Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Etika adalah aturan bertindak atau berperilaku dalam suatu masyarakat tertentu atau
komunitas. Aturan bertindak ini ditentukan oleh setiap kelompok masyarakat, dan
biasanya bersifat turun-temurun dari generasi ke generasi, serta tidak tertulis.
Sedangkan hukum adalah aturan berperilaku masyarakat dalam suatu masyarakat atau
negara yang ditentukan atau dibuat oleh para pemegang otoritas atau pemerintah
negara, dan tertulis.
Baik etika maupun hukum dalam suatu masyarakat mempunyai tujuan yang sama,
yakni terciptanya kehidupan masyarakat yang tertib, aman, dan damai. Oleh sebab
itu, semua anggota masyarakat harus mematuhi etika dan hukum ini. Apabila tidak,
maka bagi para pelanggar kedua aturan perilaku ini memperoleh sanksi yang berbeda.
Bagi pelanggar etika sanksinya adalah “moral”, sedangkan bagi pelanggar hukum,
sanksinya adalah hukuman (pidana atau perdata).
Petugas kesehatan dalam melayani masyarakat, juga akan terikat pada etika dan
hukum, atau etika dan hukum kesehatan. Dalam pelayanan kesehatan masyarakat,
perilaku petugas kesehatan harus tunduk pada etika profesi (kode etik profesi) dan
juga tunduk pada ketentuan hukum, peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Apabila petugas kesehatan melanggar kode etik profesi, maka akan memperoleh
sanksi “etika” dari organisasi profesinya. Dan mungkin juga apabia melanggar
ketentuan peraturan atau perundang-undangan, juga akan memperoleh sanksi hukum
(pidana atau perdata).
Seiring dengan kemajuan zaman, serta kemudahan dalam akses informasi, era
globalisasi atau kesejagatan membuat akses informasi tanpa batas, serta peningkatan
ilmu pengetahuan dan tekhnologi membuat masyarakat semakin kritis. Disisi lain
menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan etik. Selain itu perubahan gaya
hidup, budaya dan tata nilai masyarakat, membuat masyarakat semakin peka
menyikapi berbagai persoalan, termasuk memberi penilaian terhadap pelayanan yang
diberikan petugas kesehatan.
Perkembangan ilmu dan tekhnologi kesehatan yang semakin maju telah
membawa manfaat yang besar untuk terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang
optimal. Perkembangan ini juga diikuti dengan perkembangan hukum di bidang
kesehatan, sehingga secara bersamaan, petugas kesehatan menghadapi masalah
hukum terkait dengan aktivitas, perilaku, sikap dan kemampuannya dalam
menjalankan profesi kesehatan.
Ketika masyarakat merasakan ketidakpuasan terhadap pelayanan atau apabila
seorang petugas kesehatan merugikan pasien, tidak menutup kemungkinan untuk di
meja hijaukan. Bahkan didukung semakin tinggi peran media, baik media massa
maupun elektronik dalam menyoroti berbagai masalah yang timbul dalam pelayanan
kesehatan, merupakan hal yang perlu diperhatikan dan perlu didukung pemahaman
petugas kesehatan mengenai kode etik profesi dan hukum kesehatan, dasar
kewenangan dan aspek legal dalam pelayanan kesehatan. Untuk itu dibutuhkan suatu
pedoman ynag komprehensif dan integratif tentang sikap dan perilaku yang harus
dimiliki oleh seorang petugas kesehatan, pedoman tersebut adalah kode etik profesi.
Kode etik profesi penting diterapkan, karena semakin meningkatnya tuntutan
terhadap pelayanan kesehatan dan pengetahuan serta kesadaran hukum masyarakat
tentang prinsip dan nilai moral yang terkandung dalam pelayanan profesional. Kode
etik profesi mengandung karakteristik khusus suatu profesi. Hal ini berarti bahwa
standar profesi harus diperhatikan dan mencerminkan kepercayaan serta tanggung
jawab yang diterima oleh profesi dalam kontrak hubungan profesional antara tenaga
kesehatan dan masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan etika profesi kesehatan ?
2. Apa saja ciri-ciri profesi ?
3. Apa yang dimaksud dengan kode etik profesi ?
4. Sebutkan fungsi kode etik !
5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan hukum kesehatan ?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah saya berharap petugas kesehatan dapat
memahami prinsip bekerja berdasarkan etika profesi dan hukum kesehatan yang
berlaku, sehingga terhindar dari kasus-kasus malapraktik maupun kelalaian dalam
praktik kesehatan yang menyebabkan turunnya citra profesi petugas kesehatan.
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mengatahui apa yang dimaksud dengan etika profesi kesehatan.
2. Mahasiswa mengetahui apa saja ciri-ciri profesi.
3. Mahasiswa mengetahui apa yang dimaksud dengan kode etik profesi.
4. Mahasiswa dapat menyebutkan fungsi kode etik.
5. Mahasiswa dapat menjelaskan apa yang dimaksud dengan hukum kesehatan.

