Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

(TERGERUSNYA NILAI-NILAI PANCASILA OLEH DEKADENSI MORAL)

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK IV

Lutfi Imanullah (06121381924035)

Derry Prananda (06121381924040)

Faqih Juliusko (06121381924049)

Mata Kuliah : Pendidikan Pancasila

Dosen Pengampu : Dra. Siti Dewi Maharani, M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang masih memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan
judul “Tergerusnya Nilai-nilai Pancasila Oleh Dekadensi Moral”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila.
Dalam makalah ini membahas tentang dekadensi moral, peranan pancasila dalam menghadapi
dekadensi moral,serta upaya dan solusi dalam menghadapi dekadensi moral.
Kami menyadari akan kemampuan kami yang masih amatir. Dalam makalah ini kami
sudah berusaha semaksimal mungkin.Tapi kami yakin makalah ini masih banyak kekurangan
disana-sini. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan juga kritik membangun agar lebih
maju di masa yang akan datang.
Harap kami, makalah ini dapat menjadi track record dan menjadi referensi bagi kami
dalam mengarungi masa depan. Kami juga berharap agar makalah ini dapat berguna bagi orang
lain yang membacanya.

Palembang, 24 Januari 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata
Pengantar......................................................................................................................................
2....................................................................................................................................................
Daftar
Isi..................................................................................................................................................
3....................................................................................................................................................
Bab I
Pendahuluan .................................................................................................................................
4....................................................................................................................................................
1.1 Latar Belakang .........................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................6
1.3 Tujuan ......................................................................................................................6
1.4 Manfaat ....................................................................................................................6
Bab II Pembahasan ....................................................................................................................7
2.1 Definisi Dekadensi Moral ........................................................................................7
2.2 Potret Indonesia Masa Kini ......................................................................................8
2.3 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Dekadensi Moral ..........................................10
2.4 Pancasila Sebagai Landasan Moral ........................................................................11
2.5 Upaya Pembentukan Moral Bangsa .......................................................................13
Bab III Penutup ........................................................................................................................16
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................16
3.2 Saran ......................................................................................................................17
Daftar Pustaka ..........................................................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah terbesar yang menjadi persoalan bangsa Indonesia adalah dekadensi moral.
Prilaku anak usia remaja saat ini begitu memprihatinkan. Karena usia remaja merupakan suatu
masa yang terdapat banyak perubahan (pancaroba) yaitu masa peralihan dari masa kanak-kanak
meuju masa dewasa tanpa batasan usia yang jelas (Haqani, 2004, hal. 8). Banyak pelanggaran
dilakukan telah merusak tatanan sosial dan agama, seperti tawuran, sex bebas, sikap tidak
sopan, sikap arogansi seperti geng motor, menentang orang tua, melakukan tindakan kriminal,
balapan liar, perjudian, tawuran/perkelahian, narkoba dan banyak lagi sikap dan tingkah laku
amoral yang mencerminkan akhlak tercela dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat.
Hal itu telah banyak juga dilakukan oleh para pelajar di Indonesia. Menyangkut Perilaku
buruk yang dilakukan oleh para pelajar tersebut menurut Komariah (2011, hal. 46), dapat
