila arus pada tahanan
20 Ω mengalir dari kiri ke kanan, maka E1 akan berpolaritas seperti yang
terlihat pada gambar.
Selanjutnya tahanan 6 Ω, tahanan 5 Ω serta sumber arus 18 A disebelah kanan
terpasang secara parallel. Ini menjadikan ketiganya berada pada tegangan
yang sama, sebesar E2. Perhatikan arah arus dan polaritas tegangan. Titik a
dan b dalam gambar tersebut adalah titik yang sama karena tak ada anggota
rangkai yang terpasang di antaranya. Sebutlsh titik itu titik A dan begitu pula
keuda titik c dan d dibagian bawah, gantikan dengan titik B. Lihatlah gambar

. A

I1 I2 I3 18 A

6Ω 5Ω

B
Gambar (1-19)
Sekarang nampak jelas ada dua titik temu pada rangkai tersebut, dan karena
itu hanya ada satu persamaan KCL dapat dituliskan. Untuk titik A:
I1 - I2 - I3 + 18 = 0
Bertolak dari “pertahanan” bagian rangkai parallel di atas, maka dapatlah
digambarkan sebuah rangkai pengganti berikut ini : (gambar 1-20)

Gambar (1-20)
Persamaan KVL dapat dituliskan sebagai berikut :
E1 + E2 -140 = 0

Dimana :
E1 = 20 I1 .......... (1-22)
E2 = 6 I2 .......... (1-23)
E2 = 5 I3 .......... (1-24)
Apabila ketiga persamaan E ( I ) diatas dimaksudkan ke persamaan (1-20)
diperoleh :
1 1 1
𝐸1 − 𝐸2 – 𝐸2 + 18 = 0
20 6 5
3𝐸1 − 22 𝐸2 + 1080 = 0
Dan apabila dari persamaan terakhit ini dipecahkan bersama dengan persamaan
(1-21), akan diperoleh hasil berikut :
E1 = 80 V E2 = 60 V
I1 = 4 A, I2 = 10 A, I3 = 12 A.
Daya yang diberikan oleh sumber :
Sumber 140 V : P = E I = (140) (4) = 560 W
Sumber 18 A : P = (60) (18) = 1080 W
Jumlah = 1640 W
Daya yang dipakai oleh beban :
Tahanan 5 Ω : P = I2 R = (122) (5) = 720 W
Tahanan 6 Ω P = (102) (6) = 600 W
Tahanan 20 Ω P = (42) (20) = 320 W
Jumlah = 1640 W
Daya yang diberikan oleh sumber sama dengan daya yang diterima oleh beban.
Contoh soal

Gambar 1-21

Rangkaian berikut ini mampu nyai suatu sumber tegangan constant 30 V, pada
loop sebelah kiri dan mempunyai “sumber arus terkendali’ sumber arus yang
harganya tergantung pada harga arus pada sumber cadangan di dalam rangkai
yang ditinjau ; disini, arus sumber = 2 I1. Sebesar 2 I1 pada loop kanan.
Ditanyakan besar arus dan tegangan pada cabang-cabang rangkai diatas.
Penyelesaian :
Rangkaian diatas mempunyai dua titik temu dan dua loop independen, hingga
akan dapat dituliskan satu persamaan KCL dan 2 persamaan KVL. Biarpun I1
dan sumber 2 I1 belum diketahui saat ini, namun arahnya telah ditentukan
dalam soal tersebut, hingga polaritas dari E1 dan E4 dapat segera ditentukan.
Lihat gambar.
Untuk titik temu A, persamaan KCL berbentuk :
I1 – I2 + (2 I1) = 0 (1-25)
Dan untuk loop kiri kanan, persamaan KVL nya adalah
E1 + E2 – 30 = 0 (1-26)
E4 – E3 + E2 = 0 (1-27)
Dimana :
E1 = 3 I1
E2 = 4 I2
E4 = (10) (2 I1)
Dari persamaan-persamaan tersebut diperoleh harga-harga :
I1 = 2 A, I2 = 6 A, 2 I1 = 4A
E1 = 6 V, E2 =24 V, E3 =64 V, E4 = 40 V.

Persamaan Sumber.
Konsep tentang sumber-sumber tegangan dan arus ideal telah disinggung
didepan. Ke “ideal” an tersebut dapat
Didekati, tetapi tak pernah dapat dicapai. Misalnya, bahwa sumber tegangan
ideal akan memberikan tegangan keluaran tetap pada harganya walaupun
ujung-ujung keluarannya disambung langsung ini adalah hal yang mustahil,
karena akan diperlukan arus tak berhingga besar untuk mempertahankan harga
tegangan tersebut. Sumber yang lebih mendekati kenyataan adalah sumber
yang waktu volt-amper-nya seperti terlihat pada gambar (1-12). Sumber itu
akan mempunyai tegangan Eoc (=tegangan open circuit) bila tidak
“memberikan” arus. Jadi, tegangan keluaran sumber E = Eoc bila I = 0 dan
harga E ini akan menurun bila sumber harus memberikan arah yang makin
besar. Berkurangnya harga tegangan E ini dianggap linier terhadap
penambahan besarnya arus yang “ditarik” dari sumber. Watak tersebut
disajikan dalam gambar (1-12b) dimana Isc adalah keluaran sumber disambung
langsung.
Gambar 1-22
Secara matematik tegangan sumber diatas dapat ditulis dalam persamaan :
E = Eoc – Ro I (1-28)
Eoc
Dimana Ro = (1-29)
Isc

Persamaan diatas adalah persamaan tegangan, yang menurut hokum Kirchhoff


dapat disajikan dalam rangkai gambar (1-23).
Demikianlah , sumber teganan itu digambarkan sebagai sebuah rangkaina yang
terdiri dari sumber teganagan Eco seri dengan “than dalam Ro seperti pernah di
bicarakan dimuka, dan disebutkan rangkai-rangkai ini sebagai rangkaian ekivalen
sumber tegangan.

Ro +

Eoc E

-
Gambar 1-23

Apabila arus I dalam persamaan tegangan diatas ditulis explicit, maka


diperoleh persamaan berikut :
Eoc 1
I= - 𝐸 E = Eoc – Ro I
Ro Ro
Eoc−E
I= Ro
Eoc 1
I= - Ro E
Ro

Atau I = Isc – Go E I = Isc – Go E (1-30)


1
Dimana Go = Ro , konduktan sumber (1-31)

Persamaan ( 1-31) adalah persamaan arus pada suatu titik temu yang dapat
disajikan dalam gambar (1-24). Rangai ini kemudian disebut rangkai ekuivalen
sumber arus.

Baik rangkai ekuivaln sumber tegangan ataupun rangkai ekuivalen sumber


arus, keduanya menggambarkan sumber yang sama, sumber yang tidak ideal
yang watak volt-amper-nya digambarkan pada gambar (1-22b).

Isc Go E

Gambar (1-24)
Eoc Isc
Isc = Eoc =
Ro Go

1 1
Go = Ro =
Ro Go

Untuk menyelesaikan masalah rangkaian, keduannya saling dapat


menggantikan, dipilih manakah yang lebih dapat memberikan kemudahan.
Hubungan antara Eoc, Isc, , Ro dan Go , seperti tertulis diatas :

Contoh :
Sumber- sumber pada gambar dibawah ini adalah ekivalen dengan sumber-
sumber dibagian kanan.

28 A 0,5℧ atau 2Ω
+
56V
-

4Ω -

8V
4Ω 2A +

Gambar 1-25
Rangkaian Jembatan
dikatakan dalam keadaan setimbang bila dalam rangkaian itu tidak ada arus
yang mengalir pada beban antara titik A dan B. bertolak dari kondisi setimbang
Tergambar berikut ini rangkaian jembatan wheatsone, yang seperti umumnya
rangkai jembatan ditandai dengan adanya “beban” yang menjembati dua arus
teganag titik B terhadap ground.

Jembatan ini dicari hubungan antara tahanan-tahanan pada lengan jembatan


tersebut.
Bila tak ada arus melalui beban, maka rangkai gambar 1-26 diatas dapat

digantikan dengan rangkai tanpa beban berikut ini dengan tidak mungubah harga-

harga tegangan yang ada.

Arus yang melalui R1 , R2 :


V
IA = I = (1-32)
R₁+R₂

Tegangan pada A adalah


R₂
VA = IA R2 = I = V (1-33)
R₁+ R₂

Dengan jalan yang sama diperoleh teganan pada B :


R₄
VB = v (1-34)
R₃+ R₄

Kondisi “tak ada arus yang mengalir secara titik A, B “ mensyaratkan bahwa
tegangan A dan tegangan B harus sama, maka :
R₂ R₄
= (1-35)
R₁+ R₂ R₄+ R₃

R₂R₃ + R2R₄ = R₁R₄ + R₂R₄


Atau R₂R₃ = R₁R₄
R₁ R₃
Atau = (1-36)
R₂ R₄

Persamaan terakhir menyatakan bahwa ; dalam keadaan setimbang nisbah


tahanan-tahanan pada lengan bagian kiri rangkaian jembatan sama dengan nisbah
tahanan-tahanan pada lengan bagian kanan.
Misalnya , bila R1 = 2 kiloohm, R2 = 4 kiloohm dan R4 = 12 kiloohm ; rangkai
jembatan akan setimbang ( karena nisba tahanan dibagian kiri sama dengan nisbah
tahanan dibagian kanan, yakni = 1 : 2 ). Rangkaian jembatan banyak dipakai
dalam alat ukur resistan secara teliti, dimana bila dapat diketahui nisbah R1/R2
atau R3/R4 dan salah satu tahanan pada lengan jembatan adalah tahanan setandar,
maka sebuah tahanan yang tak dapat “ diukur” / dibandingkan terhadap tahanan
standar tersebut.
Voltage devider

Voltage devider adalah satu bentuk rangkaian yang paling sederhana dari sebuah
attenuator. Tidak seperti halnya sebuah amplifier yang umumnya digunakan untuk
menguatkan sinyal dengan sekian kalinya, sebuah attenuator digunakan untuk
memperkecil harga signal dengan sekian kalinya.
Voltage devider sering dijumpai pada input alat-alat ukur untuk mencegah
terjadinya overdriving dari signal- signal yang kuat, yang dapat merusakan alat.
Lihatlah rangkaian gambar 1-28.

Gambar 1- 28 voltage devider

Hubungan antara output E2 terhadap input E1 adalah :


R₂
E2 = (E1)
R₁+ R₂

Dimana ( R1 +R2) adalah tahanan total dari devider itu. Dan dari persamaan
tersebut Nampak bahwa dengan mengatur R1 (atau R2), akan diperoleh harga
tegangan output E2 antara “nol” dan E1.
Dari hal yang demikian itu makan rangkai seperti diatas dikatakan sebagai
pembagi tegangan (voltage devider). Attenuasi atau pelemahan dari rangkaian
voltage devider adalah teganag output E2 dibagi oleh teganag input E1.
E₂ R₂
Yakni : = (1-37)
E₁ R₁+ R₂
Untuk missal, bila R1 = 9 kilohms dan R2 = 1 kilohm, maka attenuasinya akan
sama dengan 0,1.

𝐸₂
Nisbah tegangan yang menggambarkan perbandingan antar output dan input
𝐸₁

sering dinyatakan juga dalam decibel (disingkat dengan db), mengikuti hubungan:

Adb- = 20 log A (1-38)


E₂
Dimana A= , attenuasi tegangan, tanpa satuan
E₁

Adb- = harga A dalam decibel


Dari contoh tadi,
E₂
A = = 0,1
E₁

Adb = 20 log 0,1


= 20 (-1) = -20 db.
Untuk satuan voltage devider, output E2 selalu lebih kecil dari inputnya, hingga
Adb = 0. Pertanyaan dari beberapa harga A dalam decibel dapat dilihat dalam tabel
berikut :
A ! Adb
!
1
! -40
100
!
1
10
! -20
!
1
! -18
8
!
1
! -12
4
!
1
! -6
2
!
1 ! 0
Prinsip Superposisi
Prinsip superposisi sering juga dipakai dalam penyelesaian soal rangkaian.
Aapabila sumber-sumber yang memberikan supply pada suatu rangkaina dianggap
sebagai “sebab” dan arus listrik atau tegangan yang ada pada satu cabang
dianggap sebagai “akibat” maka prisip itu berbunyi : akibat yang ditimbulkan oleh
beberapa sebab sama dengan jumlah apabila si-sebab bekerja sendiri-sendriri.

Contoh
Dari rangkai Gb. 1-29 dinyatakan besar arus I3.

20Ω 5Ω

I1 I2

140 V I3 6Ω 90V

Gambar (1-29)

Penyelesaian :
Dengan prinsip superposisi, arus I3 yang melalui tahanan 6 Ω itu merupakan
“akibat” dari dua buah “sebab”, yakni sumber 140 V disebelah kiri sumber 90 V
disebelah kanan.
Dari sumber yang kiri, apabila sumber yang kanan tidak bekerja (sumber 90 V itu
diambil dan ujung-ujung yang terbuka itu disambung langsung), mengalirkan
pada tahanan 6Ω arus membesar I3 : sedang dari sumber yang kanan, dengan :
sumber yang kiri tidak bekerja ada kontribusi arus sebesar I3“. (lihatlah gambar 1-
30.a. dan gambar 1-30b). maka diperoleh harga arus I3 yang merupakan jumlah
dari keduanya. I3 = I3’ + I3”.
20Ω 5Ω 20Ω 5Ω

140 v I3 I3 6Ω 90V

(a) (b)
Gambar (1-30)

(cobalah hitung I3 dengan cara ini, dan hitunglah pula dengan menggunakan KCL
dan KVL, cocokan hasilnya).
Contoh lagi :
Tentukan harga tegangan Ex pada gambar (1-31)
20Ω 5Ω

140 V Ex 90V

Ganmabr (1-31)

Penyelesaian :
Dengan prinsip super posisi dapat dikatakan : bahwa tegangan antar titik a, b yang
disebabkan okeh sumber 140 V dan sumber 90 V adalah sama denga jumlah dari
tegangan yang disebabkan oleh sumber 140 V. , ditambah sumbangan dari sumber
90 V. , apabila sumber-sumber tersebut bekerja sendiri-sendiri.
Tegangan yang diberikan oleh sumber yang kiri, (dengan sumber yang kanan
tidak bekerja) adalah : gambar 1-32a).

5
Ex’ = (140 𝑉) = 28 V
5+20

Tgangan dari sumber yang kanan ; (gambar 32b)


20
Ex” = (90 𝑉) = 72 V.
20+5

Dan segera diperoleh hasil Ex = Ex’ + Ex “ = 28 +72 =100 V

Gambar (1-32)
Gambar (1-33)

Catatan :
Dalam gambart 1-31, kutub negative dari sumber kiri dan kanan yang
dihubungkan oleh sebuah penghantar, dijadikan referensi teganan bersama,
artinya bahwa harga-harga tegangan dalam rangkaian diambil terhadap tegangan
kutub itu, atau terhadap titik b. sumber tegangan battery seperti itu sering
digambarkan dalam rangkai gambar 1-31 kemudian menjadi gambar 1-33 dengan
b sebagai titik referensi, grend atau common.
Theorem THEVENIN
Theorem yang sangat penting ini menyatakan bahwa : untuk sembarang rangkai
linier dengan dua ujung terbuka (gambar 1-34a) yang terdiri dari tahnan-tahanan
dan sumber-sumber, dapat digantikan dengan rangkai ekivalen sumber tegangan
atau rangkai ekuifalen sumber arus (Gb.1-34 b, c).
Rangkai sumber tegangan sebagai rangkai pengganti itu disebut Rangkai
Ekuivalen Thevenin (gambar 1-34b) dan rangkai sumber arusthevenin atau
Rangkai Ekuivalen Norton (gambar 1-34 c)
I I

RTH +
Rangkaian

linier ETH Eab Iss Go E

- -

Harga parameter-parameter rangkai pengganti pada gambar 1-34 b. dan 1-34 c :


Eo adalah tegangan terbuka “yang ada” pada dua ujung terbuka rangkai asli.

