PENDIDIKAN PANCASILA
DAN KEWARGANEGARAAN
Oleh :
Drs.Kushariyadi,SE,MM
NIP. 19660209 199203 1 001
Pengantar
Indonesia merupakan salah satu negara multi etnis, ras,
suku, bahasa, budaya, dan agama. Keragaman ini sering men-
jadi pemicu disharmoni di antara warga negara. Kekerasan
yang dilakukan suatu kelompok terhadap kelompok lain meng-
atasnamakan agama merupakan contoh konkrit disharmoni
yang sering terjadi di masyarakat kita. Aktualisasi nilai dan
karakter luhur Pancasila merupakan alat yang dapat digunakan
untuk menyeleraskan disharmoni yang terjadi. Namun, mata
kuliah Pancasila diajarkan di Perguruan Tinggi masih memi-
liki beberapa kelemahan. Beberapa kelemahan tersebut di
antaranya adalah pola dan praktik pembelajaran masih bersifat
indoktrinatif, muatan materi ajar sarat dengan kepentingan
Proklamasi
1. Filsafat Pancasila
Filsafat Pancasila adalah refleksi kritis dan rasional tentang
Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa
dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertian
secara mendasar dan menyeluruh:
a. Dasar Ontologi Pancasila
Dasar ontologi Pancasila pada hakikatnya adalah manusia,
yang memiliki hakikat mutlak yaitu monopluralis, atau
monodualis, karenaitujuga disebutsebagai dasarantropologis.
Subyek pendukung pokok dari sila-sila Pancasila adalah
manusia. Hal itu dapat dijelaskan bahwa yang berketuhanan
Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab,
berkesatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia pada
hakikatnya adalah manusia.13
Selanjutnya Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik
Indonesia memiliki susunan lima sila yang merupakan
suatu persatuan dan kesatuan, serta mempunyai sifat dasar
kesatuan yang mutlak, yaitu berupa sifat kodrat monodualis,
sebagai makhluk individu sekaligus juga sebagai makhluk
sosial. Disamping itu, kedudukannya sebagai makhluk pribadi
2. Nilai kemanusiaan
Butir-butir nilai yang terkandung di dalam sila kedua
adalah:
a. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persa-
maan kewajiban antara sesama manusia.
b. Saling mencintai sesama manusia.
c. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
d. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
e. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
f. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
g. Berani membela kebenaran dan keadilan.
h. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari
masyarakat dunia Internasional dan dengan itu harus
mengembangkan sikap saling hormat menghormati dan
bekerjasama dengan bangsa lain.
3. Nilai persatuan
Butir-butir nilai yang terkandung dalam sila ketiga
adalah:
a. Menjaga persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
b. Rela berkorban demi bangsa dan negara.
c. Cinta akan tanah air.
d. Berbangga sebagai bagian dari Indonesia.
e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan
bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
4. Nilai kerakyatan
Butir-butir nilai yang terkandung dalam sila keempat adalah:
a. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat di
atas kepentingan pribadi dan golongan.
b. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
c. Mengutamakan budaya rembug atau musyawarah dalam
mengambil keputusan bersama.
d. Berembug atau bermusyawarah sampai mencapai konsen-
sus atau kata mufakat yang diliputi dengan semangat
kekeluargaan.
5. Nilai Keadilan
Butir-butir yang terkandung dalam sila kelima adalah:
a. Bersikap adil terhadap sesama.
b. Menghormati hak-hak orang lain.
c. Menolong sesama.
d. Menghargai orang lain.
e. Melakukan pekerjaan yang berguna bagi kepentingan
umum dan bersama.
Dalam mewujudkan Pancasila sebagai sumber nilai,
Pancasila menjadi nilai dasar bagi penyusunan norma hukum
di Indonesia. Nilai pancasila selanjutnya dijabarkan dalam
berbagai peraturan perundangan, misalnya ketetapan MPR,
Undang-undang, Peraturan pemerintah pengganti Undang-
undang, keputusan presiden, peraturan presiden, dan lain
sebagainya.
Upaya lain untuk mewujudkan Pancasila sebagai sumber
nilai adalah dengan menjadikan Pancasila sebagai sumber
nilai bagi pembentukan norma etik dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dalam hal itu, Pancasila menjadi
sumber etik dalam berbagai hal, misalnya:
a. Etika Sosial dan Budaya
Menurut Kaelan15 etika sosial dan budaya ini dimaksudkan
agar segala hak dan kewajiban baik moral maupun hukum
dalam hubungan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
senantiasa diukur berdasar filosofi manusia sebagai makhluk
sosial.
e. Etika Keilmuan
Etika keilmuan ini diwujudkan dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai ilmu pengetahuan dan teknologi agar mampu
berpikir rasional, kritis, logis, dan obyektif. Pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi itu harus menjunjung tinggi
nilai-nilai Pancasila terutama sila pertama.
Pendidikan Kewarganegaraan
Gerakan reformasi pasca runtuhnya pemerintahan Orde Baru
menyuarakan demokratisasi politik dan penegakan hak azasi
manusia (HAM). Bagian kecil dari gerakan itu di antaranya
adalah keinginan untuk menciptakan model baru pendidikan
demokrasi yang berbeda dengan Pendidikan Kewarganegaraan
versi pemerintahan Orde Baru. Beberapa model Pendidikan
Kewarganegaraan di perguruan tinggi pada zaman tersebut
dikemas dalam mata kuliah Pancasila, Kewiraan dan Penataran
P-4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Praktik
pembelajaran mata kuliah tersebut dipandang banyak kalangan
kurang cocok dengan semangat reformasi dan demokratisasi
pada masa kini.
Para ahli mengemukakan beberapa kelemahan praktik
perkuliahan mata kuliah Pancasila dan Kewiraan, antara lain: (1)
pola dan praktik pembelajaran yang indoktrinasi dan monolitik,
(2) muatan materi ajarnya syarat dengan kepentingan subjektif
rezim penguasa pada saat itu, (3) mengabaikan dimensi afektif dan
psikomotorik sebagai bagian integral hasil pembelajaran berupa
internalisasi nilai-nilai kemanusiaan, demokrasi dan patriotisme.
Perkuliahan lebih banyak diarahkan pada pembentukan
aspek kognitif, kurang mengarah pada terbentuknya karakter
kebangsaan peserta didik berupa aktualisasi nilai demokrasi,
HAM dan pembentukan masyarakat madani (civil society).16
Revitalisasi pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi
sesuai dengan semangat reformasi yang selanjutnya dituangkan
dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 tantang Sistem Pendidikan Nasional. Pada BAB X Pasal 37
dinyatakan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat
pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan dan bahasa.