dikelompokkan menjadi tiga klasifikasi yaitu kenakalan ringan (keras kepala, tidak patuh pada
orang tua dan guru, bolos/lari dari sekolah, malas belajar, suka berkelahi, serta tidak sopan
dalam perkataan dan perbuatan. kemudian kenakalan yang mengganggu terhadap
lingkungan/orang lain (mencuri, menodong, merampok, menganiaya, memfitnah, merusak
milik orang lain, membunuh, serta geng motor.
Selanjutnya kenakalan seksual (hetero-seksual dan homo-seksual yaitu dengan lain jenis
dan sesama jenis). Sejalan dengan itu, menurut Rahmat (2010, hal. 5), emosi para siswa yang
tidak terkontrol sehingga terjadi banyak tawuran di sana sini, para pelajar yang
menyalahgunakan penggunaan obat-obatan terlarang, pergaulan yang memperlihatkan
kebebasan antara lawan jenis dikalangan siswa dan siswi, banyak sekali sikap tidak mempunyai
rasa hormat terhadap para orang tua dan guru juga banyak terlihat di kalangan para pelajar.
Sebaliknya, perilaku yang terlihat saat ini justru kurangnya sikap yang mencerminkan akhlak
mulia di masyarakat, seperti kejujuran, sopan santun, kesederhanaan, adil, kasih sayang,
tolong-menolong, kerja keras, disiplin, bersih, beriman, dan sebagainya. Rusaknya moral dan
akhlak bangsa tidak terlepas dari perkembangan teknologi yang serba canggih pada zaman
sekarang ini.
Fenomena globalisasi ini dapat melawan kekuatan penerapan karakter bangsa
(Budimansyah, 2010, hal. 9). Penggunaan teknologi tersebut sangat leluasa sehingga tidak ada
batas lagi dengan ruang dan waktu dalam berkomunikasi, bersosialisasi, dan berinteraksi antar
warga, masyarakat, dari satu wilayah ke berbagai wilayah sampai antar negara, seperti jaringan
internet, televisi, game (play station), dan alat-alat telekomunikasi lainnya telah banyak
memberikan kontribusi mengarahkan kepada nilai-nilai negatif di dalamnya. Acara telivisi
seringkali menyiarkan acara dan film yang mempertontonkan kenakalan remaja, pertengkaran,
perkelahian, merendahkan orang lain, menghina orang lain, yang seolah-olah memberikan
contoh untuk ditiru oleh masyarakat yang berkesan mejadi acuan dalam perilaku bangsa
Indonesia. Begitu juga pada game (play station) yang dimainkan anak-anak kebanyakan
bermuatan permusuhan, perkelahian, dan menjatuhkan lawan yang seolah-olah anak dididik
untuk berbuat demikian. Didikan yang diperoleh melalui permainan tersebut karena seringnya
dilakukan sampai melekat pada dirinya sebagai perbuatan yang musti ditiru dalam kehidupan
nyata. Belum lagi tayangan porno dan sex yang dengan mudah dapat diakses melalui media
tersebut.
Dampaknya, semakin hari semakin tergeser nilai-nilai agama dalam kehidupan masyarakat
karena terpengaruh oleh budaya yang selalu mengedepankan kebebasan dalam kehidupan.
Kebudayaan barat yang anti terhadap aturan agama dan mengedepankan kebebasan sangat
mudah mengubah pola pikir, pola sikap, dan tingkah laku yang melekat pada setiap individu
masyarakat Indonesia, terutama mereka yang masih labil dalam kepribadiannya yaitu di
kalangan remaja. Pengaruh program televisi lebih besar dari pada nilai-nilai yang diajarkan
guru di sekolah terhadap anak. Seberapapun giatnya guru dalam menanamkan nilai kebaikan
akan terkikis oleh dampak televisi yang lebih melekat pada diri anak. Itu semua tidak lepas dari
campur tangan kebudayaan terkuat yang menjadi negara adikuasa yaitu Amerika yang dapat
mempengaruhi kebudayaan lain yang berada lebih rendah dari mereka.
Budaya tersebut terus mengalir seolah-olah bagaikan mata air dari puncak gunung yang
mengalirkan ke lembah-lembah yang berada di bawahnya dengan menggunakan berbagai
sistem rekayasa untuk dapat mempengaruhi yang lain yang kemudian dapat merubah pola dan
gaya hidup bangsa Indonesia (Rahmat, 2010, hal. 9-10). Salah satu upaya yang dapat mengubah
keadaan moral bangsa Indonesia melalui pendidikan. Pendidikan dapat membentuk suatu
perubahan yang mengarah kepada pembentukan kepribadian sesuai dengan tujuan pendidikan
tersebut (Zuhairini, 1995, hal. 23). Oleh sebab itu, pendidikan merupakan elemen yang sangat
signifikan dalam menjalani kehidupan. Karena dari sepanjang perjalanan manusia pendidikan
merupakan barometer untuk mencapai nilai-nilai kehidupan. Pendidikan di Indonesia sejatinya
harus mengacu kepada filsafat bangsa yaitu pancasila.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa itu dekadensi moral dan seberapa bahayanya dekadensi moral itu?
b. Bagaimana potret Indonesia sekarang?
c. Apa saja penyebab terjadinya dekadensi moral bangsa ini?
d. Dimanakah kedudukan pancasila?.
e. Apa saja yang dapat dilakukan dalam perbaikan moral anak bangsa?
f. Apa solusi dalam memperbaiki permasalah dekadensi moral tersebut?