Iss adalah harga “arus hubungan singkat” pada ujung terbuka tersebut, yakni besar
arus yang akan mengalir bila kedua ujung terbuka tersebut disambung langsung.
RTH adalah tahanan input rangkai asli dilihat dari ujung dan terbuka dengan semua
sumber tegangan disambung langsung dan sumber arus dibuka, atau dapat juga
dicari dari harga tegangan terbuka dibagi dengan arus hubungan singkat pada
ujung-ujung tersebut.

Rangkaian gambar (1-34b) dan (1-34c) adalah rangkai sumber tegangan dan
sumber arus seperti yang telah dibicarakan didepan (lihat Gb. 1-23 dan Gb. 1-24),
yang apabila sekarang dituliskan lagi persamaannya untuk rangkai ekuivalen
thevein dan Norton menjadi :
E = Eo – I Ro

Atau I = Io – E Go (1-40)

1 Eo
Dimana Ro =𝐺𝑜 =Io

Dan untuk transformasi sumber tegangan ke sumber arus atau sebaliknya, relasi
persamaan (1-29) dan (1-31) tetap dapat dipake dengan penyesuaian symbol. ( Eoe
menjadi Eo , Isc , menjadi Io).
Contoh :
Gambar rangkaian ekuivalen Thevenin dari rangkai dengan ujung terbuka a, b,
dibawah ini.
Penyelesaian :
Ro

+a

+ 6Ω a Eo

- 12Ω

b -b
(a) (b)
Gambar (1-35)

12
Tegangan terbuka Edb = Eo = (12 V) = 8V
12+6

Ro adalah tahanan rangkai “dilihat” dari ujung a, b. karena tahanan dari sumber
tegangan 12 V itu nol. Maka untuk mencari Ro , sumber tegangan digantikan oleh
sambungan langsung/ hubungan singkat dari ujung-ujung sumber tersebut.
Dengan demikian maka Ro adalah tahanan 12Ω //6Ω (lihat gambar 1-36).
(12)(6)
Ro = 12//6 = = 4Ω.Selanjutnya, rangkai Ekuivalen Thevenin dapat
12+6

digambarkan (gambar 1-35b) dengan harga Eo = 8 V dan Ro = 4Ω.

12Ω

Gambar( 1-36 )
Ke-ekuivalen-an rangkai asli (gambar 1-35a) terhadap rangkai penggantinya
(gambar 1-35b) dapat dibuktikan dengan memasangkan tersebut baik pada
rangkaian asli maupun pada rangkai thevenin. Apabila kedua rangkai itu
ekuivalen, haruslah effek yang dirasakan ( disini : besarnya arus yang lalu) pada
tahanan yang dipasangkan itu akan sama.
Misalnya, pada ujung-ujung a, b rangkai asli (Gambar 1-35 a) dipasangkan sebuah
tahanan sebesar 4Ω : lihat Gb. 1-37.
Besarnya arus yang melalui tahanan tersebut dapat dihitung sebagai berikut:
(12)(6)
Rob : 12Ω //6Ω = = 4Ω
12+6
3
Eob- sekarang = (12 V) = 4V
3+6

Arus yang melamui tahanan 4Ω adalah : (4) I = 4 I= 1 A

12Ω 12Ω 4Ω

Gambar 1-37

Bila tahanan 4Ω itu dipasangkan pada rangkai Thevenin akan dilalui arus
8
sebesar I = = 1 A. arus ini sama besarnya dengan arus yang melalui tahanan
4+4

4Ω pada rangkai aslinya. Demikianlah maka rangkai ekuivalen thevenin Gambar


1-35b., dapat menggantikan rangkaian aslinya (gambar 1-35 a).
Gambar 1-38

Dengan theorem Thevenin di peroleh rangkai sederhana dari rangkai aslinya yang
umumnya lebih komplek, dan kemudian akan lebih muda dihitung pengaruh satu
bagian atau kelompok bagian rangkai terhadap bagian rangkai yang lain :
misalnya untuk menghitung effek pembebanan pada output rangkai dan
sebagainya.
Contoh :
Tentukan harga tahanan R yang akan menyerap daya dari rangkai Gambar 1-39.
Penyelesaian :
Untuk menentukan daya perlulah diketahui arus I dan juga R itu.
Maka, pertama-tama harus dicari hubungan I sebagai fungsi R kemudian baru
penghitungan dayanya.

Gambar 1-39

Bagian rangkai yang “dipelajari” disini adalah tahanan R. ambillah R itu dari
rangkai dengan meninggalkan dua ujung (a,b) dalam keadaan terbuka. Lihat
gambar (1-40 a).
Gambar 1-40

Selanjutnya terlihat adanya sumber tegangan dibagian kiri dan sumber arus
dibagian kanan. Gantikanlah sumber arus itu dengan rangkai gambar 1-40 b,
dengan harga
Isc 18
Eoc = = 1 = 90 𝑣
Go
5

1 1
Dan Ro = = 1 = 5o Ω
Go 5o

Dari rangkaian terakhir ini dapat ditentukan Eob = Eo dan Rob = Ro dari rangkai
ekuivalen Thevenin. Tegangan Eob dalam rangkai gambar 1-40b telah
dihitung didepan dengan prinsip superposisi : (dapat juga dengan KVL langsung).
5 20
Eob = (140) + (90)
5+20 20+5

Dan harga Rob = Ro adalah harga tahanan rangkai “dilihat” dari ujung a, b, dengan
sumber-sumber tegangan “dilangsung”.
20Ω 5Ω

b
Gambar 1-41
(20)(5)
Rob = 20//5 = = 4Ω
20+5

Dan rangkai ekuivalen Thevenin dapat digambarkan. (Gb. 1-42). Pasangkanlah


kembali bagian rangkai yang diambil tadi dan analisis jaringan yang “baru” ini.
E˳ 100
I= I= 4+R
R˳+R

Gambar (1-42)

100
Daya P = I2 R = R2
4+R

100²
P=
(4+R)²

Untuk menentukan harga R yang menyerap daya P maksimum, secara matematik


adalah sebagai berikut :
dp (4+R)2 (1002 )− 100² R (2)(4+R)
=
dR [(4+R)2 ]²

4+R-2R = 0
R= 4Ω
Hanya R = 4Ω inilah harga beban yang menyerap daya maksimum dari rangkaian
. besarnya daya maksimum dengan harga R yang telah diperoleh itu dapat dicari,
100
I = = 12,5 A
4+4

(p) max = (12,5)² (4) = 625 W


Tahanan R yang menyerap daya maksimum dari rangkai adalah sama dengan 4Ω .
harga tersebut sama dengan tahanan Ro dari rangkai ekuivalen sumber tegangan
Thevenin. Ini bukan sebuah kebetulan, tetapi memang demikianlah yang benar,
yakni bahwa transfer daya dari sumber kebeban akan maksimum bila beban sama
besarnya dengan “ tahanan dalam “ dari sumber. “Tahanan dalam” dari rangkai
ekuivalen Therenin disebut juga sebagai tahanan output (atau Output resistance)
dan proses membuat samanya tahanan beban dengab tahanan output dikenal
sebagai resistance matching.

Hingga tegangan antara tiap pasangan ujung anggota rangkaian sama


besarnya maka sambugan tersebut adalah sebuah sambungan palarel
dan rangkaiannya dikatakan sebagai rangkaian paralel.
Sambungan paralel dari beberapa tahanan dapat digantikan oleh sebuah
tahanan pegganti yang harga konduktansinya merupakan jumlah
konduktansi masing-masing tahanan.

4. Arus Transisi

Kapasitor dan konduktor


Gambar ( 1-43 ) adalah lambang kapasitansi sebuah kapasitor dengan
arah acuan arus dan tegangannya. Harga e adalah penurunan tegangan (
voltage drop ) pada arah arusnya. Hubungan arus dan tegangan pada
sebuah

gambar (1-43)
Dengan kecepatan tegangannya.

Dimana kapasitor C merupakan konstanta kesebandingan. Dimensi C

adalah M-1 L-1 T2 Q2 dan satuannya adalah farad ( F ) . Satuan F

adalah satuan yang sangat besar maka dalam praktek lebih sering

dipakai satuan mikrofarad ( µF ) atau pikofarad ( Pf ).

Dengan persamaan ( 1 – 41 ) . tegangan pada kapasitor dapat

dinyatakan sebagai
1
e=𝑐 ∫ 𝑖 𝑑𝑡 (1 – 42 )

melihat persamaan – persamaan diatas nampak bahwah :

seperti halnya peran konstanta pegas ( “K” ) dalam mekanika, pengaruh

C disini “menentang” adanya perubahan tegangan .

daya yang diberikan oleh sumber pada sebuah kapasitor adalah

𝑑𝑒
p = e i = C e 𝑑𝑡 ( 1 – 43 )

dan tegangannya

𝑑𝑒
w = ∫ 𝑝 𝑑𝑡 = ∫ 𝐶e 𝑑𝑡 dt

1
= ∫ 𝐶𝑒 de = 2 C e2 ( 1 – 44 )

Tenaga yang dituliskan dalam persamaan ( 1 – 44 ) diatas disimpan

dalam kapasitor ; hargnya bergantung kepada besarnya tegangan saja

dan tidak bergantung kepada bagian besarnya tegangan itu dicapai. Hal

ini tidak berbeda degan tegangan yang dimiliki oleh sehelai pegas yang

ditekan atau direntang, ia menyimpan tenaga pontnsial.


Tenaga yang tersimpan pada sebuah kapasitor akan kembali pada

rangkaian pada saat tegangan menjai nol. Misalnya jika kapaitor

tersebut dikosongkan dengan menghubung singkatan ujung-ujungna ;

arus mengair. Melalui penghantar dengan menjadikan panas penghantar

itu dan mungkin akan timbul bungan api.

Pada sebuah kumparan ( induktor ) , tegangan antara ujung-ujungnya

adalah sebanding dengan kecepatan perubahan arus yang melaluinya

𝑑𝑖
e = L 𝑑𝑡 (1 – 45 )

L disebut induktansi, dengan dimensi ML2Q-2 dan satuan H ( henry ).

Tegangan e Adalah peramaan ( 1 – 45 ) adalah penurunan tegangan (

potential drop ) pada arah arusnya. Lihat Gb. 1 – 44. Dari persamaan ( 1 – 45)

dapat ditulis harga arus sebagai fungsi tegangan induktor

𝑑𝑖
p = e i = L i 𝑑𝑡 ( 1 – 47 )

dan tegangannya

𝑑𝑖
w = ∫ 𝑝 𝑑𝑡 = ∫ 𝐿 𝑖 𝑑𝑡 dt

1
= ∫ 𝐿 i di = 2 L i2 ( 1 – 48 )
Tenaga ini disimpan dalam induktor sebagai medan magnet dan seperti

terlihat pada persamaan (1 – 48) besarnya tenaga hanya bergantung

kepada besarnya arus saja dan tidak kepada bagaimana cara mencapai

harga tersebut.

Tenaga yang tersimpan dalam induktor ini dapat kembali

dalamrangkaian pada saat arusnya menjadi nol. Misalnya pada saat

saklar dibuka. Sesuai persamaan ( 1 – 48 ) suatu tegangan yang relative

tinggi akan muncul di atas kotak saklar tadi dan mungkin saja timbul

lonctan bunga api.

Pada gambar 1 – 45 seluruh tahanan murni R disambung seri dengan

sebuah induktor murni L. Apabila saklar S ditutup maka induktor L

akan dialiri arus yang bertambah besar ( mula-mula nol menuju kepada

harga akhirnya ) induktor akan berlaku sebagai sumber-sumber

tegangan yang arahnya menentang pertambahan arus tersebut.

Akibatnya, pada saat saklar ditutup, arus dalam rangkaian tidak akan
seketika mencapai harga arus akhir tetapi tergantung sekali pada

besarnya induktansi dan tahanan rangkaian. Demikianlah maka harga

arus tadi saat saklar ditutup sampai memperoleh harga akhir dikatakan

sebagai arus transisi atau arus peralihan.

𝑑𝑖
Misalkan i menunjukkan arus transisi tersebut dan 𝑑𝑡

Kecepatan kenaikannya, maka tegangan arus antara ujung-ujung

induktor adalah

𝑑𝑖
eL = L 𝑑𝑡

dan antara ujung-ujung tahanan adalah


e
R=iR

karena E = eL – eL

𝑑𝑖
maka E=L +iR
𝑑𝑡

𝐸 𝐿 𝑑𝑖
= +i (1–
𝑅 𝑅 𝑑𝑡

49)

𝑑𝑖 𝑅
𝐸 𝑑= 𝑑𝑡
−𝑖 𝐿
𝑅

Karena i = 0 pada waktu t = 0 , maka batas integrasi diambil sebagai

berikut :

𝑙 𝑙
𝑑𝑖 𝑅
∫ = ∫ 𝑑𝑡
𝐸 𝐿
𝑒 𝑅 − 𝑖 𝑒

Dan didapat
𝐸
[𝑅 ] − 𝑖 𝑅
− 𝐼𝑛 = 𝑡
𝐸 𝐿
𝑅
𝐸 𝐸 −𝑅 𝑡
− 𝑖= 𝐶 𝐿
𝑅 𝑅
𝑅
𝐸
𝑖= [1 − 𝐶 − 𝐿 𝑡 ] ( 1 – 50 )
𝑅

Persamaan ( 1 – 50 ) adalah persamaan keadaan transisi dari arus pada

sebuah rangkain L, R dengan keadaan awal : pada saat t = 0, i = 0..

Harga akhir dari arus tesebut adalah bila kepada persamaan ( 1-50 ) di

masukkan harga 𝑡 = ~

𝐸
𝑖= [1 − 𝐶 −~ ]
𝑅
𝐸
=
𝑅

Nampak jelas bahwa pada keadaan akhir ini harga arus

𝐸
𝑖= =𝐼
𝑅

Tidak bergantung kepada harga induktansi L. Jadi persamaan ( 1-50 )

dapat dihitung sebagai

𝑅
𝑖 = 𝐼 − 𝑒−𝐿 𝑡 ( 1-51 )
Gambar 1 – 46

Gambar ( 1 – 46 ) menunjukkan keadaan transisi dari persamaan ( 1-


51), i mula-mula naik dengan cepat, dan secara asymtotis menuju
𝐸
kepada hara akhir 𝐼 = .
𝑅
𝑅𝑡 𝐿
Tetapan waktu dimana = 1 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑡 =
𝐿 𝑅

L dalam henry (H)


R dalam ohm
𝐿
Maka konstanta waktu 𝑅 dalam detik.
𝐿
Selanjutnya, jika t = 𝑅 = tetapan waktu rangkaian, maka

𝑖 = 𝐼 (1 − 𝑒 −1 ) dimana e
= 2,718
= 𝐼 (1 − 0,369)
𝑖 = 0,63, 𝐼
atau kira-kira = 63, dari I, seperti dikatakan diatas bahwa cepat atau
kurang cepatnya harga akir dicapai bergantung sekali kepada harga L
dan R ; atau dengan kata lain bergantung kepada harga timeconstant
rangkaian.
Gb. 1-46 b menunjukkan kejadian yang sebaliknya. Jika ada arus tetap I
dalam rangkai pada Gb. 1-45, sumber arus ( battery ) diambil dan
rangkai dihubung pende ( short circuited ), maka turunannya arus akan
seperti Nampak pada Gb. ( 1- 46 b ). Persamaan arus yang menjadi
kecil itu adalah
𝑅𝑡
𝑖 = 𝐼 𝑒− 𝐿
𝐿
dan konstanta waktu adalah waktu yang dipakai untuk harga arus
𝑅
1
turun sampai ke harga 𝑒 arus mul-mula.

