PENDAHULUAN
1
2
Solo mempunyai nilai tersendiri bagi para wisatawan baik wisatawan asing
maupun wisatawan domestik (Pemerintah Kota Surakarta 2002).
Peneliti ingin melihat obyek wisata di daerah Kota Solo khususnya
Keraton Surakarta Hadiningrat, THR Sriwedari dan TSTJ. Penelitian ini
mengambil tiga obyek tersebut karena lebih diminati pengunjung dan potensial
untuk dikembangkan yaitu memiliki daya tarik tersendiri dengan segala aset
wisata yang dimiliki. THR Sriwedari merupakan obyek dengan jumlah kunjungan
tertinggi selama empat tahun (2008-2011) dan memiliki berbagai macam wahana
permainan. Taman Balekambang jumlah kunjungannya memang lebih tinggi
dibandingkan Keraton Surakarta Hadiningrat dan TSTJ, namun peneliti memilih
obyek tersebut karena Keraton Surakarta dan TSTJ lebih memiliki potensi dan
keunggulan yang perlu diteliti untuk dikembangkan dibandingkan obyek lainnya.
Obyek wisata di Kota Solo yang lebih terlihat khas dari Kota Solo adalah Keraton
Surakarta Hadiningrat yang merupakan salah satu simbol identitas Kota Solo.
Keraton Surakarta Hadiningrat dahulunya adalah pusat pemerintahan dan tempat
kediaman raja serta sumber budaya Jawa, selain terdapat nilai seni dan sejarah
keraton memiliki budaya dan adat-istiadat yang sebagian besar masih dijalankan
sampai saat ini. TSTJ adalah kebun binatang satu-satunya di Kota Solo didukung
lokasi strategis dan memiliki koleksi berbagai macam flora dan fauna. Hal
tersebut yang menjadi dasar penelitian ini mengambil tiga obyek yang dimaksud
(THR Sriwedari, Keraton Surakarta Hadiningrat dan TSTJ ).
Tabel 1.1 berikut merupakan tabel jumlah pengunjung obyek wisata di
Kota Surakarta tahun 2008-2011 sebagai perbandingan jumlah pengunjung obyek
wisata di Kota Surakarta.
4
pusat perbelanjaan berbagai macam pakaian yang terkenal di Kota Solo. Adanya
Pasar tersebut wisatawan yang mengunjungi Keraton Surakarta Hadiningrat dapat
sekaligus mengunjunginya. Keraton memiliki beberapa warisan adat dan tata cara
keraton yang sampai sekarang masih dijalankan seperti, Sekaten, Grebeg mulud
dan besar, pemeliharaan pusaka dan lain sebagainya. Keraton Surakarrta
Hadiningrat berada di pusat kota sehingga mudah dijangakau oleh wisatawan
(Pemerintah Kota Surakarta, 2011).
THR Sriwedari adalah taman hiburan keluarga yang berada di lingkungan
Taman Sriwedari, mempunyai lebih dari 20 wahana permainan seperti, Bom-bom
Car, Mini Jet Coaster, komedi putar, mini water park, mini out bond, kolam
renang anak dan lain-lain. Taman ini tidak hanya dikhususkan untuk anak-anak
saja, namun juga cocok untuk hiburan orang dewasa karena terdapat atraksi lain
yaitu konser musik yang digelar setiap malam. Suasana THR Sriwedari semakin
nyaman dan sejuk dengan keberadaan pohon-pohon disekitarnya. Obyek wisata
ini mudah dijangkau oleh wisatawan dari berbagai daerah karena terletak di
jantung Kota Solo tepatnya di Jl. Brigjen Slamet Riyadi 275 (Pemerintah Kota
Surakarta 2011).
Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) yaitu tempat rekreasi yang menempati
area lahan seluas 13,9ha, menawarkan pemandangan alam (flora dan fauna),
sarana permainan anak-anak dan tempat-tempat bersantai. TSTJ berada di tepi
Sungai Bengawan Solo yang memiliki topografi perbukitan dengan kondisi tanah
berkontur, mempunyai koleksi satwa 64 jenis dengan jumlah 299 satwa dan
berbagai jenis flora dengan jumlah 136 jenis pohon seperti pohon cemara, johar,
asam dan jenis tumbuhan tropis lainnya. Pengunjung yang gemar dengan suasana
air di TSTJ dilengkapi telaga buatan. Di telaga buatan pengunjung dapat
berkeliling dengan menyewa perahu dan memancing dengan menyewa peralatan
pancing di kios persewaan yang disediakan. Hari tertentu misalnya akhir tahun
biasa diadakan pementasan musik yang bisa dinikmati pengunjung secara gratis
dan wahana naik gajah pada hari minggu atau hari libur lainnya. Letak TSTJ
sangat strategis yaitu berada di tepi jalan arteri yang menhubungkan antara Kota
Surabaya, Semarang dan Yogyakarta dan merupakan pintu gerbang timur masuk
6
Kota Solo sehingga mudah dijangkau oleh wisatawan dari berbagai daerah
(Perusahaan Daerah Taman Satwa Taru Jurug Surakarta, 2011).