1.3 Tujuan
a. Untuk menambah pengetahuan tentang Pancasila.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya dekadensi moral.
c. Untuk mengetahui tentang masalah dan solusi dalam dekadansi moral
berdasarkan Pancasila.
d. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pancasila.

1.4 Manfaat
a. Mahasiswa dapat menambah pengetahuan tentang Pancasila.
b. Mahasiswa dapat mengetahui tetang faktor-faktor penyebab terjadinya
dekadensi moral.
c. Mahasiswa dapat mengetahui masalah dan solusi dalam dekadansi moral berdasarkan
Pancasila
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Dekadensi Moral


Salah satu akibat terbesar pada hidup dan kehidupan manusia serta masyarakat, yang
tidak peduli pada agama [dan TUHAN] adalah adanya suatu sikon yang oleh para praktisi
pendidikan, sosiolog, dan kaum agamawan sebut sebagai dekadensi moral. Dekadensi
berasal dari kata dekaden [keadaan merosot dan mundur] dan moral atau akhlak. Dengan
demikian, dekadensi moral merupakan atau bermakna sikon moral yang merosot [jatuh] atau
sementara mengalami [dalam keadaan] mundur atapun kemunduran; kemunduran dan
kemorosatan yang terus menerus [sengaja atapun tidak sengaja] terjadi serta sulit untuk
diangkat atau diarahkan menjadi seperti keadaan semula atau sebelumnnya.
Di samping ketidakpedulian pada agama, sikon sosia-kultural masyarakat yang buruk;
motivasi agar memperoleh kepuasan melalui banyak [adanya] harta benda; serta berbagai
faktor dan kejahatan lainnya, mempunyai andil besar pada dekadensi moral masyarakat di
banyak tempat dan pada berbagai bangsa. Karena paduan sikon yang buruk dan upaya
mencapai semua keinginan hati, biasa membangun motivasi untuk memenuhinya dengan
berbagai cara. Jika upaya pemenuhan itu tidak tercapai dengan hal-hal wajar, normal, baik
dan benar, maka akan beralih melalui pelanggaran hukum, norma, etika, dan seterusnya. Dan
ketika seseorang memasuki peralihan tersebut, maka ia telah terjerumus ke dalam dekadensi
moral.
Dekadensi moral bukan lingkaran kekuatan ataupun lingkungan yang membentuk
manusia agar bertindak negatif serta menabrak nilai-nilai standar kebaikan hidup dan
kehidupan. Tetapi, sifat dan sikap negatif manusia lah yang menciptakan atau
memperlihatkan dekadensi moral.
Pada sikon tersebut, manusia telah menciptakan ketidakteraturan dengan cara
mematahkan rambu-rambu moral dan teguran suci suara harinya, sehingga berdampak pada
kerusakan sistem sosial-kultural dan hukum serta norma-norma, dan lain sebagainya yang
berlaku dalam komunitas masyarakat. Akibatnya, hampir semua sistem dalam komunitas
tersebut menjadi rusak dan mengalami degradasi serta dekadensi.
Dan dalam sikon yang rusak tersebut, orang-orang beriteraksi di dalamnya, karena
berbagai kepentingan, dipaksa dan terpaksa untuk mengikuti atau ikut terjerumus pada arus
kerusakan. Mereka, secara bersama ataupun sendiri-sendiri, akan bersikap dan berperilaku
yang sama; sama-sama memelihara kerusakan, pelanggaran norma, peraturan, dan undang-
undang, serta ketidakteraturan lainnya agar dapat mencapai keuntungan lalu mampu
memenuhi semua keinginan hatinya.
Realitas hidup dan kehidupan manusia yang mencerminkan dekadensi moral dapat
terlihat pada kata dan perilakunya sehari-hari. Dekadensi moral dapat dan mudah terjadi pada
orang-orang tertentu, manusia secara individu, kelompok atau komunitas masyarakat,
kumpulan atau pun institusi sosial, pemeritah, maupun keagamaan. Hal-hal itu, tercermin
dengan adanya ketidaksidiplin, pelanggaran HAM, KKN, berbagai tindak manipulasi,
penyalahgunaan kekuasaan dan jabatan, perselingkuhan, pelacuran, perampokan,
pembunuhan, kriminalitas, serta berbagai kejahatan dan penyimpangan lainnya.
Dekadensi moral ada pada masyarakat maju dan berpendidikan di perkotaan; namun bisa
muncul pula pada masyarakat yang belum maju di pedesaan. Terjadi pada lingkungan rakyat
biasa; ada juga pada tataran birokrat, politisi, pemegang kekuasaan, pemangku jabatan
struktural maupun fungsional, bahkan keagamaan. Hal tersebut, juga bermakna bahwa setiap
orang [dalam jabatan dan fungsional apapun] berpeluang terjerumus ke dalam sikon
dekadensi moral. Dengan itu, dapat dipahami bahwa tidak sedikit tokoh-tokoh terkenal
ataupun pemimpin yang mempunyai tampilan diri ganda, yang sebetulnya merupakan suatu
kemunafikan.
Pada satu sisi, ia adalah sosok idola yang bersih, ramah-tamah, baik hati, suku
menolong, dan lain sebagainya. Namun, di sisi lain, ia mempunyai sikap serta tindakan dan
perilaku moral yang jauh dari kejujuran, kesetiaan dan ketaatan kepada TUHAN, ia penuh
dengan kemunafikan, dan lain-lain. Manusia berwajah ganda seperti itu, ada di mana-mana;
mereka menderita penyakit moral yang menyerang seluruh ekssitensi hidup dan
kehidupannya, serta mudah menjangkiti orang lain.

