LAPSUS
LAPSUS
Oleh:
Astra Yudha Tagamawan
18710143
Pembimbing :
dr. Angga Mardro Raharjo, Sp.P
Oleh:
Astra Yudha Tagamawan
Pembimbing :
dr. Angga Mardro Raharjo, Sp.P
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
BAB 1. LAPORAN KASUS ....................................................................... 3
1.1 Identitas Penderita ..................................................................... 3
1.2 Anamnesis ................................................................................. 3
1.2.1 Keluhan Utama ................................................................. 3
1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang .............................................. 3
1.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu ................................................. 4
1.2.4 Riwayat Pengobatan ......................................................... 4
1.2.5 Riwayat Keluarga ............................................................. 4
1.2.6 Riwayat Sosial Ekonomi dan Sanitasi .............................. 4
1.2.7 Riwayat Gizi ..................................................................... 5
1.2.8 Anamnesis Sistem............................................................. 5
1.3 Pemeriksaan Fisik ...................................................................... 5
1.3.1 Pemeriksaan umum ........................................................... 5
1.3.2 Pemeriksaan Fisik Khusus ................................................ 6
1.4 Pemeriksaan Penunjang .............................................................. 9
1.5 Resume ........................................................................................ 11
1.6 Diagnosis ..................................................................................... 12
1.7 Planning ...................................................................................... 12
1.8 Prognosis..................................................................................... 12
1.8 Follow Up ................................................................................... 12
BAB 2. PEMBAHASAN ............................................................................. 13
3.1 Definisi ...................................................................................... 13
3.2 Epidemiologi ............................................................................. 13
3.3 Patogenesis ................................................................................ 14
3.4 Klasifikasi ................................................................................. 15
3.5 Manifestasi Klinis ..................................................................... 15
3.6 Pemeriksaan Penunjang ............................................................ 18
3.7 Tatalaksana ............................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 24
BAB 1. LAPORAN KASUS
1.2 Anamnesis
Autoanamnesis dan heteroanamnesis dilakukan kepada pasien dan Istri
pasien pada tanggal 17 Desember 2019 di Ruang Rawat Inap Sakura RSUD dr.
Subandi.
Wheezing Wheezing
- - - -
- - - -
- - - -
d. Abdomen
- Inspeksi: flat
- Auskultasi: Bising usus (+) normal
- Palpasi: soepl, hepatosplenomegali (-), nyeri tekan (-), shifting
dullnes (-)
- Perkusi: timpani, nyeri ketok ginjal (-)
e. Ektremitas
- Superior: akral hangat +/+, edema -/-
- Inferior: akral hangat -/-, edema +/+
FAAL HATI
Albumin 1.7 mg/dL 3.4-4.8 mg/dL
ELEKTROLIT
Natrium 140.2 mmol/L 135-155 mmol/L
Kalium 3.21 mmol/L 3.5-6.0 mmol/L
Chlorida 105.5 mmol/L 90-110 mmol/L
Calsium 2.22 mmol/L 2.15-2.57 mmol/L
18 desember 2019
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal
HEMATOLOGI
LENGKAP 13.5-17.5 gr/dL
Hemoglobin 6.5 gr/dL 4.5-11.0 x 109/L
Lekosit 14.4 x 109/L 41-53 %
Hematokrit 19.3 % 150-450 x 109/L
Trombosit 310 x 109/L
21 desember 2019
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal
HEMATOLOGI
LENGKAP 13.5-17.5 gr/dL
Hemoglobin 9,7 gr/dL 4.5-11.0 x 109/L
Lekosit 17,2 x 109/L 41-53 %
Hematokrit 28.1 % 150-450 x 109/L
Trombosit 373 x 109/L
ELEKTROLIT
Natrium 139.6
Kalium 2.66
Chlorida 108.5
Calsium 1.99
1.4.2 Pemeriksaan Penunjang Radiologi
Pemeriksaan Thorax Foto tanggal 15 Desember 2019
Pemeriksaan Fisik:
Pada pemeriksaan fisik umum, didapatkan keadaan umum pasien lemah,
kesadaran compos mentis, terdapat tanda-tanda gangguan pernafasan berupa batuk
dan sesak, gangguan gastrointestinal berupa terdapat benjolan di anus.
Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium :
Thorax foto : susp. TB Paru milier
1.6 Diagnosis
TB milier + susp. Metastase paru + Polip anal
1.7 Planning
1.7.1 Planning Monitoring
Vital Sign
Pemeriksaan DL
1.8 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad malam
Quo ad sanationam : Dubia ad malam
Quo ad functionam : Dubia ad malam
2.1 Definisi
Metastasis didefinisikan sebagai penyebaran sel kanker dari tumor primer
di sekitar jaringan dan organ jauh dan merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortilitas kanker. Jalur metastasis bisa melalui aliran darah, aliran limfe, maupun
proses terlepas langsung menempel pada tempat tertentu. Metastasis banyak
terjadi pada tumor ganas, sedangkan tumor jinak tidak pernah bermetastasis.
Metastasis langsung melibatkan paru, pleura, maupun struktur mediastinum.
Metastasis secara hematogen sering terjadi melalui arteri pulmonalis maupun
arteri bronkialis. Metastasis secara limfogen melibatkan paru, pleura, maupun
kelenjar getah bening paru. Metastasis secara limfogen dapat menyebabkan
limfadenopati yang mengakibatkan penekanan trakea, esofagus, dan vena kava
superior.
2.2 Epidemiologi
Tumor paru sekunder dikarenakan adanya metastasis pada paru dapat
terjadi karena penyebaran sel kanker dari organ lain ke paru-paru. Sebanyak
sekitar 30% neoplasma akan bermetastasis ke paru. Insidensi tmor yang banyak
bermetastasis di paru adalah koriokarsinoma (80%), osteosarkoma (75%),
karsinoma pada ginjal (70%), karsinoma tiroid (65%), melanoma (60%),
karsinoma mammae (55%), dan karsinoma prostat (45%).
2.3 Patofisiologi
Jalur metastasis pada paru dapat melalui aliran darah, limfe, maupun
proses terlepas langsung dan menempel pada daerah tertentu. Metastasis paru
terjadi karena output dari jantung kanan dan sistem limfatik yang mengalir
melalui pembuluh darah paru. Awalnya, fragmen tumor terlepas dari fokus
primernya, dan terbawa aliran emboli tumor ke paru melalui sirkulasi sistemik.
Lalu fragmen tersebut akan tersangkut pada arteri kecil dan arteriol yang
kemudian tumor berproliferasi dan meluas ke parenkim paru yang akhirnya
membentuk nodul. Biasanya nodul terletak di ruang subpleura dan di basal paru,
karena pada bagian basal terdapat banyak aliran darah. Metastasis terjadi melalui
arteri bronkial dan pembuluh limfe paru. Emboli tumor dapat tetap berada pada
daerah interstisial perivaskuler dan menyebar sepanjang pembuluh limfe di hilus
maupun daerah perifer paru, namun hal ini jarang terjadi.
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi metastasis dibedakan berdasarkan daerah pada paru yang
paling sering terjadi metastasis, antara lain
a. Paru
Hampir setiap tumor ganas memiliki lesi sekunder pada paru yang
merupakan hasil dari proses metastasis. Dari pemeriksaan penunjang, lesi
tersebut dapat tampak seperti lesi bulat opak (coin lession), berbajas jelas,
dengan berbagai ukuran. Pemeriksaan CT-scan sangat sensitif untuk
mendeteksi adanya lesi metastasis pada paru.
b. Pleura
Metastasis pada lapisan pleura sering berasal dari suatu karsinoma
mammae. Lesi metastasis yang tampak dapat berupa massa maupun adanya
efusi pleura.
c. Kelenjar Limfe
CT Scan sangat sensitif dalam mendeteksi pembesaran kelenjar limfe pada
hilus dan mediastinum. Lesi sekunder akibat proses metastasis dapat
menyebabkan kongesti kelenjar linfe dengan gambaran khas, yaitu pola
linier yang menyebar ke arah luar dari hilus serta adanya efusi pleura.
d. Invasi lokal
Invasi lokal dapat menyebabkan kompresi dan obstruksi vena cava
superior, serta paralisis nervus frenikus.
2. Coin lesion
Merupakan gambaran lesi berukuran 1-5 cm, berbentuk bulat
atau oval, soliter, dengan batas jelas, dapat disertai kalsifikasi
maupun tidak.