Pada rangkaian berikut, kedudukan L pada rangkai Gb. ( 1-45 )


digantikan oleh sebuah kapasitor C.
S R

Gambar 1 - 47

Misalnya q adalah muatan pada kapasitor, yang mula-mula dalam keadaan

Kosong, maka bila saklar S ditutup, mengalirlah arus transisi I, dimana


𝑑𝑞
i = 𝑑𝑡
𝑞
Tegangan pada kapasitor 𝑒𝑐 = dan tegangan pada
𝑐
𝑑𝑞
Tahanan 𝑒𝑅 = 𝑅 𝑖 = 𝑅 selajutnya
𝑑𝑡

𝐸 = 𝑒𝑐 + 𝑒𝑅
𝑞 𝑑𝑞
= + 𝑅
𝑐 𝑑𝑡
Atau
dq
CE = RC + q ( 1-52 )
dt

Analog degan penyelesaian pada persamaan rangkaian LR diatas, maka


akan diperoleh penyelesaian
𝑡
𝑞
= CE [1 − 𝑒 −𝑅𝑐 ] ( 1-53 )
𝐿
𝑞
Apabia dimasukan haga 𝑒𝑐 = ⁄𝑐 pada persamaan di atas,diperoleh :
t
𝑒𝑐 = E [1 − e− ⁄RC ] ( 1 – 54 )

Persamaan ( 1 – 54 ) menggambarkan keadaan transisi dari tenaga


kapasitor dari saat mula-mula, yakni saat saklar S ditutup ( t=0 )
menunjukkan harga akhirnya

gambar 1 – 48

harga akhir tegangan kapasitor dicaai bila dimasukkan harga t = ∞.


𝑒𝐶 = E(1 − e−∞ ) = E
Tetapan waktu ( time constant ) rangkaian ini adalah t = RC. Seperti
halnya pada rangkaian L, R, maka cepat atau kurang cepatnya haga akhir
dicapai, yakni 𝑒𝐶 = 𝐸, bergatung kepada time constant rangkaian.
Keadaan sebaliknya adalah bila kapasitor mula-mula dalam keadaan
bermuatan kemudian dikosongkan ( discharge ). Memalalui R maka
keadaan transisi dari muatan kapasitor akan mengikuti persamaan :
𝑡
𝑞𝑐 = 𝑄𝑒 −𝑅𝑐
Seperti ditunjukkan pada GB. ( 1-40 b ). Time constant RC adalah waktu
1
yang diperlukan oleh muatan 𝑞𝑐 untuk turun harganya sampai ke dari
𝑐

harga mula-mula.
Peranan rangkaian-rangkaian diatas rangkaian pengintegral dan rangkai
pendiferential di bicarakan pada Bab. II.

5. Pengukuran listrik

Dalam praktek, besaran listik pada suatu rangkaian yang paling sering
diukur adalah tegangann. Pengukuran tegangan dengan sebuah meter tidak
perlu mengubah, memotong atau menmbahkan sesuatu kepada rangkai
yang diukur. Ujung-ujung meter ( probe ) cukup ditempelkan kepada dua
titik yang diukur ( beda ) tegangannya. Apabila antara dua titik yang
diukur tergantungnya itu dianggap sebagai dua ujung terbuka suatu
rangkai ( linear ), maka antara dua titik tadi dapat digantikan dengan
rangai ekivale thevenin berikut :

R0

E0

Gambar 1 – 49

Dimana: E0 adalah tegangan terbuka yang ada antara dua ujung tersebut.
R0 adalah tahanan thevenin antara ujung-ujung tersebut.

Alat ukur tegangan, yang umumnya adalah sebuah multimeter dengan


tahanan Rm pada mulanya multimeter ang disetel pada suatu baca ukur
(BU) tegangan, harga tahanan meter Rm tertentu oleh hubungan : 𝑅𝑚 =
Ω⁄
v x BU ohm dipakai untuk mengukur tegangan antara dua titik tadi.
(lihat Gb. 1 – 49 ).

Harga tegangan terbaca oleh volt meter

Rm
Et = R E0 ( 1-55 )
m +R0
dimana :
Rm : tahanan meter
R0 : tahanan thevenin rangkai yang diukur.
E0 : tegangan sebenarnya yang ada antara dua titik yang
diukur.

Persamaan ( 1-55 ) dapat ditulis dalam bentuk


1
𝐸𝑡 = 𝑅 𝐸0 ( 1-56 )
1+ 0
𝑅𝑚

Nampak pada persamaan ini bahwa harga tegangan dibaca Et Selalu


lebih kecil dari tegangan sebenarnya yang diukur, E0
𝐸𝑡 < 𝐸0
Hal inilah yang secara umum dikatakan bahwa pada pengukuran tegangan,
alat ukur mengambil sebagian daya dari sistim yang diukur hingga akan
menimbulkan kesalahan ukur. Kesalahan ini disebut kesalahan akibat
( pembebanan ) oleh alat ukur atau leading error, yang besarannya = 𝐸0 −
𝐸𝑡
𝐸0 −𝐸𝑡
atau = × 100 % .
𝐸0

pada kejadiansehari-hari sepertimisalnya pada pengukuran sumber-sumebr


teganga seperti battery, accu dan lain-lain yang sejenisnya, hanya tahanan
dalam sumber R0 relatif jauh lebih kecil daripada tahanan voltmeternya,
Rm , hingga :
𝑅0 << 𝑅𝑚
𝑅0
Atau << 1
𝑅𝑚

Maka, praktis 𝐸𝑡 = 𝐸𝑂

Pada pengukuran tegangan-tegangan pada rangkaian, bila dipakai


meter-meter elektronik atau meter digital, dimana harga 𝑅𝑚 ≫ 𝑅𝑚
𝑅0
Maka : ≪1
𝑅𝑚
Yang berarti bahwa pengukuran tegangan dengan meter elektronik,
harga tegagan terukur dekat betul dengan harga tegangan sebenarnya.

BAB. II RANGKAIAN LISTRIK ARUS BOLAK-BALIK.

1. Pendahuluan
Bentuk-bentuk gelombang
Gejala elektromagnetika menunjukkan adanya ggl Induksi yang bervariasi
terhadap waktu, sebagai fungsi sinus maupun cosines. Ggl demikian
disebut ggl bolak-balik. Jika ggl ini dikenalkan pada sebuah komponen
listrik, tahanan misalnya, maka akan timbul arus pada komponen ini yang
juga bervariasi dengan waktu, sesuai dengan perubahan tegangan. Arus
dari ggl bolak-balik dikenal sebagai arus blak-balik arus dan tegangan
yang berfungsi waktu ditulis dengan gelombang. Gambar 2 – 5

a) a) Gelombang sinus

b) Gelombang kotak

b) c) Gelombang gigi gergaji

c)

kita mengenal tiga macam bentuk gelobang, yaitu gelombang sinus,

gelombang kotak dan gelombang gigi gergaji.


Besaran bolak-balik sinusoida

Frequency, Amplitudo dan phase.

Pada gelombang sinusoida kita mengenal istilah frekuency yaitu


banyaknya gelombang setiap detik. Jadi frekuency sama dengan seper
periode. Periode adalah waktu yang digunakan oleh satu gelombang.
Sedangkan simpangan maksimumnya dinamakan amplitude.
Dua gelombang sinusoida mempunyai frekuensi sama tetapi melalui titik
nol pada saat yang berbeda, dikatakan beda fase, dan sudut antara du rotasi
vektornya dinamakan sudut fase.
Lihat gambar 2 – 2

ℓ ℓ2 ℓ1

Gambar 2 – 2

Melukiskan sudut fase antara Dua tegangan sinusoida.


Harga RMS
Daya pada tegangan gerak elektrik yang tetap adalah

Em2
p= ……………………………………….( 2-1 )
R

Akan tetapi jika dipakai tegngan elektrik bolak-balik

[Em sin ωt2 ]


p= ……………………………….. ( 2-2 )
R

Daya rata-rata
Em2 [sinωt]2
pae = ( 2-3 )
R
1 Em2 Em 2 1
Pae = 2 =[ ] 𝑅 ……………………......( 2-4 )
R √2

Kita memutuskan untuk menamakan εm⁄ nilai akar purata kuadrat


√2
( roof mean square rms), Maka
Erms2
P𝑎𝑒 = dan ……………………….……...( 2-5 )
𝑅
im
i rms = …………………………………..(2-6 )
√2

Faktor Daya

Kalau : i = Im sin ωt ……………………………………………….( 2-7 )


Em = sin(ωt + ∅ ) ………………………………………..……….( 2-8 )
Maka :
P = e i = Im sin ωt. Em sin(ωt + ∅)
Sedang daya rata-rata
1 T
P = 1 ∫0 e i dt
1 𝑇
= 1 ∫0 Im Em sin ωt sin(ωt + ∅)dt

Im Em 𝑇
= ∫0 sin 𝜔𝑡 sin(𝜔𝑡 + ∅)𝑑𝑡
𝑇

Im Em 𝑇 𝑇
= [cos ∅ ∫0 𝑠𝑖𝑛2 𝜔𝑡 𝑑𝑡 + sin ∅ ∫0 cos 𝜔𝑡 sin 𝜔𝑡 𝑑𝑡]
𝑇

Em Im
= cos ∅
Z

P = EI cos ∅ ………………………….(2 - 9)

Dimana E dan I adalah harga rms. Dan cos ∅ dinamakan factor daya.
ℓ p ℓ
wt


Gambar 2 – 2. Faktor daya.

Keaktansi kapasitip.
Kalau : e i = Em sin ωt ,
dq de
𝑒0 Maka : i = = c dt
dt
~
i = Em ωc cos ωt
𝐸𝑚 𝜋
= 1⁄ sin [𝜔𝑡 + 2 ]
𝜔𝑐

Gambar 2 – 3
Em π
Jadi, i = sin [ωt + 2 ] ……………………………………( 2 – 10 )
Xc
1
Dimana : Xc = ωc yang dinamakan Reaktansi kapasitip, yang satuanya

adalah ohm.

Reaktansi Induktip

Tegangan input
L Ei = Em sin ωt
1
eo i = L ∫ edt
1
= L ∫ el dt
1
= ∫ Em sin ωt dt
L
Em
Jadi i = − ωt cos ωt

Em π
i= sin [ωt − 2 ] …………………………………..( 2-11 )
XL

dimana XL adalah reaktansi induktif yang besarya sama dengan 𝜔L .


Oscilloscope

Oscilloscope atau Cathode Ray Oscilloscope (CRO) adalah alat pengukur


besaran- besaran elektronis osiloskop seperti alat pengukur multimeter,
tetapi mempunyai kemampuan melebihi kemampuan multimeter.
Pada prinsipnya CRO dapat digunakan untuk mengukur :
1. Tegangan AC dan DC
2. Bentuk gelombang AC dan DC
3. Frekuensi gelombang lisrik
4. Beda fase tegangan listrik
CRO mudah dala pengukuran, CRO dua masukan dapat mengukur dua
gejla listrik sekaligus. Sedang CRO dua sumber electron gun dapat
digunakan untuk mengukur 3 gejal listrik sekaligus.
PRINSIP

K adalah katode yang merupakan sumber electron gun.


G1 adalah grid yang diberi tegangan negatip terhadap

Katode, yang digunakan intuk mengatur intesitas.


Grid 2 ( G 2) dan 3 ( G3 ) diberi tegangan positif terhadap katode, digunakan
untuk mem-fokuskan berkas elektron, sehingga berkas sinar yang diperoleh
pada tabir menjadi jelas dan tajam.
Anade ( A ) diberi tegangan positif sampai ± 1000 v,
digunakan untuk menarik elektron dari ketode menuju tabir.
Tabir ( T) terbuat dari zat–zat pendar / flour, yang akan bercahaya kalau
ditumbuk elektron. Lempeng vertikal (Lv) digunakan untuk menarik berks
elektron tersebut kearah atas dan bawah.
Lempeng horizontal ( LH ) yang digunakan untuk menarik berkas elektron
kearah kanan – kiri.
Cara terjadinya pembentukan gambar pada layar CRO Lempeng vertical
diberi tegangan bolak – balik
(Kalau lempeng atas + dan lempeng bawah -, kalau lempeng atas – dan
lempeng bawah + ). maka akan terbentuklah Garis lurus vertikal.
Hal ini disebabkan adanya pembelokan electron karena melawti lempeng
vertikal yang bermuatan positif. Lempeng vertikal yang tegangan bolak –
balik, menyebabkan pada layar akan

Diperoleh berkas electron yang naik–turun dan karena geraknya sangat cepat
akan kelihatan sebagai garis lurus vertikal.
Besarnya tegangan AC yang masuk pada lempeng bertikal menentukan
panjang garis pada tabir,makin besaran tegangan pad LV, maka makin
panjang garis yang diperoleh.
Gejala listrik naik turun ini dapat bergerak ke kiri dan ke kanan dengan cara
memasukan tegangan TGG pada lempeng LH, dan gambar yang diperoleh
pada layar adalah sinusoida.
Tegangan gigi gergaji ( TGG ) selain untuk menarik garis naik – turun, juga
berfungsi sebagai pengatur agar gambar menjadi stabil (diam dan tidak lari -
lari).
Caranya adalah dengan mengatur agar frekuensi TGG sebanding tegangan
yang diukur ( pada LV ).
Pembentukan gambar pada tabel tersebut akan diterangkan berdasarkan
gambar 2-7. Suatu gejaala sinus yang akan diukur dimasukan pada LV dan
secara bersamaan TGG dimasukan pada LH, kalau saat awal naiknya
tegangan sinusoida tersebut bersamaan dengan saat awal naiknya TGG, dan
frekuensi sinusoidal sebanding sebanding dengan frekuensi TGG maka pada
layar akan diperoleh gambar sinusoida yang diam. Tetapi kalau kedua syarat
tidak dipenuhi, maka gambar akan lari- lari. Untuk mengatasi hal ini
dibutuhkan syuchronisasi.
Syuchronisasi dapat dilakukan baik secara internal maupun external. CRO
dapat digunakan secara external artinya TGG yang ada dalam CRO diputus
sambungannya terhadap lempeng LH, dan sebagai gantinya gelombang dari
luar dimasukan kedalam LH. Prinsip ini digunakan untuk mengukur beda
fase dan perbedan frekuensi secara lissajous.

Mengukur beda fase antara ua geombang sinus.


Untuk mengukur beda fase antara dua gelombang Sinur, yaitu dengan
menghubungkan ( memasukkan ) gelombang tersebut pada masukan
vertikal dan horisontal. Untuk masukan horizontal
𝜗h = H𝜌 sin ωt …………………………………………..( 2-12 )
dan gel sinus vertikal
Ee = b sin(ωt + ∅) ………………………………………( 2-13 )
Untuk t = 0, maka
a
𝜗H = 0 dan makasin θ = b

𝜗 = b sin ∅ = a

Jadi ……………………….( 2-14 )

Perbandingan a⁄b dapat ditentukan dari pola yang ada pada layar (gb 2-9 ).
Pola yang dpat menghasilkan garis lurus, lingkaran, atau ellipse, dinamakan
lukisan lissajous. Hal ini tergantung sudut fase ( gambar 2-8 ). Gambar ( 2-8 )
untuk beda fase 0,45 dan 90

Gambar 2-8
Lukisan lissa jous untuk beda fase 0˚,45˚,90

˚
Gambar 2-9
Metode untuk mencari beda fase dua gel sinus,dimana
𝑎
∅ = 𝑎𝑟𝑐 𝑠𝑖𝑛
𝑏
Lukisan lissa jous juga dapat digunakan untuk mencari perbandingan ferekuensi
1 1 2
gelombang,jika ferekuensi gelombang 𝐸𝐻 𝐷𝑎𝑛 𝐸𝑉 merupakan 2 , 4 𝑑𝑎𝑛 Maka
3

akan menghasilkan gelombang diam dan perbandingan ferekuensi ditentukan


oleh jumlah loop horizontal dan vertikal.

2.Rangkaian -Rangkaian sederhana


Unsur –unsur rangkaian
Pada umumnya rangkaian elektronika tersusun atas tahanan (R),kapasitor(C)
,induktor(L) yang disebut komponen pasif dan dioda(D) serta transistor yang
disebut dengan komponen aktif. Komponen aktif dioda dan transistor juga di
Sebut piranti zat padat.adapun simbol –simbol komponen elektronika dapat dilihat
pada gambar 2-11

Komponen dioda dan transistor disebut prianti zat padat ,karna dibuat dari bahan
semikonduktor.dikenal dua macam tansistor tipe PMP dan MPM.Diode digunakan
sebagai penyearah,sedangkan transistor sebagai penguat tegangan.