2.2 Potret Indonesia Masa Kini


Akhir-akhir ini banyak ditemukan kasus terkait dengan masalah moral bangsa
Indonesia. Entah kasus tersebut yang menyangkut anak usia dini, remaja sampai pada para
pembesar di Indonesia. Banyak kalangan terjerat masalah moral. Korupsi, prostitusi, judi
dan tindakan kriminal kerap terjadi.Media massa pun hampir tak pernah absen dalam
memberitakannya, tanpa ada tindak lanjut yang serius dalam perubahan. Yang ada justru
saling membantah, menutup- menutupi dan hukum yang diperjual belikan. Tak ada lagi
kebenaran dan kebaikan, yang berjaya adalah uang. Bahkan Prof. Dr. M.T. Zen, Guru Besar
Emeritus Teknik Geofisika ITB pernah berkomentar tentang bangsa ini “Tak ada bangsa
yang sekarang sangat sibuk merusak dirinya sendiri selain bangsa Indonesia”.
Kasus yang menimpa para politisi bangsa ini semakin memperjelas betapa bobroknya
moral para pemimpin bangsa ini. Pada Desember 2006 lalu, Yahya Zaini terlibat kasus video
mesum dengan penyanyi Maria Eva. Kemudian tahun 2008 muncul kasus Max Moein yang
dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap sekretaris pribadinya, Desy Firdiyanti.
Selang beberapa tahun kemudian Arifinto tertangkap basah sedang membuka situs porno
saat sidang paripurna berlangsung. Baru-baru ini, Indonesia kembali digemparkan oleh kasus
video mesum yang pemainnya mirip anggota DPR Komisi IX.
Selain itu, kemarin-kemarin kita pernah digemparkan dengan video mesum yang
dilakoni Aril, Luna Maya dan Cut Tari. Hal ini masih sekitar mereka-mereka yang punya
nama di negeri ini dan ditemukan. Lain dari itu, jauh lebih banyak lagi. Dan fenomena
kekerasan yang berbau SARA juga ikut meramaikan media massa.
Semua menjadi ancaman bagi keutuhan Indonesia dan kelestarian budaya juga lainnya.
Semuanya tidak bisa dibiarkan begitu saja, kecuali kita akan menjadi penghianat dan berdosa
kepada para pejuang bangsa ini.
Ketika melihat berbagai fenomena di atas, sempat terbersit dalam benak bagaimana
nasib kalangan bawah jika para pemimpinnya saja tidak becus dan tidak memberikan contoh
yang tepat. Beberapa hal di atas masih sebatas menyangkut pornografi juga pornoaksi, lain
lagi korupsi yang menjerat para politisi, prostitusi dan tindak kriminal yang terus bertambah
dan lainnya.
Indonesia yang sebelumnya dikenal sebagai Negara agamis dan warga negaranya yang
religius dengan mayoritas beragama Islam, bahkan terbesar sedunia menjadi tercoreng oleh
perilaku warga negaranya yang amoral. Di manakah letak kesalahan? Apakah konsep-
konsep agama atau para pemeluknya yang jauh dari ketaatan? Hal ini menjadi auto-kritik
bagi bangsa ini yang dikenal religius.
Pada tahun 2011, dekadensi moral yang menggerogoti karakter bangsa Indonesia,
khususnya karakter religius dan ideologi Negara ditanggapi DIKNAS dengan diharuskannya
penyisipan 18 nilai-nilai dalam proses pengembangan pendidikan budaya dan karakter
bangsa. 18 nilai-nilai tersebut adalah nilai religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras,
kreatif, mandiri, demokratis, penuh rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
mengahargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan dan
social juga tanggung jawab.
2.3 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Dekadensi Moral
Banyak hal yang berperan besar dalam kemerosotan moral bangsa ini. Modernitas
selain membawa efek positif, juga banyak negatifnya ketika disalah gunakan. Khususnya
bagi mereka yang salah paham tentang modernitas dengan memasukkan westernisasi sebagai
bagian darinya. Akibatnya, budaya kebarat-baratan pun banyak dijumpai dan mengikis
kebudayaan khas negeri ini.
Media massa, baik berupa surat kabar atau elektronik memiliki peran besar dalam
pertukaran budaya dengan pengaruh yang sangat kuat. Karena manusia secara kodrati
memang menyukai hal-hal yang baru. Sehingga apa saja yang masuk ke dalam benaknya
mudah saja mempengaruhinya tanpa dikritisi. Di sini mereka sudah kehilangan jati dirinya
dan lebih cenderung meng-imitasi idolanya.
Kemudahan akses internet dengan berbagai jejaring sosial yang tersedia juga berada
dalam garda depan yang menjadi penyebab kemerosotan moral. Tak jarang ditemukan para
pelajar yang menyia-nyiakan waktunya di depan komputer dengan membuka situs-situs yang
tidak bermanfat. Game online, facebookan, tweeteran dan lain-lain menjadi kebiasaan anak
bangsa. Dan tak jarang ditemukan mereka yang hilang rasa optimisnya dengan melakukan
plagiat dari tulisan-tulisan di internet dalam pengerjaan tugas.
Melihat berbagai fenomena di atas, di sini pendidikan usia dini sebagai dasar
pendidikan anak bangsa perlu dipertanyakan. Apa sebenarnya yang telah ditanamkan kepada
mereka sejak kecil? Atau jangan-jangan sebenarnya beberapa hal di atas memang ditanam
sejak kecil? Karena tak jarang kita temukan mereka-mereka yang memanjakan anaknya dan
melakukan belas kasih yang salah dan menjerumuskan.
Berbagai fenomena ini tak lepas dari pengaruh globalisasi dan modernisasi yang disalah
artikan dengan westernisasi yang tidak diimbangi dengan pembentengan diri. Sehingga
mereka bukannya mengambil manfaat, tetapi justru merusak diri sendiri secara perlahan-
lahan. Tak ada lagi pegangan kecuali ikut arus ke arah perubahan yang destruktif. Jati diri
digadaikan dengan dalih gengsi-gengsi yang dilancarkan dalam penjajahan yang kasat mata.
Sebenarnya kalau ditelusuri lagi, maraknya pelbagai problematika sosial yang
berkaitan dengan masalah moralitas ini, disebabkan oleh keringnya nilai-nilai keagamaan
pada setiap individu. Agama hanya dijadikan sebagai simbol tanpa makna. Orang hanya
sekedar bangga kalau dirinya disebut beragama, meskipun ia tidak pernah menjalankan
ajaran-ajaran agama. Status beragama seringkali hanya dijadikan pelengkap dalam kartu
tanda penduduk, tanpa pernah dipikirkan tanggungjawab serta konsekuensi yang harus
ditanggungnya. Sehingga pantas, jika berbagai persoalan seputar moralitas ini kemudian
terjadi di tengah-tengah masyarakat kita, karena ajaran-ajaran agama telah diabaikan dan
diselewengkan. Dan ini sangat terkait dengan pendidikan dan pembekalan diri anak bangsa
yang prosesnya begitu panjang.