3. Miliary
Merupakan gamaran nodul kecil berukuran 1-4 mm yang
berjumlah banyak dan menyebar di seluruh lapang paru.
Seringkali terdapat pada metastasis dari karsinoma tiroid dan
karsinoma ovarium
- Limfangitis
Gambaran metastasis berupa penebalan septum interlobularis dan
terdapat corakan bronkovesikular yang ireguler. Seringkali terdapat
pada metastasis dari karsinoma mammae, karsinoma gaster, karsinoma
pankreas, karsinoma prostat, dan karsinoma paru.
- Efusi pleura
Efusi pleura dapat dideteksi dengan foto thoraks apabila > 50
mL. Efusi pleura dapat terjadi karena keganasan intrathorax,
ekstrathorax, maupun keganasan sistemik. Pemeriksaan sitologi cairan
pleura adalah hal yang harus dilakukan ketika dicurigai adanya efusi
pleura karena keganasan.
b. CT Scan
Walaupun foto thoraks merupakan pemeriksaan pertama yang biasa
dilakukan, namun CT Scan lebih baik dalam mendeteksi metastasis, dan
dapat mendeteksi lesi metastasis yang memiliki ukuran <10 mm. Sebagian
lesi pada apeks dan basal yang dekat dengan jantung, mediastinum dan
pleura yang tidak nampak dengan foto thoraks, dapat terlihat dengan CT
scan. Walaupun memiliki sensitivitas tinggi, spesifitas CT scan bergantung
pada tipe dan stadium keganasan, serta tingkat kejadian nodul jinak pada
suatu populasi.
Suatu lesi yang dapat dicurigai sebagai metastasis paru, antara lain:
- Lesi yang tidak terkalsifikasi
- Lesi yang berada dekat dengan pembuluh darah
- Lesi yang mengalami penipisan di bagian distalnya
Indikasi pemeriksaan CT Scan antara lain
- Jika dicurigai ada penyebaran neoplasma pada paru
- Untuk melihat kemajuan setelah dilakukan pengobatan
Nodul dengan ukuran <3 mm dapat tidak terdeteksi dengan
menggunakan CT scan. False positif dapat terjadi karena adanya
hamartoma, granuloma, silikoss, infark yang kecil, maupun fibrosis.
c. MRI
Pemeriksaan MRI dapat dapat mendeteksi nodul di sekitar pembuluh darah
dan nodul di dekat diafragma. Walaupun begitu, CT scan masih merupakan
pilihan terbaik dalam mendeteksi metastasis pada paru.
PATOGENESIS
Pada anak dan orang dewasa, Tuberkulosis Milier terjadi
bila fokus di paru pecah dan masuk ke dalam arteri atau vena
sehingga terjadi bakterimia. Kuman penyebab penyakit kronis
seperti tuberkulosa ini sering menyebabkan berbagai macam reaksi
imunologi, yang akibatnya bisa lebih parah dari pada akibat erosif
kuman. Dalam hal tuberkulosis terbentuk granuloma-granuloma
yang berbatas tegas oleh sifat kronis penyakit tuberkulosis dan
reaksi imunologik penderita.
Apabila bakteri pirogen memasuki pembuluh darah, artinya
terjadi septisemia. Maka reaksi antara septisemia dan reaksi
imunologik ini menentukan apakah nantinya tanda dan gejala
penyakit akan menjadi ringan atau berat. Begitu pula dengan
prognosisnya baik atau buruk, serta apakah penyebaran basil
tuberkulosis terkendali atau tidak.
GAMBARAN KLINIS
Gejala TBC Milier timbul perlahan-lahan
dan sifatnya tidak spesifik. Gejala bisa berupa :
febris, letargi, keringat malam, nafsu makan
berkurang, dan berat badan menurun. Febris yang
bersifat turun naik sampai 40 C dan berlangsung
lama adalah gejala yang paling sering dijumpai.
Di negara berkembang TBC milier harus
dicurigai, bila setelah menderita campak, batuk
rejan atau infeksi interkuren lainnya, anak sakit-
sakitan dan berat badanya menurun.
Walaupun terdapat febris, penderita TBC Milier biasanya
tidak tampak sakit berat. Batuk biasanya tidak ada atau ringan
saja. Sesak nafas dan sianosis mungkin dijumpai pada kasus yang
berat. Pada pemeriksaan paru sering tidak didapatkan kelainan.