Rangkaian –rangkaian RC
Rangkaian defrisiantor dan integratior

Pada rangkian filter RC lolos rendah untuk WRC<< 1memberikan range frekuensi
cukup kecil.
Kalau:
ei =Em 𝑠𝑖𝑛𝜔𝑡,maka
𝑒𝑖= R 𝐼𝑚 sin(𝜔𝑡 + ∅)𝑑𝑎𝑛 … … … … … … … … … … … … … (2 − 15)
1
𝑒𝑖 = … … … … … … … … … … … … … … … . (2 − 16)
√1 + 1/𝜔𝑅𝐶 2
Jadi
𝜋
𝑒𝑜 =Em𝜔𝑅𝐶 𝑠𝑖𝑛 (𝜔𝑡 + 2 )

𝑒𝑜 =Em𝜔𝑅𝐶cos 𝜔𝑡 … … … … … … … … … … … … … … … … (2 − 17)
Tetapi
𝑑𝑒𝑖
=𝜔 𝐸𝑚 cos 𝜔𝑡 … … … … … … … … … … … … … … … … … (2 − 18)
𝑑𝑡

Maka
𝑑𝑒𝑖
𝐸0 = 𝑅𝐶 … … … … … … … … … . . . … … … … … … . . (2 − 19)
𝑑𝑡

Pada rangkaian filter RC lolos rendah,tegangan pada kapasitor sama dengan


tegangan output.
Dimana
𝑞
𝐸𝐶 = = 𝐸0
𝑐
𝑞 1
𝐸𝐶 = = 𝑐 ∫ 𝑖𝑑𝑡
𝑐
1
= 𝑐 ∫ 𝑚 sin(𝜔𝑡 + ∅)𝑑𝑡
𝐼𝑚
= −𝐼 cos(𝜔𝑡 + ∅) … … . … … … … … … … … … … (2 − 20)
𝜔𝑐
𝐸𝑚
Dengan membuat r dan c sangat besar diperoleh 𝜔𝑅𝐶 ≫ 1,Maka,𝐼𝑚 = ,∅ = 0
𝑅

Persamaan (2-20) menjadi

𝑚 𝐸
𝑒0 = − 𝑅𝐶𝜔 𝑐𝑜𝑠𝜔𝑡 … … … … … … … … … … … … … … … … (2 − 21)

Kita ingat kembali

𝑒𝑖 = 𝐸𝑚 𝑠𝑖𝑛𝜔𝑡
∫ 𝑒𝑖 𝑑𝑡 = 𝐸𝑚 ∫ sin 𝜔𝑡 𝑑𝑡
𝐸𝑚
=− cos 𝜔𝑡 … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2 − 22)
𝜔
Persamaan(2-22) dimasukan kepersamaan (2-21)diperoleh
1
𝐸0 = ∫ 𝐸 𝑖 1 𝑑𝑡
𝑅𝐶
Interterpitasi persamaan (2 -23) adalah pada saat 𝜔𝑅𝐶 ≫ 1 rangkaian filter RC
lolos rendah berlalu sebagai integator.

Impedansi
Penyelesaian steadi-stare dandari persamaan diferensial rangkaian ac mengandung
istilah sin 𝜔𝑡 dan cos 𝜔𝑡 pernyataan ini akan lebih sederhana dengan hubungan
trigonometri,tetapi prosedur membuktikan lebih mudah,tetapi untuk rangkain –
rangkaian sederhana. Menganalisis rangkaian ac dengan fasilitas besar ,jika arus
dan tegangansinusidional disajikan dengan blangan kompleks

Menurut gambar 2-13,komponen horizontal dan vertikal menunjukan bagian real


dan imajienier bilangan kmplek berikut

e=E=𝐸𝑚 (cos 𝜔𝑡 + 𝑗 sin 𝜔𝑡) = 𝐸𝑚 1𝑗𝜔𝑡 ...................................(2-24)


untuk rangkaian RL seri
𝑑
e= 𝑅𝑖 + 𝐿 𝑑𝑖 ................................................................................(2-25)
𝑡
Subsuti persaman (1)arus rangkaian da sudut fase antara arus dan tegangan
𝐸𝑚𝑗(𝜔𝑡+∅) = 𝑅𝐼 𝑚𝐼 𝐽𝜔𝑡 + 𝐽𝜔𝐿 𝐼𝑒 𝐽𝜔𝑡
=(R+ 𝐽𝜔𝐿)Im𝐼 𝐽𝜔𝑡
E=ZI.............................................................................(2-26)
Besarnya (R+ 𝐽𝜔𝐿) dari rangkaian RL seri dinamakan impedanse.
Rangkain seri impedensi dapat diganti dengan sebuah impedensi ekivalen yang
besarnya
𝑍𝑒𝑞 = 𝑍1 + 𝑍2 + 𝑍3 +................................................................(2-27)
Sedangkan impedensi pararel
1 1 1 1
= 𝑍 + 𝑍 + 𝑍 + ⋯ … … … … … … … … … … … (2 − 28)
𝑍𝑒 1 2 3

Analisis fasor
Anaisis fasor adalah teknik penyelesaian masalah –masalah rangkaian yang
berfrkuensi sama dengan respon steadaian pers-stare diharapkan .Dasar analisis
ini adalah penyelesaian persamaan fungsi ditransformasikan ke bentuk fasfor.
Sebagai contoh:
𝑖 = √2 Icos(𝜔𝑡 + 𝐿) 𝑑𝑎𝑛 𝑣 = √2 √𝑐𝑜𝑠 (𝜔𝑡 + 𝐵)
Ditrnsformasikan ke
I=IL𝛼 𝐷𝑎𝑛 𝐸 = 𝐸𝐿𝐵 … … … … … … … … … … (2 − 29)
Yang perlu diperhatikan adalah arus maksimum dan tegangan maksimum.pada
Aljabar bilangan komplek
𝚊
a=𝚊1 + 𝐽𝚊2 a=√𝚊1 2 + 𝚊2 2 𝐿 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑎𝑛 𝚊2...................(2-30)
1

𝑏
b=𝑏1 + 𝐽𝑏2 a=√𝑏1 2 + 𝑏2 2 𝐿 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑎𝑛 𝑏2...................(2-31)
1

atau persamaan dapat ditulis


𝚊
a= 𝐴𝐿 𝛼 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝐴 = a=√𝚊1 2 + 𝚊2 2 𝑑𝑎𝑛 𝛼 = a𝑟𝑐 𝑡𝑎𝑛 2 ...................(2-32)
𝚊1

𝚊
b= 𝐵𝐿 𝛼 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝐵 = a=√𝑏1 2 + 𝑏2 2 𝑑𝑎𝑛 𝛽 = a𝑟𝑐 𝑡𝑎𝑛 𝚊2...................(2-33)
1

Ataupun sebalinyadari bentuk pasfor diubah ke bilangan komplek adalah


Kalau a=AL 𝛼 Maka 𝚊 1 = 𝐴 𝑐𝑜𝑠 𝚊 1 𝑑𝑎𝑛
𝑏2 = 𝐴 sin 𝛼
Jadi bentuk kompleknya adalah
a=𝚊1 + 𝐽𝚊2
a=Acos 𝛼𝛼 + 𝑗 𝐴 𝑆𝑖𝑛 𝛼

Sedangkan perkalian pembagian didalam analisis phasor adalah


a= 𝐴𝐿 𝛼 dikalikan b= 𝛽𝐿 𝛼 maka
c=a x b
c=ab[𝛼 + 𝛽] … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2 − 35)

𝚊
a/b=𝑏 < 𝛼 − 𝛽 (2-36)

Yang perlu diperhatikan adalah analisis pasor akan kemudahan perhitungan dalam
bentuk perkalian dan pembagian.sedangkan untuk pengurangan dan penjumlahan
akan lebih mudah mengunakan aljabar komplek.

Rangkaian filter

Rangkian listrik filter adalah rangkaian listrik ac yang pada umumnya berisi
elemen reaktif (L,C),Yang berfungsi untuk meneruskan atau menahan sinyal pada
daerah ferekuensi tertentu.atas dasar daerah lolos rendah,high pass filter ,band
passfilter dan band rejetion filter.

Filter RC lolos rendah

Rangkaian filter RC lolos rendah adalah rangkaian listrik yang berisi elemen –
element Rdan C yang meneruskan sinyal dengan ferekuensi lebih rendah dari
suatu Frekuensi tertentu Fh ,sebaliknya menahan sinyal dengan frekuensi lebih
tingggi FH.
𝑒𝑖 = 𝐸𝑚 sin 𝜔𝑡
𝑞
menurut hukum kirchoff 𝑒𝑖 = R𝑖 + 𝑐

𝑑𝑖 𝑖 𝑑 𝐸𝑚 𝑠𝑖𝑛𝜔𝑡
𝑅 + =
𝑑𝑡 𝑐 𝑑𝑡
𝑑𝑖 𝑖 𝜔
+ 𝑅𝑐 = 𝐸𝑚 𝑐𝑜𝑠𝜔𝑡 …………………..(2-37)
𝑑𝑡 𝑅

Penyekesaian persamaan (2-37) adalah


𝑖 = 𝐼𝑚 sin(𝜔𝑡 + ∅) … … … … … . … (2 − 38)
𝜔
Untuk input berbentuk sinus dengan ferekuensi 𝑓 = ,maka hubungan antar
𝑅

output dan inputnya adalah


1⁄𝑗𝜔𝑐
𝐸0 = 𝐸 … … … … … … … … … . (2 − 39)
1⁄𝑗𝜔𝑐 +𝑅 𝑖

Atau
𝐸0 1⁄𝑗𝜔𝑐
𝐴𝑒𝑉 = = 1⁄𝑗𝜔𝑐+𝑅 … … … … … … … … … … . . (2 − 40)
𝐸𝑖
1
=1+𝑗𝜔𝑅𝑐 … … … … … … … … … … … … (2 − 41)

Adanya bilangan komlek pada persamaan (2-41) menunjukan bahwa ada beda
fase anara output dan input.dari persaman ini didapatkan:
a. Harga mutlak dari perbesaran tegangan
1 1
|𝐴𝑒(𝜔)| = =− …………………… …...(2-42)
√1+(𝜔𝑅𝑐)2 √1+(2𝜋 𝑓𝑅 𝐶)2

b. Beda fase
1 1
𝜃(𝜔) = 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑎𝑛 𝜔𝑅𝑐 = 𝑎𝑟𝑐 tan 2𝜋𝑓𝑅𝑐 … … … … ….…………...(2-43)

Dari persamaan (2-24) dapat dimengerti bahwa |Ae| makin kecil untuk ferekuensi
yang sangat besar,hanya saja selama frekuensi masih berhingga harga|Ae| tidak
Pernah nol.maka didifeninisikan batas frekuensi batas fc,sehinga untuk frekuensi-
frekuensi dimana |Ae(f)|< |Ae(fe)| sinyal diangaptidak diteruskan, sedangkan
untuk Frekuensi-frekuensi |Ae(f)|< |Ae(fe)|,sinyal dianggap diteruskan.secara
umum didefinisikan dari fe adalah frekuensi dimana daya yang diserap oleh
rangkaian adalah setengah dari harga maksimumnya.

Maka untuk f=fe


|𝐴𝑒|𝑚𝑎𝑘
𝐴𝑒 = = 0,707|𝐴𝑒|𝑚𝑎𝑘𝑎 … … … … … … … … . . (2 − 44)
√2
Jadi
1
𝑓𝑐 = … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2 − 45)
2𝜋𝑅𝑐
Sehingga
1
𝐴𝑒 = … … … … … … … … … … … … … … … . . (2 − 46)
√1 + (𝑓 ⁄𝑓𝑐)2
Grafik |Ae| sebagai fungsi f terlihat pada gambar 2-25
Diagram bode
Untuk memudahkan cara pengambaran tanggap frekuensi dari rangkaian yang
lebih kompleks digunakan digram bode ,yaitu sebagai ordinatnya adalah harga
perbesaran dalam satuan desibel sedang abisnya adalah

Harga logaritmat dari frekuensi ,dimana Ae dalam satuan desibel |Ae| db =20 loq
|Ae|.pada rangkian filter Rc lolos rendah
1
𝐴𝑒 =
√1 + (𝑓⁄𝑓𝑐)2
Atau
1
|𝐴𝑒|𝑑𝑏 = 20 𝑙𝑜g {(1 + 𝑓 ⁄𝑓𝑐)2 }−2 … … … … … … … … … … . (2 − 47)
Atau
|𝐴𝑒|𝑑𝑏 = 10 𝑙𝑜g {(1 + 𝑓 ⁄𝑓𝑐 )2 } … … … … … … … … … . . (2 − 48)

Dari persaman (2-48) dapat dilihat bahwa


1. Untuk f/fc <<1 atau f<<fc maka |𝐴𝑒|𝑑𝑏 ≃ 0 yang berati bahwa untuk
f<<fc harga dari |𝐴𝑒| db mendekati asimpotis dengan garis |𝐴𝑒| 𝑑𝑏 = 0
2. Untuk f/fc >>1 atau f>>fc maka |𝐴𝑒| 𝑑𝑏 = −20log f/fc yang berati harga
|𝐴𝑒| 𝑑𝑏 = 𝑎𝑠𝑖𝑚𝑝𝑖𝑜𝑡𝑖𝑠 𝑡𝑒𝑟ℎ𝑎𝑑𝑎𝑝 |𝐴𝑒| 𝑑𝑏 = −20 log f/fc.
Garis ini berupa suatu garis lurus yang mempunyai harga –harga
|𝐴𝑒| 𝑑𝑏 = 0 untuk f= fc, |𝐴𝑒| = 6 𝑑𝑏 untuk f=2fc, |𝐴𝑒| = 12 𝑑𝑏 untuk
f=4fc dan setrusnya dapat dibuktikan bahwa |𝐴𝑒| turun sebesar 6 db setiap
Frekuensinya naik 2 kali atau naik 1 oktaf lebih tinggi.
3. untuk f=fc mempunyai harga |𝐴𝑒| 𝑑𝑏 = −10 log 2 = −3.
Ini impedens lain darari ferekuensi batas fc ,yaitu frekuensi dimana harga
|𝐴𝑒| 𝑡𝑢𝑟𝑢𝑛 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟 3𝑑𝑏 dari harga maksimum.

Filter RC Lolos tinggi

Ei=Em sin𝜔𝑡 eperti rangkaian filter RC lolos rendah ,berlaku


1
𝐴𝑒 = 𝑒𝑖 … … … … … … … … … … … … … … . (2 − 49)
𝑅 + 𝑖 ⁄𝑗𝜔𝑐
1 𝑗 𝑓/𝑓𝑐
𝐴𝑒 = = … … … … … … … … … … . (2 − 50)
1 + 𝑗𝜔𝑅𝑐 𝐼 + 𝑗𝑓/𝑓𝑐
Sehinnga
𝑓/𝑓𝑐
|𝐴𝑒| = … … … … … … … … … … … (2 − 51)
√1 + (𝑓 ⁄𝑓𝑐)2
Dan
|𝐴𝑒|𝑑𝑏 = |𝐴𝑒1 |𝑑𝑏 + |𝐴𝑒2 |𝑑𝑏 … … … … … … … … … . (2 − 52)
Dimana
𝑓 1
|𝐴𝑒1 | = 𝑑𝑎𝑛 + |𝐴𝑒2 | = … … … … … … … … … . (2 − 53)
𝑓𝑐 √1 + (𝑓/𝑓𝑐)
Harga |𝐴𝑒2 | 𝑑𝑏 sama seperti pada rangkaian filter RC lolos rendah garis titik –
titik satu pada gambar 2-17 sedang harga |𝐴𝑒1 | 𝑑𝑏 akan berupa garis lurus
dengan kecuraman+6 oktaf dan berharga nol untuk f=fc(lihat garis titi-titik dua
pada gambar sehinnga Ae db akan asimpotis terhadap tebal (3),yang merupakan
jumlah dari garis (1) dan(2).