Wisata Kota Solo didukung lokasinya yang strategis yaitu berada di
persimpangan kota-kota besar seperti Kota Surabaya, Semarang dan Yogjakarta.
Dari segi aksesibilitas Kota Solo cukup tinggi karena banyak kendaraan yang
melintasi Kota Solo dan dilengkapi dengan keberadaan terminal besar yaitu
Terminal Tirtonadi, Bandara internasional Adi Sumarmo dan stasiun kereta api.
Jalur menuju lokasi obyek wisata yang diteliti cukup baik, dalam arti jalannya
tidak terlalu rusak ataupun macet. Khusus untuk jalur Keraton Surakarta
Hadiningrat – Pasar Klewer, Pasar Kliwon, lokasi ini lebih padat kendaraan dan
aktivitas dibangdingkan jalur menuju obyek lain karena lokasi ini adalah area
perkotaan dan banyak terdapat kegiatan ekonomi, industri dan lain-lain.
Transportasi di daerah penelitian didukung keberadaan kendaraan umum yang
dapat menjangkau lokasi wisata, seperti bus khusus di Kota Solo yang siap
mengantar wisatawan keliling Kota Solo dengan biaya Rp.25.000/orang, Batik
Solo Trans dengan halte yang tersebar diberbagai daerah, taksi/angkutan umum
yang banyak melintas dan terdapat pangkalan kendaraan di area lokasi wisata atau
pusat aktivitas penduduk (mall, penginapan, rumah sakit dan lain sebagainya),
hingga kendaraan tradisional Jawa yaitu becak dan andong. Di daerah penelitian
dilengkapi dengan Tourist Information Center (TIC) yang berada di lingkungan
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata serta tersedia berbagai macam penginapan,
pusat perbelanjaan dan rumah makan. Obyek wisata yang diteliti sebagian besar
sudah dilengkapi penjual makanan/minuman, toko souvenir, toilet, pusat
informasi, tempat parkir, bangunan untuk menikmati obyek dan tempat ibadah
sehingga wisatawan mudah memperoleh kebutuhan wisatanya.
Wisata Kota Solo memiliki potensi dan daya dukung, namun kunjungan
obyek wisata di Kota Solo khususnya Keraton Surakarta Hadiningrat, THR
Sriwedari dan TSTJ masih relatif sedikit serta pembangunan dalam bidang
pariwisata telah tertinggal dibandingkan kota besar lain seperti Yogjakarta dan
Bali yang memang sudah dikenal dunia cukup lama. Walaupun Bandara Adi
Sumarmo adalah bandara internasional bahkan bandara internasional pertama di
7
Pulau Jawa namun hal itu belum cukup untuk membantu mendorong
pembangunan kepariwisataan di Kota Solo. Berdasarkan pengamatan, obyek
wisata yang diteliti lebih ramai pengunjung pada hari libur, sedangkan hari biasa
relatif lebih sedikit khususnya TSTJ.
Berdasarkan data dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta
yang telah disajikan pada tabel 1.1 di atas kunjungan obyek wisata yang diteliti
rata-rata mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Tabel 1.1 tersebut
menunjukkan kunjunagan ketiga obyek wisata tersebut masih belum stabil,
dimana setiap terdapat peningkatan kunjungan wisata terdapat pula penurunan
ditahun berikutnya. Jumlah pengunjung selama empat tahun dari tahun 2008-2011
adalah 2.687.038 pengunjung dengan kunjungan tertinggi berada ditahun 2009
yaitu sebesar 753.084 pengunjung. Ketiga obyek wisata yang diteliti jumlah
kunjungan tertinggi selama empat tahun tersebut adalah THR Sriwedari sebesar
1.440.447 pengunjung, kunjungan rata-rata 350.000 pengunjung/tahun. Hal itu
dikarenakan THR Sriwedari merupakan tempat hiburan yang berpotensi untuk
dikunjungi berkali-kali dengan menikmati wahana permainan dan pementasan
musik sebagai hiburan untuk remaja atau orang dewasa. Tertinggi berikutnya
adalah TSTJ sebesar 1.170.007 pengunjung, kunjungan rata-rata 300.000
pengunjung/tahun. Keraton Surakarta Hadiningrat yang menjadi salah satu simbol
identitas serta ikon wisata budaya Kota Solo jumlah kunjungan wisatanya adalah
yang terendah yaitu sebesar 284.905 pengunjung dengan kunjungan tertinggi
berada ditahun 2009 sebesar 129.072 pengunjung dan pada tahun berikutnya
mengalami penurunan sangat drastis menjadi 30.000-an wisatawan. Rendahnya
kunjungan salah satunya dipengaruhi karena lokasi ini merupakan wisata budaya
yang kegiatannya hanya melihat obyek tanpa berinteraksi dengan abyek dan tidak
berpotensi untuk dikunjungi berkali-kali atau untuk hiburan.