Krepitasi mungkin terdengar bila anak disuruh bernafas dalam.
Limpa biasanya membesar, sedang hepar tidak selalu.
Pemeriksaan funduskopi mata sering menunjukkan gejala
patognomonik pada sebagian besar kasus, yaitu ditemukannya
tuberkel koroid. Dan pada sebagian penderita bisa ditemukan
tanda-tanda meningitis.
PEMERIKSAAN DARAH
Tidak ada perubahan hematologi yang spesifik pada
TBC Milier. Laju enap darah tidak informatif. Anemia biasanya
ringan, namun pada kasus lama dan berat mungkin dijumpai
anemia berat. Sering ditemui lekopeni, kadang-kadang
lekositosis dan monositosis.Dalam pemeriksaan sumsum tulang
didapatkan tuberkel-tuberkel dan gambaran darah tepi dapat
menyerupai leukemia berupa leukositosis dan lekosit-lekosit
muda, anemia leukoeritroblastik berupa lekosit muda dan
normoblas.Kadang-kadang terdapat gambaran hematologik
anemia aplastik berupa pansitopenia.
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Gambaran patologik pada pemeriksaan radiologi tidak
selalu dijumpai pada kasus TBC Milier. Oleh karenanya
gambaran radiologi normal belum pasti menyingkirkan diagnosa
TBC Milier. Gambaran normal radiologi mungkin disebabkan
oleh :
- fokus di paru memecah ke cabang vena, yang
menyebabkan tidak terjadinya infiltrat di paru.
- ukuran infiltrat yang sangat kecil.
- atau karena pemeriksaan dilakukan pada fase dini dari
penyakit. Dalam hal demikian sebaiknya pemeriksaan diulang
setelah 1-4 minggu.
Gambaran klasik Rongent foto dari TBC Milier adalah gambaran
badai salju. Infiltrat-infiltrat yang halus berukuran beberapa mm,
tersebar di kedua lapangan pandang paru. Namun perlu diketahui
bahwa gambaran badai salju juga bisa ditemukan pada kasus lain
seperti : fungosis paru, sarkoidosis, hemosiderosis, dan
histositosis X. Gambaran radiologik juga bisa berupa lesi paru
yang lebih besar, yaitu berupa infiltrat lober atau linfadenopati
hilus. Disamping itu dapat ditemukan pula efusi pleura,
penebalan pleura dan kavitasi. Pada anak biasanya didapat
gambaran campuran.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK SPESIFIK
4. Pemeriksaan biopsi
Angka positif tergantung dari jaringan yang didapat. Hanya
60 % kasus positif dari pemeriksaan kelenjar limfa dengan
granuloma yang mengeju dan yang tidak mengeju.
DIAGNOSA
PENGOBATAN
1. Isoniasid (H)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman
dalam beberapa hari pengobatan. Dosis harian : 5 mg/kg BB,
dosis intermiten 3 x / minggu : 10 mg/kg BB.
2. Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang tidak bisa
dibunuh oleh Isoniasid. Dosis harian dan dosis intermiten
sama, yaitu : 10 mg/kg BB.
3. Pirasinamid (Z)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada di dalam
sel dengan suasana asam. Dosis harian : 25 mg/kg BB, dosis
intermiten 35 mg/kg BB.
4. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis harian dan intermiten sama, yaitu :
15 mg/kg BB.
5. Etambutol (E)
Bersifat bakteriostatik, dosis harian : 15 mg/kg BB, dosis
intermiten : 30 mg/kg BB.
1. Tahap Intensif :
2. Tahap Lanjutan:
Jenis obat yang diberikan pada tahap ini lebih sedikit, tetapi
dengan jangka waktu yang lebih lama, yaitu selama 4 - 5
bulan dengan 54 - 66 hari minum obat (3x/minggu)
2. Katagori III
1. Katagori I dan 2.
Kortikosteroid, dengan dosis 30-40 mg/kg BB per hari,
kemudian diturunkan secara bertahap sampai 5-10 mg/kg BB,
dan lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan
kemajuan pengobatan.
PROGNOSA
Amin, Zulkifli dan Asril Bahar. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Universitas Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI.