Definisi
Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk suatu material
mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu (kolesistolitiasis) atau di dalam saluran
Epidemiologi
Batu empedu merupakan salah satu penyakit yang paling sering menyerang traktus digestif
dengan prevalensi 11-36%. Prevalensi batu empedu berhubungan dengan berbagai macam factor
di antaranya umur, jenis kelamin, dan latar belakang etnis. Beberapa kondisi yang menjadi factor
predisposisi dari batu empedu adalah obestias, kehamilan, factor diet, crohn’s disease, reseksi
ileus terminal, bedah lambung, sickle cell disease dan thalasemmia adalah factor-faktor
predisposisi yang meningkatkan resiko dari perkembangan batu empedu. Wanita tiga kali lipat
lebih sering terkena penyakit batu enmpedu daripada pria.
Sejarah Penyakit
Sebagian besar pasien pernah mengalami gejala asimptomatik dari penyakit kandung empedu
yang dialaminya.Dengan alasan yang tidak diketahui sebelumnya, beberapa pasien akan
mengalami gejala-gejala batu empedu yang biasa dikenal nyeri kolik bilier yang ditimbulkan
akibat adanya batu yang menyumbat duktus sistikus.. Symptomatic gallstone disease may Batu
empedu pada pasien tanpa disertai gejala kolik bilier biasanya terdiagnosa melalui ultrasonografi,
CT scan. Biasanya 3% dari individu yang mengalami gejala asimptomatik, akan menjadi
simptomatik tiap tahunnya.
Sejak beberapa pasien yang mengalami komplikasi tanpa adanya gejala penyakit kandung
empedu,pencegahan dengan kolesitektomi pada pasien batu empedu asimptomatik jarang
diindikasikan.
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk alpukat yang terletak tepat dibawah
lobus kanan hati. Panjang kandung empedu sekitar 7-10 cm.Kandung empedu mempunyai
fundus, korpus, infundibulum, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung nya buntu dari
kandung empedu. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah
bagian yang sempit dari kandung empedu4.
Empedu yang di sekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang
kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar
yang keluar dari permukaan hati sebagai duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung
Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya antara 600-1200 ml/hari.
Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 30-45 ml empedu. Diluar waktu makan, empedu
disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di sini mengalami pemekatan sekitar
50 %. Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan
natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung dalam
empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-90%.
Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :
• Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, karena asam
empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu membantu mengemulsikan partikel-
partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang
disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir
lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.
• Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan yang penting
dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan
kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.
Pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh hormon kolesistokinin, hal ini terjadi
ketika makanan berlemak masuk ke duodenum sekitar 30 menit setelah makan. Dasar yang
menyebabkan pengosongan adalah kontraksi ritmik dinding kandung empedu, tetapi efektifitas
pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan dari sfingter oddi yang menjaga pintu
keluar duktus biliaris komunis kedalam duodenum. Selain kolesistokinin, kandung empedu juga
dirangsang kuat oleh serat-serat saraf yang menyekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus dan
duodenum terutama sebagai respon terhadap perangsangan kolesistokinin. Saat lemak tidak
terdapat dalam makanan, pengosongan kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat
jumlah lemak yang adekuat dalam makanan, normalnya kandung empedu kosong secara
Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan
empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. Garam empedu adalah
steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya
dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal
kalau diperlukan.
Epidemiologi
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% sedangka angka kejadian di Indonesia
tidak berbeda jauh dengan negara lain di Asia Tenggara (syamsuhidayat). Peningkatan insiden
batu empedu dapat dilihat dalam kelompok resiko tinggi yang disebut ”5 Fs” : female (wanita),
fertile (subur)-khususnya selama kehamilan, fat (gemuk), fair, dan forty (empat puluh tahun).
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko. Namun, semakin banyak faktor
empedu bisa berjalan dalam keluarga10. Di negara Barat penyakit ini sering dijumpai, di USA
10-20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu. Batu empedu lebih sering
ditemukaan pada orang kulit putih dibandingkan kulit hitam. Batu empedu juga sering ditemukan
2. Umur
Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah 40-50 tahun. Sangat sedikit penderita
batu empedu yang dijumpai pada usia remaja, setelah itu dengan semakin bertambahnya usia
semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan batu empedu, sehingga pada usia 90 tahun
3. Jenis Kelamin
Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan perbandingan 4
: 1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu, sementara di Italia 20
% wanita dan 14 % laki-laki. Sementara di Indonesia jumlah penderita wanita lebih banyak dari
pada laki-laki10.