2.4 Pancasila sebagai Landasan Moral


Pancasila adalah dasar negara kita atau juga dikenal sebagai ideologi bangsa merupakan
pedoman pokok dalam mengatur kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara dalam segi
politik, ekonomi dan sosial. Konstitusi di Negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila
sejak Negara Indonesia berdiri hingga sekarang telah banyak mengalami pasang surut. Tapi
hingga kini tetap dapat berdiri dengan kokoh.
Adapun dicanangkannya Pancasila sebagai dasar negara, karena isinya dianggap sesuai
dengan situasi kondisi manusia atau masyarakat yang memiliki latar belakang kehidupan
yang beraneka ragam. Apabila kita sebagai makhluk ciptaanNya dan menjadi masyarakat
Indonesia khususnya wajib bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta menjalankan
semua perintahNya, itu sesuai dengan sila pertama. Tapi dari masa ke masa semakin banyak
manusia-manusia yang tidak memiliki jiwa Pancasila. Mereka membaca Pancasila hanya
sebatas di bibir saja, tapi tidak mengamalkan atau mengaplikasikan dalam kehidupannya
sehingga disana sini marak dengan perkelahian pelajar, penggunaan obat-obatan terlarang/
narkoba bahkan penyakit yang paling parah yang tidak dapat disembuhkan dikalangan
pejabat yaitu korupsi. Semua ini adalah tanda-tanda dari kemerosotan akhlak bangsa yang
sulit untuk diobati karena sila pertama untuk manusia-manusia seperti itu hanyalah tulisan
belaka.
Kita tahu benar bahwa manusia itu terdiri dari jiwa dan raga, diberikan akal oleh Tuhan
Yang Maha Kuasa, tapi seringkali akal itu dikalahkan oleh nafsu sehingga terciptalah
kebobrokan dalam mental dan moral. Sebenarnya manusia diberikan dua pilihan, baik atau
buruk. Karena pribadi-pribadi semacam ini tidak menjiwai Pancasila sehingga akal menjadi
nomor yang kesekian. Sedangkan nafsulah yang menjadi nomor satu.
Persatuan Indonesia dalam sila ketiga adalah sesuatu yang bulat, tidak dapat dipisah-
pisah. Oleh karena itu dalam pergaulan kita harus saling menunjukkan rasa persatuan
walaupun berbeda-beda agama, suku, adat dan latar belakang. Yang ada sekarang malah
bukannya bersatu tapi perbedaan pandangan sedikit saja bisa memicu pertentangan atau
perkelahian bahkan yang lebih mengenaskan lagi bisa terjadi pembunuhan.
Indonesia adalah negara yang berasaskan pancasila. Di sini seluruh kebijakan atau
apapun yang dilaksanakan oleh negara tidak boleh betentangan dengan pancasila, baik dalam
hal politik, ekonomi, sosial kemasyarakatan dan lainnya. Demokrasi pancasila, ekonomi
kekeluargaan atau koperasi dalam kesejahteraan harus benar-benar dilaksanakan. Sedangkan
monarki liberalisme dan monopoli dalam ekonomi harus dihindari.
Pancaasila sebagai ideologi Negara dan landasan moral Negara, pola pelaksanaannya
dipancarkan dalam empat poko pikiran yaitu, sebagai fundamen moral Negara yang
dipancarkan dari sila pertama dan kedua, dan sebagai fundamen politik Negara yang
dipancarkan dari sila ketiga, keempat dan kelima. Selanjutnya pokok pikiran tersebut
dijelmakan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 sebagai strategi pelaksanaanya.