4. Resonasi
RLC seri

𝑗𝜔𝑡
e=E =Em (𝑐𝑜𝑠𝜔𝑡 + 𝑗 sin 𝜔𝑡) = 𝐸𝑚 1

menurut hukum kirchoff


𝑞 𝑑𝑖
𝑒 = 𝑅𝑖 + +𝐿
𝑐 𝑑𝑡
,maka
𝑑2 𝑖 𝑑𝑖 𝑖 𝑑𝑒
L 𝑑𝑡 2 + 𝑅 𝑑𝑡 + 𝑐 = 𝑑𝑡

Persamaan diatas adalah PD orde 2 dimana penyelesaiannya adalah


𝐸𝑚
𝑖= sin(𝜔𝑡 − ∅) … … … … … . . (2 − 54)
√𝑅 2 + (𝜔⁄𝐿 −)2

Dimana
𝜔𝐿 − 1𝜔𝑐
∅ = 𝑎𝑟𝑐 tan … … … … … … … … … . . (2 − 55)
𝑅
Penyelesaian PD orde 2 diatas juga dapat diselesaikan dengan aljabar
kompleks,sebagai berikut:
Impedans total :
z= 𝑧1 + 𝑧2+𝑧3
1
Z=R+ j𝜔 L+j𝜔 C
1
=R+j(𝜔 L − 𝜔 C)....................................................................(2-56)

Dengan hukum ohm, maka


𝐸
𝐼=
𝑧
1
𝐸 𝑅 − 𝑗 (𝜔𝐿 − 𝜔𝑐 )
= ,
1 1
𝑅 + 𝑗 (𝜔𝐿 − 𝜔𝑐 ) 𝑅 − 𝑗 (𝜔𝐿 − 𝜔𝑐 )
1
𝑅 − 𝑗 (𝜔𝐿 − 𝜔𝑐)
=𝐸
1
𝑅² + 𝑗 (𝜔𝐿 − 𝜔𝑐 ) ²

𝐸 𝑅 𝜔𝐿 − 1/𝜔𝐿
𝐼= × −𝑗
√𝑅 + (𝜔𝐿 − 1 ) ² √ 1 √ 1
𝜔𝑐 ( 𝑅² + (𝜔𝐿 − 𝜔𝑐 ) ²) ( 𝑅 + (𝜔𝐿 − 𝜔𝑐 ) ²)

Dari diagram impendence komplek di peroleh

𝜔𝐿 − 1/𝜔𝐿
𝑐𝑜𝑠∅ = … … … … … … … … … (2 − 58)
√ 1
( 𝑅² + (𝜔𝐿 − 𝜔𝑐 ) ²)
𝜔𝐿 − 1/𝜔𝑐
𝑠𝑖𝑛∅ = … … … … … … … … … (2 − 59)
√𝑅² + (𝜔𝐿 − 1 ) ²
( 𝜔𝐿 )
𝑉
𝐼= 𝐶𝑂𝑆∅ − 𝑗 𝑠𝑖𝑛∅
2
√𝑅 2 + (𝜔𝐿 − 1 )
𝜔𝑐
𝐸𝑚
= 1𝑗(𝜔𝑡−∅) … … … … … … … (2 − 60)
√𝑅 + (𝜔𝐿 − 1 ) ²
𝜔𝑐

Jadi arus akan sangat kecil pada frekuensi rendah (𝜔 → 0),karena reaktansi
kapasitipisnya besar . sedangkan pada frekuensi tinggi(𝜔 → ~) arus akan sangat
besar .diantara dua extremes ini ,arus mksimum ketika rekteransi kapasitip , 𝜔𝐿 −
1
pada frekuensi ini rangkaian frekuensinya adalah f 0 :
𝜔𝑐
1
𝜔𝐿 =
𝜔𝑐
1
𝜔2 =
𝐿𝑐

1
4𝜋 2 𝑓0 2 = √
𝐿𝑐

1 1
𝑓0 = √ … … … … … … … … … . (2 − 26)
2𝜋 𝐿𝑐

RLC Pararel
Arus pada rangkaian dibawah in diperoleh dengan menghtung impedensi komplek
total.
Karena induktor dan kapsitor dihubunhgkan secara pararel maka,
1 1 1
=+ +
z1 1/j𝜔 L j𝜔 L
1
= j𝜔 L +
j𝜔 L
𝜔2 𝐿𝑐 + 1
=−
j𝜔 L
Atau
𝜔L
z1 = j + … … … … … … … (2 − 63)
1 − 𝜔 2 𝐿𝑐
Menurut persamaan (2-63),impedensi adalah sangat besar ,tak terhingga ketika,
𝜔2 𝐿𝑐 = 1
1
𝜔0= … … … … … … … … … (2 − 64)
√𝐿𝑐

Ini seperti resonasi seri .hanya pada resonasi seri impedensinya adalah minimum .
sedangkan pada resonasi parrel impedasinya maksimum.
Impedensi total:
𝜔L
Z=R+j … … … … … … … … . (2 − 65)
1 − 𝜔 2 𝐿𝑐
Jadi arus rangkaian
𝐸
𝐼= … … … … … … … (2 − 66)
R + j𝜔 L/1 − 𝜔 2 𝐿
1/2
𝐸0 1+(𝑅/𝜔)²(1−𝜔2 𝐿𝑐)2
={ 𝑅 }
𝐸𝑖 [1+( )²(1−𝜔2 𝐿𝑐)2 ]²
𝜔
Pararel resonan lebih umum igunakan dalam rangkaian elektronik untuk
memperorel imoedensen tinggi yamg man sinyal tegang lebih keliatan pada saat
resonasi ,resonasi juga penting dalam desain, rangkain elektronik untuk
mengtamakan sebuah ferekuensi lebih dari yang lainnya dengan mengatur harga
katakan lah kapasitor ,rangkaian barangkali tuned untuk membedakan frekuensi.
Prinsip ini digunakan untuk menyelesaikan chanel rado dan penerimaam tv.

5.Transformator

Untuk mengubah harga efektif dari gaya geraklistrik dalam suatu rangkaian
dipakai transformator.transformator terdiri dari suatu inti besi yang berada dalam
lilitan primer ,lilitan primer dihubunghkan sumber tegangan bolak –balik agar
diperoleh ggl yang kountinue pada lilitan yang sekunder ,maka kedua kumparan
akan mengurung fluks magnet yang besarnya sama ,yaitu:

𝐴𝜇0 𝑀1 𝑖1
∅= … … … … … … … … … … … (2 − 69)
1

Apabila arus 𝑖1 berubah dengan waktu maka fluks magnet diatas pun berubah
terhadap waktu sehingga pada kumparan akan terinduksi ggl sebesar

𝑑∅ 𝐴𝜇0 𝑀1 𝑖1 𝑑𝑖
𝐸𝑖 = −𝑀1 =− … … . . (2 − 70)
𝑑𝑡 1 𝑑𝑡
𝑑∅ 𝐴𝜇0 𝑀2 𝑖2 𝑑𝑖
𝐸𝑖 = −𝑀2 =− … … . . (2 − 71)
𝑑𝑡 1 𝑑𝑡
𝐸1 tidak lain adalah tegangan input pada kumparanpertama dan 𝐸2 adalah
tegangan output kumparan kedua .Dari 𝐸1 dan 𝐸2 diata kita dapatkan

𝐸1 𝑀1
=
𝐸2 𝑀2
......................(2-27)
Atau
𝑀2
𝐸2 = 𝐸
𝑀1 1
...................................(2-28)

Transformotor ideal berlaku hukum kekelan tenaga pada lilitan primer skunder.

𝐸1 = 𝐸1 𝐼1 𝑡
𝐸2 = 𝐸2 𝐼2 𝑡 𝐸1 𝐼1 𝑡 = 𝐸2 𝐼2 𝑡

Jadi
𝐼1 𝐸2
=
𝐼2 𝐸1
...............................................(2-74)

𝐼1 𝑀1
=
𝐼2 𝑀2
........................................(2-75)
Impedensi masuk Zi:

𝐸1
𝑍𝑖 =
𝐼2
(𝑀1 ⁄𝑀2 𝐸 )
=
(𝑀2 ⁄𝑀1 )𝐼2
𝑀1
=( )²
𝑀2
Jadi
𝑀1
𝑍𝑖 = ( ) ²𝑍0
𝑀2

......................................(2-76)

Kerugian –kerugian dalam transmator

1. Kerugian tembaga adalah kerugian daya didalam gulungan sekunder


Kerugian tembaga=𝐼12 𝑍1 + 𝐼22 𝑍2
2. Kerugian material inti
3. Kerugian oleh arus ferdey,ditimbulkan oleh berpusar –pusarnya arus
induksi didalam inti ini menimbulkan panas .
4. Kerugian isteris ,ditimbulkan oleh pembolak-balikan arah medan magnet
dalam inti.

Dari daerah dengan pontosial yang tinggi ke daerah dengan pontosial yang
rendah.dalam tiga dimensi intesitas medan sama dengan negatif dari gardian
pontosial.

Energi pontosial U (joule)didedefinasika sama denganpontosial dikalikan dengan


muatan q yang bersangkutan atau

U=qv. (3-4)

Apabila partikel tersebut elektron qdignti dengan-q (dengan q adalah besarnya


muatan elektron) dan U bentuknya sama dengan E hanya dibalik. hukum kekelan
Energi mengatakan bahwa energi total W,yang sama dengan jumlah energi
1
pontosial U dan energi kinetik 𝑚𝑣 2 ,merupakan suatu tetapan yang kekal
2
.jadi setiap titik dalam ruangan
1 2
𝑊=𝑈 𝑚𝑣 = tetapan (3-5)
2
Sebagai ilustriasi hukum ini pandang dua elektode sejajar (A dan B gambar 3-1a)

Yang terpisah dengan jaral d,dengan B mempunyai pontesi negatif 𝑣𝑑 terhadap

A.sebuah elektron meningalkan permukaan A dengan kelajuan 𝑣0 .


Dengan kelajuan berapa elektron tersebut akan mencapai B.

(b)

(a) (c)
Ga gambar 3-1
Gambar 3-1. ( a ) Sebuah elektron meninggalkan elektroda dari A dengan laju
mula-mula V 0 dan bergerak dalam poendial perlambat menuju pelat B ; ( b )
Potensial ; ( c ) barier energi poensial antara elektroda-elektroda.
Dari definisi, yaitu persamaan (3-2) , jelaskan bahwa hanya beda potensial yang
mempunyai arti, oleh karenanya misalkan A dihubungkan dengan bumi Yaitu
potensial A sama dengan nol. Oleh karena itu potensial U = - q = qVd. Dengan
menyamakan energi total di A dan di B, maka
1 1
W = 2 m v0 𝑣 ° 2 = 2 m 𝑣 2 + q E d ( 3-6 )

Persamaan ini memperlihatkan bahwa V harus lebih kecil dari V0 , yang jelas
benar karena elektron bergerak dalam medan yang menolak. Perhatikan, bahwa
kecepatan akhir V yang dimiliki elektron dalam sistem konservatif ini tidak
tergantung pada bentuk perubahan intensitas medan antara pelat tersebut, dan
hanya tergantung kepda besarnya beda potensial Ed. Lagi pula agar supaya
elektron dapat mencapai elektroda B, Laju awalnya harus cukup besar, sehingga
1 2
𝑚𝑣𝑜 > q Ed.
2

Untuk konfigurasi gambar 3-1a dengan elektroda-elektroda yang mempunyai


ukuran yang besar di bandingkan dengan jarak d, kita dapat menggambar (gambar
3-1b) suatu grafik linear dari. Potensial E erhadap X di perlihatkan dalam gambar
3-1c.
Suatu penghantar listrik yang buruk di sebut isolator, penghantar listrik yang baik
adalah logam dan bahan yang konduktivitasnya terletak di antara kedua ekstrim
ini di sebut semikonduktor.

3.2 Semikonduktor
Semikonduktor adalah bahan dasar untuk komponen aktif dalam piranti
elektronika, digunakan misalnya untuk membuat dioda, transistror, dan IC
(integrated circuit). Yang disebut terakhir merupakan komponen aktif yang berisi
banyak transistror dan resistror dalam sekeping kristal semikontor dengan ukuran
di bawah 1 𝑚𝑚2 .
Dewasa ini bahan semikonduktor yang paling banyak digunakan adalah kristal
silikon. Dahulu orang juga menggunakan unsur germanium. Kedua unsur itu
merupakan kelompok IV dalam susunan berkala. Kristal galium-arsenida yang
terbentuk dari unsur kelompok IV. Sehingga dapat pula digunakan untuk
membentuk bahan semikonduktor.
Pada umumnya semikonduktor bersifat sebagai isolator pada suhu dekar 00 𝑐 dan
pada suhu kamar bersifat sebagai konduktor. Bahan semikonduktor murni, yaitu
yang terdiri dari unsur silikon saja atau unsur germanium saja disebut
semikonduktor instrinsik.
Semikonduktor yang digunakan untuk membuat dioda dan transistor terdiri dari
campuran bahan semikonduktor intrinsik dengan unsur kelompok V atau
kelompok III semikonduktor yang dihasilkan di sebut semikonduktor ekstrinsik.
3.3 Variasi sifat-sifat silikon
Sifat-sifat germanium dan silikon diberikan pada tabel 3.1. dari tabel tersebut
dapat dilihat variasi sifat-sifat silikon oleh suhu.
Tabel 3-1 sifat-sifat germanium dan silikon
Sifat Ge ! Si
Bilangan atom 32 ! 14
Berat atom 72,6 ! 28,1
Rapat g/𝑐𝑚3 5,32 ! 2,33
Konstanta dielektrik 16 ! 12
Atom-atom / 𝑐𝑚3
𝐸60, eV, pada ok 4,4 x 1022 ! 5,0 X 1022
𝐸6 , eV, pada 300 K 0, 785 ! 1,21
n i pada 300 K 𝑐𝑚3 0,72 ! 1,5 X 1010
Reistivitas intrinsik pada 2,5 x 1013
300 K, Ω - cm 45 ! 230.000

BAB IV
DIODA SEMIKONDUKTOR

1. Pendahuluan
Dioda adlah suatu komponen elektronik yang dapat melewatkan arus satu
arah saja. Ada berbagai macam jenis dioda, yaitu dioda tabung, dioda
sambungan p-n, dioda kontak titik (point contack diode) dan sebaginya.
Dalam hal ini kita akan membatasi pembahasan pada dioda sambungan
p-n, khususnya dioda penyearah, dioda isyarat dan dioda zener.
Dioda memegang peranan amat penting dalam elektronika, diantaranya
untuk menghasilkan tegangan searah dari tegangan bolak balik, untuk
pelipat tegangan, untuk rangkaian pemotong, untuk mengatur tegangan
searah agar tidak berubah dengan beban maupun dengan perubahan
tegangan jala-jala (PLN) untuk saklar eletronik dan lain-lain.

2. Dioda Sambungan p-n


Bentuk dioda yang lazim digunakan terdiri dari semikonduktor jenis p
yang dibuat bersambung dengan semikonduktor jenis n.
Penyambungan ini dilakukan waktu penumbuhan kristal. Secara sistematis
dioda sambungan p-n dapat dilukiskan seperti pada gambar 4-1a.

