Anda di halaman 1dari 84

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menua (menjadi tua) merupakan suatu proses menghilangnya secara perlahan-


lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
dan memperbaiki kerusakan yang diterima. Proses menua merupakan proses yang
terus menerus (berlanjut) secara alamiah. Proses menua dimulai sejak lahir dan
umumnya dialami pada semua mahluk hidup (Nugroho, 2008).

Menurut WHO, di kawasan Asia Tenggara populasi lansia sebesar 8%


atau sekitar 142 juta jiwa. Pada tahun 2050 diperkirakan populasi lansia
meningkat 3 kali lipat dari tahun 2013. Pada tahun 2000 jumlah Lansia sekitar
5.300.000 (7,4%) dari total populasi, sedangkan pada tahun 2010 jumlah Lansia
24.000.000 (9,77%) dari total populasi, dan tahun 2020 diperkirakan jumlah
Lansia mencapai 28.800.000 (11,34%) dari total populasi. Data Badan Pusat
Statistik menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia di Indonesia pada tahun 2007
berjumlah 18,7 juta jiwa selanjutnya pada tahun 2010 meningkat menjadi 23,9
juta jiwa (9,77 persen). Pada tahun 2020 diprediksikan jumlah lanjut usia
mencapai 28,8 juta jiwa (11,34 persen) (Kemenkes RI, 2013). Menurut BPS RI-
Susenas 2009, sebaran penduduk lansia menurut provinsi, persentase penduduk
lansia di atas 10% ada di provinsi D.I. Yogyakarta (14,02%), Jawa Tengah
(10,99%), Jawa Timur (10,92%) dan Bali (10,79%) (Komnas Lansia, 2010).

Lansia rentan sekali menghadapi berbagai permasalahan baik secara fisik


maupun psikologis. Kane, Ouslander, dan Abrass (1999) menjabarkan
permasalahan yang sering dihadapi lansia ke dalam 14 masalah atau yang sering
disebut 14i Sindrom Geriatri (Geriatric Syndrome). Keempat belas masalah
tersebut adalah: 1) Immobility (penurunan/ketidakmampuan mobilisasi); 2)
Instability (ketidakseimbangan, risiko jatuh); 3) Incontinence (inkontinensia
urin/alvi, tidak mampu menahan buang air kecil/besar); 4) Intelectual Impairment
(penurunan fungsi kognitif, demensia); 5) Infection (rentan mengalami infeksi); 6)
Impairment of Sensory/Vision (penurunan penglihatan, pendengaran); 7)
Impaction (sulit buang air besar); 8) Isolation (rentan depresi/stres sehingga lebih
sering menyendiri); 9) Inanition (kurang gizi); 10) Impecunity (penurunan
penghasilan); 11) Iatrogenesis (efek samping obat-obatan); 12) Insomnia (sulit
tidur); 13) Immunedeficiency (penurunan daya tahan tubu); 14) Impotence
(impotensi).

Berbagai teori telah menyebutkan dan fakta telah membuktikan bahwa


ketika seseorang memasuki usia lanjut maka akan terjadi proses penurunan fungsi
tubuh. Penurunan fungsi tubuh tersebut dapat memengaruhi produktivitas lansia
ketika bekerja. Sehingga fenomena yang terjadi pada lansia adalah adanya fase
pension baik bagi pekerja formal maupun informal. Pada lansia pekerja formal
terdapat sistem batasan usia maksimum seseorang dipekerjakan sehingga ia akan
diberhentikan dari pekerjaanya. Sedangkan orang dengan pekerjaan informal
(misal berdagang) memang tidak ada pensiun atau pemberhentian bekerja namun
penurunan fungsi tubuh seiring bertambahnya usia pasti akan memaksa seseorang
untuk menurunkan intensitas pekerjaannya atau justru menghentikannya sendiri.

Miller (2009) mengemukakan bahwa fase berhenti kerja atau pensiun pasti
akan dialami oleh seluruh lansia dan pada saat itu mengakibatkan pendapatan
(uang) menurun serta perubahan peran dan status sosial. Pada fase tersebut tugas
lansia adalah harus mampu beradaptasi dengan masa pensiun dan penurunan
pendapatan yang terjadi (Rosdahl dan Kowalski, 2012).

Bila dilihat angka statistik diatas, terjadinya peningkatan jumlah lansia


bahkan cenderung lebih cepat akan berpengaruh terhadap meningkatnya masalah
kesehatan dan penyakit pada usia lanjut. Masalah kesehatan yang sering terjadi
pada lansia meliputi masalah fisik, mental dan psikososial. Masalah psikososial
pada lansia dapat berupa kondisi kesepian dan terisolasi secara sosial yang akan
menjadi faktor yang beresiko bagi kesehatan lansia (Azizah, 2011, hlm 102).

Isolasi sosial menarik diri dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
penyebab dan faktor pencetus. Faktor penyebab terdiri dari faktor perkembangan,
faktor biologis, dan faktor sosiokultural. Sedangkan faktor pencetus terjadinya
isolasi sosial terdiri dari stress sosiokultural dan stressor psikologi. Terlepas dari
faktor predisposisi dan presipitasi terdapat beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap prilaku menarik diri pada lansia yaitu usia, pensiun dari pekerjaan dan
kehilangan orang yang berarti.Usia merupakan salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap isolasi sosial pada lansia, tingkat isolasi ini meningkat seiring usia.
Beberapa lansia memilih isolasi, lansia lainnya tidak (Potter & Perry, 2009, hlm
334). Pensiun dari pekerjaan juga mempengaruhi prilaku isolasi sosial pada lansia.
Kehilangan peran kerja sering memiliki dampak besar bagi orang yang telah
pensiun, seperti hilangnya interaksi sosial dan interpersonal yang terjadi pada
lingkungan kerja ( Potter & Perry, 2009, hlm 334). Faktor lain yang juga
berhubungan dengan terjadinya isolasi sosial pada lansia yaitu kehilangan orang
yang berarti. Pengalaman kehilangan melalui kematian kerabat dan teman
merupakan bagian kehidupan yang dialami lansia ( Potter & Perry, 2009, hlm
337). Kegagalan individu untuk menerima kehilangan yang terjadi pada
kehidupan akan mengakibatkan perilaku menarik diri pada lansia.

Dengan mampu memahami faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya


isolasi sosial pada usia lanjut dan bertambahnya pengetahuan diharapkan perawat
dapat meningkatkan kemampuan untuk mengurangi masalah isolasi sosial pada
lansia dan lebih peka terhadaap masalah-masalah psikososial yang terjadi pada
lansia. Isolasi sosial pada lansia dapat menimbulkan gangguan seperti perubahan
sensori persepsi: halusinasi, resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
serta adanya keinginan untuk bunuh diri. Faktor-faktor diatas tidak selamanya
menjadikan lansia mengalami isolasi sosial, hal tersebut tergantung pada koping
masing-masing individu lansia untuk mengatasi masalah tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Konsep Lansia dan Proses penuaan
a. Bagaimana definisi lansia?
b. Bagaimana Batasan Lansia ?
c. Bagaimana teori penuaan ?
2. Konsep Impecunity pada Lansia
a. Bagaimana definisi Impecunity pada lansia?
b. Bagaimana perubahan fisik lansia yang berhubungan dengan
impecunity?
c. Apa saja faktor lain penyebab ketidaklayakan bekerja pada lansia?
d. Bagaimana WOC impecunity pada lansia ?
e. Bagaimana dampak impecunity pada lansia ?
f. Bagaimana peran perawat pada lansia yang mengalami impecunity?
g. Bagaimana konsep asuhan keperawata pada lansia dengan impecunity?
3. Konsep Isolasi Sosial pada Lansia
a. Bagaimana definisi isolasi sosial pada lansia?
b. Bagaimana etiologi isolasi sosial pada lansia?
c. Bagaimana tanda dan gejala isolasi sosial pada lansia
d. Bagaimana penatalaksanaan medis isolasi sosial pada lansia?
e. Bagaimana konsep asuhan keperawata pada lansia dengan isolasi
sosial ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum
Mengetahui penyebab terjadinya impecunity dan isolasi sosial pada lansia.

2. Tujuan Khusus
1. Konsep Lansia dan Proses penuaan
a. Untuk mengetahui definisi lansia.
b. Untuk mengetahui batasan usia lansia.
c. Untuk mengetahui teori penuaan.
2. Konsep Impecunity pada Lansia
a. Untuk mengetahui definisi Impecunity pada lansia.
b. Untuk mengetahui perubahan fisik lansia yang berhubungan
dengan impecunity.
c. Untuk mengetahui faktor lain penyebab ketidaklayakan bekerja
pada lansia.
d. Untuk mengetahui WOC impecunity pada lansia.
e. Untuk mengetahui dampak impecunity pada lansia.
f. Untuk mengetahui peran perawat pada lansia yang mengalami
impecunity.
g. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawata pada lansia
dengan impecunity.
3. Konsep Isolasi Sosial pada Lansia
a. Untuk mengetahui definisi isolasi sosial pada lansia.
b. Untuk mengetahui etiologi isolasi sosial pada lansia.
c. Untuk mengetahui tanda dan gejala isolasi sosial pada lansia
d. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis isolasi sosial pada
lansia.
e. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawata pada lansia
dengan isolasi sosial.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lansia dan Proses Penuaan


2.1.1 Definisi Lansia
Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lansia yang dimaksud dengan lansia adalah seseorang
yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Lebih lanjut Maryam
(2008) juga mendefinisikan lansia sebagai seseorang yang telah
berusia lanjut dan telah terjadi perubahan-perubahan dalam sistem
tubuhnya.
Namun berbeda dengan definisi yang dikemukakan oleh Orimo et
al. (2006), peneliti asal Jepang, yang menjelaskan bahwa lansia
merupakan orang yang berusia lebih dari 75 tahun. Definisi tersebut
berdasar pada hasil riset yang telah dilakukannya dengan menemukan
fakta bahwa: 1) lansia di Jepang yang berusia 65 tahun atau lebih
ternyata masih bisa melakukan aktifitas fisik tanpa keluhan dan
hambatan berarti; 2) arteri serebral pada lansia tampak belum
mengalami penuaan dan penurunan fungsi; dan 3) lansia penderita
diabetes mellitus yang berumur 65 tahun masih menunjukkan tingkat
kemandirian yang tinggi untuk memenuhi kebutuhannya. Tetapi
definisi lansia dari penelitian tersebut memang tidak bisa digunakan
secara global karena faktor budaya dan lingkungan juga berpengaruh
terhadap proses penuaan.
2.1.2 Batasan Lansia
WHO dalam Kunaifi (2009) membagi lansia menurut usia ke
dalam empat kategori, yaitu:
1) Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun
2) Lansia (elderly) : 60-74 tahun
3) Usia tua (old) : 75-89 tahun
4) Usia sangat lanjut (very old) : lebih dari 90 tahun
2.1.3 Teori Penuaan
Ada empat teori pokok dari penuaan menurut Klatz dan Goldman,
(2007), yaitu:
1) Teori Wear and Tear
Tubuh dan sel mengalami kerusakan karena telah banyak
digunakan (overuse) dan disalahgunakan (abuse).
2) Teori Neuroendokrin
Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ
tubuh yaitu dimana hormon yang dikeluarkan oleh beberapa organ
yang dikendalikan oleh hipotalamus telah menurun.
3) Teori Kontrol Genetik
Teori ini fokus pada genetik memprogram genetik DNA, dimana
kita dilahirkan dengan kode genetik yang unik, dimana penuaan
dan usia hidup kita telah ditentukan secara genetik.
4) Teori Radikal Bebas
Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena
terjadi akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang
waktu. Radikal bebas sendiri merupakan suatu molekul yang
memiliki elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas memiliki
sifat reaktivitas tinggi, karena kecenderungan menarik elektron dan
dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal oleh karena
hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain.

2.2 Konsep Impecunity pada Lansia


2.2.1 Definisi impecunity pada lansia
Impecunity atau yang dalam bahasa Indonesia berarti kemiskinan
merupakan suatu kondisi dimana seseorang memiliki pendapatan jauh
lebih rendah dari rata-rata pendapatan sehingga tidak banyak memiliki
kesempatan untuk mensejahterakan dirinya (Suryawati, 2005). Pada
konteks kemiskinan yang dialami oleh lansia maka hal penting yang
harus dipertanyakan adalah mengapa lansia bisa sampai mengalami
kemiskinan.
Berbagai teori telah menyebutkan dan fakta telah membuktikan
bahwa ketika seseorang memasuki usia lanjut maka akan terjadi proses
penurunan fungsi tubuh. Penurunan fungsi tubuh tersebut dapat
memengaruhi produktivitas lansia ketika bekerja. Sehingga fenomena
yang terjadi pada lansia adalah adanya fase pension baik bagi pekerja
formal maupun informal. Pada lansia pekerja formal terdapat sistem
batasan usia maksimum seseorang dipekerjakan sehingga ia akan
diberhentikan dari pekerjaanya. Sedangkan orang dengan pekerjaan
informal (misal berdagang) memang tidak ada pensiun atau
pemberhentian bekerja namun penurunan fungsi tubuh seiring
bertambahnya usia pasti akan memaksa seseorang untuk menurunkan
intensitas pekerjaannya atau justru menghentikannya sendiri.
Miller (2009) mengemukakan bahwa fase berhenti kerja atau
pensiun pasti akan dialami oleh seluruh lansia dan pada saat itu
mengakibatkan pendapatan (uang) menurun serta perubahan peran dan
status sosial. Pada fase tersebut tugas lansia adalah harus mampu
beradaptasi dengan masa pensiun dan penurunan pendapatan yang
terjadi (Rosdahl dan Kowalski, 2012).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa lansia yang mengalami kemiskinan
adalah kondisi dimana lansia memiliki pendapatan yang lebih rendah
akibat proses menua yaitu penurunan kemampuan dalam aktivitas fisik
yang menyebabkan penurunan produktivitas sehingga lansia memasuki
masa pensiun.
2.2.2 Perubahan Fisik Lansia yang Berhubungan dengan Impecunity
Berikut beberapa perubahan pada lansia serta dampak yang terjadi
yang karenanya lansia dapat dikatakan sudah tidak memenuhi lagi
kriteria untuk bekerja secara produktif sehingga terjadi penurunan
pendapatan:
1) Penurunan penglihatan, akan mengakibatkan kesulitan dalam
beraktivitas sehari-hari, berisiko jatuh, dan kecelakaan/insiden
lainnya (Wang, C.W., et al., 2014).
2) Demensia/penurunan daya ingat, akan menyebabkan lansia butuh
pendampingan dalam berbagai kegiatan, terutama kegiatan
instrumental (bepergian, mencuci, menelepon, dan lain sebagainya)
dan pemenuhan kebutuhan dasar (Ananta & Wulan, 2011).
3) Penurunan kekuatan otot, akan menyebabkan lansia kesulitan
melakukankegiatan fungsional seperti kemampuan mobilitas dan
aktivitas perawatan diri (Utomo, 2010).
4) Penurunan pendengaran, berisiko tinggi terjadi kesalahan dalam
berkomunikasi (Ciorba, et al., 2012).
2.2.3 Faktor Lain Penyebab Ketidaklayakan Bekerja pada Lansia
Menurut Turner dan Helms (1995) lansia sudah tidak layak
dipekerjakan karena:
1) Pekerja lanjut usia adalah pekerja yang lambat dalam bekerja,
kurang (bahkan tidak dapat) memenuhi persyaratan standar
produktivitas yangditentukan perusahaan.
2) Pekerja lanjut usia banyak yang tidak fleksibel, sulit dilatih dan
dikembangkan karena mereka sulit untuk dapat menerima
perubahan.
3) Gaji pekerja lanjut usia akan menambah beban perusahaan yang
rasionya sudah tidak realistis lagi dengan peningkatan kinerjanya
2.2.4 Dampak Impecunity pada Lansia
1) Dampak Bagi Lansia itu Sendiri Penurunan penghasilan bagi lansia
akan menyebabkan stres dan depresi (Kurniasih, 2013). Selain itu
lansia yang cenderung benar-benar tidak melakukan kegiatan apa-
apa setelah pensiun juga berisiko tinggi mengalami depresi (Hayati
dan Nurviyandari, 2013). Bahkan pada lansia laki-laki dapat terjadi
gangguan konsep diri dikarenakan perannya sebagai kepala
keluarga yang mencari nafkah tidak lagi berjalan optimal (Lee &
Smith, 2009).
2) Dampak Bagi Pembangunan Sosial-Ekonomi Orlicka (2015)
dalamstudinya menjelaskan bahwa peningkatan populasi usia lanjut
dankemiskinan yang terjadi pada lansia dapat berdampak pada
pembangunan ekonomi bagi pemerintah. Selain itu penelitian yang
dilakukan oleh Dethier et al. (2011) turut mendukung dengan
menjabarkan terdapat korelasi antara berapa jumlah uang pensiun
yang didapat seorang lansia dengan tingkat kemiskinan dan
kesejahteraan suatu wilayah.
2.2.5 Peran Perawat pada Lansia yang Mengalami Impecunity
1) Memberikan Pelayanan Konseling Lansia yang mengalami
penurunan pendapatan cenderung akan mudah stres dan depresi.
Ketika hal itu terjadi maka perawat harus menggunakan teknik
komunikasi terapeutik yang tepat untuk memberikan intervensi
keperawatan. Perawat harus menjadi pendengar yang baik,
menunjukkan sikap empati, menggali kemampuan yang masih
dimiliki lansia, memotivasi, dan memberi pujian pada kegiatan
tercapai yang dilakukan.
2) Mengadakan Pelatihan/Terapi Okupasi Perawat di era globalisasi
dituntut untuk dapat terampil dan kreatif dalam berbagai bidang.
Karena keterampilan dan tingkat kreativitas seorang perawat dapat
menjadi role model dan ditularkan pada kliennya. Pada kasus ini,
perawat dapat mengajarkan keterampilan-keterampilan yang masih
bisa dilakukan oleh lansia untuk kemudian dijadikan sebuah
wirausaha guna menambah penghasilan. Selain itu terapi okupasi
juga dapat meningkatkan persepsi kebermaknaan hidup,
mengurangi stres, meningkatkan keterampilan, dan meningkatkan
produktivitas lansia (Kaharingan et al., 2015; Ponto et al., 2015;
Umah, 2012). Contoh: pemberdayaan lansia untuk membuat
anyaman, crafting, atau pembudidayaan TOGA.
3) Advokasi Asuransi Kesehatan Pemerintah Bagi lansia-lansia yang
tidak memiliki asuransi kesehatan sedang ia dalam kondisi miskin,
maka perawat wajib mengadvokasi dari mulai memberikan
penyuluhan hingga membantu pendaftaran asuransi kesehatan
pemerintah tersebut agar jika lansia sakit maka tidak akan terlalu
dibebani secara finansial.
2.3 Konsep Isolasi Sosial pada Lansia
2.3.1 Definisi Isolasi sosial
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang
merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam
dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain dan
lingkungan (Dalami, dkk. 2009).
2.3.2 Etiologi
5) Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus
dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas
perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat
masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat
pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam
menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi,
kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada
bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa
ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku
curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar
anak tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan
individu dalam berhubungan terdiri dari:
1. Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk
memenuhi kebutuhan biologis maupun psikologisnya.
Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan
menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar.
Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi
hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari. Bayi
yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa
percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan untuk
berhubungan dengan orang lain pada masa berikutnya.
2. Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang
mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak
mulai membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik
terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu
dikontrol, hal ini dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang
yang tulus, aturan yang konsisten dan adanya komunikasi
terbuka dalam keluarga dapat menstimulus anak tumbuh
menjadi individu yang interdependen, Orang tua harus dapat
memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang
diadopsi dari dirinya, maupun sistem nilai yang harus
diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk
sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan,
berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.
3. Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang
intim dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan
mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari
perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya
hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang
menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini
hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih
berarti daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik
akan terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan
keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali
menimbulkan perasaan tertekan maupun tergantung pada
remaja.
4. Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta
mempertahankan hubungan interdependen antara teman
sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan
kemampuan mengekspresikan perasaan pada orang lain dan
menerima perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan
orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu kehidupan
baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan.
Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda
adalah saling memberi dan menerima (mutuality).
5. Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya,
ketergantungan anak-anak terhadap dirinya menurun.
Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk
mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan
pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan
tetap mempertahankan hubungan yang interdependen antara
orang tua dengan anak.
6. Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik
kehilangan keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan
hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya
kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain akan
meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki harus
dapat dipertahankan.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi
untuk mengembangkan gangguan tingkah laku.
1. Sikap bermusuhan/hostilitas
2. Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan
anak
3. Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi
kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya.
4. Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan
pada pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota
keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka,
terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan
secara terbuka dengan musyawarah.
5. Ekspresi emosi yang tinggi
6. Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan
saat bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya
meningkat)
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan
merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan
berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma
yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak
produktif diasingkan dari lingkungan sosial.

d. Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan
jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga
yang anggota keluarga yang menderita skizofrenia.
Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot apabila
salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan
bagi kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur
otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan
volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga dapat
menyebabkan skizofrenia.
6) Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh
faktor internal maupun eksternal, meliputi:
a. Stressor Sosial Budaya
Stressor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam
berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti
perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan
pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat
dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan
isolasi sosial.
b. Stressor Biokimia
1. Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal
dan mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan
indikasi terjadinya skizofrenia.
2. Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah
akan meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu
kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan
dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan
indikasi terjadinya skizofrenia.
3. Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah
ditemukan pada pasien skizofrenia. Demikian pula
prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh
dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun
penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan
dengan tingkah laku psikotik.
4. Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan
gejala-gejala psikotik diantaranya adalah virus HIV yang
dapat merubah stuktur sel-sel otak.
c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering
terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun
biologis.
d. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.
Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah
akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan
pada tipe psikotik.

Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan


karena ego tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id
maupun realitas yang berasal dari luar. Ego pada klien psikotik
mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini
berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan
anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis
individu terhambat.

Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan


pasien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu
kesepian nyata yang mengancam dirinya. Strategi koping yang
sering digunakan pada masing-masing tingkah laku adalah sebagai
berikut:

a) Tingkah laku curiga: proyeksi


b) Dependency: reaksi formasi
c) Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
d) Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
e) Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
f) Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi,
isolasi, represi dan regrasi
2.3.3 Pathofisiologi
Menurut Stuart and Sundeen (1998). Salah satu gangguan
berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi
social yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga, yang biasa
dialami klien dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan,
ketegangan, kekecewaan dan kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam
mengembangan hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi
regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam aktifitas dan
kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri. Klien
semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu serta
tingkah laku primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan
tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat
lanjut menjadi halusinasi (Ernawati Dalami dkk,,2009,Hal.10).
2.3.4 Tanda dan gejala
Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang
dapat ditemukan dengan wawancara, adalah:
a. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang
lain
b. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang
lain
d. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
e. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
f. Pasien merasa tidak berguna
g. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan
observasi, adalah:
a. Pasien banyak diam dan tidak mau berbicara
b. Pasien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang
terdekat
c. Pasien tanpak sedih, ekspresi dangkal dan datar
d. Kontak mata kurang
e. Apatis
f. Afek tumpul
g. Berdiam diri dikamar
h. Perawatan diri kurang
2.3.5 Penatalaksanaan
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya
ingat norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat
dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi. Gangguan
perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali,
berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak
mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan
rutin. Mempunyai efek samping gangguan otonomi
(hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut kering,
kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan
intra okuler meninggi, gangguan irama jantung. Gangguan
ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom parkinson).
Gangguan endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee).
Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka
panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit
darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi
mental serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki
efek samping seperti gangguan miksi dan parasimpatik,
defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra
meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap
penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung
(Andrey, 2010).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis
dan idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya
reserpina dan fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya
mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah,
bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi
urine. Kontraindikasi terhadap hypersensitive Trihexyphenidil
(THP), glaukoma sudut sempit, psikosis berat psikoneurosis
(Andrey, 2010).
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat
diberikan strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan
masing-masing strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP
satu, perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi
dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila
berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan
cara berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-
bincang dengan orang lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua,
perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi
kesempatan pada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan
satu orang, dan membantu pasien memasukkan kegiatan
berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan
harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang
atau lebih dan menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal
kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2008).

3. Terapi Kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami
ketidakmampuan bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu:
a. Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari yang meliputi:
1) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien
sewaktu bangun tidur.
2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu
semua bentuk tingkah laku/perbuatan yang berhubungan
dengan BAB dan BAK.
3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi,
dalam kegiatan mandi dan sesudah mandi.
4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
keperluan berganti pakaian.
5) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada
waktu, sedang dan setelah makan dan minum.
6) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan
dengan kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan
dengan kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-
lain.
7) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien
mengerti dan dapat menjaga keselamatan dirinya sendiri,
seperti, tidak menggunakan/menaruh benda tajam
sembarangan, tidak merokok sambil tiduran, memanjat
ditempat yang berbahaya tanpa tujuan yang positif.
8) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien
untuk pergi tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku
pergi tidur ini perlu diperhatikan karena sering merupakan
gejala primer yang muncul padagangguan jiwa. Dalam hal
ini yang dinilai bukan gejala insomnia (gangguan tidur)
tetapi bagaimana pasien mau mengawali tidurnya.
b. Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan
sosial pasien dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
1) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien
untuk melakukan hubungan sosial dengan sesama pasien,
misalnya menegur kawannya, berbicara dengan kawannya
dan sebagainya.
2) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien
untuk melakukan hubungan sosial dengan petugas seperti
tegur sapa, menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya
jika ada kesulitan dan sebagainya.
3) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu
berbicara dengan orang lain seperti memperhatikan dan
saling menatap sebagai tanda adanya kesungguhan dalam
berkomunikasi.
4) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
kemampuan bergaul dengan orang lain secara kelompok
(lebih dari dua orang).
5) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan
dengan ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan
rumah sakit.
6) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan
dengan tata krama atau sopan santun terhadap kawannya
dan petugas maupun orang lain.
7) Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien
yang bersifat mengendalikan diri untuk tidak mengotori
lingkungannya, seperti tidak meludah sembarangan, tidak
membuang puntung rokok sembarangan dan sebagainya.

2.3.6 Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa
faktor presipitasi, penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki
klien. Setiap melakukan pengkajian ,tulis tempat klien dirawat dan
tanggal dirawat isi pengkajian meliputi :
a. Identitas klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan,
agama, tangggal MRS , informan, tangggal pengkajian, No
Rumah klien dan alamat klien.
b. Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa menyendiri (menghindar dari orang
lain) komunikasi kurang atau tidak ada , berdiam diri dikamar
,menolak interaksi dengan orang lain ,tidak melakukan
kegiatan sehari – hari , dependen.
c. Factor predisposisi
Kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang
tua yang tidak realistis ,kegagalan / frustasi berulang , tekanan
dari kelompok sebaya; perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi ,
kecelakaan dicerai suami , putus sekolah, PHK, perasaan malu
karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan , dituduh kkn,
dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain yang tidak
menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang
berlangsung lama.
d. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB,
BB) dan keluhafisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek Psikososial
- Genogram yang menggambarkan tiga generasi

- Konsep diri
1) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang
berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah
terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan
perubahan tubuh , persepsi negatip tentang tubuh .
Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang ,
mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan
ketakutan.
2) Identitas diri
Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan
keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan .
3) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan
penyakit , proses menua , putus sekolah, PHK.
4) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya :
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi
5) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap
diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan
martabat, mencederai diri, dan kurang percaya diri.
a) Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam
melakukan hubunga social dengan orang lain terdekat
dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam
masyarakat.
b) Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk
ibadah ( spritual)
f. Status mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak
mata, kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka
menyendiri dan kurang mampu berhubungan dengan orang
lain, Adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga
dalam hidup.
g. Kebutuhan persiapan pulang
1) Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
2) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan
membersihkan WC, membersikan dan merapikan pakaian.
3) Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
4) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur, dapat beraktivitas
didalam dan diluar rumah
5) Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan
benar.
h. Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau
menceritakan nya pada orang orang lain( lebih sering
menggunakan koping menarik diri).
i. Aspek medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi
ECT, Psikomotor, therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas.
2. Pemeriksaan Fisik
Meliputi Tanda Tanda vital ;Tekanan darah, Nadi, Suhu, Respirasi
; TB ; BB ; Keluhan fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
1) Minnesolla Multiphasic Personality Inventory (MMPI)
Adalah suatu bentuk pengujian yang dilakukan oleh psikiater
dan psikolog dalam menentukan kepribadian seseorang yang
terdiri dari 556 pernyataan benar atau salah.
2) Elektroensefalografik (EEG)
Suatu pemeriksaan dalam psikiatri untuk membantu
membedakan antara etiologi fungsional dan organik dalam
kelainan mental.
3) Test laboratorium kromosom darah untuk mengetahui apakah
gangguan jiwa disebabkan oleh genetik.
4) Rontgen kepala untuk mengetahui apakah gangguan jiwa
disebabkan kelainan struktur anatomi tubuh.
4. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko perubahan sensori persepsi berhubungan dengan
menarik diri.
2) Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri
rendah
3) Defisit Perawatan Diri
5. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan Intervensi


Isolasi Setelah dilakukan tindakanTTINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK
Sosial keperawatan selama 3 x 24§ Klien
jam Klien dapat berinteraksi SP 1
dengan orang lain baik secarao 1. Bina hubungan saling percaya
individu maupun secarao 2. Identifikasi penyebab isolasi sosial
berkelompok dengan kriteriaS SP 2
hasil : o 1.Diskusikan bersama Klien
1) Klien dapat membina keuntungan berinteraksi dengan orang
hubungan saling percaya. lain dan kerugian tidak berinteraksi
2) Dapat menyebutkan dengan orang lain
penyebab isolasi sosial. o 2.Ajarkan kepada Klien cara
3) Dapat menyebutkan berkenalan dengan satu orang
keuntungan berhubungan 3.Anjurkan kepada Klien untuk
dengan orang lain. memasukan kegiatan berkenalan
4) Dapat menyebutkan dengan orang lain
kerugian tidak dalam jadwal kegiatan harian dirumah
berhubungan dengan SP 3
orang lain. o 1.Evaluasi pelaksanaan dari jadwal
5) Dapat berkenalan dan kegiatan harian Klien
bercakap-cakap dengano 2.Beri kesempatan pada Klien
orang lain secara mempraktekan cara berkenalan
bertahap. dengan dua orang
6) Terlibat dalam aktivitaso 3.Ajarkan Klien berbincang-bincang
sehari-hari dengan dua orang tetang topik
tertentu
o 4.Anjurkan kepada Klien untuk
memasukan kegiatan berbincang-
bincang dengan orang lain
dalam jadwal kegiatan harian dirumah
SP 3
o 1.Evaluasi pelaksanaan dari jadwal
kegiatan harian Klien
o 2.Jelaskan tentang obat yang
diberikan (Jenis, dosis, waktu,
manfaat dan efek samping obat)
o 3.Anjurkan Klien memasukan
kegiatan
bersosialisasi dalam jadwal kegiatan
harian dirumah
o 3.Anjurkan Klien untuk bersosialisasi
dengan orang lain
§ Keluarga
o 1. Diskusikan masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat Klien
o 2.Jelaskan pengertian, tanda dan
gejala isolasi sosial yang dialami
Klien dan proses terjadinya
o 3.Jelaskan dan latih keluarga cara-cara
merawat Klien
TINDAKAN PSIKOFARMAKA
§ 1. Beri obat-obatan sesuai program
§ 2. Pantau keefektifan dan efek sampig
obat yang diminum
§ 3. Ukur vital sign secara periodik

TTINDAKAN MANIPULASI
LINGKUNGAN
§ 1.Libatkan dalam makan bersama
§ 2.Perlihatkan sikap menerima dengan
cara melakukan kontak singkat tapi
sering
§ 3.Berikan reinforcement positif
setiap Klien berhasil melakukan suatu
tindakan
4.Orientasikan Klien pada waktu,
tempat, dan orang sesuai
kebutuhannya
BAB 3

KASUS SEMU

3.1 Kasus Askep Lansia dengan tidak punya uang


Seseorang laki-laki bernama Tn. A berusia 75 tahun alamat di Jln.
Mulyorejo Tengah, Surabaya. Pendidikan terakhir SD, bekerja sebagai
seorang pedagang buah keliling selama 30 tahun dengan penghasilan
cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan tidak memiliki
tabungan. Tn. A memiliki seorang istri bernama Ny. S berusia 69 tahun
yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Tn. A dan Ny. S memiliki dua
anak laki-laki yang sudah menikah dan tinggal bersama keluarganya. Satu
bulan terakhir, Tn. A mengeluh mudah lelah dan tidak sanggup untuk
berjualan sehingga tidak memiliki pendapatan. Setiap bulan mendapat
kiriman uang dari kedua anaknya namun Tn. A mengatakan uang tersebut
hanya cukup untuk makan saja. Ny. S memiliki beberapa hutang
dibeberapa warung karena kiriman dari anak-anaknya sering terlambat.
Kedua anaknya tinggal di luar kota sehingga jarang mengujungi Tn. A dan
Ny. S. Pada pemeriksaan di dapatkan keadaan umum baik dan
kesadarannya composmentis. Tekanan darah 140/90 mmHg, denyut nadi
75x/menit, pernafasan 18x/menit dan suhu badan 36,6 C. Tinggi badan Tn.
A 165 cm dan berat badan 50 kg. Dari hasil pemeriksaan fisik rambut
pendek dan beruban, tidak ada benjolan dikepala, mengalami penurunan
pendengaran, tidak terdapat edema di wajah, konjungtiva merah muda,
pupil mata keruh, sklera terlihat putih, pandangan mata kabur dan
berbayang. Pada mulut dan bibir tidak ada sariawan (stomatitis), lidah
bersih, tidak ada pembengkakan dan pendarahan pada gusi serta gigi
ompong. Tidak ada pembesaran pada kelenjar thyroid dileher dan kelenjar
getah bening di axilla. Bentuk dadanya simetris dan tidak ada retraksi pada
dadanya, bunyi jantung tidak ada bunyi mur-mur dan paru – paru tidak ada
bunyi wheezing, pada punggung dan pinggang tidak ada kelainan, posisi
tulang belakang normal, tidak ada nyeri ketuk pada pinggang. Kulit kuning
bersih, keriput, tidak ada bekas luka dan tidak ada odema. Tn. A BAB
kadang 2 hari 1x sehari, BAK tidak terhitung, tidak mengompol. Tn. A
mengatakan memiliki riwayat hipertensi dan asam urat yang sering
kambuh.

3.2 Kasus Askep Lansia dengan Isolasi Sosial


Ny.U usia 65 tahun alamat Jln. Kedung sroko 4, Surabaya.
Pendidikan terakhir SD, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, kebangsaan
Indonesia, suku Jawa, agama Islam. Suami Ny.U sudah meninggal dunia
sekitar 5 tahun yang lalu. Ny.U memiliki anak bernama Tn.S usia 45
tahun, pendidikan terakhir SMP, pekerjaan kuli bangunan dan aktif
bekerja, kebangsaan Indonesia, suku Jawa, agama islam, telah menikah
dan memiliki 1 orang anak berusia 6 tahun, Tn.S tinggal bersama istri,
anak dan ibunya(Ny. U). Menurut keterangan dari Tn.S,ibunya pernah
mengeluhkan merasa malu pada menantunya dikarenakan kondisi Ny. U
yang sakit dan sering mengompol sehingga Ny.U merasa bahwa istri
Tn.S sebal kepadanya.Ny. U sering susah untuk berjalan dan beraktifitas
karena sakit di lututnya, Ny.U lebih sering berdiam diri di kamar dan
tiduran. Pada saat pengkajian wajah Ny.U tampak sedih dengan ekspresi
wajah yang datar dan lebih banyak diam, jika ditanya Ny.U hanya
menjawab dengan singkat dan kadang terbata-bata, saat menjawab Ny.U
sering menunduk dan mengalihkan pandangan. Ny.U mengatakan tidak
pernah keluar rumah karena merasa malu, merasa dikucilkan tetangga
dan orang di sekitarnya karena kondisinya saat ini yang sudah tua, tidak
berguna dan bergantung pada orang lain, sering mengompol dan merasa
hanya menjadi beban dalam kehidupan anaknya. Ny.U mengatakan nafsu
makan menurun, tidak berselera untuk makan. Pada pemeriksaan
didapatkan keadaan umum baik dan kesadarannya composmentis.
Tekanan darah 130/80 mmHg, denyut nadi 70 x/menit, pernafasan 16
x/menit dan suhu badan 36,5oC.Tinggi badan 150 cm dengan berat badan
44 kg.
Hasil pemeriksaan fisik rambut beruban dan tidak terawat, pada
kepala tidak ada benjolan, mengalami penurunan pendengaran, tidak ada
oedema pada muka, konjungtiva merah muda, pupil mata keruh, sklera
terlihat putih, pandangan mata kabur dan berbayang. Pada mulut dan
bibir tidak ada sariawan (stomatitis), lidah bersih, tidak ada
pembengkakan dan perdarahan pada gusi, gigi tidak lengkap lagi.Tidak
ada pembesaran pada kelenjar thyroid dileher dan kelenjar getah bening
di axilla. Bentuk dadanya simetris dan tidak ada retraksi pada dadanya,
bunyi jantung tidak ada bunyi mur-mur dan paru – paru tidak ada bunyi
wheezing, pada punggung dan pinggang tidak ada kelainan, posisi tulang
belakang normal, tidak ada nyeri ketuk pada pinggang. Kulit kuning
bersih, keriput, tidak ada bekas luka dan tidak ada odema. Ny.U BAB
kadang 3 hari 1x sehari, BAK tidak terhitung terkadang mengompol dan
Ny. U merasa malu karena mengompol
BAB 4

ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Asuhan keperawatan pada lansia dengan tidak punya uang

FORMAT PENGKAJIAN LANSIA


ADAPTASI TEORI MODEL CAROL A MILLER

Nama : Tn. A
Tanggal Pengkajian : 06 November 2019
1. IDENTITAS :
KLIEN
Nama : Tn. A

Umur : 75 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat asal : Jln. Mulyorejo Tengah, Surabaya

2. DATA :
KELUARGA
Nama : Ny. S
Hubungan : Istri
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jln. Mulyorejo Tengah, Surabaya
3. STATUS KESEHATAN SEKARANG :
Keluhan utama: Klien mengatakan tidak memiliki penghasilan
4. AGE RELATED CHANGES (PERUBAHAN TERKAIT PROSES
MENUA):
FUNGSI FISIOLOGIS
1. Kondisi Umum
Ya Tidak
Kelelahan : √
Perubahan BB : √
Perubahannafsu makan : √
Masalah tidur : √
Kemampuan ADL : √
KETERANGAN : Keterbatasan gerak dalam pemenuhan kebutuhan
ADL

2. Integumen
Ya Tidak
Lesi / luka : √
Pruritus : √
Perubahan pigmen : √
Memar : √
Pola penyembuhan lesi : √
KETERANGAN : Kulit Tn. A dalam keadaan baik

3. Hematopoetic
Ya Tidak
Perdarahan abnormal : √
Pembengkakankel : √
limfe
Anemia : √
KETERANGAN : Tidak ada keluhan
4. Kepala
Ya Tidak
Sakit kepala : √
Pusing : √
Gatal pada kulit : √
kepala
KETERANGAN : Tn. A mengatakan sering pusing

5. Mata
Ya Tidak
Perubahan : √
penglihatan
Pakai kacamata : √
Kekeringan mata : √
Nyeri : √
Gatal : √
Photobobia : √
Diplopia : √
Riwayat infeksi : √
KETERANGAN : Tn. A mengeluh pandangan berkurang

6. Telinga
Ya Tidak
Penurunan : √
pendengaran
Discharge : √
Tinitus : √
Vertigo : √
Alat bantu dengar : √
Riwayat infeksi : √
Kebiasaan : √
membersihkan telinga
Dampak pada ADL : Terkadang ketika dipanggil dari jarak yg tidak terlalu
jauh dan suara normal, Tn. A tidak mampu
mendengar.
KETERANGAN : Pendengaran kurang kemungkinan karena faktor
usia.

7. Hidung sinus
Ya Tidak
Rhinorrhea : √
Discharge : √
Epistaksis : √
Obstruksi : √
Snoring : √
Alergi : √
Riwayat infeksi : √
KETERANGAN : Tidak ada masalah pada hidung

8. Mulut, tenggorokan
Ya Tidak
Nyeri telan : √
Kesulitan menelan : √
Lesi : √
Perdarahan gusi : √
Caries : √
Perubahan rasa : √
Gigi palsu : √
Riwayat Infeksi : √
Pola sikat gigi : 2x sehari, hanya ketika mandi.
KETERANGAN : Gigi tidak lengkap lagi, mulut dan gigi tampak
kurang bersih

9. Leher
Ya Tidak
Kekakuan : √
Nyeri tekan : √
Massa : √
KETERANGAN : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

10. Pernafasan
Ya Tidak
Batuk : √
Nafas pendek : √
Hemoptisis : √
Wheezing : √
Asma : √
KETERANGAN : RR 18x/menit

11. Kardiovaskuler
Ya Tidak
Chest pain : √
Palpitasi : √
Dipsnoe : √
Paroximal : √
nocturnal
Orthopnea : √
Murmur : √
Edema : √
KETERANGAN : Tekanan darah 140/90 mmHg

12. Gastrointestinal
Ya Tidak
Disphagia : √
Nausea / vomiting : √
Hemateemesis : √
Perubahan nafsu : √
makan
Massa : √
Jaundice : √
Perubahan pola BAB : √
Melena : √
Hemorrhoid : √
Pola BAB : BAB 2 hari sekali
KETERANGAN : Tn. A mengalami penurunan nafsu makan

13. Perkemihan
Ya Tidak
Dysuria : √
Frekuensi : Tidak terhitung
Hesitancy : √
Urgency : √
Hematuria : √
Poliuria : √
Oliguria : √
Nocturia : √
Inkontinensia : √
Nyeri berkemih : √
Pola BAK : Normal
KETERANGAN : -

14 Reproduksi (laki-laki)
.
Ya Tidak
Lesi : √
Disharge : √
Testiculer pain : √
Testiculer massa : √
Perubahan gairah sex : √
Impotensi : √

Reproduksi
(perempuan)

Lesi :
Discharge :
Postcoital bleeding :
Nyeri pelvis :
Prolap :
Riwayat menstruasi :
Aktifitas seksual :
Pap smear :
KETERANGAN : .................................................................................
.................................................................................

15. Muskuloskeletal
Ya Tidak
Nyeri Sendi : √
Bengkak : √
Kaku sendi : √
Deformitas : √
Spasme : √
Kram : √
Kelemahan otot : √
Masalah gaya berjalan : √
Nyeri punggung : √
Pola latihan : Pola latihan berjalan Tn. A dengan berjalan jarak
pendek .
Dampak ADL : Tn. A tidak mampu berjualan
KETERANGAN : Gangguan disebabkan oleh riwayat asam urat dan
faktor usia.

16. Persyarafan
Ya Tidak
Headache : √
Seizures : √
Syncope : √
Tic/tremor : √
Paralysis : √
Paresis : √
Masalah memori : √
KETERANGAN : Tidak ada kelainan patologis dan fisiologis.

5. POTENSI PERTUMBUHAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL :


Psikososial YA Tidak
Cemas : √
Depresi : √
Ketakutan : √
Insomnia : √
Kesulitan dalam : √
mengambil keputusan
Kesulitan konsentrasi : √
Mekanisme koping : Koping Tn. A tidak efektif
Persepsi tentang kematian : Tn. A menganggap kematian merupakan hal
yang pasti terjadi pada manusia dan harus
siap menghadapinya.
Dampak pada ADL : terdapat dampak pada ADL

Spiritual
 Aktivitas ibadah : Tn. A rajin beribadah dimasjid
 Hambatan : Jika asam urat dan hipertensinya kambuh atau Tn. A
merasa lelah, Tn. A beribadah dirumah
KETERANGAN :

6. LINGKUNGAN :

 Kamar : kurang rapi dan tidak wangi

 Kamar mandi : agak jauh dengan kamar mandi

 Dalam rumah : kurang rapi, pencahayaan kurang di dalam rumah

 Luar rumah : Perumahan yang padat penduduk

7. ADDITIONAL RISK FACTOR


Riwayat perilaku (kebiasaan, pekerjaan, aktivitas) yang mempengaruhi
kondisi saat ini :
Tn. A yang merasa tubuhnya sudah sering merasa tubuhnya mudah lelah
tidak mampu untuk berjualan keliling sehingga tidak memiliki
penghasilan.
8. NEGATIVE FUNCTIONAL CONSEQUENCES
1. Kemampuan ADL : Dibantu Ny. S ketika dirumah, istri
2. Aspek Kognitif : tidak ada gangguan kognitif
3. Tes Keseimbangan : keseimbangan kurang baik
4. GDS : 115 mgdL
5. Status Nutrisi : TB=165 cm,BB 50 kg
6. Fungsi social lansia : menurun, karena terkendala mobilitas
7. Hasil pemeriksaan Diagnostik :
No Jenis Tanggal Hasil
pemeriksaan Pemeriksaan
Diagnostik
1 GDS 06/11/2019 110mg/dL (80-200)
2 Asam urat 06/11/2019 7,5mg/dL (2,4-5,7 P)
3 Kolesterol 06/11/2019 180mg/dL (150-200)

Lampiran
1. Kemampuan ADL
Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari (Indeks Barthel)

No Kriteria Skor Skor


yang
didapat
1 Makan 0 = tidak mampu 10
5 = dengan bantuan (memaotong
makanan, mengoleskan selai , dll atau
membutuhkan menu makanan
tertentu, misal makan cair, bubur)
10 = mandiri
2 Mandi 0 = dependen 5
5 = mandiri
3 Berpakaian 0 = dependen 10
5 = butuh bantuan
10 = mandiri (mengancingkan, memakai
resleting, menalikan renda/tali)
4 Berhias 0 = butuh bantuan dalam perawatan 5
pribadi
5 = mandiri (mencuci wajah. Keramas,
gosok gigi, bercukur)
5 Kontrol Bowel 0 = inkontiensia/ membutuhkan bantuan 10
(BAB) enema untuk BAB
5 = sesekali BAB tidak sadar (occasional
accident)
10 = Kontrol BAB baik
6 Kotrol Bladder 0 = inkontinensia atau memakai kateter 10
(BAK) dan tidak mampu merawat kateter dan
baik
5 = sesekali BAK tidak sadar (occasional
accident)
10 = Kontrol BAK baik
7 Penggunaan toilet 0 = Tidak mampu 10
(mencuci, menyeka, 5 = butuh bantuan, tetapi bisa melakukan
menyiram) sesuatu dengan mandiri
10 = mandiri
8 Naik turun tangga 0 = Tidak mampu 5
5 = dengan bantuan
10 = mandiri
9 Mobilisasi di 0 = tidak mampu mobilisasi atau 15
permukaan datar berjalan/kursi roda < 45,72 m (50 yard)
5 = mandiri dengan kursi roda > 45,72 m
(50 yard), mampu memosisikan kursi
roda di pojok ruangan
10 = berjalan dengan bantuan 1 orang >
45,72 m (50 yard)
15 = berjalan mandiri (mungkin dengan
bantuan alat, pegangan) sejauh >
45,72 m (50 yard)
10 Berpindah ( dari 0 = tidak mampu berpindah, tidak dapat 15
kursi ke tempat duduk dengan seimbang
tidur dan sebaliknya 5 = dengan bantuan lebih banyak (1 aau 2
orang yang membantu)
10 = dengan bantuan lebih sedikit
15 = mandiri
TOTAL SKOR 85

Interpretasi:
0-20 = ketergantungan total
21-60 = Ketergantungan berat
61-90 = ketergantungan sedang
91-99 = ketergantungan ringan
100 = mandiri
(Lewis, Carole & Shaw, Keiba, 2006)
2. Aspek Kognitif

2. MMSE (Mini Mental Status Exam)


Nama : Tn. A
Tgl/Jam: 06 November 2017

No Aspek Nilai Nilai Kriteria


Kognitif maksimal Klien
1 Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar :
Tahun : 2019 Hari : Rabu
Musim : hujan Bulan : November
Tanggal : 06/11/2019
2 Orientasi 5 5 Dimana sekarang kita berada ?
Negara: Indonesia Panti :
…………………
Propinsi: Jawa Timur
Wisma/Kamar : …………
Kabupaten/kota : Surabaya
3 Registrasi 3 3 Sebutkan 3 nama obyek (misal :
kursi, piring, kertas), kemudian
ditanyakan kepada klien, menjawab :
1) Kursi 2). piring
3). Kertas
4 Perhatian dan 5 5 Meminta klien berhitung mulai dari
kalkulasi 100 kemudian kurangi 7 sampai 5
tingkat.
Jawaban :
1). 93 2). 86 3). 79 4).
72 5). 65
5 Mengingat 3 2 Minta klien untuk mengulangi ketiga
obyek pada poin ke- 2 (tiap poin
nilai 1)
1) mampu 2) mampu
3) tidak mampu
6 Bahasa 9 9 Menanyakan pada klien tentang
benda (sambil menunjukan benda
tersebut).
1). Kipas angin
2). TV
3). Minta klien untuk mengulangi
kata berikut :
“ tidak ada, dan, jika, atau tetapi )
Klien menjawab :
Tidak ada, jika, tetapi
Minta klien untuk mengikuti
perintah berikut yang terdiri 3
langkah.
4). Ambil kertas ditangan anda
5). Lipat dua
6). Taruh dilantai.
Perintahkan pada klien untuk hal
berikut (bila aktifitas sesuai perintah
yang dituliskan di kertas nilai satu
poin.
7). “Tutup mata anda”
8). Perintahkan kepada klien untuk
menulis kalimat dan
9). Menyalin gambar 2 segi lima
yang saling bertumpuk

Total nilai 30 29 29

Inteprestasi hasil
24 – 30 : tidak ada gangguan kognitif
18 – 23 : gangguan kognitif sedang
0 - 17 : gangguan kognitif berat
Kesimpulan : tidak ada gangguan kognitif

3. Tes Keseimbangan
Time Up Go Test
No Tanggal Pemeriksaan Hasil TUG (detik)
1 06/11/2019 14 detik
2
3
Rata-rata Waktu TUG 14 detik

Interpretasi hasil Keseimbangan Baik

Interpretasi hasil:
Apabila hasil pemeriksaan TUG menunjukan hasil berikut:
>13,5 detik Resiko tinggi jatuh
>24 detik Diperkirakan jatuh dalam kurun
waktu 6 bulan
>30 detik Diperkirakan membutuhkan
bantuan dalam mobilisasi dan
melakukan ADL
(Bohannon: 2006; Shumway-Cook,Brauer& Woolacott: 2000; Kristensen,
Foss & Kehlet: 2007: Podsiadlo & Richardson:1991)

4. GDS
Pengkajian Depresi
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tdk Hasil
1. Anda puas dengan kehidupan anda saat ini 0 1 1
2. Anda merasa bosan dengan berbagai aktifitas dan kesenangan 0 1 0
3. Anda merasa bahwa hidup anda hampa / kosong 1 0 1
4. Anda sering merasa bosan 1 0 1
5. Anda memiliki motivasi yang baik sepanjang waktu 0 1 0
6. Anda takut ada sesuatu yang buruk terjadi pada anda 1 0 1
7. Anda lebih merasa bahagia di sepanjang waktu 0 1 0
8. Anda sering merasakan butuh bantuan 1 0 1
9. Anda lebih senang tinggal dirumah daripada keluar 0 1 0
melakukan sesuatu hal
10. Anda merasa memiliki banyak masalah dengan ingatan anda 0 1 0
11. Anda menemukan bahwa hidup ini sangat luar biasa 0 1 1
12. Anda tidak tertarik dengan jalan hidup anda 0 1 1
13. Anda merasa diri anda sangat energik / bersemangat 0 1 0
14. Anda merasa tidak punya harapan 1 0 0
15. Anda berfikir bahwa orang lain lebih baik dari diri anda 0 1 0
Jumlah 7
(Geriatric Depressoion Scale (Short Form) dari Yesafage (1983) dalam
Gerontological Nursing, 2006)
Interpretasi :Jika Diperoleh skore 5 atau lebih, maka diindikasikan
depresi

5. Status Nutrisi

Pengkajian determinan nutrisi pada lansia :

No Indikators score Pemeriksaan

1. Menderita sakit atau kondisi yang mengakibatkan perubahan 2 2


jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi

2. Makan kurang dari 2 kali dalam sehari 3 0

3. Makan sedikit buah, sayur atau olahan susu 2 2

4. Mempunyai tiga atau lebih kebiasaan minum minuman 2 0


beralkohol setiap harinya

5. Mempunyai masalah dengan mulut atau giginya sehingga 2 2


tidak dapat makan makanan yang keras

6. Tidak selalu mempunyai cukup uang untuk membeli makanan 4 4

7. Lebih sering makan sendirian 1 0

8. Mempunyai keharusan menjalankan terapi minum obat 3 kali 1 0


atau lebih setiap harinya

9. Mengalami penurunan berat badan 5 Kg dalam enam bulan 2 0


terakhir

10. Tidak selalu mempunyai kemampuan fisik yang cukup untuk 2 0


belanja, memasak atau makan sendiri

Total score 10

(American Dietetic Association and National Council on the Aging, dalam


Introductory Gerontological Nursing, 2001)

Interpretasi:
0 – 2 : Good
3 – 5 : Moderate nutritional risk
6≥ : High nutritional risk

6. Fungsi sosial lansia


Apgar keluarga dengan lansia
Alat Skrining yang dapat digunakan untuk mengkaji fungsi sosial lansia

NO URAIAN FUNGSI SKORE

1. Saya puas bahwa saya dapat kembali pada keluarga (teman- ADAPTATION 1
teman) saya untuk membantu pada waktu sesuatu
menyusahkan saya
2. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman)saya PARTNERSHI 1
membicarakan sesuatu dengan saya dan mengungkapkan P
masalah dengan saya

3. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya GROWTH 1


menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan
aktivitas / arah baru

4. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya AFFECTION 1


mengekspresikan afek dan berespon terhadap emosi-emosi
saya seperti marah, sedih/mencintai

5. Saya puas dengan cara teman-teman saya dan saya RESOLVE 1


meneyediakan waktu bersama-sama

Kategori Skor: TOTAL 5


Pertanyaan-pertanyaan yang dijawab:
1). Selalu : skore 22). Kadang-kadang : 1
3). Hampir tidak pernah : skore 0
Intepretasi:
< 3 = Disfungsi berat
4 - 6 = Disfungsi sedang
> 6 = Fungsi baik

Smilkstein, 1978 dalam Gerontologic Nursing and health aging 2005

3.3 Analisa Data dan Diagnosa


Analisa Data :

NO DATA FOKUS MASALAH

1. DS : Ketidakberdayaan (00125)
- Tn. A mengatakan sudah satu bulan tidak bekerja
karena tubuhnya mudah lelah sehingga tidak
memiliki penghasilan
- Tn. A mengatakan aktivitasnya berkurang
sehingga banyak hal yang tidak dapat dilakukan
DO :
- Tn. A terlihat lemas dan menunjukan ekspresi
lelah
- Tes Indeks Barthel = 85
- Tes fungsi sosial = 5
- Tes GDS = 7
2. DS : Ketidakefektifan manajemen
kesehatan (00078)
- Tn. A mengatakan sering merasa pusing
- Tn. A mengatakan jarang periksa ke pelayanan
kesehatan untuk memeriksakan keadaannya
- Tn. A mengatakan jarang mengkonsumsi obat
DO :
- Tn. A memiliki riwayat hipertensi dan asam urat
- Status nutrisi = 10

Diagnosa Keperawatan :

1. Ketidakberdayaan b.d kesulitan ekonomi


2. Ketidakefektifan manajemen kesehatan b.d kesulitan ekonomi

Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA
NO KEPERAWATA NOC NIC
N

1. Ketidakberdayaan Setelah dilakukan asuhan 1) Tentukan apakah


b.d kesulitan keperawatan diharapkan ketidak terdapat perbedaan
ekonomi
berdayan dapat teratasi dengan antara pandangan
kriteria hasil: pasien dan pandangan
penyedia perawatan
1) Usaha untuk
mengumpulkan kesehatan mengenai
informasi meningkat kondisi pasien
2) Keyakinan bahwa 2) Bantu pasien untuk
tindakan sendiri yang mengklarifikasi nilai
mengontrol hasil dan harapan yang
kesehatan mugkin akan
3) Kesediaan untuk membantu dalam
memiliki keinginan membuat pilihan yang
untuk hidup penting dalam hidup
3) Berikan penguat
kepercayaan diri
dalam membuat
perubahan perilaku
dan mengambil
tindakan
4) Berikan lingkungan
yang mendukung
perilaku yang
diinginkan untuk
mempelajari
pengetahuan dan
ketrampilan yang
diperlukan untuk
berperilaku
5) Berikan penguat
positif dan dukungn
emosi.
2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan 1) Bantu pasien untuk
manajemen keperawatan diharapkan mengidentifikasi
kesehatan b.d ketidakefektifan manajemen perilaku-perilaku
kesulitan ekonomi kesehatan dapat teratasi dengan sasaran yang perlu
kriteria hasil: diubah serta untuk
mencapai tujuan yang
1) Melakukan tindakan
diinginkan
pencegahan meningkat
2) Identifikasi bersama
2) Melakukan tinndakan
pasien mengenai
untuk mengurangi geja
strategi paling efektif
meningkat
terkaitdengan
3) Mendapatkan perawatan
perubahan perilaku
kesehatan ketika gejala
3) Baantu pasien untuk
yang berbahaya muncul
merumuskan rencana
yang sistematis
terhadap perubahan
perilaku
4) Dorong pasien untuk
menyesuaikan rencana
yang sudah dibentuk
untuk meningkatkan
perubahan perilaku,
jika diperlukan
5) Bantu perkembangan
pasien untuk terus
maju melewati
ketergantungan
terhadap diri sendiri
4.2 Auhan keperawatan pada lansia denganisolasi sosial

FORMAT PENGKAJIAN LANSIA


ADAPTASI TEORI MODEL CAROL A MILLER

Nama : Ny.U
Tanggal Pengkajian : 20 Oktober 2017
2. IDENTITAS :
KLIEN
Nama : Ny.U

Umur : 65 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat asal : Jln. Kedung Sroko 4, Surabaya

2. DATA :
KELUARGA
Nama : Tn. S
Hubungan : Anak Kandung
Pekerjaan : Kuli bangunan
Alamat : Jln. Kedung Sroko 4, Surabaya
3. STATUS KESEHATAN SEKARANG :
Keluhan utama: Klien mengeluh malu karena sering mengompol
4. AGE RELATED CHANGES (PERUBAHAN TERKAIT PROSES
MENUA):
FUNGSI FISIOLOGIS
1. Kondisi Umum
Ya Tidak
Kelelahan : √
Perubahan BB : √
Perubahannafsu makan : √
Masalah tidur : √
Kemampuan ADL : √
KETERANGAN : Keterbatasan gerak dalam pemenuhan kebutuhan
ADL

2. Integumen
Ya Tidak
Lesi / luka : √
Pruritus : √
Perubahan pigmen : √
Memar : √
Pola penyembuhan lesi : √
KETERANGAN : Kulit Ny.U dalam keadaan baik

3. Hematopoetic
Ya Tidak
Perdarahan abnormal : √
Pembengkakan kel : √
limfe
Anemia : √
KETERANGAN : Tidak ada keluhan

4. Kepala
Ya Tidak
Sakit kepala : √
Pusing : √
Gatal pada kulit : √
kepala
KETERANGAN : Rambut tampak tidak terawat
5. Mata
Ya Tidak
Perubahan : √
penglihatan
Pakai kacamata : √
Kekeringan mata : √
Nyeri : √
Gatal : √
Photobobia : √
Diplopia : √
Riwayat infeksi : √
KETERANGAN : Ny.U mengeluh pandangan berkurang

6. Telinga
Ya Tidak
Penurunan : √
pendengaran
Discharge : √
Tinitus : √
Vertigo : √
Alat bantu dengar : √
Riwayat infeksi : √
Kebiasaan : √
membersihkan telinga
Dampak pada ADL : Terkadang ketika dipanggil dari jarak yg tidak terlalu
jauh dan suara normal, Ny.U tidak mampu
mendengar.
KETERANGAN : Pendengaran kurang kemungkinan karena faktor
usiadan di perparah karena kotoran telinga yang
menyumbat namun Ny.U tidak menggunakan alat
bantu dengar
7. Hidung sinus
Ya Tidak
Rhinorrhea : √
Discharge : √
Epistaksis : √
Obstruksi : √
Snoring : √
Alergi : √
Riwayat infeksi : √
KETERANGAN : Tidak ada masalah pada hidung

8. Mulut, tenggorokan
Ya Tidak
Nyeri telan : √
Kesulitan menelan : √
Lesi : √
Perdarahan gusi : √
Caries : √
Perubahan rasa : √
Gigi palsu : √
Riwayat Infeksi : √
Pola sikat gigi : 2x sehari, hanya ketika mandi.
KETERANGAN : Gigi tidak lengkap lagi, mulut dan gigi tampaak
kurang bersih

9. Leher
Ya Tidak
Kekakuan : √
Nyeri tekan : √
Massa : √
KETERANGAN : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

10. Pernafasan
Ya Tidak
Batuk : √
Nafas pendek : √
Hemoptisis : √
Wheezing : √
Asma : √
KETERANGAN : RR 16x/menit

11. Kardiovaskuler
Ya Tidak
Chest pain : √
Palpitasi : √
Dipsnoe : √
Paroximal : √
nocturnal
Orthopnea : √
Murmur : √
Edema : √
KETERANGAN : Tekanan darah 130/80 mmHg

12. Gastrointestinal
Ya Tidak
Disphagia : √
Nausea / vomiting : √
Hemateemesis : √
Perubahan nafsu : √
makan
Massa : √
Jaundice : √
Perubahan pola BAB : √
Melena : √
Hemorrhoid : √
Pola BAB : BAB 3 hari sekali
KETERANGAN : Ny.U mengalami penurunan nafsu makan

13. Perkemihan
Ya Tidak
Dysuria : √
Frekuensi : Tidak terhitung
Hesitancy : √
Urgency : √
Hematuria : √
Poliuria : √
Oliguria : √
Nocturia : √
Inkontinensia : √ -
Nyeri berkemih : √
Pola BAK : Sering Ngompol
KETERANGAN : ada kelainan patologis dan fisiologis.

14 Reproduksi (laki-laki)
.
Ya Tidak
Lesi :
Disharge :
Testiculer pain :
Testiculer massa :
Perubahan gairah sex :
Impotensi :

Reproduksi
(perempuan)
Lesi : √
Discharge : √
Postcoital bleeding : √
Nyeri pelvis : √
Prolap : √
Riwayat menstruasi : Tidak terkaji
Aktifitas seksual : Menurun
Pap smear : √
KETERANGAN : .................................................................................
.................................................................................

15. Muskuloskeletal
Ya Tidak
Nyeri Sendi : √
Bengkak : √
Kaku sendi : √
Deformitas : √
Spasme : √
Kram : √
Kelemahan otot : √
Masalah gaya berjalan : √
Nyeri punggung : √
Pola latihan : Pola latihan berjalan Ny.U dengan berjalan jarak
pendek .
Dampak ADL : Ny.U tidak pernah pergi
KETERANGAN : ADL Ny. U terganggu

16. Persyarafan
Ya Tidak
Headache : √
Seizures : √
Syncope : √
Tic/tremor : √
Paralysis : √
Paresis : √
Masalah memori : √
KETERANGAN : Tidak ada kelainan patologis dan fisiologis.

5. POTENSI PERTUMBUHAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL :


Psikososial YA Tidak
Cemas : √
Depresi : √
Ketakutan : √
Insomnia : √
Kesulitan dalam mengambil : √
keputusan
Kesulitan konsentrasi : √
Mekanisme koping : Koping Ny.U tidak efektif
Persepsi tentang kematian : Ny.U menganggap kematian merupakan
hal yang pasti terjadi pada manusia dan
harus siap menghadapinya.
Dampak pada ADL : terdapat dampak pada ADL
Spiritual
 Aktivitas ibadah : Ny.U kurang rajin beribadah
 Hambatan : kerap kali mengompol diwaktu malam, sehingga
mengakibatkan Ny. U tidak shubuh karena tidak mungkin mandi pagi
hari
KETERANGAN : Ny. U menganggap hambatan dalam beribadah
merupakan suatu tantangan.

6. LINGKUNGAN :
 Kamar : kurang rapi dan tidak wangi/ bau pesing

 Kamar mandi : agak jauh dengan kamar mandi

 Dalam rumah : kurang rapi, pencahayaan kurang di dalam rumah

 Luar rumah : Perumahan yang padat penduduk

7. ADDITIONAL RISK FACTOR


Riwayat perilaku (kebiasaan, pekerjaan, aktivitas) yang mempengaruhi
kondisi saat ini :
Ny. U hanya berdiam diri dirumah sangat jarang berinteraksi dengan
lingkungan semenjak dirinya sering mengompol dan sulit beraktivitas
karena nyeri lututnya.

8. NEGATIVE FUNCTIONAL CONSEQUENCES


8. Kemampuan ADL : Dibantu Tn. S ketika dirumah, istri jarang
membantu.
9. Aspek Kognitif : tidak ada gangguan kognitif
10. Tes Keseimbangan : keseimbangan kurang baik
11. GDS : 110 mgdL
12. Status Nutrisi : TB=170 cm,BB 44 kg
13. Fungsi social lansia : menurun, karena terkendala mobilitas dan
pandangan mata yang kurang jelas
14. Hasil pemeriksaan Diagnostik :
No Jenis Tanggal Hasil
pemeriksaan Pemeriksaan
Diagnostik
1 GDS 20/10/2017 110mg/dL (80-200)
2 Asam urat 20/10/2017 3,3mg/dL (2,4-5,7 P)
3 Kolesterol 20/10/2017 180mg/dL (150-200)

Lampiran
7. Kemampuan ADL
Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari (Indeks Barthel)

No Kriteria Skor Skor


yang
didapat
1 Makan 0 = tidak mampu 10
5 = dengan bantuan (memaotong
makanan, mengoleskan selai , dll atau
membutuhkan menu makanan
tertentu, misal makan cair, bubur)
10 = mandiri
2 Mandi 0 = dependen 5
5 = mandiri
3 Berpakaian 0 = dependen 5
5 = butuh bantuan
10 = mandiri (mengancingkan, memakai
resleting, menalikan renda/tali)
4 Berhias 0 = butuh bantuan dalam perawatan 5
pribadi
5 = mandiri (mencuci wajah. Keramas,
gosok gigi, bercukur)
5 Kontrol Bowel 0 = inkontiensia/ membutuhkan bantuan 10
(BAB) enema untuk BAB
5 = sesekali BAB tidak sadar (occasional
accident)
10 = Kontrol BAB baik
6 Kotrol Bladder 0 = inkontinensia atau memakai kateter 5
(BAK) dan tidak mampu merawat kateter dan
baik
5 = sesekali BAK tidak sadar (occasional
accident)
10 = Kontrol BAK baik
7 Penggunaan toilet 0 = Tidak mampu 5
(mencuci, menyeka, 5 = butuh bantuan, tetapi bisa melakukan
menyiram) sesuatu dengan mandiri
10 = mandiri
8 Naik turun tangga 0 = Tidak mampu 5
5 = dengan bantuan
10 = mandiri
9 Mobilisasi di 0 = tidak mampu mobilisasi atau 10
permukaan datar berjalan/kursi roda < 45,72 m (50 yard)
5 = mandiri dengan kursi roda > 45,72 m
(50 yard), mampu memosisikan kursi
roda di pojok ruangan
10 = berjalan dengan bantuan 1 orang >
45,72 m (50 yard)
15 = berjalan mandiri (mungkin dengan
bantuan alat, pegangan) sejauh >
45,72 m (50 yard)
10 Berpindah ( dari 0 = tidak mampu berpindah, tidak dapat 10
kursi ke tempat duduk dengan seimbang
tidur dan sebaliknya 5 = dengan bantuan lebih banyak (1 aau 2
orang yang membantu)
10 = dengan bantuan lebih sedikit
15 = mandiri
TOTAL SKOR 70

