Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
SISTEM PERNAFASAN
Oleh:
185140116
Dosen :
BANDAR LAMPUNG
JANUARI 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada ALLAH SWT atas nikmatnya yang telah diberikan
kepada kita semua sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)” yang merupakan tugas saya
disemester III dalam mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah guna untuk
kegiatan belajar mengajar.
Namun sebagai manusia biasa, saya tentunya tak luput dari kesalahan. Oleh
karena itu, saran serta kritik yang membangun senantiasa saya terima sebagai
acuan untuk tugas-tugas saya selanjutnya.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR ....................................................................................................... i
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari
kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia. Pada saat tahun 2007 di Amerika Serikat, PPOK
merupakan penyebab utama kematian ketiga. Kebiasaan merokok merupakan
penyebab kausal yang terpenting. Gejala dan tanda klinis pada fase awal sangat
tidak khas. Pemberian terapi yang terlambat membawa dampak kematian Setiap
pengobatan harus spesifik terhadap setiap pasien, karena gejala dan keparahan
dari keterbatasan aliran udara dipengaruhi oleh banyak faktor. Pasien yang
pengobatannya terlambat angka kematiannya cukup tinggi
PPOK adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencakup bronchitis kronis,
bronkiektasis, emfisiema dan asma. PPOK merupakan kondisi irreversible yang
berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar
udara paru-paru.
Obstruksi jalan napas yang menyebabkan reduksi aliran udara beragam
tergantung pada penyakit. Pada bronchitis kronik dan bronkiolitis, penumpukan
lendir dan sekresi yang sangat banyak menyumbat jalan napas. Pada emfisema,
obstruksi pada pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi akibat kerusakan
dinding alveoli yang disebabkan oleh overekstensi ruang udara dalam paru-paru.
Pada asma, jalan napas bronchial menyempit dan membatasi jumlah udara yang
mengalir dalam paru-paru. Protocol pengobatan tertentu digunakan dalam semua
kelainan ini, meski patafisiologi dari masing-masing kelainan ini membutuhkan
pendekatan spesifik.
PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhulubungan dengan interaksi
genetic dengan lingkungan. Merokok, polusi udara dan pemajanan ditempat kerja
(terhadap batu bara, kapas, padi-padian) merupakakn factor-faktor risiko penting
yang menunjang pada terjadinya penyakit ini. Prosesnya dapat terjadi dalam
rentang lebih dari 20-30 tahunan. PPOK juga ditemukan terjadi pada individu
yang tidak mempunyai enzim yang normal mencegah panghancuran jaringan paru
oleh enzim tertentu. PPOK tampak timbul cukup dini dalam kehidupan dan
merupakan kelainan yang mempunyai kemajuan lambat yang timbul bertahun-
tahun sebelum awitan gejala-gejala klinis kerusakan fungsi paru.
PPOK sering menjadi simptomatik selama tahun-tahun usia baya, tetapi
insidennya meningkat sejalan dengan peningkatan usia. meskipun aspek-aspek
paru tertentu, seperti kapasitas vital dan volume ekspirasi kuat,menurun sejalan
dengan peningkatan usia, PPOK memperburuk banyak perubahan fisiologi
yangberkaitan dengan penuaan dan mengakibatkan obstruksi jalan napas (dalam
bronchitis)dan kehilangan daya kembang elastic paru (pada emfisema).
Karenanya, terdapat perubahan tambahan dalam rasio ventilasi perkusi pada
pasien lansia dengan PPOK.
2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian PPOK?
2. Bagaimana klasifikasi dari PPOK?
3. Apa saja etiologi dari PPOK?
4. Bagaimana pathogenesis PPOK?
5. Bagaimana tanda dan gejala pasien dengan PPOK?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostic pada pasien PPOK?
7. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien PPOK?
8. Bagiamana asuhan keperawatan pada pasien PPOK?
3. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
Agar menambah pengetahuan mahasiswa tentang PPOK
Agar mahasiswa atau mahasiwi dapat menerapkan asuhan
keperawatan pada pasien dengan PPOK.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
2. Klasifikasi
Menurut Alsagaff & Mukty (2006), COPD dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
3. Etiologi
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD (Mansjoer,
1999) adalah :
1. Kebiasaan merokok
Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control,
rokok adalah penyebab utama timbulnya COPD. Secara fisiologis rokok
berhubungan langsung dengan hiperplasia kelenjar mukosa bronkusdan
metaplasia skuamulus epitel saluran pernapasan. Juga dapat menyebabkan
bronkokonstriksi akut. Menurut Crofton & Doouglas merokok
menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage alveolar
dan surfaktan.
a. Riwayat Perokok : 1. Perokok Aktif
2. Perokok Pasif
3. Bekas Perokok
b. Derajat berat merokok
( Indeks Brinkman = Jumlah rata-2 batang rokok /hr X lama merokok /th):
1. Ringan: 0 - 200
2. Sedang: 200 - 600
3. Berat: >600
2. Polusi udara
Polusi zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan brokhitis adalah zat
pereduksi seperti O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon,
aldehid dan ozon.
a. Polusi di dalam ruangan: - asap rokok
- asap kompor
b. Polusi di luar ruangan: - Gas buang kendaranan bermotor
- Debu jalanan
c. Polusi tempat kerj (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
Mekanisme Mekanisme
Inflamasi
perlindungan perbaikan
Kerusakan
jaringan
Penyempitan saluran
Destruksi Parenkim Paru Hipersekresi mukus
nafas & fibrosis
Emfisema Bronkitis kronis
5 Patofisiologi
Perubahan patologis pada PPOK terjadi di saluran pernafasan, bronkiolus dan
parenkim paru. Peningkatan jumlah leukosit polimorfonuklear yang diaktivasi dan
makrofag yang melepaskan elastase tidak dapat dihalangi secara efektif oleh
antiprotease. Hal ini mengakibatkan destruksi paru. Peningkatan tekanan oksidatif
yang disebabkan oleh radikal-radikal bebas di dalam rokok dan pelepasan oksidan
oleh fagosit, dan leukosit polimorfonuklear menyebabkan apoptosis atau nekrosis
sel yang terpapar. Penurunan usia dan mekanisme autoimun juga mempunyai
peran dalam patogenesis PPOK (Kamangar, 2010).
a) Bronkitis kronik
Pembesaran kelenjar mukus, perubahan struktur pada saluran pernafasan
termasuk atrofi, metaplasia sel squamous, abnormalitas silia, hiperplasia otot
lurik, proses inflamasi, dan penebalan dinding bronkiolus adalah tanda-tanda
bronkitis kronik. Neutrofilia terjadi di lumen saluran pernafasan dan infiltrasi
neutrofil berkumpul di submukosa. Di bronkiolus, terjadi proses inflamasi
mononuklear, oklusi lumen oleh mukus, metaplasia sel goblet, hiperplasia otot
lurik, dan distorsi akibat fibrosis. Semua perubahan ini dikombinasikan bersama
kehilangan supporting alveolar attachments menyebabkan pernafasan yang
terbatas akibat penyempitan lumen saluran pernafasan dan deformitas dinding
saluran pernafasan (Kamangar, 2010).
b) Emfisema
Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal
dan disertai kerusakan dinding alveoli. Terdapat 3 jenis emfisema menurut
morfologinya:
1. Centriacinar Emphysema dimulai dengan destruksi pada bronkiolus dan
meluas ke perifer, mengenai terutamanya bagian atas paru. Tipe ini sering
terjadi akibat kebiasaan merokok yang telah lama.
2. Panacinar Emphysema (panlobuler) yang melibatkan seluruh alveolus
distal dan bronkiolus terminal serta paling banyak pada bagian paru
bawah. Emfisema tipe ini adalah tipe yang berbahaya dan sering terjadi
pada pasien dengan defisiensi α1-antitripsin.
3. Paraseptal Emphysema yaitu tipe yang mengenai saluran napas distal,
duktus dan sakus. Proses ini terlokalisir di septa fibrosa atau berhampiran
pleura (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).
7. Pemeriksaan Diagnostik
1. Anamnesa (keluhan)
- Umumnya dijumpai pada usia tua (>45 th)
- Riwayat PEROKOK / bekas PEROKOK
- Riwayat terpajan zat iritan di tempat kerja (waktu lama)
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Ada faktor predisposisi pada masa bayi / anak
(infeksi nafas berulang, lingkungan asap rokok)
- Batuk berulang dengan / tanpa dahak
- Sesak dengan / tanpa bunyi mengi
- Sesak nafas bila aktivitas berat
2. Pemeriksaan fisik:
o Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shapped chest (diameter
anteroposterior dada meningkat).
o Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.
o Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati
lebih rendah, pekak jantung berkurang.
o Suara nafas berkurang.
3. Pemeriksaan radiologi
o Foto thoraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow
berupa bayangan garis-garisyang pararel keluar dari hilus menuju ke
apeks paru dan corakan paru yang bertambah.
o Pada emfisema paru, foto thoraks menunjukkan adanya overinflasi
dengan gambaran diafragma yang rendah yang rendah dan datar,
penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan corakan kedistal.
4. Tes fungsi paru:
Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea untuk menentukan
penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah
obstimulasi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan
untuk mengevaluasi efek terapi, misalnya bronkodilator.
5. Pemeriksaan gas darah.
6. Pemeriksaan EKG
7. Pemeriksaan Laboratorium darah: hitung sel darah putih.
8. Penatalaksanaan
1. Pencegahan: Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara.
2. Terapi eksaserbasi akut dilakukan dengan:
o Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi:
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia,
maka digunakan ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 g/hari atau aritromisin 4 x
0,5 g/hari.
Augmentin (amoxilin dan asam klavuralat) dapat diberikan jika
kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Catarhalis
yang memproduksi B. Laktamase. Pemberian antibiotic seperti
kotrimoksosal, amoksisilin atau doksisilin pada pasien yang
mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan
membantu mempererat kenaikan peak flowrate. Namun hanya dalam
7 – 10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder
atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antiobiotik yang lebih
kuat.
o Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas CO2.
MANFAAT OKSIGEN:
1. Mengurangi sesak
2. Memperbaiki Aktiviti
3. Mengurangi hipertensi pulmonal (Penyakit jantung)
4. Mengurangi vasokonstriksi
5. Mengurangi hematokrit
6. Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
7. Meningkatkan kualiti hidup
INDIKASI PEMBERIAN OKSIGEN:
1. PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 < 90 %.
2. PaO2 antara 55 – 59 mmHg atau SaO2 > 89 % +
adanya:
a. Kor Pulmonale
b. P Pulmonal
c. Hematokrit > 55%
d. tanda gagal janyung kanan
e. Sleep apneu
f. Penyakit paru lain
Macam Terapi Oksigen :
1. Pemberian oksigen jangka panjang
2. Pemberian Oksigen pada waktu aktiviti
3. Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
4. Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal nafas
Alat bantu pemberian Oksigen:
1. Nasal kanul
2. Sungkup venturi
3. Sungkup rebreathing
4. Sungkup Non rebreathing
o Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
o Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan nafas, termsuk
didalamnya golongan adrenergic B dan antikolinergik. Pada pasien dapat
diberikan sulbutamol 5 mg dan g diberikan tiap 6 jam dengan
rebulizeratau protropium bromide 250 atau aminofilin 0,25 – 05 g IV
secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang dilakukan dengan:
o Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x 0,25 –
0,5/hari dapat menurunkan ekserbasi akut.
o Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap
pasien, maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan
obyektif fungsi foal paru.
o Fisioterapi.
o Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi akivitas fisik.
o Mukolitik dan ekspekteron.
o Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas
Tip II dengan PaO2 <>
o Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri
dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatna sosialisasi agar terhindar dari
depresi. Rehabilitasi untuk pasien PPOK/COPD: a) Fisioterapi b)
Rehabilitasi psikis c) Rehabilitasi pekerjaan.
9 Asuhan Keperawatan pada pasien dengan COPD
A. Pengkajian
4. Pola eliminasi.
o Kaji terhadap rekuensi, karakteristik, kesulitan/masalah dan juga
pemakaian alat bantu seperti folly kateter, ukur juga intake dan output
setiap sift.
o Eliminasi proses, kaji terhadap prekuensi,
karakteristik,kesulitan/masalah defekasi dan juga pemakaian alat
bantu/intervensi dalam BAB.
5. Pola aktivitas dan latihan
Kaji kemampuan beraktivitas baik sebelum sakit atau keadaan sekarang
dan juga penggunaan alat bantu seperti tongkat, kursi roda dan lain-lain.
Tanyakan kepada klien tentang penggunaan waktu senggang. Adakah
keluhanpada pernapasan, jantung seperti berdebar, nyeri dada, badan
lemah.
6. Pola tidur dan istirahat
Tanyakan kepada klien kebiasan tidur sehari-hari, jumlah jam tidur, tidur
siang. Apakah klien memerlukan penghantar tidur seperti mambaca,
minum susu, menulis, memdengarkan musik, menonton televise.
Bagaimana suasana tidur klien apaka terang atau gelap. Sering bangun saat
tidur dikarenakan oleh nyeri, gatal, berkemih, sesak dan lain-lain.
7. Pola persepsi kognitif
Tanyakan kepada klien apakah menggunakan alat bantu pengelihatan,
pendengaran. Adakah klien kesulitan mengingat sesuatu, bagaimana klien
mengatasi tak nyaman: nyeri. Adakah gangguan persepsi sensori seperti
pengelihatan kabur, pendengaran terganggu. Kaji tingkat orientasi
terhadap tempat waktu dan orang.
8. Pola persepsi dan konsep diri
Kaji tingkah laku mengenai dirinya, apakah klien pernah mengalami putus
asa/frustasi/stress dan bagaimana menurut klien mengenai dirinya.
9. Pola peran hubungan dengan sesame
Apakah peran klien dimasyarakat dan keluarga, bagaimana hubungan klien
di masyarakat dan keluarga dn teman sekerja. Kaji apakah ada gangguan
komunikasi verbal dan gangguan dalam interaksi dengan anggota keluarga
dan orang lain.
10. Pola produksi seksual
Tanyakan kepada klien tentang penggunaan kontrasepsi dan permasalahan
yang timbul. Berapa jumlah anak klien dan status pernikahan klien.
11. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress.
Kaji faktor yang membuat klien marah dan tidak dapat mengontrol diri,
tempat klien bertukar pendapat dan mekanisme koping yang digunakan
selama ini. Kaji keadaan klien saat ini terhadap penyesuaian diri, ugkapan,
penyangkalan/penolakan terhadap diri sendiri.
12. Pola sistem kepercayaan
Kaji apakah klien dsering beribadah, klien menganut agama apa?. Kaji
apakah ada nilai-nilai tentang agama yang klien anut bertentangan dengan
kesehatan.
10 Perencanaan Keperawatan.
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan
peningkatan
produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
Tujuan:Ventilasi/oksigenisasi adekuat untuk kebutuhan individu.
Kriteria hasil: Mempertahankan jalan napas paten dan bunyi napas
bersih/jelas.
Intervensi :
1. Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.
Rasional: Takipnea biasanya ada beberapa derajat dan dapat ditemukan
pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut.
Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang
disbanding inspirasi.
2. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat
tidur, duduk dan sandaran tempat tidur.
Rasional:
Peninggian kepala tempat tidur mempermudah pernapasan dan
menggunakan gravitasi. Namun pasien dengan distress berat akan mencari
posisi yang lebih mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan
meja, bantal dan lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot dan
dapat sebagai alat ekspansi dada.
3. Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya: mengi,
krokels dan ronki.
Rasional:
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan
dapat/tidak dimanifestasikan dengan adanya bunyi napas adventisius,
misalnya: penyebaran, krekels basah (bronchitis), bunyi napas redup
dengan ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak adanya bunyi napas (asma
berat).
4. Catat adanya /derajat disepnea, misalnya: keluhan “lapar udara”, gelisah,
ansietas, distress pernapasan, dan penggunaan obat bantu.
Rasional:
Disfungsi pernapasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses
kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit,
misalnya infeksi dan reaksi alergi.
5. Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Rasional:
Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol
dispnea dan menurunkan jebakan udara.
6. Observasi karakteristik batuk, misalnya: menetap, batuk pendek, basah,
bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan jalan napas.
Rasional:
Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia,
sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk paling
tinggi atau kepala dibawah setelah perkusi dada.
7. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.
Rasional:
Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah
pengeluaran. Penggunaan air hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada
diafragma.
8. Bronkodilator, misalnya, β-agonis, efinefrin (adrenalin, vavonefrin),
albuterol (proventil, ventolin), terbutalin (brethine, brethaire), isoeetrain
(brokosol, bronkometer).
Rasional:
Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti local, menurunkan
spasme jalan napas, mengi dan produksi mukosa. Obat-obatan mungkin
per oral, injeksi atau inhalasi. dapat meningkatkan distensi gaster dan
tekanan pada diafragma.
Penyelesaian Kasus
1. Data Subjektif
Umur : 54 th
Jenis kelamin : laki-laki
Riwayat penyakit : hipertensi, perokok, pemabuk,sesak napas sekitar 4
sampai 5 tahun yang lalu, tidak sanggup berjalan lebih
dari 100 kaki (91,44 m) tanpa istirahat dan berhenti dan
batuk berdahak.