P N (a)

(b)
Gambar 4-1
Gambar 4-1 (a) susunan dioda sambungan p-n
(b) lambang dioda

Karakteristik dioda sambungan p-n L = hubungan antara arus dioda dan beda
tegangan kedua ujung dioda ditunjukan oleh gambar 4-2
ID

E//pV ED
E potong
Arus penjenuhan

Gambar 4-2. Karakteristik dioda sambungan p-n


Arus total yang mengalir dalam keadaan tegangan maju adalah
𝑞𝑒
I = - 𝐼𝑠 𝐼( ⁄𝑘𝑡 − 1 ) (4-1)
Dengan 𝐼𝑠 = arus penjenuhan.
Persamaan (4-1) disebut persamaan dioda, dan memberikan bentuk fungsu teoretis
untuk karakteristik dengan tegangan maju. Jika dibandingkan dengan lengkung
karakteristik dioda yang sebenarnya ada beberapa penyimpangan. Ini di tunjukan
pad agambar 4-2
I

E p/v 𝐸𝐷

Gambar 4-2
Gambar 4-2. Lengkung karakteristik diode lengkung teori
Pada karakterisik diode, 𝐼𝐷 = 0 jika 𝐸𝐷 = 0.
Jika diode diberi tegangan maju, yaitu E d > 0, arus I d mula-mula mempunyai
nilai I d ≈ = 0.
Sehingga 𝐸𝐷 = 𝐸𝑝𝑜𝑡𝑜𝑛𝑔 . setelah mana arus dioda naik dengan cepat terhadap
perubaghan tegangan 𝐸𝐷 . Untuk dioda silikon 𝐸𝑝𝑜𝑡𝑜𝑛𝑔 = 0,6 v sedangkan untuk
dioda germanium 𝐸𝑝𝑜𝑡𝑜𝑛𝑔 = 0,3 v.
Pada tegangan mundur arus yang mengalir sangat kecil, dan sampai batas tertentu
tak bergantung pada tegangan dioda. Arus ini terdiri dari arus pembawa muatan
minoritas, mengalir dari anoda ke katoda, dan disebut arus penjenuhan dioda.
Pada tegangan mundur tertentu lengkung karakteristik turun denngan curam,
dikatakan terjadi kedalam (breakkdown).
Tegangan mundur pada keadaan itu disebut tegangan dadal atau tegangan balik
puncak (peak inverse voltage -PIV). Dioda penyearah ada yang mempunyai 𝐸𝑃𝐼𝑉
= 50 v, 100 v, 200 v, hingga beberapa kilovolt
: Garis penuh
Sebenarnya : garis putus-putus
Pada tegangan maju lengkungan karakteristik sebenarnya lebih condong daripada
lengkungan teori, sebab hambatan oleh kebocoran arus melalui persambunga
dalam dioda, yang dapat dibayangkan sebagai suatu hambatan 𝑅𝑠 . Nilainya kira-
kira 10 ohm.
Penyimpangan berikutnya adalah untuk tegangan mundur , lengkungan
karakteristik dioda lebih condong daripada lengkungan teori, sebab hambatan oleh
kebocoran arus melalui permukaan dioda. Hambatan ini dapat dibayangkan
sebagai suatu hambatan 𝑅𝑠ℎ yang di pasang paralel dengan dioda. Pengaruh 𝑅𝑠
dan 𝑅𝑠ℎ dilukiskan pada gambar 4-3.

𝑅𝑠ℎ
D
𝑅𝑠
Gambar 4-3
Gambar 4-3. Suatu rangkaian setara unuk dioda. Hambatan 𝑅𝑠ℎ mempunyai nilai
100 k ohm atau lebih. Penyimpangan ketiga adalah adanya kedalam keadaan pada
karakteristik mundur.
Perubahan suhu menyebabkan terjadinya perubahan bentuk lengkungan
karakteristik seperti ditunjukan pada gambar 4-4.

Id
T2 T1 T0
T2>T1>T0
Ed

Gambar 4-4
Gambar 4-4. Pengaruh suhu pada lengkung karakteristik dioda ; T2>T1>T0.
Salah satu cara dapat ditempuh untuk menetukan I d dan tegangan E d dari
rangkaian gambar 4-5 adalah dengan menggunakan lengkung karakteristik dioda
seperti diunjukan pada gambar 4-6. Yaitu arus dioda I d dinyatakan sebagai fungsi
j 𝐸𝐷 .

Jika hukum kirchoff tegangan diterapkan pada rangkaian gambar 4-5 maka :
𝐸𝐷𝐷 = 𝐸𝐷+ 𝐼𝐷 𝑅𝐿 (4-2)
1
Persamaan 4-2 menyatakan garis lurus dengan kemiringan = - , memotong
𝑅𝐿
𝐸 𝐷𝐷
sumbu E d pada Ed = Edd dan sumbu Id pada nilai Id = Ia = 𝑅𝐿

Garis ini disebut garis beban dan lengkung karakteristik dioda menyatakan arus
tegangan dioda (gambar 4-7) dan gambar 4-8, menunjukan garis beban untuk
suatu nilai 𝐸𝐷𝐷 dan berbagai nilai 𝑅𝐿 .

Titik potong garis beban dengan lengkungan Garis beban untuk satu nilai
Karakteristik memberikan nilai 𝐼𝐷 𝑑𝑎𝑛 𝐸𝐷 𝐸𝐷𝐷 dan berbagai nilai 𝑅𝐿 .

3. Pendekatan Dioda
Lengkung karakteristik dioda tidak diedarkan secara umum hingga analisis
rangkaian dengan garis beban kurang praktis. Pendekatan untuk analisis
yang di uraikan dibawah jauh lebih mudah dan lebih cepat
Idealisasi dioda : dari karakteristik dioda real ada 𝐼Ω (arus balik ) dan
tegangan dadal tidak disukai. Hingga diadakan pendekatan ideal dengan
karakteristik dan lambanag seperti ditunjukan pada gambar 4-9.

Gambar 4-9

a ) karakteristik dioda ideal


b ) lambang dioda ideal

4. Rangkain Penyearah
Rangkaian penyearah setengah gelombang dengan dioda ideal
dimungkinkan pada gambar 4-10.

Gambar 4-10. Penyearah setengah gelombang dengan dioda ideal


Kita dapat memperoleh penyearah gelombang penuh dengan dua cara.
Cara pertama memerlukan transformator dengan cabang tengah (centertap - CT)
seperti ditunjukan pada gambar 4-11.

Gambar 4-11 gambar arus pada penyearah gelombang penuh,


Jika sinyal positif .
Jika sinyal masukan sedang positif, arus akan melalui dioda Dl dan mengalir
seperi pada gamabar 4-11. Jika sinyal masukan negatif, dioda D2 menghantar.
Arus dioda penghantar di R2 dari atas kebawah yaitu memberikan sinyal keluaran
positif.
Cara lain untuk mendapatkan keluaran gelombang penuh adalah dengan
menggunakan empat diode seperti gambar 4-12. Penyearah seperti ini disebut
penyearah jembatan. Jika sinyal postitif arah arus terlihat seperti pada gambar
4-12 dengan 𝐷1 dan 𝐷2 menghantar. Jika sinyal masukan sedang negative , diode
𝐷3 dan 𝐷4 menghantar.

Gambar 4-12. Aliran arus pada peneyarah jembatan jika sinyal masukan positif.
Agar teganan dc yang dihasilkan dapat lebih rata, digunakan tapi lolos rendah.
Penyearah bertapis ditunjukan pada gambar 4-13.
Gambar 4-13. Penyearah bertapis
Dengan adanya C, tegangan keluaran tak segera turun walaupun tegangan masuk
sudah turun. Hal ini dikarenakan kapasitor memerlukan waktu untuk
mengosongkan muatannya, sebelum tegangan pada kapasitor turun banyak,
tegangan pada kapasitor keburu naik lagi. Tegangan berubah yang terjadi disebut
tegangan riak, dengan nilai tegangan puncak kepuncak dinyatakan sebagai 𝐸𝑟𝑝𝑝 .
Kualitas rangkaian tapis dinyatakan oleh nisbah riak puncak ke puncak (peak-to-
peak ripple ratio-pprr).
𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐸𝑟𝑝𝑝
Jadi pprr = 𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑑𝑐 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎

Untuk setengah gelombang


mA

Ed (V)
B

Gambar 4-14.
Hambatan dc dioda adalah kebalikan kemiringan garis putus-putus. Jika diberi
tegangan panjar mundur, hambatan dioda 𝑟𝑏 dapat dinyatakan b, yang untuk arus
𝑉 30 𝑉
mundur lebih dari 5𝜇𝐴 punya nilai 𝑟𝑏 = 5 𝜇𝐴.
𝐼

Jadi untuk tegangan maju, dioda dapat dipandang sebagai resistor dengan
hambatan 𝑟𝑓 ≈ 80 − 200 Ω dan pada teganga panjang mundur dipandang sebagai
resistor dengan hambatan 𝑟𝑑 = 5M Ω.
Untuk sinyal ac kecil yang menumpang pada tegangan searah maju harus
digunakan gambaran yang lain untuk dioda. Ini ditunjukan peda gambar 4-15.
gambar 4-15. Tegangan dioda terhadap sinyal kecil.
Dan saklar terbuka bila terpasang tegangan balik. Tentu saja dioda ideal tidak
dijumpai. Ini hanya satu penyederhanaan unuk memahami kelakuan sebuah dioda
real. Apabila pendekatan dioda ideal ini dirasa terlalu kasar, maka dapat
diterapkan pendekatan yang lebih memadai.

5. Rangkaian Pembentuk Grlombang


Rangkain pembentuk gelombang digunakan untuk membuat bentuk
gelombang yang diinginkan.
5.1.Rangkaian penggunting
Ada beberapa jenis rangkaian penggunting, yaitu pengguning dioda
seri, penggunting dioda sejajar, penggunting terpanjar dan pengiris.
a. Penggunting dioda seri
Rangkaian penggunting dioda seri diunjukan pada gambar 4-16.
Gambar 4-16. Penggunting dioda seri yang membuang bagian negatiif dari 𝑒𝑖
b. Penggunting dioda sejajar
Bentuk dari rangkaian penggunting dioda sejajar ditunjukan pada
gambar 4-17.

Gambar 4-17. Rangkaian penggunting dioda sejajar


c. Pengiris
Jika pada rangkaian penggunting terpanjar kekutuban baterai
dibalikan, maka diperoleh rangkaian pengiris seperti pada gambar
4-18.

Ei

gambar 4-18. Rangkaian pengiris


5.2.Pengapit
Rangkaian pengapit adalah rangkaian yang dapat membuat agar
puncak tegangan bolak balik berada pada suatu tingkatan tertentu.
Gambar 4-19. Menunjukna pengapit dioda
+vm

1 2 3 t

-vm
Gambar 4-19. Pengapit dioda
5.3.Pelipat tegangan
Didalam elektronika kadang-kadang dibuuhkan tegangan yang besar
daripada tegangan yang tersedia. Rangkaian pelipat tegangan
ditunjukan pada gambar 4-20.

D1 C1

D2 C2

Gambar 4-20. Rangkaian pelipat tegangan

6. Dioda Zener
Dioda zener digunakan untuk daerah dadal disebut dioda zener. Dioda ini
digunakan untuk pengaturan tegangan agar sumber tegangan searah tak
berubah tegangan, keluarannya jika diambil arusnya (dibebani) dalam
batas-bats tertentu. Dioda zener dibuat agar mempunyai tegangan dadal
(disebut tegangan zener) pada nilai tertentu antara 3 v dan 100 v.
Beberapa parameter dioda zener adalah :
1. Tegangan dadal
2. Koefesien suhu (perubahan tegangan zener terhadap sushu)
3. Kemampuan daya (lepasnya daya maksimum)
4. Hambatan sinyal kecil 𝑟2 , yaitu hambatan zener terhadap perubahan
tegangan kecil, atau untuk sinyal kecil.

BAB V
TRANSISTOR
1. Pendahuluan
Transistor merupakan komponen aktif yang dibuat dari bahan semi
konduktor. Ada dua macam transistor, yaitu transistor efek medan (field
effect transistor-FET) dan transistor dwi kutub (bipolar)
Transistor pada hakekatnya pengatur arus. Hanya dalam percakapan
sehari-hari untuk pendeknya diistilahkan transistor kerjanya sebagai
penguat. Lengkapnya tentu saja transistor
2. Transistor Bipolar
Transistor bipolar dibuat dengan menggunakan semikonduktor ekstrensik
jenis P dan N, yang disusun seperti gambar 5-1.
Adapun macam-macam transistor yang di produksi oleh masing-masing
pabrik komponen, yaitu jenis NPN dan jenis PNP. Kode yang digunakan
untuk membedakan kedua jenis transistor tersebut akan berbeda antara
pabrik satu dengan lainnya. Kode-kode tersebut dapat dilihat dari katalog
transistor.

E CE C
P N P N P N
B B
(a) (b)
Gambar 5-1. Susunan transistor bipolar
(a) Transistor PNP
(b) Transistor NPN
C C

B B
D D
E E
(a) (b)
Gambar 5-2
(a) simbol transistor PNP
(b) simbol transistor NPN
Simbol rangkaina kedua jenis transistor itu hampir sama. Perbedaanya
pada arah panahpada ujung emiter. Arag panah ini menunjukan arah aliran
arus konvensional yang berlawanan arah dalam kedua jenis tadi, mengalir
dari jenis P ke N.
Kerja transistor berdasarkan kepekaan arus yang dihasilkan oleh emiter,
karena beda tegangan antara emiter dan basis. Jika tegangan emiter naik
sedikit sehingga beda tegangan antara bais emiter naik sedikit, arus yang
dikeluarkan oleh emiter akan berubah banyak. Arus ini dikumpulkan oleh
kolektor yang diberi panjar mundur oleh Vcc sehingga arus tak dapat
mebalik dari kolektor berbasis.

Vcc

(a) (b)

(c)
Gambar 5-3. Skema transistor PNP
(a) Common basis (b) common emiter (c) emiter followori
Didalam penygunaan, transistor dapat dirangkaikan dalam konfigurasi common

base (base yang ditanahkan), common emitter (emitter yanij ditanahkan) dan

common kolektor (disebut juga emitter follower). Gambar 5-3 untuk jenis transistor

NPN yang dipakai, maka ketiga rangkaian (seperti pada gambar 5-3), berbeda dalam

memberikan polantas supply tegangan Vcc nya . Kutub –Vcc harus diyanti dengan +Vcc

untuk NPN.

5.3. Rangkaian transistor basis ditanahkan

Marilah kita mulai mempelajari cara kerja transistor PNP basis ditanahkan. Arus

basis Ig dibuat kecil dengan membuat lapisan basis yang kecil. Arus basis terjadi

karena rekombinasi antara lobang (hole) dan electron bebas yang ada di basis.

Sehingga banyak atom donor yagn kehilangan elektron, maka atom donor ini

bermuatan positip. Akibatnya elektran dari tanah akan mengalir kebasis untuk

membuatnya netral. Aliran elektron ini tak lain adalah arus basis itu.
5.3.1. Karakteristik rangkaian

Karakteristik transistor ada dua macam, yaitu karakteristik masukan dan

karakteristik keluaran

Karakteristik masukan

Lengkung karakteristik masukan transistor PNP dengan konfigurasi

ditanahkan sama dengan lengkungan karakteristik dioda dalam keadaan panjar maju

oleh karena sambungan emitter - basis diberi panjar maju. Gambar 5-

Dua hal yang perlu diperhatikan pada karakteristik statik masukan:

1. Bentuk karakteristik masukan serupa dengan bentuk karakteristik dioda dalam

keadaan panjar maju: hal ini disebabkan sambungan emitter basis merupakan

suatu dioda dengan panjar maju.

2. Karakteristik masukan hampir berimpit untuk berbaqai nilai V^p. Hal ini berarti

tegangan keluar (Vcb) tak banyak berpcngaruh pada masukan. Jadi apa yang terjadi

pada keluaran tak terasa pada niasukan. Hal ini merupakan sarat untuk pencjuat

yang baik.

Karakteristik keluaran

Karakteristik keluaran menyatakan bagai mana arus koJektor Ie berubah

dengan Vcb untuk berbagai arus emiter Ie Karakteristik keluaran basis ditanahkan perlu

diperhatikan hal benkut.


1. IC = -a IE dan a = 1

Jadi arus keluaran IQ berbanding lurus dengan arus masukan IE. Maka transistor

bipolar merupakan suatu, piranti yang dikendalikan arus.