Patogenesis
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada saluran
empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya. Etiologi batu empedu
masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting
tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu,
stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan
yang paling penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol
dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan
supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi
bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada kondisi yang
kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah : terlalu banyak absorbsi air
dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam- garam empedu dan lesitin dari empedu, terlalu
banyak sekresi kolesterol dalam empedu, Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan
oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu
produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi
lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu empedu. Batu
kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus melalui duktus sistikus. Didalam
perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu
secara parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejalah kolik empedu. Kalau batu terhenti di
dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap
Batu empedu terbentuk dari hasil material solid yang mengalami pengendapan. Komposisi
Gallstones form as a result of solids settling out of solution. The major organic solutes in bile are
bilirubin, bile salts, phospholipids, and cholesterol. Gallstones are classified by their cholesterol
content as either cholesterol stones or pigment stones. Pigment stones can be further classified as
either black or brown. In Western countries, about 80% of gallstones are cholesterol stones and
about 15 to 20% are black pigment stones. Brown pigment stones account for only a small
percentage. Both types of pigment stones are more common in Asia.
a. Batu Kolesterol
Empedu yang di supersaturasi dengan kolesterol bertanggung jawab bagi lebih dari 90 %
kolelitiasis di negara Barat. Sebagian besar empedu ini merupakan batu kolesterol campuran
yang mengandung paling sedikit 75 % kolesterol berdasarkan berat serta dalam variasi jumlah
fosfolipid, pigmen empedu, senyawa organik dan inorganik lain. Kolesterol dilarutkan di dalam
empedu dalam daerah hidrofobik micelle, sehingga kelarutannya tergantung pada jumlah relatif
garam empedu dan lesitin. Ini dapat dinyatakan oleh grafik segitiga (gambar 2.9), yang
koordinatnya merupakan persentase konsentrasi molar garam empedu, lesitin dan kolesterol10.
Menurut Meyers & Jones, 1990 Proses fisik pembentukan batu kolesterol
terjadi dalam empat tahap:
• Supersaturasi empedu dengan kolesterol.
• Pembentukan nidus
• Kristalisasi/presipitasi.
• Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan
senyawa lain yang membentuk matriks batu.
b. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan sekitar 10 % dari batu empedu di Amerika Serikat. Ada dua
bentuk yaitu batu pigmen murni yang lebih umum dan batu kalsium bilirubinat. Batu pigmen
murni lebih kecil (2 sampai 5 mm), multipel, sangat keras dan penampilan hijau sampai hitam.
Batu-batu tersebut mengandung dalam jumlah bervariasi kalsium bilirubinat, polimer bilirubin,
asam empedu dalam jumlah kecil kolesterol (3 sampai 26%) dan banyak senyawa organik lain.
Didaerah Timur, batu kalsium bilirubinat dominan dan merupakan 40 sampai 60 % dari semua
batu empedu. Batu ini lebih rapuh, berwarna kecoklatan sampai hitam10
Patogenesis batu pigmen berbeda dari batu kolesterol. Kemungkinan mencakup sekresi
pigmen dalam jumlah yang meningkat atau pembentukan pigmen abnormal yang mengendap
dalam empedu. Sirosis dan stasis biliaris merupakan predisposisi pembentukan batu pigmen
(Sarr & Cameron, 1996). Pasien dengan peningkatan beban bilirubin tak terkonjugasi (anemia
hemolitik), lazim membentuk batu pigmen murni. Di negara Timur, tingginya insiden batu
kalsium bilirubinat bisa berhubungan dengan invasi bakteri sekunder dalam batang saluran
empedu yang di infeksi parasit Clonorchis sinensis atau Ascaris Lumbricoides. E.coli
yang bisa menyokong pembentukan kalsium bilirubinat yang tak dapat larut14.
c. Batu campuran
Merupakan batu campuran kolesterol yang mengandung kalsium. Batu ini sering
ditemukan hampir sekitar 90 % pada penderita kolelitiasis. batu ini bersifat majemuk, berwarna
coklat tua. Sebagian besar dari batu campuran mempunyai dasar metabolisme yang sama dengan
batu kolesterol10.