2. Data Objektif
Dahak berwarna kekuningan
3. Asessment
Dari data subjektif yang diperoleh diketahui bahwa pasien mengidap penyakit
PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) berdasarkan gejala-gejala yang timbul
seperti pasien merupakan perokok yang termasuk jenis perokok berat, pemabuk,
sesak nafas sejak 4 sampai 5 tahun terakhir, tidak sanggup berjalan kaki lebih dari
100 kaki (91,44 m), batuk yang mengeluarkan dahak kekuningan. PPOK ini
merupakan penyakit yang berhubungan dengan hambatan pada saluran pernafasan
yang biasanya diderita oleh perokok. Pasien juga merupakan pasien dengan
penyakit hipertensi namun hipertensinya tidak terkontrol dengan baik dan riwayat
pengobatannya tidak dijelaskan dengan jelas.
Pasien seharusnya mendapatkan pengobatan hipertensi dan pengobatan PPOK.
Sesak nafas pada pasien ini disebabkan inflamasi kronis pada salura nafas yang
diakibatkan paparan inhalasi dari asap rokok sehingga mengakibatkan
terganggunya klirens produksi mukus yang berlebihan sehingga terjadi
penyempitan atau tersumbatnya jalan nafas kemudian timbul sesak nafas. Serta
batuk berdahak pada pasien dikarenakan adanya peradangan pada paru yang
sudah lama akibat perokok berat sehingga sputum menjadi berwarna kekuningan.
4. Planning
Untuk penatalaksanaan farmakologis diberikan :
a) pengobatan untuk PPOK diberikan Brokidilator (Salbutamol inhaler
d0sisny 1-2 tarikan nafas setiap 4-6 jam) saya memilih inhaler karena
pertimbangan penyakit pernafasan si pasien telah akut dan karena pasien
tersebut juga merokok makanya dibutuhkan sediaan obat yg kerjanya
lebih cepat
b) Anti hipertensi (amlodipine)
c) Antibiotik (amoksisilin)
d) untuk batuk berdahak diberikan mukolitik (Sirup Ambroxol).
Perlu di berikan antibiotik karena Sputum dalam jumlah besarBerhubungan
dengan infeksi bakteriRonki kasar pada auskultasi
Untuk hipertensi belum dapat diberikan obat secara rasional karena data subjektif
tekanan darah belum jelas, disarankan untuk melihat riwayat penyakit atau
memeriksakan berapa tekanan darahnya.
Yang diperlu diperhatikan adalah dosis pemberian dan waktu pemberian untuk
mengurangi efek samping.
Terapi non-farmakologis :
1. Kesimpulan
COPD atau yang lebih dikenal dengan PPOM merupakan suatu kumpulan
penyakit paru yang menyebabkan obstruksi jalan napas, termasuk bronchitis,
emfisema, bronkietaksis dan asma. PPOM paling sering diakibatkan dari iritasi
oleh iritan kimia (industri dan tembakau), polusi udara, atau infeksi saluran
pernapasan kambuh.Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya
merokok, polusi, infeksi saluran napas dan bersifat genetik yaitu defisiensi -1
antitripsin. Tanda dan gejala dari PPOK antara lain batuk produktif, kronis pada
bulan-bulan musim dingin, batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam
jumlah yang sangat banyak, dispnea, nafas pendek dan cepat (Takipnea).
Penatalaksanaan pasien PPOK diberikan terapi sesuai dengan gejala yang dialami
misalnya terapi oksigen. Dan asuhan keperawatan dimulai dari mengkaji keadaan
fisik, memperoleh data subjektif dan objektif dari pasien, kemudian menetukan
diagnose berdasarkan dari data-data yang telah diperoleh yaitu bersihan jalan
napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret,
sekresi tertahan, tebal dan kental dan kerusakan pertukaran gas berhubungan
dengan gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret,
spasme bronkus), kemudian melakukan intervensi sampai dengan evaluasi.
2. Saran
Dari makalah tentang PPOK, telah diketahui bagaiamana manifestasi
klinis dan penyebab dari PPOK, diharapkan kepada masyarakat agar menghindari
atau mencegah dari factor-faktor yang dapat menyebabkan PPOK.
DAFTAR PUSTAKA
1. Smeltzer SC dan Bare BG. Buku Ajar keperawatan medikal-bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Volume 1. Jakarta: EGC, 2001.
2. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit.
Jakarta: EGC, 2005
3. Mansjoer Arif, dkk. Kapita selekta kedokteran edisi 3 jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.
4. Alsagaff H & Mukty HM. Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya:
Airlangga University Press, 2006.