2. Karakteristik keluaran mempunyai kemiringan amat kecil. Ini berarti hambatan

keluaran transistor basis ditanahkan amat besar. Karena hambatan keluaran yang

.merupakan kebalikan kemiringan Ir- amat besar. Hal ini sama dengan hambatan

isarat kecil dioda yang ada dalam tegangan mudur yaitu juga sambungan kolektor

basis.

5.3.2. Garis beban

Gambar 5-6 Rangkaian Penguat basis ditanahkan

Agar transistor bekerja dengan baik sebagai pen- guat, dimana akan

menyhasilkan sinyal keluaran tanpa banyak cac^, maka sambungan emitter-basis diberi

tegangan maju dan sambungan ko1ektor-basis diberi tegangan mundur.

Sinyal input dimasukkan pada emitter melalui suatu kapasitor penggandengan

C, yang menyekat arus searah (arus panjar) maka tak mengalir kesumber-sumber sinyal

masukan. Keluaran dapat diambil pada kolektor melalui suatu kapsitor penggandengan

C2, yang menyekat arus searah (arus panjar pada kolektor).

Pada saat belum ada sinyal input, arus 1E dan 1C adalah arus searah. Keadaan

ini dinamakan keadaan 0, yaitu keadaan tenang. Arus panjar emitter dan kolektor Pada

saat ini kita tuliskan sebagai IE (p) dan 1C (p) beda tegangan kolektor-basis v,n (?), dan

beda tegangan emitter-basis, VEB (p) Keadaan p suatu transistor dapat ditentukan dengan
menggunakan kemiringan karakteristik keluaran dan garis beban. Pada gambar 5-6

misalkan Vcc = -12 V, VCE = +12 V Rc = 1,2 KΩ dan RE ditentukan sesuai dengan

keadaan µ yang diinginkan.

Persamaan 5-3 jika dibuat grafik hubungan antara Ic dan VCB menyatakan suatu

garis lurus, yaitu garis beban, yang memotong sumbu V CB (IE=0) pada VCB =+VCC dan

m^- tong sumbu IC (VCB =0) pada IC = VCC /RC Gambar

Agar arus keluaran serta sinyal tegangan keluaran sime- trik dan tanpa cacat, titik p kita

pilih ditengah-tengah garis beban, sehinggaVCB (µ)=6 volt dan IC (µ)=+5mA. Untuk

mendapatkan titik µ, emitter harus diberi arus panjar sebesar:

IE (µ)=Ic (µ)= 5 mADa

Dan memilih R^ yang sesuai. Pada loop emitter (tanpa sinyal masukan)
Dengan mengingat harga VEB diperkirakan 0,7 v untuk dioda silikon dan sambung.an

emitter-basis tak lain diode pada keadaan tegangan maju, maka:

5.3.3 Analisis grafik

Untuk mcnentukan penguatan penguat, yaitu berapa kali lipat sinyat keluaran

cflbanding dengan sinyal masukan, dapat ditentukan dengan analisis grafik. Terlebih

dahulu harus diketahui nilai komponen yang digunakan dalam rangkai keluaran transistor.

Rangkaian penguat basis ditanahkan

Kita tuliskan rangkai penguat (gambar 5-7) dengan suatu sumber VS pada gambar 5-8

Penguatan terjadi oleh karena perubahan kecil pada beda tegangan V EB akan

menyebabkar, perubahan arus besar pada emitter yang diteruskan ke kolektor. Arus

kolektor dirubah menjadi tegangan sinyal keluaran oleh RC. Gambar 5-10 dan 5-11.

Untuk dapat mencari hubungan antara tegangan sinyal emitter (l E) harus kita

gunakan karakteristik masukan dinamik karena perubahan arus emitter diikuti dengan

perubahan beda tegangan antara kolektor-basis yang cukup besar pula.


Lengkung karakteristik masukan pada gambar 5-5a berlaku untuk nilai vCB

tertentu (statik), sehingga disebut karakteristik statik, karakteristik dinamik dapat

diperoleh dari perpotongan karakteristik static keluaran transistor dengan garis beban,

yaitu titik a, b, c, d dan e pada gambar 5-9.

Jika titik a sampai dengan e kita pindahkan pada karakteristik statik masukan,

kita peroleh titik a', b', c', d', e' pada 5-10. Lengkung karakteristik masukan dinamik

diperoleh dengan menghubungkan titik-ti-tik di atas. Pada gambar 5-10 tampak Veb = 0,2

Vpp menyebabkan arus IE = 6 mA PP


Arus IE menghasilkan tegangan VCB melalui tahanan RC

IQ = 6 mA PP ini menyebabkan perubahan tegangan Vrrp = 8 Vpp seperti tampak pada

gambar 5-11. Tampak V. = 0,2 Vpp menghasilkan keluaran V = 8 Vpp. Ini berarti

penguatan sebesar:

Perhitungan penguatan secara gratis sangatlah bergantung kepada ketepatan grafik

karakteristik statik dan ketelitian dalam melukisnya. Untuk sinyal besar penye1esaian

grafik memberikan hasil yang sesuai dengan eksperiemn. Untuk sinyal kecil lebih

mud-ih digunakan rangkaian setara.

5.4. Hangkaian setara transistor

Agar dapat melakukan perhitungan pada rangkaian elektronik yang

mengandung transistor, orang menggunakan rangkaian setara untuk transistor. Rangkaian

setara yang dibahas disini adalah rangkaian setara sinyal kecil, yang berlaku untuk

sinyal dengan perubahan yang jauh lebih kecil dari pada nilai arus dan tegangan

pada keadaan u, sehingga dapat digunakan hambatan sinyal kecil pada keadaan p.
Ada beberapa macam rangkaian setara sinyal kecil unfcuk transistor. Disini

akan dibahas empat buah rangk- aian setara yaitu rangkaian setara T, Z, Y dan rangkaian

setara h. Rangkaian setara yang banyak digunakan adalah rangkaian setara parameter h.

5.4.1. Rangkaian Setara-T untuk penguat basis di tanahkan

Rangkaian setara-T untuk transistor dengan hubun- gan basis ditanahkan adalah

seperti gambar 5-12.

(a) transistor hubungan basis ditanahkan

(b) rangkaian setara transistor basis ditanahkan

Pada rangkaian setara-T, Re merupakan hambatan sinyal kecil untuk

sambungan PN antara emitter dan basis yang mendapat tegangan maju, sehingga nilai

RC= 25/IE (µ) mA. Parameter RB adalah hambatan melintang pada basis, dengan titik B

kira-kira ditengan basis dan RB mempunyai nilai RB= 300 Ω.

Parameter RC adalah hambatan sinyal kecil untuk sambungan PN antara basis

dan kolektor yang mendapat tegangan panjar mundur, sehingga RC mempunyai nilai

Rp≈1 mΩ. Besaran αie merupakan sumber arus tetap dengan α merupakan penguatan

arus, α=IC / iE Untuk transistor basis ditanahkan, α mempunyai nilai antara 0,99 - 0,998.

Rangkaian basis-T ini tidak banyak digunakan orang karena parameternya yaitu

rc , rb, dan re tak mudah diukur dari karakterikstik statik transistor. Rangkaaian setara ini

memberikan gambaranan sisi yang mudah dipahami, dengan modifikasi dapat

dikembangkan menjadi rangkaian setara hibrida-r yang banyak digunakan untuk

daerah frekuensi tinggi.


Dalam menggunakan rangkaian setara-T hendaknya diingat rangkaian ini, dan

juga rcingkaian setara lain- nya, adalah rangkaian setara sinyal kecil, yang hanya

berhubunyan denyan perubahan kecil. Akibatnya suatu sumber GGL murni yang

mempunyai tegangan tetap tidaklah memberikan perubahan. Sebagai contoh misalnya

Vee = V = 0, sehingga sumber ggl dapat dipandang sebagai hubungan singkat untuk

ac. Dalam rangkaian setara sinyal kecil, suatu baterai atau catu daya dc dapat diganti

dengan hambatan dalamnya atau dipandang sebagai hubungan singkat, oleh karena

hambatan dalamnya sangat kecil.

Suatu rangkaian penguat basis ditanahkan ditunjuk- kan pada gambar 5-13a,

dengan diberi arus pan'jar emitter sehingga titik p ada ditengah garis beban. Gambar 5-

13b menunjukkan rangkaian setara dengan catu daya Vcc da VEE yang dianggap

terhubung singkat. Pada gambar yang sama kapasitor C1dan C2 juga dianggap

terhubung singkat. Ini berlaku untuk daerah frekuensi yang frekuensi tengah. Disini

reaktansi kapasitor yang terhubung seri didalam rangkaian, seperti kapasitor

penyambung C1dan 2, sangat kecil dibanding hambatan lain. Reaktansi ini, yaitu X C =

1/ωC dapat dibuat kecil dengan nilai kapasitansi C cukup besar


Pada daerah frekuensi tengah, reaktansi untuk kapasitor yang berhubungan paralel

dengan rangkaian, misalnya kapasibansi sambungan PN emitter atau basis dan

kolektor, dianggap mempunyai nilai sangat besar sehingga dianggap terbuka atau tidak

ada.
Adanya kapasitor yang seri atau paralel mengaki- batkan penguatan yang

berubah dengan frekuensi. Pada daerah frekuensi tengdh dimana kedua macam kapasitor

di atas diabaikan penguatan tak lagi bergantung frekuensi. Dalam keadaan seperti ini

dikatakan lagi tanggap frekuensi penguat adalah datar. Gambar 5-13c menunjukkan

rangkaian setara-T untuk penyuat gambar 5-13a.

5-4.2. Hambatan masukan

Menghitung hambatan masukan


Pada gamabr 5-14
Vi =reie - rbie ( 5-7)
Sedang
Ib = -ie + αie = - ( 1-α)ie (5-8)

5.4.3 Hambatan keluaran

Pada gambar 5-14 terlihat hambatan keluaran setara-T adalah Ro ≈ re +rb ≈ rc,

karena rb, (300Ω) <<rc (1 mΩ). Jadi rangkaian setara-T dapat didekati dengan

rangkaian seprti gambar 5-13a dan rangka'ian penguat menjadi seperti gambar 5-15b
5-4.4 Penyuakan

Dari gambar 5-15b kita peroleh penguatan

Contoh

Hitung hambatan masukan dan penguatan penguat pada gambar di bawah ini (gambar

5-16)

Transistor NPN konfigurasi Basis ditanahkan


Jawaban

Rangkaian setara-T untuk rangkaian gambar 5-16, ditulis pada gambar 5-17.
Perlu diperhatikan bahiwa penguatan penguat AV yang dihitung adalah perbandingan

antara V0 dan Vi dan bukan V0 dan Vs , karena Vs pada umumnya tak sama dengan Vi .

Nilai Vs merupakan tegangan sumber pada keadaan terbuka, yaiut tidak dihubungkan

dengan beban. Nilai Vs dapat diukur dengan menghungkan osiloskop jika sumber

terbuka. Nilai Vi adalah nilai tegangan sumber bila dihungkan dengan penguat. Hubungan

kedua beaaran ini ditunjukkan pada gambar 5-18

5.5 Rangkaian setara untuk piranti dua gerbang

5.5-1 Rangkaian setara -Z, -Y, dan -H

Piranti satu gerbang yaitu piranti yang hanya mempunyai gerbang keluaran

saja, seperti catu daya atau sumber-sumber elektronik yang lain. Sedang yang dinama-

kan piranti dua gerbang yaitu disamping mempunyai kelua- ran juga masukan. Contoh

piranti dua gerbang adalah penguat dan transistor. Untuk piranti satu gerbang kita dapat

menggunakan rangkaian setara Thevenin atau rangk- aian setara Norton. Jika hambatan

keluaran cukup besar kita gunakan rangkai setara Norton dan rangkai setara Thevenin

untuk rangkaian dengan hambatan keluaran kecil. Simbol piranti dua gerbang ditulis pada

gambar 5-19.
Rangkaian setara-Z

Untuk rangkaian setara-Z, pada gerbang masukan dan keluaran digunakan

rangkaian Thevenin.

Dimana:

Z. = impendansi masukan dengan keluaran terbuka (i =0)

Z = impendansi keluaran dengan masukan terbuka (i.=0)

Z = impendansi keluaran dengan masukan terbuka (i.=0)

If = inipendansi oleh maju dengan keluaran terbuka ( i=0 )

Rangkaian setara-Z baik digunakan jika hambatan masukan dan keluaran tidak besar.

Rangkaian setara -Y

Pada rangkaian setara-Y, masukan dan keluaran diyunakan rangkaian setara

Norton (gambar 5-1)


Rangkaian setara parameter-h

Dalam rangkaian setara parameter-h pada i-nasukan digunakan rangkaian

setara Thevenin dan pada keluaran digunakan rangkaian setara Norton (gambar 5-22).

Rangkaian setara parameter-h

Disamping transistor bipolar dikendalikan oleh arus .n.^ukan sehingga

rangkaian Norton pada keluaran mempunyai sumber arus tetap h-i..

Dari gambar 5-22 diperoleh:


5.5.2 Hubungan parameter-h basis ditanahkan dengan rangkaian setara-T

Untuk mengetahui hubungan parameter-h (basis ditanahkan ) dengan

rangkaian setara-T, kita kaji kemba- li gambar 5-23.

Gambar 5@23

(a) Rangkaian setara parameter@h

(b) Ranykaian st?tara-T

Dari gambar 5-23 kita peroleh

Vi = hiii + hrbv0

I0=hfbii + hobvo

Untuk mencari hubungan Thevenin-h dengan rangkaian setara-T, perlu diingat kembali

definisi masing-masing parameter.

Parameter h@ L- adalah hambatan masukan bila kelua- ran dihubung singkat.

Jadi untuk mencari hubungan param- eter h.i^ dengan rangkaian setara-T, kita pasang
suatu sumber tegangan masukan V. pada rangkaian setara-T da kemudian kita hubung

singkat kelUraran (gambar 5-24).

Rangkaian setara-T dengan keluaran diberi hubungan singkat

Parameter
5.5.3 Parameter-h dengan lengkung karakteristik

Jika lengkung karakteristik statik transistor dapat kita peroleh dengan basis

hubungan ditanahkan, dapat kita tentukan nilai parameter-!-) (basis ditanahkan) secara

cepak (gambar 5-26)

Dari gambar 5-26 dapat ditentukan nilai parameter-parameter-h, yaitu:


5-5 Analisa penguat basis ditanahkan dengan rangkaian parameter-h

D-ini kita bahas lagi penguat basi s ' di tanahkan, tetapi dengan menggunakan

rangkaian setara parameter-h (gambar 5-27). Pada gambar 5-27 b, hrb ,, dianggap sama

dengan not, sehingga sumber tegangan hrb V0SS, kidak dilukiskan.

Penguat tegangan

Jika digunakan harga pendekatan


Pada rangkaian penguat emitter ditanahkan, yaitu sambungan emitter basis

diberi tegangan panjar maju dan sambungan basis kolektor diberi teganan panjar mundur.
Gambar 5-30
karak teris tik masukan dari
transistor PNP germanium
junction dengan emitter
di tanahkan-

Tegangan masukan dar; kon-figurasi emitter ditanahkan yaitu VLIF rnerupakan fungsi
arus masukan In dan tegangan VCE, seperti dalanm
persamaan.......Persamaan…....di1ukiskan pada gamba.r 5-30. Dimana sumbu absis
adalah arus In dan sumbu ordinat adalah tegangan VBE @ Karakteristik masukan pada
kon-figurasi emitter ditanahkan pada dasarnya sama dengan karakteristik masukan dioda
panjar maju. Jika VBE sama dengan nol,maka In akan sama dengan nol, karena dibawah
kondisi ini hubungan emitter dan kolektor akan hubung pendek.
Pada VCE=0 arus basis naik dengan cepat dibandingkan dengan nilai VCE yang lain.
Lihat gambar 5-30. Ini berlawan dengan yang terjadi pada penguat basis yang
ditanahkan, dimana untuk nilai VQQ besar, lengkung karakteristik masukan lebih
cepat naik.

Gambar 5-31
Karakteristik keluaran transistor PNP dengan germanium junction Daerah saturasi
(jenuh) daerah disebelah garis AA'.
Harga Ig menentukan harga 1C lewat hubungan IC = hje IB = βde IB 5-6.2 Baris beban dan
analisis grafik
Dalam merancang suatu penguat perlu kita gunakan suatu garis beban untuk
menentukan titik kerja p dan dalam menganalisis rangkaian penguat secara grafik.
Pada karakteristik keluaran pendapat 3 daerah, yaitu daerah (keadaan) jenuh, daerah
cut-off dan daerah aktif. Trasistor dikatakan dalam keadaan jenuh.
Apabila VCE ( μ ) ≈ 0 atau IC (µ) ≈ -10 mA , yaitu titik μ berada pada µ1. Tegangan
panjar utnuk keadaan ini tidak digunakan pada penguat, akan tetapi dipasang jika tran-
sistor digunakan sebagai saklar elektronik. Untuk In = 0 (yaitu RB dilepaskan), maka titik
μ berada pada µ2 sehingga VCE (Φ) = VCC = -12 V, dan arus IC (µ) =- 0. Keadaan
ini dinamakan keadaan cut-off (keputus). Tegangan panjar sering digunakan pada
penguat daya, dan disebut tegangan panjar kelas B. Untuk menen- tukan tegangan panjar
pada titik kerja u, yaitu denQdn memasang Rn. Pada titik kerja μ1 (µ) = -5 mA dan IB

Jika di kita pasang Rg = 228 KQ pada penguat gambar 5- 32a, kemungkinan besar
kalau diukur akan kita dapatkan
VCE ≠1/2 VCC karena perkiraan kasar kita VBE (μ) = 0,6 V. Jjka perkiraan ini meleset
sedikit maka IC (µ) meleset banyak. Untuk mengatasi hal ini digunakan potensiometer
IMΩ untuk B dan nilainya diatur agar VCE (μ) = ½ VCC
Tegangan panjar pembagi tegangan pada penguat emitter ditanahkan. Rangkaian
tegangan panjar untuk basis Rg^ dan Rp^ dapat digantikan dengan rangkaian setara
Thevin Gambar 5-34
5.6.3 [-(atiny dari transistor

Power ini harus lebih kecil dari power maksimal yang di perbolehkan di dalam specifikasi
transistor tersebut. Di dalam grafik, Pt max = IC max X VCE max
digambarkan sebagai kurve hyperbola pada karakteristik keluaran.IC max diperoleh
apabila IB max (ingat IC = βIB), karena apabila IB .besar maka IC besar dan VCE kecil.
Sedang apabila IB = 0 (daerah cut-off), maka IC = 0 dan VCE max = VCC
Di dalam memilih titik kerja (Q-point), garis load line (garis beban) harus diusahakan
supaya tidak menyinggung garis hyperbola dan harus berada di bawahnya. Ini dapat
diperoleh dengan memilih harga RC yang besar atau memi- lih (menentukan) harga IB
supaya tidak melebihi "maksi- mal rating" yang diperbolehkan bagi transistor tersebut.
Dari gambar 5-35, terlihat untuk R1>R2, maka
VCC/R1 < VCC/R2 atau IC1 < 1 C2 kata lain garis beban R1 lebih menjauhi garis
dissipasi maksimal diband- ing garis beban R2 juga untuk IB1<IB2 maka pasangan
VCE (μ1) X 1C (μ1) < VCC (μ2) x IC (μ2) atau garis load line IB1 lebih menjauhi garis
dissipasi maksimal diband- inga garis load line IB2
5.7 Transistor efek medan
5.7.1 Sumber arus ynng tergantung pada tegangan
Kita telah membicarkan transistor bipolar, dimana arus kolektornya sebanding
dengan basis. Ini berbeda dengan FET (JFET rnaupun MOSFET) dimana arus penguras
I i-I dipengaruhi oleh beda tegangan. Oleh karena itu FET dinamakan komponen aktif
yang dikendalikan tegangan.
Adapun simbol dari sumber arus yang tergantung pada tegangan dalam
rangakaian adalah seperti pada garnbar 5-36.

Sumber arus yang tergantung pada tegangan Pada bab selanjutnya akan dibahas,
mengapa FET dinamakan komponen aktif yang dikendalikan tegangan.

5.7.2 Transistor efek (iicdan


Telah disebutkan pada bab sebelumnya, bahwa ada dua iiiacc-iin transisLor-
yaitu transistor bipolar dan tran- sistor efek medan (Field Effect transistor - FET).
Transistor efek medan sendiri ada dua macam, yaitu FET sambungan (Junction FET =
LFET) dan transistor efek medan 1ugam-Oksida-Semikonduktor (metal-oxide-
semicon- ductor field Effect transistor-MOSFET) Disini akan dipelajari FET sambungan
(JFET). JFET
JEFT terbuat dari bahan semikonduktor p dan n. Transistor JFET menurut
strukturnya ada dua macam, yaitu JFET saluran-p dan JFET saluran-n. Gambar 5-3B
adalah JFET saluran@n. Pada JFET saluran-n pembawa muatan yang bergerak adalah
elektron bebas, sehingga penguras harus- lah dihubungkan dengan kutub positif baterai,
setelah melalui suatu hambatan. Pi:'mb aw a muatan bebes (elektron) berasal dari
sumber' ( H ) mengalir ke penguras (D). Maka untuk JFET salur'an-n arah arus listrik
(yaitu gerak muatan positif) adalah dari penguras ke sumber (S).
5.7.3 Karakteristik Volt-Ampere dari JFET
JFET bekerja atas dasar pengaturan lebar saluran oleh daerah pengosongan yang
terjadi pada sambungan p-nantara gerbang dan saluran. Daerah pengosongan adalah
daerah disekitar sambungan p-n dimana tak ada pembawa muatan bebas. Daerah
pOengosongan terjadi oleh karena elektron dari bahan@n menyeberang sambungan P-
n, dan masuk kedalam daerah-p dan lubang dari daerah -p berdi- fusi masuk kedalam
daerah -n. Karena itu sebelah -p menjadi bermuatan negatip, sehingga pada sambungan
p-n terbentuk medan listrik dan juga potensial. Adanya medan listrik ini menahsn
kelajuan peristiwa difusi, sehingga disebelah menyebelah sambungan terjadi daerah
pengoson- gan dimana tak ada pembawa muatan bebas. Lebar daerah pengosongan
dapat diatur oleh besar tegangan mundur yang dipasang pada sambungan. Makin besar
tegangan mundur, makin tebal daerah pengosongan yang terjadi.
Jika VGSS = 0, daerah pengosongan sangat sempit, sehingga saluran lebar, dan
hambatan saluran kecil, jika VGS (mundur) diperbesar, daerah saluran menebal sehing-
ga saluran menyempit dan hambatan saluran membesar. Ingat bahwa hambatan
konduktor padat berbanding terbalik dengan luas penampang. Jika Yang diperbesar terus
(mundur) pada suatu nilai VGS daerah pengosongan sebelah kiri dan sebelah kanan
saluran bertemu, dan saluran tertutup. Misalkan pada JFET menguras dan sumber kita
hubungkan singkat, dan pintu kita beri tegangan mundur terhadap sumber (gambar 5-
39). Beda tegangan anatara pintu dar. sumber dengan penguras terhubung singkat pada
sumber dan disebut VGSS
ditulis Vp. Jika antara penguras dan sumber diberi tegangan panjar, sedang pintu dan
sumber dihubungkan singkat (Vyg = 0), maka bentuk daerah pengosongan adalah seperti
gambar 5-40.

Tampak pada bagian pnguras daerah pengosongan lebih tebal oleh karena tegangan
di penguras lebih besar daripada bagian sumber. Jika VOS diperbesar, daerah
pengosongan akan menutup saluran bagian diperbesar terus melebihi VP (tegangan
penyempitan), arus tak banyak berubah. Untuk VDS = Vp arus IDS ini disebut IDSS
yaitu arus dari penguras ke sumber atau VGS = 0. Karakteristik penguras untuk VGS ≠ 0
(mundur) karakteristik penguras JFET adalah seperti pada gambar 5-41a.
Untuk VGS ≠0 (mundur)sa1uran sudah menyempit oleh karena terjadi tegangan
mundur pada pn antara pintu dan saluran. Akibat penyempitan terjadi lebih awal, dan
ar'L.s penguras lebih cepat menjadi tetap terhadap VDS ditunjukkan pada gambar 5-
41b. Karakteristik keluran JFET
1. Arus penguras ID dipengaruhi oleh beda tegangan VGS. Ini berbeda dengan
transistor bipfilar yang aru& kolektornya sebanding dengan arus basis. Sifat JFET
ini juga berlaku untuk MOSFET, sehingga dikatakan bahwa FET adalah
komponen aktif yang dikendalikan tegangan. Hal ini juga berlaku pada tabung
hampa (tabung radio).
2. Kemiringan lengkung karakteristik keluaran VDS < Vp bergantung pada VDS.Ini
berarti pada keadaanini JFET berlaku sebagai resistor yang hambatannya diatur oleh
VGS
Tegangan p.-injar pada penyuat JFET
Pada JCET, pintu harus diberi tegangan mundur terhadap sumber. Untuk
JFET saluran-n, VDS<0 atau VS>VG. Cara yang sederhana untuk mencapai ini
ditunjukkan pada gambar Li-4 4 .
Penyuat JFET dengan tegangan panjar dalam Arus yang mengalir kedalam
pintu adalah arus penjenunan karena pintu pada tegangan mundur terhadap saluran. Arus
ini mempunyai nilai sekitar InA pada 25 ◦C, dan 100 nA pada 120 ◦C, jadi kurang dari
0,1 mA. Resistor RG dipasang untuk membuang arus pintu ketanah, agar tak terkumpul
di kapasitor C1. Resistor RG disebut Resistor bocor pintu, biasanya dipilih nilainya agar
IGSS RG<<1V, yaitu kira-kira RG ≈1M. Akibatnya potensial pintu terhadap tanah VG
<<1v, yaitu boleh dianggap pada potensial tanah. Selanjutnya VGS = VG-VS = 0 –
VS=-VS. Sehingga tegangan panjar VGS=-VS=-IS RS = - ID RS, karena ID = IS
Kita mendapat grafik garjs lurus antara ID dan VGS , yang dapat kila lukiskan pada
karakteristik alih, seperti pada gambar 5-45

Kita- dapat memilih nilai ID (μ) dengan melihat karakteristik keluaran, dan
pertimbangan agar titik -μ ada ditengah garis beban. Seperti pada gambar 5-46. Untuk
menentukan garis beban harus kita tentukan lebih dulu Rd + Rs, yang kita kehendaki
berdasarkan pertimban- gan garis yang kita inginkan. Setelah ID (μ) tertentu, VGS dan
RS dapat kita hitung dari lengkung karakteristik alih yang kita buat berdasarkan
hubungan:

Pertimbangan untuk memperoleh titik kerja Φ yang mantap terhadap perubahan suhu
pada JFET.
Ada dua mekan isiiii? yang menyebabkab perubahan arus penguras terhadap
suhu, yaitu perubahan ketebalan daerah pengosongan yang mempunyai koefisien suhu
negatip dan perubahan q terhadap suhu yang mempunyai koefisien suhu positip. Pada
suatu nilai VGS ( μ ) kedua mekanisme ini sama besarnya, sehingga sa ling meniadakan.

Lengkung karakteristik keluaran dan garis beban Nilai VDS (μ) dengan koefisien
suhu 0 adalah: VGS (μ)= -VP+0,63V (untuk JFET saluran-n) Tegangan panjar ini sering
kali mempunyai titik kerja –μ tak ditengah garis beban, atau pada daerah karakteristik
alih yang melengkung. Tegangan panjar
Karakteristik alih JFET untuk suatu jenis transis- tor sangatlah berbeda antara
satu transistor dengan yang lain. Sebagai contoh, lembar data transistor JFET 27549
menyatakan bahwa untuk VGS (off) = VP mempunyai nilai antara -2V (minimum)
hingga -8V (maksimum), dan IDSS pada VDS = 15V, VGS = o mempunyai nilai antara
4,0 mA (minimum) hingga 16 mA (n.aksimum). Hal ini berarti, jika kita ingin agar
untuk berbagai transistor untuk jenis sama penguat tidak banyak berubah
karakteristiknya, kita harus menggunakan cara peripaan seperti di bawah ini:

Gamba"- 5-47
Tiga buah karakteristik alih untuk JFET sejenis Misalkan untuk dua nilai eksterm IDSS
dan Vp adalah seperti pada gambar 5-47 titik μ2 adalah titik -μ untuk JFET dengan
IDSS (maksimum) dan VP (maksimum) dan Φ3, titik -μ untuk JFET dengan IDSS
(minimum). Agar ID
(μ) untuk berbagai transistor dengan jenis sama tak melebihi jangka ID (μ2) dan ID (μ3)
garis beban alih haruslah seperti gambar 5-46. Garis beban ini memotong sumbu VGS
pada VGS = VGG, yang berarti pintu harus diberi tegangan panjar luar, seperti pads
gambar 5-48.

Ke terangan:
Karena arus yang mengalir melalui pintu dibawah 1 μA, maka nilai RG1 dan RG2
dapat diambil besar agar memberikan impendansi masukan yang cukup besar.
Nilai RS dapat dihitung dari kemiringan garis beban alih pada gambar 5-47.
5.7.4 ficdel FET sinyal kecil
JFET mempunyai impendansi masukan dan impendansi keluaran yang tinggi.
Rangakaian setara sinyal kecil yang baik digunakan adalah rangakaian setara-Y, seperti
pada gambar 5-49.

Parameter YIS adalah admintasi masukan untuk sumber ditanahkan, oleh karena
impedansi masukan JFET sangat besar, maka Yis ≈0 sehingga dapat dianggap terbuka.
Untuk JFET sumber ditanahkan, Yis=0 berarti sinyal keluaran tak terasa pada
masukan. Ini terbukti dari karakteristik alih yang tak bergantung pada VDS
Pada gambar 5-51, RS tidak dilukiskan karena arus melalui Cs yang bernilai besar,
sehingga sumber ada pada tanah. Kapasitor C1 dan C2 dianggap terhubung singkat
pada frekuensi tengah. Penguatan dapat kita hitung sebagai berikut:

Jika kita tahu IDSS dan tegangan penjepitan VP transkonduktasi gm dapat dihitung dari

Hambatan masukan penguat adalah Ri = Rg dan hambatan keluaran Ro = rd // Rd.


DAFTAR PUSTAKA
1. Brophy, J.J., 1983, Basic Elektronics for Scientists, 4thed., McGraw-Hill,
Singapore
2. Hafer, C.R., 1980,' Elektronics Engineering for Professional Engineers
Examinations, McGraw- Hill, Singapore.
3. Millaman, J. and Grabel, A., 1988, Microelectronics, 2nded., McGraw-Hill,
Singapore.
4. Sutrisno, 1986, Elektronika Teori dasar dan penerapannya, jilid 1, ITB,
Bandung.
5. Sutrisno, 1987, Elektronika Teori dasar dan. penerapannya, jilid 2, ITB,
Bandung.
6. Woolard, Barry G., 1988, Elektronika Praktis, Prad- nya Pramita, Jakarta.
7. Zbar, P.E and Malvino, A.P., 1983, basic Elektronics A Text-Lab Manual, 5 '
ed., McGraw-Hill, Singpore.
8. ___, 1980, A course in Fundamental Elektronics, Basic Elektricity, Philips
Industies, Eindhoven.
9. ____, 1980, A Course in Fundamental Elektronics, Components, Philips
Industries, Eindhoven.
10. ____, 1980, A Course in Fundamental Elektronics, Analogue Techniques,
Philips Industries, Eindhoven.
11. 1989, An Accelerated Introduktion to Elektronics Curriculum Manual
FT02, L.J. Technical Systems, New York.
12. ____, 1989, An Accelerated Introduction to Electricity/Electronics
Intructor's Manual FT02, L.J. Technical Systems,-New York W'tSM-
tSW'lfW.lfiW

Anda mungkin juga menyukai