1.4 Manfaat Penulisan


Semoga karya kecil ini dapat memberikan kontribusi secara bermakna dalam
menanamkan etika profesi bagi petugas kesehatan sekaligus mengenalkan hukum-
hukum kesehatan yang harus dipatuhi guna menghindari malapraktik dan pelanggaran
etik.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Etika Profesi Kesehatan


Profesi berasal dari kata profesio (Latin), yang berarti pengakuan. Selanjutnya,
profesi adalah suatu tugas atau kegiatan fungsional dari suatu kelompok tertentu yang
“diakui” atau “direkognisi” dalam melayani masyarakat. Dapat dikatakan juga bahwa
etika profesi adalah merupakan norma-norma, nilai-nilai, atau pola tingkah laku
kelompok profesi tertentu dalam memberikan pelayanan atau “jasa” kepada
masyarakat. Etika profesi kesehatan adalah norma-norma atau perilaku bertindak bagi
petugas atau pofesi kesehatan dalam melayani masyarakat.

2.2 Ciri-Ciri Profesi


Tidak semua petugas atau orang yang menjalankan tugas atau pekerjaan di
dalam suatu institusi atau lembaga baik di pemerintah maupun swasta itu
memperoleh pengakuan sebagai profesi. Suatu profesi sekurang-kurangnya
mempunyai ciri sebagai berikut :
1. Mengikuti pendidikan sesuai standar nasional, artinya orang yang termasuk dalam
profesi yang bersangkutan harus telah menyelesaikan pendidikan profesi tersebut.
Orang yang berprofesi dokter, dengan sendirinya harus telah lulus pendidikan profesi
dokter (bukan hanya sarjana kedokteran).
2. Pekerjaannya bedasarkan etik profesi. Artinya, dalam menjalankan tugas atau
profesinya seseorang harus berlandaskan atau mengacu kepada etik profesi yang telah
dirumuskan oleh organisasi profesinya.
3. Mengutamakan panggilan kemanusiaan daripada keuntungan materi. Dalam
menjalankan tugasnya seorang profesional dalam menjalankan tugasnya tidak
didasarkan pada keuntungan materi semata-mata. Tetapi harus mengutamakan
terlebih dahulu panggilan kemanusiaan. Seorang petugas kesehatan dalam menolong
penderita atau korban, yang didahulukan adalah menyelamatkan pasien atau korban,
bukan berpikir siapa yang akan membayar jasanya nanti.
4. Pekerjaannya legal (melalui perizinan). Untuk menjalankan tugas atau praktik,
profesi ini dituntut perizinan secara hukum, atau izin praktik. Dokter praktik, bidan
praktik, notaris praktik, akuntan praktik, harus terlebih dahulu memperoleh izin
praktik dari yang berwenang.
5. Anggota-anggotanya belajar sepanjang hayat. Seorang anggota profesi mempunyai
kewajiban untuk selalu meningkatkan profesinya melalui belajar terus-menerus.
Seorang profesional tidak boleh berhenti belajar untuk memelihara dan meningkatkan
profesionalitasnya.
6. Anggota-anggotanya bergabung dalam suatu organisasi profesi. Seseorang yang
sudah memperoleh pengakuan profesi, atau lulus dari pendidikan profesi diwajibkan
untuk menjadi anggota organisasi profesi yang bersangkutan. Seseorang yang sudah
lulus pendidikan dokter harus menjadi anggota IDI (Ikatan Dokter Indonesia),
seseorang yang sudah lulus pendidikan Notariat, harus menjadi anggota organisasi
profesi notaris.