Pancasila sebagai landasan moral mengandung nilai-nilai universal yang mengikat
seluruh warga negara Indonesia. Nilai-nilai pancasila harus direalisasikan dalam bentuk
perbuatan. Tanpa adanya realisasi, pancasila bukanlah apa-apa dan hanya tinggal nama
sebagai ideologi dan landasan moral. Manusia-manusia pancasilais sebagai bentuk kongkret
dari pancasila lah yang dapat membangun Negara dan menciptakan kesejahteraan bersama.
Pancasila merupakan cerminan kehidupan manusia yang harmonis. Oleh karena itu isi
ajaran pancasila harus dibudayakan. Dalam membudayakannya, pertama harus dilakukan
penghayatan tentang inti dari ajaran pancasila yang murni dan terlepas dari pengaruh
pandangan golongan apapun.
Istilah Ketuhanan dalam sila pertama berarati keyakinan dan pengakuan yang
diekspresikan dalam bentuk perbuatan. Di sini ada tiga konsep dasar berupa keyakinan,
pengakuan dan konkretisasi iman dengan perbuatan. Sebuah keyakinan tanpa diikuti
pengakuan dan realisasi dalam bentuk perbuatan merupakan sebuah pengingkaran. Dan jika
hanya ada pengakuan tanpa diikuti keyakinan dan perbuatan, maka hal ini hanyalah sebuah
kemunafikan. Penggabungan ketiga konsep di atas melahirkan istilahIman yang merupakan
inti dari sila pertama “Ketuhanan yang Maha Esa”.
Di sini bangsa Indonesia sudah memiliki potensi yang dapat dikembangkan dalam
pembangunan karakter dan merekonstruksi moral bangsa yaitu pancasila. Tinggal
bagaimana nantinya anak-anak Indonesia mengaktualisasikan potensi tersebut dalam ranah
sosial kemasyarakatan. Bagaimana nantinya pancasila menjadi ruh warga negara dalam
segala tindakannya, bukan sekedar catatan nilai atau ideologi dan landasan moral yang
digembar-gemborkan tanpa arti, tanpa realisasi.
2.5 Upaya Pembentukan Moral Bangsa
Karakter yang baik merupakan hasil internalisasi nilai-nilai agama dan moral yang
ditandai dengan sikap dan perilaku positif. Hal ini sangat terkait dengan hati, bukan dengan
otak sebagai pusat intelektual. Jadi, di sini yang harus dibangun adalah hatinya dan itu terkait
dengan kesadaran dan keyakinan. Hal inilah yang membuat pembangunan karakter atau
pembentukan moral bukanlah hal yang simpel dan membutuhkan proses yang panjang.
Tidak seperti mengingat atau mengetahui sesuatu yang dapat dicatat dan dihafalkan.
Di atas sudah disebutkan kalau Indonesia memiliki potensi yaitu pancasila dalam
pembangunan karakter bangsa. Di sini dibutuhkan penghayatan agar pancasila bisa menjadi
ruh dalam tiap tindakan. Penghayatan yang akan melahirkan kesadaran dalam
mengaplikasikannya tanpa paksaan. Sehingga pancasila menjadi benteng yang kokoh dan
siap mengkritisi semua apa yang terjadi, menyikapi semua hal-hal baru agar tidak mudak
terjerumus di dalamnya.
Dalam proses pembangunan moral ini, ada beberapa agen sosialisasi yang sangat
berperan di dalamnya, yaitu: Pertama, keluarga. Merupakan peletak pertama dalam
penanaman moral anggota keluarganya. Mereka adalah orang pertama yang akan
dicerminkan anak-anaknya dalam ranah sosial. Kuat tidaknya penanaman moral mereka
akan berpengaruh pada perkembangan selanjutnya. Karena apa yang mereka tanamkan
