Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoesis yang ditandai oleh penurunan
produksi eritroid, mieloid dan megakariosit dalam sumsum tulang dengan akibat adanya
pansitopenia pada darah tepi, serta tidak dijumpai adanya sistem keganasan hematopoitik
ataupun kanker metastatik yang menekan sumsum tulang. Aplasia ini dapat terjadi hanya
pada satu, dua atau ketiga system hematopoisis. Aplasia yang hanya mengenai system
eritropoitik disebut anemia hipoplastik (ertroblastopenia), yang hanya mengenai system
granulopoitik disebut agranulositosis sedangkan yang hanya mengenai sistem megakariositik
disebut Purpura Trombositopenik Amegakariositik (PTA). Bila mengenai ketiga sistem
disebut Panmieloptisis atau lazimya disebut anemia aplastik. Menurut The International and
Aplastic Anemia Study (IAAS) disebut anemia aplastik bila : Kadar Hemoglobin 10 gr/dl
atau Hematokrit 30; hitung trombosit 50.000/mm3; hitung leukosit 3500/mm3 atau granulosit
1.5 x 109/I.(1)
Anemia aplastik dapat pula diturunkan : anemia Fanconi genetik dan dyskeratosis
congenital, dan sering berkaitan dengan anomali fisik khas dan perkembangan pansitopenia
terjadi pada umur yang lebih muda, dapat pula berupa kegagalan sumsum pada orang dewasa
yang terlihat normal. Anemia aplastik didapat seringkali bermanifestasi yang khas, dengan
onset hitung darah yang rendah secara mendadak pada dewasa muda yang terlihat normal;
hepatitis seronegatif atau pemberian obat yang salah dapat pula mendahului onset ini.
Diagnosis pada keadaan seperti ini tidak sulit. Biasanya penurunan hitung darah moderat atau
tidak lengkap, akan menyebabkan anemia, leucopenia, dan thrombositopenia atau dalam
beberapa kombinasi tertentu.
Dalam makalah ini penulis membahasa tentang konsep teori serta Asuhan
keperawatan pada anemia aplastik.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka kelompok membuat rumusan masalah yaitu
sebagai berikut :
1. Apa definisi dari Anemia aplastik?
2. Apa Etiologi dari anemia aplastik?
3. Bagaimanakah patofisiologis pada anemia aplastik?
4. Apa saja manifestasi klinis dari anemia aplastik?
5. Bagaimanakah penatalaksanaannya?
6. Apa pemeriksaan penunjang dari anemia aplastik?
7. Apa saja komplikasinya?
8. Bagaimnakah Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Anemia aplastik?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Kelompok mampu memberikan asuhan keperawatan pada An.A dengan Anemia Aplastik di
RSUP HJ. Adam Malik Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Mahasiswa mampu mengetahui defenisi, tanda & gejala, penatalaksanaan pada pasien
dengan Anemia Aplastik
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan Anemia Aplastik
c. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa atau masalah keperawatan pada An.A
dengan Anemia Aplastik
d. Mahasiswa mampu menetapkan intervensi keperawatan secara menyeluruh pada An. A
dengan Anemia Aplastik
e. Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan yang nyata pada An.A dengan
Anemia Aplastik.
f. Mahasiswa mampu mengevaluasi sebagai tolak ukur guna menerapkan asuhan
keperawatan pada An.A dengan Anemia Aplastik.
g. Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada An.A dengan
Anemia Aplastik.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1. Definisi
Anemia adalah gejala kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah,
elemen tak adekuat, atau kurang nutrisi yang dibuahkan untuk pembentukan sel darah yang
mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen darah.
Anemia Aplastik adalah anemia normokromik normositik yang disebabkan oleh
disfungsi sumsum tulang sedemikian sehingga sel-sel darah yang akan mati tidak dapat
diganti. (Corwin, 2009).
Anemia Aplastik adalah suatu penyakit yang jarang tetapi mengakibatkan kekacauan
serius yang diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang untuk menghasilkan sel
darah (www.netdoctor.cu.uk, 2000).
Anemia Hipoplastik (Aplastik) adalah pansitopenia (anemia, neutropenia, dan
trombositopenia) sebagai hasil dari hipoplasia sumsum tulang yang beratnya bervariasi.
Anemia hipoplastik mungkin dihasilkan dari kegagalan atau Supresi sel induk yang
pluripoten. Ini sangat jarang, cacat yang timbul hingga mempengaruhi sel yang ditugasi
sebagai eritroid saja, sewaktu dihasilkan aplasia eritrosit yang murni (Underwood, 2000).
Anemia Aplastik adalah penyakit yang disebabkan oleh karena rusaknya sumsum
tulang berupa berkurangnya sel darah merah dan terhentinya pembekuan sel hematopeutik
dalam sumsum tulang aplasia dapat terjadi hanya satu, dua atau tiga sistem hematopoutik (
Eritrupoutik, granulapoutik dan trombopoutik ) ( Ngastiah, 1997).
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta hemoglobin dalam 1 mm 3 darah
atau berkurangnya volume sel yang dipadatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml
darah.
Anemia aplastik merupaka keadaan yang disebabkan bekurangnya sel hematopoetik
dalam darah tepi seperti eritrosit, leukosit dan trombosit sebagai akibat terhentinya
pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang.
Anemia aplastik adalah anemia yang disebabkan terhentinya pembuatan sel darah oleh
sumsum tulang (kerusakan susum tulang). (Ngastiyah.1997)
Anemia aplastik merupaka keadaan yang disebabkan bekurangnya sel hematopoetik
dalam darah tepi seperti eritrosit, leukosit dan trombosit sebagai akibat terhentinya
pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak
FKUI.2005)
Anemia aplastik adalah kegagalan anatomi dan fisiologi dari sumsum tulang yang
mengarah pada suatu penurunan nyata atau tidak adanya unsur pembentukan darah dalam
sumsum.(Sacharin.1996)