Interpretasi:
0-20 = ketergantungan total
21-60 = Ketergantungan berat
61-90 = ketergantungan sedang
91-99 = ketergantungan ringan
100 = mandiri
(Lewis, Carole & Shaw, Keiba, 2006)
8. Aspek Kognitif

2. MMSE (Mini Mental Status Exam)


Nama : Ny. U
Tgl/Jam: 20 Oktober 2017

No Aspek Nilai Nilai Kriteria


Kognitif maksimal Klien
1 Orientasi 5 4 Menyebutkan dengan benar :
Tahun : 2017 Hari : sabtu
Musim : hujan Bulan : oktober
Tanggal : 18/10/2017
2 Orientasi 5 5 Dimana sekarang kita berada ?
Negara: Indonesia Panti :
…………………
Propinsi: Jawa Timur
Wisma/Kamar : …………
Kabupaten/kota : Surabaya
3 Registrasi 3 3 Sebutkan 3 nama obyek (misal :
kursi, piring, kertas), kemudian
ditanyakan kepada klien, menjawab :
2) Kursi 2). piring
3). Kertas
4 Perhatian dan 5 2 Meminta klien berhitung mulai dari
kalkulasi 100 kemudian kurangi 7 sampai 5
tingkat.
Jawaban :
1). 93 2). 86 3). 79 4).
72 5). 65
5 Mengingat 3 3 Minta klien untuk mengulangi ketiga
obyek pada poin ke- 2 (tiap poin
nilai 1)
2) mampu 2)……………
3)…………..
6 Bahasa 9 5 Menanyakan pada klien tentang
benda (sambil menunjukan benda
tersebut).
1). Kipas angin
2). TV
3). Minta klien untuk mengulangi
kata berikut :
“ tidak ada, dan, jika, atau tetapi )
Klien menjawab :
Tidak ada, jika, tetapi
Minta klien untuk mengikuti
perintah berikut yang terdiri 3
langkah.
4). Ambil kertas ditangan anda
5). Lipat dua
6). Taruh dilantai.
Perintahkan pada klien untuk hal
berikut (bila aktifitas sesuai perintah
yang dituliskan di kertas nilai satu
poin.
7). “Tutup mata anda”
8). Perintahkan kepada klien untuk
menulis kalimat dan
9). Menyalin gambar 2 segi lima
yang saling bertumpuk

Total nilai 30 22 22
Interpretasi hasil :
24 – 30 : tidak ada gangguan kognitif
18 – 23 : gangguan kognitif sedang
0 - 17 : gangguan kognitif berat
Kesimpulan : tidak ada gangguan kognitif

9. Tes Keseimbangan
Time Up Go Test
No Tanggal Pemeriksaan Hasil TUG (detik)
1 20/10/2017 12 detik
2
3
Rata-rata Waktu TUG 12 detik

Interpretasi hasil Keseimbangan Baik

Interpretasi hasil:
Apabila hasil pemeriksaan TUG menunjukan hasil berikut:
>13,5 detik Resiko tinggi jatuh
>24 detik Diperkirakan jatuh dalam kurun
waktu 6 bulan
>30 detik Diperkirakan membutuhkan
bantuan dalam mobilisasi dan
melakukan ADL
(Bohannon: 2006; Shumway-Cook,Brauer& Woolacott: 2000; Kristensen,
Foss & Kehlet: 2007: Podsiadlo & Richardson:1991)

10. GDS
Pengkajian Depresi
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tdk Hasil
1. Anda puas dengan kehidupan anda saat ini 0 1 0
2. Anda merasa bosan dengan berbagai aktifitas dan kesenangan 1 0 0
3. Anda merasa bahwa hidup anda hampa / kosong 1 0 0
4. Anda sering merasa bosan 1 0 1
5. Anda memiliki motivasi yang baik sepanjang waktu 0 1 0
8. Anda takut ada sesuatu yang buruk terjadi pada anda 1 0 0
7. Anda lebih merasa bahagia di sepanjang waktu 0 1 0
8. Anda sering merasakan butuh bantuan 1 0 1
9. Anda lebih senang tinggal dirumah daripada keluar melakukan 1 0 1
sesuatu hal
10. Anda merasa memiliki banyak masalah dengan ingatan anda 1 0 0
11. Anda menemukan bahwa hidup ini sangat luar biasa 0 1 0
12. Anda tidak tertarik dengan jalan hidup anda 1 0 0
13. Anda merasa diri anda sangat energik / bersemangat 0 1 1
14. Anda merasa tidak punya harapan 1 0 1
15. Anda berfikir bahwa orang lain lebih baik dari diri anda 1 0 0
Jumlah 5
(Geriatric Depressoion Scale (Short Form) dari Yesafage (1983) dalam
Gerontological Nursing, 2006)
Interpretasi :Jika Diperoleh skore 5 atau lebih, maka diindikasikan
depresi

11. Status Nutrisi

Pengkajian determinan nutrisi pada lansia :

No Indikators score Pemeriksaan

1. Menderita sakit atau kondisi yang mengakibatkan 2 1


perubahan jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi

2. Makan kurang dari 2 kali dalam sehari 3 0

3. Makan sedikit buah, sayur atau olahan susu 2 0

4. Mempunyai tiga atau lebih kebiasaan minum minuman 2 0


beralkohol setiap harinya

5. Mempunyai masalah dengan mulut atau giginya sehingga 2 1


tidak dapat makan makanan yang keras

6. Tidak selalu mempunyai cukup uang untuk membeli 4 0


makanan

7. Lebih sering makan sendirian 1 1


8. Mempunyai keharusan menjalankan terapi minum obat 3 1 0
kali atau lebih setiap harinya

9. Mengalami penurunan berat badan 5 Kg dalam enam 2 0


bulan terakhir

10. Tidak selalu mempunyai kemampuan fisik yang cukup 2 2


untuk belanja, memasak atau makan sendiri

Total score 5

(American Dietetic Association and National Council on the Aging, dalam


Introductory Gerontological Nursing, 2001)

Interpretasi:
0 – 2 : Good
3 – 5 : Moderate nutritional risk
6≥ : High nutritional risk

12. Fungsi sosial lansia


Apgar keluarga dengan lansia
Alat Skrining yang dapat digunakan untuk mengkaji fungsi sosial lansia

NO URAIAN FUNGSI SKORE

1. Saya puas bahwa saya dapat kembali pada keluarga ADAPTATION 1


(teman-teman) saya untuk membantu pada waktu
sesuatu menyusahkan saya

2. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman)saya PARTNERSHIP 0


membicarakan sesuatu dengan saya dan
mengungkapkan masalah dengan saya

3. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya GROWTH 0


menerima dan mendukung keinginan saya untuk
melakukan aktivitas / arah baru

4. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya AFFECTION 1


mengekspresikan afek dan berespon terhadap emosi-
emosi saya seperti marah, sedih/mencintai

5. Saya puas dengan cara teman-teman saya dan saya RESOLVE 0


meneyediakan waktu bersama-sama

Kategori Skor: TOTAL 2


Pertanyaan-pertanyaan yang dijawab:
1). Selalu : skore 22). Kadang-kadang : 1
3). Hampir tidak pernah : skore 0
Intepretasi:
< 3 = Disfungsi berat
4 - 6 = Disfungsi sedang
> 6 = Fungsi baik

Smilkstein, 1978 dalam Gerontologic Nursing and health aging 2005

Analisa Data dan Diagnosa


Analisa Data :

NO DATA FOKUS MASALAH

1. DS : Isolasi sosial
(00053)
- Tn.S mengatakan bahwa Ny.U lebih sering
berdiam diri di kamar dan tiduran

- Ny.U mengatakan tidak pernah keluar rumah karena


merasa malu, merasa dikucilkan tetangga dan orang
di sekitarnya karena kondisinya saat ini yang sudah
tua, tidak berguna dan bergantung pada orang lain,
sering mengompol dan merasa hanya menjadi beban
dalam kehidupan anaknya
- Ny.U mengatakan nafsu makan menurun, tidak
berselera untuk makan

DO :

- Ny.U lebih banyak diam pada saat pengkajian, jika


ditanya Ny.U hanya menjawab dengan singkat dan
kadang terbata-bata, saat menjawab Ny.U sering
menunduk dan mengalihkan pandangan.

- Wajah Ny.U tampak sedih dengan ekspresi yang


datar

- Tes Indeks Barthel : ketergantungan sedang


(skor=70)

- Tes MMSE : Gangguan kognitif sedang (skor=22)

- Tes GDS : Indikasi Depresi (skor=5)

- Tes Status nutrisi : Moderate nutritional risk (skor=5)


- Tes Fungsi sosial lansia : disfungsi berat (skor=2)
2. DS : Harga diri rendah
situasional(00120)
- Ny.U mengatakan tidak pernah keluar rumah
karena merasa malu, merasa dikucilkan tetangga
dan orang di sekitarnya karena kondisinya saat ini
yang sudah tua, tidak berguna dan bergantung pada
orang lain, sering mengompol dan merasa hanya
menjadi beban dalam kehidupan anaknya

DO :

- Ny.U lebih banyak diam pada saat pengkajian, jika


ditanya Ny.U hanya menjawab dengan singkat dan
kadang terbata-bata, saat menjawab Ny.U sering
menunduk dan mengalihkan pandangan.

- Wajah Ny.U tampak sedih dengan ekspresi yang


datar

- Tes GDS : Indikasi Depresi (skor=5)

- Tes Fungsi sosial lansia : disfungsi berat (skor=2)

Diagnosa Keperawatan :

1. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan sumber personal yang


tidak adekuat dan gangguan kesehatan
2. Harga diri rendah situasionalberhubungan dengan gangguan fungsi
danketidakadekuatan pemahaman

Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN

1. Isolasi sosial Diharapkan interaksi dengan Peningkatan citra tubuh


(00053) orang lain dapat ditingkatkan (5220)
berhubungan dengan
NOC : - Tentukan harapan citra
sumber personal
diri klien didasarkan pada
yang tidak adekuat a. Keterlibatan sosial (1503),
tahap perkembangan
dan gangguan skala outcome :
kesehatan - Bantu klien menentukan
- Berinteraksi dengan
keberlanjutan dari
anggota keluarga
perubahan-perubahan
(150303)
aktual dari tubuh atau
- Berinteraksi dengan tingkat fungsinya
tetangga (150302)
- Bantu klien
- Berpartisipasi dalam mendiskusikan perubahan-
aktivitas waktu luang perubahan disebabkan
dengan orang lain oleh penuaan dengan cara
(150313) yang tepat

b. Keparahan kesepian (1203) - Ajarkan pada klien


mengenai perubahan-
- Rasa kehilangan
perubahan normal yang
harapan (120304)
terjadi dalam tubuhnya
- Perasaan terisolasi terkait dengan beberapa
secara sosial tahap proses penuaan,
(120307) dengan cara yang tepat

- Rasa tidak dimengerti


oleh orang lain
Terapi aktivitas (4310)
(120308)
- Pertimbangkan
- Pola makan tidak
kemampuan klien dalam
sehat (120328)
berpartisipasi melalui
- Penurunan level aktivitas spesifik
aktiitas (120323)
- Pertimbangkan komitmen
- Depresi (120327) klien untuk meningkatkan
frekuensi dan jarak
aktivitas

- Bantu klien untuk


mengeksplorasi tujuan
personal dari aktivitas-
aktivitas yang biasa
dilakukan dan aktivitas-
aktivitas yang disukai
- Bantu klien untuk memilih
aktivitas dan pencapaian
tujuan melalui aktivitas
yang konsisten dengan
kemampuan fisik, biologis
dan sosial

- Bantu klien untuk tetap


fokus pada kekuatan yang
dimilikinya dibanding
kelemahannya

- Dorong aktivitas kreatif


yang tepat

- Dorong keterlibatan dalam


aktivitas kelompok
maupun terapi, jika
memang diperlukan

- Bantu dengan aktivitas


fisik secara teratur
(misalnya:ambulasi,berpin
dah,berputar dan
kebersihan diri), sesuai
dengan kebutuhan.