Profesi kesehatan sampai saat ini dapat dikelompokkan menjadi :


1. Kuratif-Rehabilitatif :
a. Dokter
b. Dokter gigi
c. Perawat dan bidan
d. Apoteker
e. Rekam medis
f. Penata rontgen
g. Laboran
h. Fisioterapitis, dan sebagainya.
2. Promotif-Preventif :
a. Ahli Kesehatan Masyarakat
b. Ahli Kesehatan lingkungan
c. Administrator Kesehatan
d. Bidan dan Perawat Kesehatan Masyarakat
e. Epidemiolog
f. Entomolog
g. Penyuluh/Pendidik/Promotor Kesehatan,dan Sebagainya.

2.3 Kode Etik Profesi


Mengingat petugas kesehatan demikian luasnya, maka masing-masing petugas
kesehatan tersebut mengelompokkan dirinya dalam profesi yang berbeda. Untuk
mengatur perilaku masing-masing profesi petugas kesehatan ini, maka masing-
masing profesi ini membuat panduan sendiri-sendiri yang disebut “Kode Etik”. Dapat
dirumuskan bahwa “Kode Etik Profesi” adalah suatu aturan tertulis tentang kewajiban
yang harus dilakukan oleh semua anggota profesi dalam menjalankan pelayanannya
terhadap “client” atau masyarakat. Kode etik pada umumnya disusun oleh organisasi
profesi yang bersangkutan. Kode etik tidak mengatur “hak-hak” anggota, tetapi hanya
“kewajiban-kewajiban” anggota.
Kode etik adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap profesi di
dalam melaksanakan tugas profesinya dan di dalam hidupnya di masyarakat. Norma
tersebut berisi petunjuk bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka harus
menjalankan profesinya dan larangan, yaitu ketentuan tentang apa yang boleh dan
tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh anggota profesi, tidak saja dalam
menjalankan tugas profesinya, melainkan juga menyangkut tingkah laku pada
umumnya dalam pergaulan sehari-hari di dalam masyarakat (Mustika, 2001) “(etika
profesi dan hukum kebidanan. Yanti, S.S.T, M.Keb. Nurul Eko W, S.SiT. Halaman
243).
Kode etik juga diartikan sebagai suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-
nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pengetahuan
komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntutan bagi anggota dalam
melaksanakan pengabdian profesi. Kode etik adalah suatu kesepakatan yang diterima
dan dianut bersama (kelompok tradisional) sebagai tuntunan dalam melakukan
praktik. Kode etik disusun oleh profesi berdasarkan pada keyakinan dan kesadaran
profesional serta tanggung jawab yang berakar pada kekuatan moral dan kemampuan
manusia (Depkes, 2001).
Ruang lingkup kewajiban bagi anggota profesi atau “isi” Kode Etik Profesi pada
umumnya mencakup :
1. Kewajiban umum
2. Kewajiban terhadap “client”
3. Kewajiban terhadap teman sejawatnya
4. Kewajiban terhadap diri sendiri.

2.4 Fungsi Kode Etik


Kode etik berfungsi sebagai berikut :
1. Memberi panduan dalam membuat keputusan tentang masalah etik.
2. Menghubungkan nilai atau norma yang dapat diterapkan dan dipertimbangkan
dalam memberi pelayanan.
3. Merupakan cara untuk mengevaluasi diri.
4. Menjadi landasan untuk memberi umpan balik bagi rekan sejawat.
5. Menginformasikan kepada calon tenaga kesehatan tentang nilai dan standar profesi.
6. Menginformasikan kepada profesi lain dan masyarakat tentang nilai moral.