2.2 Etiologi
Sebagian besar anemia aplastik (50-70%) penyebabnya bersifat idiopatik, yaitu
penyebabnya tidak diketahui dan awalnya spontan. Kesulitan dalam mencari penyebab ini
karena penyakit ini terjadi secara perlahan-lahan dan karena belum adanya model binatang
percobaan yang tepat. Penyebab anemia aplastik dapat dibedakan atas penyebab primer dan
sekunder (Bakta, 2006).
Secara etiologik penyakit ini dapat dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu:
1. Faktor kongenital
Anemia aplastik yang diturunkan : sindroma fanconi yang biasanya disertai kelainan
bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan
sebagainya.(Aghe, 2009).
Anemia Fanconi, adalah kelainan autosomal resesif yang di tandai oleh defek pada
DNA repair dan memiliki predisposisi ke arah leukimia dan tumor padat (Wijanarko, 2007).
Diskeratosis kongenital, adalah sindrom kegagalan sumsum tulang diwariskan yang
secara klasik muncul dengan triad pigmentasi kulit abnormal, distrofi kuku, dan leukoplakia
mukosa. Diskeratosis kongenita autosomal dominan disebabkan mutasi pada gen TERC (yang
menjadi komponen RNA telomerase) dan pada akhirnya mengganggu aktivitas telomerase
dan pemendekan telomer abnormal (Wijanarko, 2007).
Sindrom Shwachman-Diamond, adalah kelainan autosomal resesif yang ditandai
dengan disfungsi eksokrin pankreas, disostosis metafiseal, dan kegagalan sumsum tulang.
Seperti pada anemia Fanconi, penyakit ini memiliki resiko myelodisplasia atau leukimia pada
usia yang sangat muda (Wijanarko, 2007).
Trombositopenia amegakryositik, adalah kelainan yang ditandai dengan
trombositopenia berat dan tidak adanya megakryosit pada saat lahir ( Wijanarko, 2007).
Aplasia sel darah merah murni/pure red cell anemia (PRCA), yaitu anemia yang
timbul karena kegagalan murni sistem eritroid tanpa kelainan sistem mieloid atau
megakaryosit (Bakta, 2006).
2. Faktor didapat
Sebagian anemia aplastik didapat bersifat idiopatik sebagian lanilla dihubungkan
dengan:
 bahan kimia:
1) Hidrokarbon siklik: benzena & trinitrotoluena
2) Insektisida: chlorade atau DDT
3) Arsen anorganik (Bakta,2006)
 obat-obatan :
Banyak obat kemoterapi yang mengsupresi sum-sum sebagai toksisitas utamanya;
efeknya tergantung dengan dosis dan dapat terjadi pada semua pengguna. Berbeda dengan hal
tersebut, reaksi idiosinkronasi pada kebanyakan obat dapat menyebabkan anemia aplastik
tanpa hubungan dengan dosis. Hubungan ini berdasarkan dari laporan kasus dan suatu
penelitian internasional berskala besar di Eropa pada tahun 1980 secara kuantitatif menilai
pengaruh obat, terutama analgesic nonsteroid, sulfonamide, obat thyrostatik, beberapa
psikotropika, penisilamin, allopurinol, dan garam emas. (Aghe, 2009)
Tidak semua hubungan selalu menyebabkan hubungan kausatif: obat tertentu dapat
digunakan untuk mengatasi gejala pertama dari kegagalan sum-sum (antibiotic untuk demam
atau gejala infeksi virus) atau memprovokasi gejala pertama dari penyakit sebelumnya
(petechiae akibat NSAID yang diberikan pada pasien thrombositopenia). Pada konteks
penggunaan obat secara total, reaksi idiosinkronasi jarang terjadi walaupun pada beberapa
orang terjadi dengan sangat buruk. Chloramphenicol, merupakan penyebab utama, namun
dilaporkan hanya menyebabkan anemia aplasia pada sekitar 1/60.000 pengobatan dan
kemungkinan angka kejadiannya sebenarnya lebih sedikit dari itu (resiko selalu lebih besar
ketika berdasar kepada kumpulan kasus kejadiannya; walaupun pengenalan chloramphenicol
dicurigai menyebabkan epidemic anemia aplasia, penghentian pemakaiannya tidak diikuti
dengan peningkatan frekuensi kegagalan sum-sum tulang). Perkiraan resiko biasanya lebih
rendah ketika penelitian berdasarkan populasi ( Harisson, 2008).
 Akibat kehamilan
Pada kehamilan kadang-kadang ditemukan pansitopenia yang disertai aplasia sumsum
tulang yang berlangsungnya bersifat sementara. Mungkin ini disebabkan oleh estrogen
dengan predisposisi genetik, adanya zat penghambat dalam darah atau tidak adanya
perangsang hematopoiesis. Anemia ini sembuh setelah terminasi kehamilan dan dapat
kambuh lagi pada kehamilan berikutnya (Wijanarko, 2007).
 Infeksi :
Hepatitis merupakan infeksi yang paling sering terjadi sebelum terjadinya anemia
aplasia, dan kegagalan sum-sum paska hepatitis terhitung 5% dari etiologi pada kebanyakan
kejadian. Pasien biasanya pria muda yang sembuh dari serangan peradangan hati 1 hingga 2
bulan sebelumnya; pansitopenia biasanya sangat berat. Hepatitis biasanya seronegatif (non-A,
non-B, non-C, non-G) dan kemungkinan disebabkan oleh virus baru yang tidak terdeteksi.
Kegagalan hepar fulminan pada anak biasanya terjadi setelah hepatitis seronegatif dan
kegagalan sum-sum terjadi pada lebih sering pada pasien ini. Anemia aplastik terkadang
terjadi setelah infeksi mononucleosis, dan virus Eipsten-Barr telah ditemukan pada sum-sum
pada sebagian pasien, beberapanya tanpa disertai riwayat penyakit sebelumnya. Parvovirus
B19, penyebab krisis aplastik transient pada anemia hemolitik dan beberapa PRCA (Pure Red
Cell Anemia), tidak biasanya menyebabkan kegagalan sum-sum tulang yang luas. Penurunan
hitung darah yang ringan sering terjadi pada perjalanan penyakit beberapa infeksi bakteri dan
virus namun sembuh kembali setelah infeksi berakhir (Harrison, 2008).
 Radiasi
Aplasia sumsum tulang merupakan akibat akut yang utama dari radiasi dimana stem sel
dan progenitor sel rusak. Radiasi dapat merusak DNA dimana jaringan-jaringan dengan
mitosis yang aktif seperti jaringan hematopoiesis sangat sensitif. Bila stem sel
hematopoiesis yang terkena maka terjadi anemia aplastik. Radiasi dapat berpengaruh pula
pada stroma sumsum tulang dan menyebabkan fibrosis (Aghe,2009).
Efek radiasi terhadap sumsum tulang tergantung dari jenis radiasi, dosis dan luasnya
paparan sumsum tulang terhadap radiasi. Radiasi berenergi tinggi dapat digunakan sebagai
terapi dengan dosis tinggi tanpa tanda-tanda kerusakan sumsum tulang asalkan lapangan
penyinaran tidak mengenai sebagian besar sumsum tulang. Pada pasien yang menerima
radiasi seluruh tubuh efek radiasi tergantung dari dosis yang diterima. Efek pada sumsum
tulang akan sedikit pada dosis kurang dari 1 Sv (ekuivalen dengan 1 Gy atau 100 rads untuk
sinar X). Jumlah sel darah dapat berkurang secara reversibel pada dosis radiasi antara 1 dan
2,5 Sv (100 dan 250 rads). Kehilangan stem sel yang ireversibel terjadi pada dosis radiasi
yang lebih tinggi. Bahkan pasien dapat meninggal disebabkan kerusakan sumsum tulang pada
dosis radiasi 5 sampai 10 Sv kecuali pasien menerima transplantasi sumsum tulang. Paparan
jangka panjang dosis rendah radiasi eksterna juga dapat menyebabkan anemia aplastik.
(Solander, 2006)
2.3 Patofisiologi
Penyebab anemia aplastik adalah faktor kongenital, faktor didapat antara lain : bahan
kimia, obat, radiasi, faktor individu, infeksi, idiopatik. Apabila pajanan dilanjutkan setelah
tanda hipoplasia muncul, maka depresi sumsum tulang akan berkembang sampai titik dimana
terjadi kegagalan sempurna dan ireversibel. Disinilah pentingnya pemeriksaan angka darah
sesering mungkin pada pasien yang mendapat pengobatan atau terpajan secara teratur pada
bahan kimia yang dapat menyebabkan anemia aplastik.
Karena terjadi penurunan jumlah sel dalam susmsum tulang, aspirasi sumsum tulang
sering hanya menghasilkan beberapa tetes darah. Maka perlu dilakukan biopsy untuk
menentukan beratnya penurun elemen susmsum normal dan pergantian oleh lemak.
Abnormalitas mungkin terjadi pada sel stem, prekusor granulosit, eritrosit dan trombosit,
akibatnya terjadi pansitopenia.
Pansitopenia adalah menurunnya sel darah merah, sel darah putih dan trombosit.
Penurunan sel darah (anemia) ditandai dengan menurunnya tingkat hemoglobin dan
hematokrit.
Penurunan sel darah merah menyebabkan penurunan jumlah sel oksigen yang
dikirimkan ke jaringan, biasanya ditandai dengan kelemahan, kelelahan, dispnea, takikardia,
ekstremitas dingin dan pucat.
Kelainan kedua setelah anemia yaitu leukopenia atau menurunnya jumlah sel darah

putih> 5000-10.000/ml darah (mmᵌ) penurunan sel darah putih ini akan menyebabkan

agranulositosis dan akhirnya menekan respon inflamasi. Respon inflamasi yang tertekan akan
menyebabkan infeksi dan penurunan sistem imunitas fisik mekanik dimana dapat menyerang
pada selaput lendir, kulit, silia saluran napas sehingga bila selaput lendirnya yang terkena
maka akan mengakibatkan ulserasi dan nyeri pada mulut serta faring, sehingga mengalami
kesulitan dalam menelan dan menyebabkan penurunan masukan diet dalam tubuh.
Kelainan ketiga setelah anemia dan leukopenia yaitu trombositopenia,
trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit dibawah 100.000/mmᵌ. Akibat dari
trombositopenia yaitu antara lain ekimosis, ptekie, epistaksis, perdarahan saluran kemih,
perdarahan susunan saraf dan perdarahan saluran cerna. Gejala dari perdarahan saluran cerna
adalah anoreksia, nausea, konstipasi, atau diare dan stomatitis (sariawan pada lidah dan
mulut), perdarahan saluran cerna dapat menyebabkan hematemesis melena. Perdarahan
akibat trombositopenia mengakibatkan aliran darah ke jaringan menurun. (Brunner and
Suddarth, 2002)
2.4 Manifestasi Klinis
Tanda sistemik klasik anemia adalah tanda umum pada semua jenis anemia :
 Peningkatan kecepatan denyut jantung karena tubuh berusaha memberi oksigen lebih
banyak ke jaringan.
 Peningkatan frekuensi pernapasan karena tubuh berusaha menyediakan lebih banyak
oksigen ke darah.
 Kulit pucat karena berkurangnya oksigenasi.
 Pusing akibat berkurangnya aliran darah ke otak.
 Kelelahan karena penurunan oksigenasi berbagai organ, termasuk otot jantung dan otot
rangka.
 Mual akibat penurunan aliran darah saluran cerna dan susunan saraf pusat.
 Penurunan kualitas rambut dan kulit.

2.5 Penatalaksanaan
1. Obati penyakit yang menjadi penyebab anemia jika diketahui atau singkirkan agen
penyebab.
2. Transfusi untuk mengurangi gejala.
3. Transplantasi sumsum tulang.
4. Imunosupresi jika disebabkan penyakit otoimun.
5. Obat untuk merangsang fungsi sumsum tulang mungkin efektif.
(Corwin, 2009)

2.6 Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Laboraturium
a) Pemeriksaan Darah
Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Anemia yang
terjadi bersifat normokrom normositer, tidak disertai dengan tanda-tanda regenerasi. Adanya
eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia aplastik.
Kadang-kadang pula dapat ditemukan makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis.
(Widjanarko, 2007)
Jumlah granulosit ditemukan rendah. Pemeriksaan hitung jenis sel darah putih
menunjukkan penurunan jumlah neutrofil dan monosit. Limfositosis relatif terdapat pada
lebih dari 75% kasus. Jumlah neutrofil kurang dari 500/mm3 dan trombosit kurang dari
20.000/mm3menandakan anemia aplastik berat. Jumlah neutrofil kurang dari
200/mm3 menandakan anemia aplastik sangat berat.(Solander, 2006)
Jumlah trombosit berkurang secara kuantitias sedang secara kualitas normal.
Perubahan kualitatif morfologi yang signifikan dari eritrosit, leukosit atau trombosit bukan
merupakan gambaran klasik anemia aplastik yang didapat (acquired aplastic anemia). Pada
beberapa keadaan, pada mulanya hanya produksi satu jenis sel yang berkurang sehingga
diagnosisnya menjadi red sel aplasia atau amegakariositik trombositopenia. Pada pasien
seperti ini, lini produksi sel darah lain juga akan berkurang dalam beberapa hari sampai
beberapa minggu sehingga diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan.(Aghe,2009)
Laju endap darah biasanya meningkat. Waktu pendarahan biasanya memanjang dan
begitu juga dengan waktu pembekuan akibat adanya trombositopenia. Hemoglobin F
meningkat pada anemia aplastik anak dan mungkin ditemukan pada anemia aplastik
konstitusional.Plasma darah biasanya mengandung growth factor hematopoiesis, termasuk
erittropoietin, trombopoietin, dan faktor yang menstimulasi koloni myeloid. Kadar Fe serum
biasanya meningkat dan klirens Fe memanjang dengan penurunan inkorporasi Fe ke eritrosit
yang bersirkulasi (Solander,2006).

b) Pemeriksaan sumsum tulang


Aspirasi sumsum tulang biasanya mengandung sejumlah spikula dengan daerah yang
kosong, dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel hematopoiesis. Limfosit, sel plasma, makrofag
dan sel mast mungkin menyolok dan hal ini lebih menunjukkan kekurangan sel-sel yang lain
daripada menunjukkan peningkatan elemen-elemen ini. Pada kebanyakan kasus gambaran
partikel yang ditemukan sewaktu aspirasi adalah hiposelular. Pada beberapa keadaan,
beberapa spikula dapat ditemukan normoseluler atau bahkan hiperseluler, akan tetapi
megakariosit rendah (Solander,2006).
Biopsi sumsum tulang dilakukan untuk penilaian selularitas baik secara kualitatif
maupun kuantitatif. Semua spesimen anemia aplastik ditemukan gambaran hiposelular.
Aspirasi dapat memberikan kesan hiposelular akibat kesalahan teknis (misalnya terdilusi
dengan darah perifer), atau dapat terlihat hiperseluler karena area fokal residual
hematopoiesis sehingga aspirasi sumsum tulang ulangan dan biopsi dianjurkan untuk
mengklarifikasi diagnosis (Aghe,2009).
c) Laju Endap Darah
Laju endap darah selalu meningkat. Ditemukan bahwa 62 dari 70 kasus (89%)
mempunyai laju endap darah lebi dari 100 mm dalam jam pertama. (Widjanarko, 2007).
d) Faal Hemostasis
Waktu perdarahan memanjang dan retraksi bekuan buruk disebabkan oleh
trombositopenia. Faal hemostasis lainnya normal (Widjanarko, 2007).
 Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa
anemia aplastik. Survei skletelal khusunya berguna untuk sindrom kegagalan sumsum tulang
yang diturunkan, karena banyak diantaranya memperlihatkan abnormalitas skeletal. Pada
pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) memberikan gambaran yang khas yaitu
ketidakhadiran elemen seluler dan digantikan oleh jaringan lemak(Solander, 2006).
Nuclear Magnetic Resonance Imaging
Pemeriksaan ini merupakan caara terbaik untuk mengetahui luasnya perlemakan karena dapat
membuat pemisahan tegas antara daerah sumsum tulang berlemak dan sumsum tulang
berseluler(Widjanarko, 2007).
Radionuclide Bone Marrow Imaging
Luasnya kelainan sumsum tulang dapat ditentukan oleh scanning tubuh setelah disuntik
dengan koloidradioaktif technetium sulfur yang akan terikat pada makrofag sumsum tulang
atau iodium cloride yang akan terikat pada transferrin(Widjanarko, 2007).

2.7 Komplikasi
1) Gagal jantung dan kematian akibat beban jantung yang berlebihan dapat terjadi pada
anemia berat.
2) Kematian akibat infeksi dan perdarahan jika sel darah putih atau trombosit juga terlibat.
(Corwin, 2009)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari anemia yang nantinya
membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab anema aplastik, serta penyakit yang
pernah diderita klien sebelumnya yang dapat memperparah keadaan klien dan menghambat
proses penyembuhan.
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit anemia merupakan salah satu faktor
predisposisi terjadinya anemia, sering terjadi pada beberapa keturunan, dan anemia aplastik
yang cenderung diturunkan secara genetik.
2) Pemeriksaan Fisik
a) Aktivitas / Istirahat
 Keletihan, kelemahan otot, malaise umum.
 Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
 Takikardia, takipnea ; dipsnea pada saat beraktivitas atau istirahat.
 Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya.
 Ataksia, tubuh tidak tegak.
 Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat dan tanda – tanda lain yang menunjukkan
keletihan
b) Sirkulasi
 Riwayat kehilangan darah kronis, mis : perdarahan GI.
 Palpitasi (takikardia kompensasi).
 Hipotensi postural.
 Disritmia : abnormalitas EKG mis : depresi segmen ST dan pendataran atau depresi
gelombang T.
 Bunyi jantung murmur sistolik.
 Ekstremitas : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan
dasar kuku.
 Sclera biru atau putih seperti mutiara.
 Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan vasokonsriksi
kompensasi).
 Kuku mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia).
 Rambut kering, mudah putus, menipis
a) Integritas Ego
 Keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan pengobatan mis transfusi darah.
 Depresi
b) Eliminasi
 Riwayat pielonefritis, gagal ginjal.
 Flatulen, sindrom malabsorpsi.
 Hematemesis, feses dengan darah segar, melena.
 Diare atau konstipasi.
 Penurunan haluaran urine.
 Distensi abdomen.
c) Makanan / cairan
 Penurunan masukan diet.
 Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring).
 Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia.
 Adanya penurunan berat badan.
 Membran mukosa kering,pucat.
 Turgor kulit buruk, kering, tidak elastis.
 Stomatitis.
 Inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah

d) Neurosensori
 Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidakmampuan berkonsentrasi.
 Insomnia, penurunan penglihatan dan bayangan pada mata.
 Kelemahan, keseimbangan buruk, parestesia tangan / kaki.
 Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis.
 Tidak mampu berespon lambat dan dangkal.
 Hemoragis retina.
 Epistaksis.
 Gangguan koordinasi, ataksia.

e) Nyeri/kenyamanan
 Nyeri abdomen samar, sakit kepala

f) Pernapasan
 Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
 Takipnea, ortopnea dan dispnea.

g) Keamanan
 Riwayat terpajan terhadap bahan kimia mis : benzene, insektisida, fenilbutazon, naftalen.
 Tidak toleran terhadap dingin dan / atau panas.
 Transfusi darah sebelumnya.
 Gangguan penglihatan.
 Penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
 Demam rendah, menggigil, berkeringat malam.
 Limfadenopati umum.
 Petekie dan ekimosis

B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
(pengiriman) dan kebutuhan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan/ absorpsi nutrient yang diperlukan
untuk pembentukan sel darah merah.
4. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder
(penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
5. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi
dan neurologist.
6. Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet, perubahan proses
pencernaan, efek samping terapi obat.
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi
informasi, tidak mengenal sumber informasi.
C. Intervensi
1. Diagnosa 1 : Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan komponen seluler yang diperlukan
untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
Tujuan : Meningkatkan perfusi jaringan.
KH :
Klien menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.
Intervensi Rasional
1. Observasi tanda vital.
2. Kaji pengisian kapiler, warna 2. Memberikan informasi tentang

kulit/membran mukosa, dasar kuku. derajat/


keadekuatan perfusi jaringan dan
membantu menetukan kebutuhan
3. Tinggikan kepala tempat tidur intervensi.
sesuai toleransi. 3. Meningkatkan ekspansi paru dan
memaksimalkan oksigenasi untuk
kebutuhan seluler. Catatan :
kontraindikasi bila ada hipotensi.
4. Awasi upaya pernapasan ;
4. Gemericik menununjukkan
auskultasi bunyi napas.
gangguan jantung karena regangan
jantung lama/peningkatan
kompensasi curah jantung.
5. Observasi keluhan nyeri 5. Iskemia seluler mempengaruhi
dada/palpitasi. jaringan miokardial/ potensial
risiko infark.
6. Kolaborasi pengawasan hasil
6. Mengidentifikasi defisiensi dan
pemeriksaan laboraturium. Berikan
sel darah merah lengkap/packed kebutuhan pengobatan /respons
produk darah sesuai indikasi terhadap terapi.
7. Berikan oksigen tambahan sesuai
indikasi.
7. Memaksimal-kan transport oksigen
ke jaringan.

2. Diagnosa 2 : Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman)


dan kebutuhan.
Tujuan : Dapat mempertahankan /meningkatkan ambulasi/aktivitas.
KH :
 melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari).
 menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan
darah masih dalam rentang normal.
Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan ADL pasien. 1. Mempengaruhi pilihan
intervensi/bantuan.

2. Kaji kehilangan atau gangguan2. Menunjukkan perubahan


keseimbangan, gaya jalan dan neurology karena defisiensi
kelemahan otot. vitamin B12 mempengaruhi
keamanan pasien/risiko cedera.
3. Observasi tanda-tanda vital
3. Manifestasi kardiopulmonal dari
sebelum dan sesudah aktivitas.
upaya jantung dan paru untuk
membawa jumlah oksigen adekuat
ke jaringan.
4. Berikan lingkungan tenang, batasi
4. Meningkatkan istirahat untuk
pengunjung, dan kurangi suara
menurunkan kebutuhan oksigen
bising, pertahankan tirah baring
tubuh dan menurunkan regangan
bila di indikasikan.
jantung dan paru.

3. Diagnosa 3 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kegagalan untuk mencerna
atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
KH :
 Menunujukkan peningkatan /mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium normal.
 Tidak mengalami tanda mal nutrisi.
 Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau
mempertahankan berat badan yang sesuai.
Intervensi Rasional
1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk
1. Mengidentifikasi defisiensi nutrisi,
makan yang disukai. memudahkan intervensi.
2. Mengawasi masukkan kalori atau
2. Observasi dan catat masukkan kualitas kekurangan konsumsi
makanan pasien. makanan.
3. Mengawasi penurunan berat badan
3. Timbang berat badan setiap hari.
atau efektivitas intervensi nutrisi.
4. Menurunkan kelemahan,
4. Berikan makan sedikit dengan
meningkatkan pemasukkan dan
frekuensi sering.
mencegah distensi gaster. Gejala
GI dapat menunjukkan efek
anemia (hipoksia) pada organ.
5. Meningkatkan nafsu makan dan
5. Observasi dan catat kejadian pemasukkan oral.
mual/muntah, flatus dan gejala
lain yang berhubungan. 6. Menurunkan pertumbuhan bakteri,
6. Anjurkan dan bantu hygiene mulut meminimalkan kemungkinan
yang baik ; sebelum dan sesudah infeksi. Teknik perawatan mulut
makan, gunakan sikat gigi halus khusus mungkin diperlukan bila
untuk penyikatan yang lembut. jaringan rapuh/luka/perdarahan
Berikan pencuci mulut yang di dan nyeri berat.
encerkan bila mukosa oral luka. 7. Membantu dalam rencana diet
7. Kolaborasi pada ahli gizi untuk untuk memenuhi kebutuhan
rencana diet. individual.

4. Diagnosa 4 : Risiko tinggi terhadap infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan sekunder
(penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
KH :
 Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
 Meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan demam.
Intervensi Rasional
1. Tingkatkan cuci tangan yang baik1. Mencegah kontaminasi
; oleh pemberi perawatan dan silang/kolonisasi bakterial. Catatan
pasien : pasien dengan anemia
berat/aplastik dapat berisiko akibat
flora normal kulit.
2. Menurunkan risiko kerusakan
2. Berikan perawatan kulit, perianal
kulit/jaringan dan infeksi.
dan oral dengan cermat.
3. Pantau/batasi pengunjung, berikan
3. Membatasi pemajanan pada
isolasi bila memungkinkan.
bakteri/infeksi. Perlindungan
isolasi dibutuhkan pada anemia
aplastik, bila respons imun sangat
4. Pantau suhu tubuh. Catat adanya
terganggu.
menggigil dan takikardia dengan
4. Adanya proses inflamasi/infeksi
atau tanpa demam.
membutuhkan
evaluasi/pengobatan.

5. Diagnosa 5 : Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit b.d perubahan sirkulasi dan
neurologist.
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
KH : Mempertahankan integritas kulit.
Intervensi Rasional
1. Kaji integritas kulit, catat1. Kondisi kulit dipengaruhi oleh
perubahan pada turgor, gangguan sirkulasi, nutrisi dan imobilisasi.
warna, hangat lokal, eritema, Jaringan dapat menjadi rapuh dan
ekskoriasi. cenderung untuk infeksi dan rusak.
2. Ubah posisi secara periodik dan2. Meningkatkan sirkulasi ke semua
pijat permukaan tulang bila pasien area kulit membatasi iskemia
tidak bergerak atau di tempat tidur. jaringan/ mempengaruhi hipoksia
seluler.
3. Amati eritema/cairan luka. 3. Indikator infeksi lokal. Catatan :
pembentukan pus mungkin tidak ada
bila granulosit tertekan.
4. Membedakan adanya infeksi,
4. Ambil specimen untuk
mengidentifikasi pathogen khusus
kultur/sensitivi-tas sesuai indikasi.
dan mempengaruhi pilihan

5. Kolaborasi pemberian antiseptik pengobatan.


topical atau antibiotik sistemik. 5. Mungkin digunakan secara
propilaktik untuk menurunkan
kolonisasi atau untuk pengobatan
proses infeksi lokal.

6. Diagnosa 6 : Konstipasi atau diare b.d penurunan masukan diet, perubahan proses
pencernaan, efek samping terapi obat.
Tujuan : Membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.
KH : Menunjukkan perubahan perilaku/pola hidup, yang diperlukan sebagai penyebab, atau
faktor pemberat.
Intervensi Rasional
1. Observasi warna feses, konsistensi, 1. Membantu mengidentifikasi
frekuensi dan jumlah. penyebab /faktor pemberat dan
2. Auskultasi bunyi usus. intervensi yang tepat.
2. Bunyi usus secara umum meningkat
pada diare dan menurun pada
3. Observasi intake dan output
konstipasi
(makanan dan cairan).
3. Dapat mengidentifikasi dehidrasi,
kehilangan berlebihan atau
mengidentifikasi defisiensi diet.
4. Dorong masukkan cairan 2500-
4. Membantu dalam memperbaiki
3000 ml/hari dalam toleransi
konsistensi feses bila konstipasi.
jantung.
Akan membantu memperthankan
status hidrasi pada diare.
5. Anjurkan untuk menghindari 5. Menurunkan distress gastric dan
makanan yang membentuk gas. distensi abdomen.
6. Kaji kondisi kulit perianal dengan 6. Mencegah ekskoriasi kulit dan
sering, catat perubahan kondisi kulit kerusakan.
atau mulai kerusakan. Lakukan
perawatan perianal setiap defekasi
bila terjadi diare.
7. Kolaborasi ahli gizi untuk diet
7. Serat menahan enzim pencernaan
siembang dengan tinggi serat.
dan mengabsorpsi air dalam
alirannya sepanjang traktus
intestinal dan dengan demikian
bekerja sebagai perangsang untuk
defekasi.

7. Diagnosa 7 : Kurang pengetahuan b.d kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi


informasi, tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : Pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostik dan rencana
pengobatan.
KH :
 Pasien menyatakan pemahamannya proses penyakit dan penatalaksanaan penyakit.
 Dapat mengidentifikasi faktor penyebab.
 Melakukan tindakan yang perlu/perubahan pola hidup.
Intervensi Rasional
1. Berikan informasi tentang anemia secara 1. Memberikan dasar pengetahuan sehingga
spesifik. Diskusikan kenyataan bahwa pasien dapat membuat pilihan yang tepat.
terapi tergantung pada tipe dan beratnya Menurunkan ansietas dan dapat
anemia. meningkatkan kerjasama dalam program
terapi.
2. Tinjau tujuan dan persiapan untuk 2. Ansietas/ketakutan tentang
pemeriksaan diagnostik. ketidaktahuan meningkatkan stress,
selanjutnya meningkatkan beban jantung.
Pengetahuan menurunkan ansietas.
3. Megetahui seberapa jauh pengalaman
3. Kaji tingkat pengetahuan klien dan
dan pengetahuan klien dan keluarga
keluarga tentang penyakitnya.
tentang penyakitnya.
4. Dengan mengetahui penyakit dan
4. Berikan penjelasan pada klien tentang
kondisinya sekarang, klien akan tenang
penyakitnya dan kondisinya sekarang.
dan mengurangi rasa cemas.

5. Anjurkan klien dan keluarga untuk 5. Diet dan pola makan yang tepat

memperhatikan diet makanan nya. membantu proses penyembuhan.

6. Minta klien dan keluarga mengulangi 6. Mengetahui seberapa jauh pemahaman

kembali tentang materi yang telah klien dan keluarga serta menilai

diberikan. keberhasilan dari tindakan yang


dilakukan.

D. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi yang telah dibuat.
E. Evaluasi Keperawatan
1. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
2. Mempertahankan asupan nutrisi adekuat dan berat badan stabil.
3. Menunjukkan pola defekasi normal.
4. Mengalami peningkatan toleransi aktivitas.
5. Infeksi tidak terjadi.
6. Dapat mengetahui penyakit yang dialami.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Anemia Aplastik adalah anemia normokromik normositik yang disebabkan oleh
disfungsi sumsum tulang sedemikian sehingga sel-sel darah yang akan mati tidak dapat
diganti. (Corwin, 2009).
Secara etiologik penyakit ini dapat dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu: Faktor
kongenital dan faktor yang didapat.
Tanda sistemik klasik anemia adalah tanda umum pada semua jenis anemia :
 Peningkatan kecepatan denyut jantung karena tubuh berusaha memberi oksigen lebih
banyak ke jaringan.
 Peningkatan frekuensi pernapasan karena tubuh berusaha menyediakan lebih banyak
oksigen ke darah.
 Kulit pucat karena berkurangnya oksigenasi.
 Pusing akibat berkurangnya aliran darah ke otak.
 Kelelahan karena penurunan oksigenasi berbagai organ, termasuk otot jantung dan otot
rangka.
 Mual akibat penurunan aliran darah saluran cerna dan susunan saraf pusat.
 Penurunan kualitas rambut dan kulit.

Penatalaksanaan anemia :
Obati penyakit yang menjadi penyebab anemia jika diketahui atau singkirkan agen penyebab.
Transfusi untuk mengurangi gejala.
Transplantasi sumsum tulang.
Imunosupresi jika disebabkan penyakit otoimun.
Obat untuk merangsang fungsi sumsum tulang mungkin efektif.
Komplikasi anemia :
1. Gagal jantung dan kematian akibat beban jantung yang berlebihan dapat terjadi pada
anemia berat.
2. Kematian akibat infeksi dan perdarahan jika sel darah putih atau trombosit juga terlibat.
Diagnosa Keperawatan :
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
(pengiriman) dan kebutuhan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan/ absorpsi nutrient yang diperlukan
untuk pembentukan sel darah merah.
4. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder
(penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi
tertekan).
5. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi
dan neurologist.
6. Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet, perubahan proses
pencernaan, efek samping terapi obat.
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi
informasi, tidak mengenal sumber informasi.

4.2 Saran
Saran yang membangun sangat di harapkan demi sempurnanya makalah kelompok
kami.

Anda mungkin juga menyukai