Peningkatan integritas
keluarga (7100)

- Jadilah pendengar yang


baik bagi anggota
keluarga
- Bina hubungan saling
percaya dengan klien dan
anggota keluarga

- Pertimbangkan perasaan
keluargaa terhadap situasi
yang mereka hadapi

- Monitor hubungan
keluarga saat ini

- Identifikasi tipe
mekanisme koping
keluarga

Peningkatan keterlibatan
keluarga (7110)

- Identifikasi defisit
perawatan diri klien

- Identifikasi kemampuan
anggota keluarga untuk
terlibat dalam perawatan
klien

- Informasikan faktor-faktor
yang dapat meningkatkan
kondisi klien pada anggota
keluarga

- Dorong anggota keluarga


untuk menjaga atau
mempertahankan
hubungan keluarga yang
sesuai

2. Harga diri Diharapkan penilaian harga Peningkatan koping (5230)


rendahsituasional diri sendiri dapat di
- Berikan penilaian dan
(00120) pertahankan
diskusikan respon
berhubungan dengan
NOC : alternatif terhadap situasi
gangguan fungsi dan
yang ada
ketidakadekuatan 1. Harga diri (1205), skala
pemahaman outcome : - Gunakan pendekatan yang
tenang dan memberikan
- Verbalisasi penerimaan
jaminan
diri (120501)
- Berikan suasana
- Penerimaan terhadap
penerimaan
keterbatasaan diri
(120502) - Dukung sikap klien terkait
dengan harapan yang
- Mempertahankan kontak
realistis sebagai upaya
mata (120504)
untuk mengatasi perasaan
- Mempertahankan ketidakberdayaan
penampilan dan
Perawatan inkontinensia
kebersihan diri (120509)
urine (0610)
- Keinginan untuk
- Identifikasi faktor apa saja
berhadapan muka dengan
penyebab inkontinensia
orang lain (120515)
pada klien
2. Pengaturan
- Jelaskan penyebab
psikososial:perubahan
terjadinya inkontinensia
kehidupan (1305), skala
dan rasionalisasi tiap
outcome :
tindakan yang dilakukan
- Menjaga harga diri
- Modifikasi pakaian dan
(130502) lingkungan untuk
mempermudah akses ke
- Melaporkan perasaan
toilet
berguna (130504)
- Berikan umpan balik
- Verbalisasi optimisme
positif jika inkontinensia
mengenai saat ini
membaik
(130505)
- Batasi intake cairan 2-3
- Menggunakan strategi
jam sebelum tidur
koping yang efektif
(130509) Latihan kandung kemih
(0570)
- Menggunakan dukungan
sosial yang tersedia - Pertimbangkan
(130513) kemampuan untuk
mengenali dorongan
- Partisipasi dalam
pengosongan kandung
aktivitas di waktu luang
kemih
(130514)
- Lakukkan eliminasi pada
3. Kesadaran diri (1215), skala
klien atau ingatkan klien
outcome :
untuk mengosongkan
- Mengenali keterbatasan kandung kemih pada
pribadi secara fisik interval yang sudah
(121506) ditentukan

- Mengenali nilai-nilai - Tunjukkan kepercayaan


pribadi (121510) bahwa inkontinensia dapat
ditingkatkan
- Mempertahankan
kesadaran terhadap - Ajarkan klien untuk secara
perasaan (121516) sadar menahan urin
sampai saat buang hajat
- Mengungkapkan
perasaan pada orang lain yang dijadwalkan
(121520)
Terapi latihan : Mobilitas
- Mencerminkan interaksi sendi (0224)
besama orang lain
- Tentukan batasan
(121521)
pergerakan sendi dan
- Mengungkapkan efeknya terhaadap fungsi
kebutuhan kepada orang sendi
lain (121522)
- Pakaikan baju yang tidak
menghambat pergerakan

- Lakukan latihan ROM


aktif maupun pasif

- Jelaskan ke pasien dan


keluarga manfaat latihan
sendi.
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Penurunan fungsi tubuh pada lansia dapat memengaruhi
produktivitas lansia ketika bekerja. Sehingga fenomena yang terjadi pada
lansia adalah adanya fase pension baik bagi pekerja formal maupun
informal. Pada lansia pekerja formal terdapat sistem batasan usia
maksimum seseorang dipekerjakan sehingga ia akan diberhentikan dari
pekerjaanya. Sedangkan orang dengan pekerjaan informal (misal
berdagang) memang tidak ada pensiun atau pemberhentian bekerja namun
penurunan fungsi tubuh seiring bertambahnya usia pasti akan memaksa
seseorang untuk menurunkan intensitas pekerjaannya atau justru
menghentikannya sendiri.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa lansia yang mengalami kemiskinan
adalah kondisi dimana lansia memiliki pendapatan yang lebih rendah
akibat proses menua yaitu penurunan kemampuan dalam aktivitas fisik
yang menyebabkan penurunan produktivitas sehingga lansia memasuki
masa pensiun.
Isolasi sosial menarik diri dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
penyebab dan faktor pencetus. Faktor penyebab terdiri dari faktor
perkembangan, faktor biologis, dan faktor sosiokultural. Sedangkan faktor
pencetus terjadinya isolasi sosial terdiri dari stress sosiokultural dan
stressor psikologi. Terlepas dari faktor predisposisi dan presipitasi terdapat
beberapa faktor yang berpengaruh terhadap prilaku menarik diri pada
lansia yaitu usia, pensiun dari pekerjaan dan kehilangan orang yang
berarti.Usia merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
isolasi sosial pada lansia, tingkat isolasi ini meningkat seiring usia.
Beberapa lansia memilih isolasi, lansia lainnya tidak (Potter & Perry,
2009, hlm 334).
Pensiun dari pekerjaan juga mempengaruhi prilaku isolasi sosial
pada lansia. Kehilangan peran kerja sering memiliki dampak besar bagi
orang yang telah pensiun, seperti hilangnya interaksi sosial dan
interpersonal yang terjadi pada lingkungan kerja ( Potter & Perry, 2009,
hlm 334). Faktor lain yang juga berhubungan dengan terjadinya isolasi
sosial pada lansia yaitu kehilangan orang yang berarti. Pengalaman
kehilangan melalui kematian kerabat dan teman merupakan bagian
kehidupan yang dialami lansia ( Potter & Perry, 2009, hlm 337).
Kegagalan individu untuk menerima kehilangan yang terjadi pada
kehidupan akan mengakibatkan perilaku menarik diri pada lansia.

5.2 Saran
Pada pasien lansia yang mengalami isolasi sosial dan tidak punya
uang sangat dipengaruhi oleh pandangan keluarganya. Untuk mengatasi
masalah isolasi sosial dan tidak punya uang yang di alami lansia sangat di
butuhkan dukungan dan peran aktif keluarga dalam perawatannya,
begitupun dengan dukungan lingkungan sekitarnya dan perhatian dari
tenaga kesehatan. Peran keluarga seringkali tidak jelas. Organisasi anggota
keluarga bekerja sama dengan tenaga professional untuk mengembangkan
gambaran yang lebih tepat tentang hubungan antara kelainan jiwa dan
stress keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Ananta, L. A. W. & Wulan, R., 2011. Pola Aktivitas Sehari-Hari pada Pasien
Demensia di Instalasi Rawat Jalan RS. Baptis Kediri. Jurnal STIKES
RS Baptis Kediri, 4(2)

Anna Budi Keliat, SKp. 2006. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial
Menarik Diri, Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.

Anonim. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Isolasi Sosial. Diakses pada
tanggal 24 Juli 2012
pada http://nurse87.wordpress.com/2009/06/04/asuhan-keperawatan-
pada-klien-dengan-isolasi-sosial/

Azizah, Lilik M. (2011). Perawatan Lanjut Usia. Surabaya: Graha Ilmu

Ciorba, A., Bianchini, C., Pelucchi, S. & Pastore, A., 2012. The Impact of
Hearing Loss on The Quality of Life of Elderly Adults. Clinical
Interventions in Aging, Volume 7, pp. 159-163.

Dethier, J. J., Pestieau, P. & Ali, R., 2011. The Impact of A Minimum Pension
on Old Age Poverty and Its Budgetary Cost: Evidence from Latin
America. Revista de Economia del Rosario, 14(2), pp. 135-163.

Hayati, R. & Nurviyandari, D., 2014. Depresi Ringan pada Lansia Setelah
Memasuki Masa Pensiun. Depok: Skripsi Universitas Indonesia.

Kaharingan, E., Bidjuni, H. & Karundeng, M., 2015. Pengaruh Penerapan


Terapi Okupasi Terhadap Kebermaknaan Hidup pada Lansia di Panti
Werdha Damai Ranamuut Manado. ejournal Keperawatan (e-Kp), 3(2).

Kane, R. L., Ouslander, J. G. & Abrass, I. B., 1999. Essentials of Clinical


Geriatrics. 4th ed. New York: McGraw-Hill, Health Professions
Division.
Klatz, R. & Goldman, R., 2007. The Official Anti Aging Revolution: Stop the
Clock, Time is on Your Side for a Younger, Stronger, Happier You. 4th
ed. United States: Basic Health Publications, Inc.

Kunaifi, A., 2009. Hubungan Tingkat Kepuasan Interaksi Sosial dengan


Tingkat Depresi Lansia di Panti Werdha Surabaya. Surabaya: Skripsi
UniversitasAirlangga.

Kurniasih, D., 2013. Stres dan Strategi Coping Lansia pada Masa Pensiun yang
Berstatus Pegawai Negeri Sipil di Kecamatan Polanharjo Kabupaten
Klaten. Yogyakarta: Skripsi Universitas Negeri Yogyakarta

Kusumawati dan Hartono.2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta :


Salemba Medika

Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta :
EGC

Komisi Nasional Lanjut Usia.Profil Penduduk Lanjut Usia 2009. Jakarta:


Komnas Nasional Lanjut Usia; 2010

Lee, J. & Smith, J. P., 2009. Work, Retirement, and Depression. J Popul
Ageing,Volume 2, pp. 57-71.

Maryam, R. S., 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:


Salemba Medika

Miller, C. A., 2009. Nursing for Wellness in Older Adults. US: Lippincott
Williams & Wilkins.

Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika.

Nugroho (2008). Keperawatan Gerontik. Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Orimo, H. et al., 2006. Reviewing the Definition of Elderly. Geriatric Gerontol


Int,Volume 6, pp. 149-158.
Potter & Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta : Salemba
Medika

Rasmun, 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan


Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses
Interaksi (API). Jakarta : fajar Interpratama.

Rosdahl, C. B. & Kowalski, M. T., 2012. Textbook of Basic Nursing.


Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Suryawati, C., 2005. Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional. Jurnal

Manajemen Pelayanan Kesehatan, 8(3).

Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .

Turner, J. S. & Helms, D. B., 1995. Lifespan Development. Columbia:


Harcourt Brace College Publishers.

Utomo, B., 2010. Hubungan antara Kekuatan Otot dan Daya Tahan Otot
Anggota Gerak Bawah dengan Kemampuan Fungsional Lanjut Usia.
Surakarta: Tesis Universitas Sebelas Maret.

Wang, C.-W., Chan, C. L. & Chi, I., 2014. Overview of Quality of Life
Research in Older People with Visual Impairment. Advances in Aging
Research, Volume 3, pp. 79-94

Anda mungkin juga menyukai