2.5 Hukum Kesehatan


Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu
kekuasaan dalam mengatur pergaulan hidup bermasyarakat. Pergaulan hidup atau
hidup di masyarakat yang sudah maju seperti sekarang ini tidak cukup hanya dengan
adat kebiasaan yang turun-temurun seperti sebelum lahirnya peradaban yang modern.
Untuk itu, maka oleh kelompok masyarakat yang hidup dalam suatu masyarakat atau
negara diperlukan aturan-aturan yang secara tertulis, yang disebut hukum. Meskipun
demikian, tidak semua perilaku masyarakat atau hubungan antara satu dengan yang
lainnya juga masih perlu diatur oleh hukum ynag tidak tertulis yang disebut : etika,
adat-istiadat, tradisi, kepercayaan dan sebagainya.
Hukum tertulis, dikelompokkan menjadi dua, yakni :
1. Hukum perdata mengatur subjek dan antar subjek, anggota masyarakat yang satu
dengan yang lain dalam hubungan interrelasi. Hubungan interrelasi ini antara kedua
belah pihak sama atau sederajat atau mempunyai kedudukan sederajat. Misalnya,
hubungan antara penjual dan pembeli, hubungan antara penyewa dan yang
menyewakan. Di samping itu hubungan dalam keluarga, kesepakatan-kesepakatan
dalam keluarga, termasuk perkawinan dan warisan juga dapat digolongkan dalam
hukum perdata.
2. Hukum pidana adalah mengatur hubungan antara subjek dan subjek dalam konteks
hidup bermasyarakat dalam suatu negara. Dalam hukum pidana selalu terkait antara
seseorang yang melanggar hukum dengan penguasa (dalam hal ini pemerintah) yang
mempunyai kewenangan menjatuhkan hukuman. Dalam hukum pidana atau peraturan
mengenai hukuman, kedudukan penguasa/pemerintah lebih tinggi dibandingkan
dengan masyarakat sebagai subjek hukum.

Hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan


langsung dengan pemeliharaan atau pelayanan kesehatan dan penerapannya. Hal ini
berarti hukum kesehatan adalah aturan tertulis mengenai hubungan antara pihak
pemberi pelayanan kesehatan dengan masyarakat atau anggota masyarakat. Dengan
sendirinya hukum kesehatan ini mengatur hak dan kewajiban masing-masing
penyelenggaraan pelayanan dan penerima pelayanan atau masyarakat. Hukum
kesehatan relatif masih muda bila dibandingkan dengan hukum-hukum yang lain.
Perkembangan hukum kesehatan baru dimulai pada tahun 1967, yakni dengan
diselenggarakannya “World Congress on Medical Law” di Belgia tahun 1967.
“(Etika dan Hukum Kesehatan. Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Halaman 44).
Di Indonesia, perkembangan hukum kesehatan dimulai dengan terbentuknya
kelompok studi untuk Hukum Kedokteran FK-UI dan rumah Sakit
Ciptomangunkusumo di Jakarta tahun 1982. Hal ini berarti, hampir 15 tahun setelah
diselenggarakan Kongres Hukum Kedokteran Dunia di Belgia. Kelompok studi
hukum kedokteran ini akhirnya pada tahun 1983 berkembang menjadi Perhimpunan
Hukum Kesehatan Indonesia (PERHUKI). Pada kongres PERHUKI yang pertama di
Jakarta, 14 April 1987. Hukum kesehatan mencakup komponen-komponen atau
kelompok-kelompok profesi kesehatan yang saling berhubungan dengan yang
lainnya, yakni : Hukum Kedokteran, Hukum Kedokteran Gigi, Hukum Keperawatan,
Hukum Farmasi, Hukum Rumah Sakit, Hukum Kesehatan Masyarakat, Hukum
Kesehatan Lingkungan, dan sebagainya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, meskipun Etika dan Hukum Kesehatan mempunyai
perbedaan, namun mempunyai banyak persamaannya, antara lain:
1. Etika dan hukum kesehatan sama-sama merupakan alat untuk mengatur tertibnya
hidup bermasyarakat dalam bidang kesehatan.
2. Sebagai objeknya adalah sama yakni masyarakat baik yang sakit maupun yang
tidak sakit (sehat).
3. Masing-masing mengatur kedua belah pihak antara hak dan kewajiban, baik pihak
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan maupun yang menerima pelayanan
kesehatan agar tidak saling merugikan.
4. Keduanya menggugah kesadaran untuk bersikap manusiawi, baik penyelenggara
maupun penerima pelayanan kesehatan.
5. Baik etika maupun hukum kesehatan merupakan hasil pemikiran dari para pakar
serta pengalaman para praktisi bidang kesehatan.