Pariwisata di Kota Solo belum berkembang sesuai yang diharapkan, yaitu
belum berhasil menyerap wisatawan secara maksimal. Obyek wisata di Kota Solo
khususnya Keraton Surakarta Hadiningrat, Taman Hiburan Rakyat (THR)
Sriwedari dan Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) belum dikelola secara optimal
sehingga keberadaan segala aset wisata dengan segala daya dukung yang ada
8
belum mendapat respon positif dari wisatawan dalam hal kunjungan wisata.
Pendapatan ataupun dana dari pemerintah setempat saja ternyata belum cukup
untuk memenuhi kebutuhan obyek wisata. Terlihat dibeberapa lokasi obyek
wisata yang diteliti dengan sarana dan prasarana seadanya dan kondisi obyek yang
kurang terawat membuat obyek terasa kurang nyaman dinikmati dan diminati
pengunjung karena sarana dan prasana adalah faktor penting dalam pariwisata.
Berdasarkan pengamatan, hanya THR Sriwedari yang kondisinya terawat serta
terjaga kebersihannya baik obyek maupun fasilitasnya (toilet dan mushola),
kerusakan terdapat pada beberapa kondisi cat yang sedikit mulai pudar misalnya
pagar, wahana permainan, tempat sampah dan atap namun kerusakan tidak begitu
parah. THR Sriwedari kondisinya bersih dan terawat, namun berada pada lahan
yang kurang luas sehingga berpengaruh pada ruang gerak pengunjung yang
minimal. Wahana permainan tidak ada yang khusus untuk orang dewasa atau
remaja, kalaupun ada hanya terbatas. Kebersihan Keraton Surakarta Hadiningrat
terlihat belum merata, hanya lokasi tertentu yang diutamakan misalnya area
Pendapa dengan lahan terbuka yang sangat bersih, namun jika dilanjutkan ke
lokasi lain dijumpai lahan terbuka dengan kondisi yang kurang diperhatikan dan
kurang terawat yaitu terdapat sampah berupa daun-daun dari pohon di sekitarnya
yang tidak segera dibuang ataupun diurus, terdapat beberapa koleksi dan toilet
yang juga kurang terawat serta kondisi atap yang mulai rapuh. Hal serupa juga
dijumpai di TSTJ, lingkungan serta sarana dan prasaranya kurang terawat,
terdapat kandang hewan yang mulai rusak, danau kotor dan keberadaan Taman
Gesang yang kurang diperhatikan serta keberadaan pedagang kaki lima yang
kurang tertata membuat TSTJ terskesan kumuh.
Hal ini perlu mendapat perhatian yang serius dari semua pihak, baik
pemerintah, masyarakat maupun swasta, karena jika hal tersebut tidak segera
diatasi maka penurunan jumlah kunjungan wisatawan akan berdampak pada
penurunan kualitas potensi obyek wisata yang ada. Diperlukan pengembangan
pariwisata di Kota Solo dengan cara pengoptimalan sarana dan prasarana,
pengoptimalan program kerja lembaga yang mengelola obyek wisata, peningkatan
promosi dan daya tarik wisata agar lebih diminati wisatawan sekaligus dapat
9
menyerap lebih banyak wisatawan yang nantinya juga akan diikuti dengan
peningkatan pendapatan sehingga kebutuhan obyek wisata kedepanya dapat
terpenuhi. THR Sriwedari dapat dikembangkan seperti halnya di taman-taman lain
misalnya Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dengan melengkapi wahana
permainan khusus orang dewasa atau remaja yang disertai perluasan ruang
lingkup obyek sehingga akan menambah jumlah kunjungan wisata. TSTJ jika
dikembangkan menjadi taman satwa yang dilengkapi fasilitas pendukung serta
peningkatan kualitas sarana dan prasara akan meningkatkan jumlah kunjungan
wisata. Keraton Surakarta Hadiningrat tidak perlu menambah obyek, namun
diperlukan peningkatan kualitas obyek dengan menjaga kebersihan dan
melengkapi sarana dan prasananya. Pengembangan yang dilakukan diharapkan
mampu menarik lebih banyak minat pengunjung dan wisatawan memberi
penilaian serta kesan lebih baik sehingga kemungkinan untuk datang kembali ke
obyek wisata Kota Solo lebih besar.