Manifestasi klinis
Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan gejala
(asimtomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat kolesistitis, nyeri bilier, nyeri
abdomen kronik berulang ataupun dispepsia, mual (Suindra, 2007). Studi perjalanan penyakit
sampai 50 % dari semua pasien dengan batu kandung empedu, tanpa mempertimbangkan
jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25 % dari pasien yang benar-benar mempunyai batu
empedu asimtomatik akan merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah periode
wakti 5 tahun. Tidak ada data yang merekomendasikan kolesistektomi rutin dalam semua pasien
2. Simtomatik
Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas. Rasa nyeri
lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang
beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya
dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah
beberapa jam dan kemudian pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris.
Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris3,4.
3. Komplikasi
Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling umum dan sering
meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara wanita usia pertengahan dan manula.
Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan dengan obstruksi duktus sistikus atau dalam
infundibulum. Gambaran tipikal dari kolesistitis akut adalah nyeri perut kanan atas yang tajam
dan konstan, baik berupa serangan akut ataupun didahului sebelumnya oleh rasa tidak nyaman di
daerah epigastrium post prandial. Nyeri ini bertambah saat inspirasi atau dengan pergerakan dan
dapat menjalar kepunggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini dapat disertai mual, muntah dan
penurunan nafsu makan, yang dapat berlangsung berhari-hari. Pada pemeriksaan dapat dijumpai
tanda toksemia, nyeri tekan pada kanan atas abdomen dan tanda klasik ”Murphy sign” (pasien
berhenti bernafas sewaktu perut kanan atas ditekan). Masa yang dapat dipalpasi ditemukan hanya
dalam 20% kasus. Kebanyakan pasien akhirnya akan mengalami kolesistektomi terbuka atau
laparoskopik4. 2.6.2. Batu Saluran Empedu (Koledokolitiasis)
Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kanan
atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi kolangitis. Apabila timbul
serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai
dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya
kolangitis bakterial non piogenik yang ditandai dengan trias Charcot yaitu demam dan
menggigil, nyeri didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa
kolangitis piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala pentade Reynold, berupa tiga gejala trias
Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai koma3.
mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu duktus koledokus disertai dengan
bakterobilia dalam 75% persen pasien serta dengan adanya obstruksi saluran empedu, dapat
timbul kolangitis akut. Episode parah kolangitis akut dapat menyebabkan abses hati. Migrasi
batu empedu kecil melalui ampula Vateri sewaktu ada saluran umum diantara duktus koledokus
distal dan duktus pankreatikus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu. Tersangkutnya
Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak akan mengalami
keluhan dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak berhubungan dengan timbulnya keluhan
selama pemantauan. Kalaupun nanti timbul keluhan umumnya ringan sehingga penanganan
dapat elektif. Terapi disolusi dengan asam ursodeoksilat untuk melarutkan batu empedu
kolesterol dibutuhkan waktu pemberian obat 6-12 bulan dan diperlukan monitoring hingga
dicapai disolusi. Terapi efektif pada ukuran batu kecil dari 1 cm dengan angka kekambuhan 50
% dalam 5 tahun1.
Metode ini didasarkan pada prinsip PTC dan instilasi langsung pelarut kolesterol ke
kandung empedu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang
tinggi2.
Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun yang lalu,
analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang benar-benar telah
dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL memerlukan terapi adjuvant asam
ursodeoksilat10.
Penanganan operatif
a). Open kolesistektomi Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu
empedu simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi trauma
CBD, perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini menunjukkan mortalitas pada pasien yang
menjalani kolesistektomi terbuka pada tahun 1989, angka kematian secara keseluruhan 0,17 %,
pada pasien kurang dari 65 tahun angka kematian 0,03 % sedangkan pada penderita diatas 65
tahun angka kematian mencapai 0,5 %4.
b). Kolesistektomi laparoskopik
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan lebih
cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih
murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontra indikasi absolut serupa
dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati
yang tidak dapat dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor
stump duktus sistikus dan trauma duktus biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering
dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,5–1%. Dengan menggunakan teknik laparoskopi
kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal dalam
10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk
aktifitas olahraga16.
Sleisenger & Fordtran's .Gastrointestinal and Liver Disease, 8th ed.Copyright © 2006