Sedangkan perbedaan antara etika kesehatan dan hukum kesehatan, antara lain:
1. Etika kesehatan hanya berlaku di lingkungan masing-masing profesi kesehatan,
sedangkan hukum kesehatan berlaku untuk umum.
2. Etika kesehatan disusun berdasarkan kesepakatan anggota masing-masing profesi,
sedangkan hukum kesehatan disusun oleh badan pemerintahan, baik legislatif
(Undang-Undang = UU, Peraturan Daerah = Perda), maupun oleh eksekutif
(Peraturan Pemerintah/PP, Kepres. Kepmen, dan sebagainya).
3. Etika kesehatan tidak semuanya tertulis, sedangkan hukum kesehatan tercantum
atau tertulis secara rinci dalam kitab undang-undang atau lembaran negara lainnya.
4. Sanksi terhadap pelanggaran etik kesehatan berupa tuntunan, biasanya dari
organisasi profesi, sedangkan sanksi pelanggaran hukum kesehatan adalah
“tuntunan”, yang berujung pada pidana atau hukuman.
5. Pelanggaran etik kesehatan diselesaikan oleh Majelis Kehormatan Etik Profesi dari
masing-masing organisasi profesi, sedangkan pelanggaran hukum kesehatan
diselesaikan lewat pengadilan.
6. Penyelesaiaan pelanggaran etik tidak selalu disertai bukti fisik, sedangkan untuk
pelanggaran hukum pembuktiannya memerlukan bukti fisik.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Etika profesi kesehatan adalah norma-norma atau perilaku bertindak bagi
petugas atau profesi kesehatan dalam melayani kesehatan masyarakat. Kode etik
profesi adalah suatu aturan tertulis tentang kewajiban yang harus dilakukan oleh
semua anggota profesi dalam menjalankan pelayanannya terhadap ”client” atau
masyarakat.kode etik pada umumnya disusun oleh organisasi profesi yang
bersangkutan. Kode etik tidak mengatur “hak-hak” anggota, tetapi hanya “kewajiban-
kewajiban” anggota.
Hukum kesehatan adalah semua ketentuaan hukum yang berhubungan
langsung dengan pemeliharaan atau pelayanan kesehatan dan penerapannya. Oleh
sebab itu, hukum kesehatan mengatur dua kepentingan yang berbeda, yakni :
1. Penerima pelayanan, yang harus diatur hak dan kewajiban, baik perorangan,
kelompok atau masyarakat.
2. Penyelenggara pelayanan : organisasi dan sarana-prasarana pelayanan, yang juga
harus diatur hak dan kewajibannya.
Apabila petugas kesehatan melalaikan kewajiban yang berarti tidak melakukan
sesuatu yang seharusnya dilakukan, dan petugas kesehatan melakukan perbuatan
yang seharusnya tidak boleh dilakukan dapat dikatakan “malapraktik”.

3.2 Saran
Dalam profesi apa pun selalu ada etika dan hukumnya. Bagi yang melanggar
etika akan dikenakan sanksi moral dan bagi yang melanggar hukum akan dikenakan
sanksi hukum. Oleh sebab itu, sepatutnyalah petugas kesehatan untuk memahami
etika dan hukum kesehatan. Diharapkan juga semua petugas kesehatan senantiasa
berpegang teguh dan berperilaku sesuai dengan kehormatan profesinya.
DAFTAR PUSTAKA

Bertens, K. (2001). Etika. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Eko, Nurul. Yanti. (2010). Etika Profesi dan Hukum Kebidanan. Yogyakarta :
Pustaka Rihama.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Republik Indonesia. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Siswanto, Hadi. (2009). Etika Profesi. Yogyakarta : Pustaka Rihama.

Khosatika. (2012). Etika dan Hukum Kesehatan. Khosatika.


Blogspot.com./2014/12/09.

Anda mungkin juga menyukai