Lampiran telah disajikan untuk memperjelas kondisi masing-masing
obyek wisata dalam penelitian ini. Berdasarkan Latar Belakang tersebut, penulis
mengambil judul “Potensi Dan Pengembangan Pariwisata di Kota
Surakarta”.
1. 2. Perumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang penelitian maka yang menjadi permasalahan
dalam penelitian ini adalah :
1. bagaimana klasifikasi potensi internal dan eksternal obyek wisata di Kota
Surakarta,
2. bagaimana prioritas pengembangan obyek wisata di Kota Surakarta, dan
3. bagaimana arah pengembangan obyek wisata di Kota Surakarta?
strategi pengembangan yang sesuai dengan obyek wisata tersebut. Diagram alir
penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.2.
Identifikasi potensi
Analisis skoring
Analisis SWOT
Peta potensi
Prioritas pengembangan
obyek wisata
Tabel 1.4. Variabel Penelitian dan Skor Potensi Obyek Wisata(Potensi Internal)
No. Indikator Variabel Kriteria Skor Data
a. Atraksi/daya tarik Atraksi penangkap 1
1 Kualitas obyek utama obyek wisatawan (tourist catcher)
wisata wisata Atraksi penahan wisatawan Primer
2
b. Kekuatan atraksi Kombinasi komponen 1
komponen obyek alami atau buatan yang
wisata dimiliki kurang mampu
mempertinggi kualitas dan
kesan obyek
Kombinasi komponen
alami atau buatan yang Primer
dimiliki obyek mampu
mempertinggi kualitas 2
obyek
c. Kegiatan wisata Hanya kegiatan yang 1
di lokasi wisata bersifat pasif (menikmati
yang sudah ada)
Meliputi kegiatan pasif dan
kegiatan yang bersifat aktif 2 Primer
(berinteraksi dengan
obyek)
d. Keragaman Obyek belum memiliki 1
atraksi atraksi pendukung
pendukung Obyek memiliki 1-2 atraksi
pendukung 2 Primer
Obyek memiliki lebih dari
2 macam atraksi
pendukung 3
2 Kondisi obyek e. Kondisi fisik Obyek yang mengalami 1
wisata obyek wisata kerusakan dominan
secara langsung Obyek yang sedikit
mengalami kerusakan 2
Obyek yang belum Primer
memiliki kerusakan
3
f. Kebersihan Obyek wisata kurang bersih 1
lingkungan obyek dan tidak terawat
wisata Obyek wisata cukup bersih Primer
dan terawat 2
Sumber : RIPP Kota Surakarta (2010)
20
Tabel 1.5. Variabel penelitian dan Skor Potensi Kawasan Wisata (Potensi Eksternal)
No Indikator Variabel Kriteria Skor Data
apa yang dapat dilakukan dengan kekuatan yang dimiliki beserta kelemahannya
serta merencanakan pengembangan dengan menganalisis ancaman bagi obyek
wisata agar diketahui langkah menghadapi atau mengatasi ancaman tersebut.
Potensi internal obyek wisata digali untuk dikembangkan melalui
pemaksimalan mannfaat potensi dengan cara analisis SWOT untuk mengetahui
peluang apa yang dimiliki sesuai kemampuan potensi. Pengembangan potensi
internal obyek wisata dapat dilakukan melalui menjaga kualitas maupun kondisi
obyek secara berkelanjutan, menambah atraksi sesuai potensi yang dimiliki
(kecuali wisata sejarah) dan melakukan promosi agar obyek semakin dikenal
publik terutama perkembangannya.
Potensi eksternal obyek wisata dapat dilakukan dengan berbagai cara sesuai
kondisi eksternal sesuai analisis SWOT obyek misalnya, obyek yang didukung
obyek lain dilakukan kerjasama paket wisata, memperhatikan aksesibilitas melalui
pelayanan sarana jalan yang baik, fasilitas penunjang maupun pendukung wisata
jika sudah tersedia dirawat secara rutin, jika belum tersedia perlu kerjasama
dengan pihak terkait untuk menyediakan fasilitas tersebut.
Potensi internal obyek wisata adalah potensi wisata yang dimiliki suatu obyek,
yang meliputi komponen, kondisi obyek, kualitas obyek dan dukungan bagi
pengembangan (Hadinito, 1996).
Fasilitas Pariwisata adalah semua jenis sarana yang secara khusus ditujukan
untuk mendukung penciptaan kemudahan, kenyamanan, keselamatan wisatawan
dalam melakukan kunjungan ke Destinasi Pariwisata (RIPPARNAS, 2010).