merupakan benteng awal dan lebih mudah menjadi darah daging anggotanya.
Kedua,lingkungan sosial. Memiliki peran yang sangat besar setelah keluarga. Mereka
meliputi teman bermain, masyarakat sekitar dan semua yang berinteraksi dengannya. Baik
tidaknya lingkungan seseorang akan mempengaruhi seseorang. Kecuali dasa-dasar yang
ditanamkan keluarganya sudah begitu kuat,sehingga bisa menjadi ikan yang tidak ikut asin
di tengah-tengah asinnya air laut. Ketiga, lembaga pendidikan. Khususnya pendidikan usia
dini, memiliki peran yang besar dalam pembentukan karakter seseorang.Keempat, media
massa. Menjadi bagian yang sangat berperan dalam penyebaran informasi dan pertukaran
budaya yang banyak mempengaruhi masyarakat, khususnya modern. Secara tidak langsung
sebenarnya media menjadi pendidik para penggunanya dengan mempengeruhinya lewat
berbagai hal yang persuasif.
Keempat agen sosialisasi di atas harus saling mendukung dalam pembentukan moral
atau pembangunan karakter anak bangsa. Khususnya keluarga dan mereka yang berinteraksi
dalam pendidikan dan penanaman moral pada usia dini. Karena pada usia dinilah hal tersebut
lebih mudah dilakukan dan menjadi dasar dalam perkembangan selanjutnya. Sebagaiman
pohon yang masih muda akan mudah diarahkan ke mana saja. Jika keempat agen tersebut
tidak saling mendukung, maka akibatnya akan terjadi dilema pada anak didik. Mereka akan
kebingungan dalam menentukan nasibnya sendiri, siapa yang akan diikuti dan yang benar
dalam hal yang dijalani. Misalkan saja keluarganya mengajarkan bahwa pacaran itu tidak
baik dan sebisa mungkin dihindari pada usia dini, sementara di telivisi banyak
memeprtontonkan film-film cinta, pacaran dan pergaualan remaja yang vulgar.
Melihat keadaan di Indonesia, pemerintah perlu memperketat pemantauan pada media
massa. Hal-hal yang tidak mendidik atau bahkan mengarah pada hal-hal yang negatif perlu
dihapus dari daftar pengeksposan. Budaya-budaya luar yang vulgar, kriminalitas, film-film
yang tidak berbobot, gosip dan hal-hal lain yang tidak mendidik dan membawa efek negatif
tersebut seharusnya tidak dibiarkan begitu saja dikonsumsi warga khususnya anak usia dini.
Dari kalangan keluarga, mereka harus memantau pergaulan anak-anaknya dan
mengajarkan hal-hal mulia sesuai ajaran agama. Bukan justru seperti para orang tua biasanya
yang menanamkan hal-hal yang tidak baik pada usia dini walau secara tidak langsung.
Misalnya menakut-nakutin, mengajari berbohong dengan mengatakan ada hantu ketika
anaknya tidak mau tidur dan lainnya. Para orang tua bertanggung jawab dalam menciptakan
lingkungan keluarga yang baik dan mendidik, tidak memanjakan anak, tidak memaksakan
kehendak dan lainnya.
Otoritas pendidikan harus menerapkan aspek-aspek pendidikan yang ditetapkan oleh
lembaga pendidikan PBB, UNESCO, yaitu belajar untuk tahu (learn to know), belajar untuk
berbuat (learn to do), belajar untuk menjadi diri sendiri (learn to be her/himself), belajar
untuk hidup bersama (learn to live together).
Ketika semua aspek itu dapat dijalankan maka bangsa ini akan memiliki generasi yang
dapat dibanggakan, bagi bangsa maupun bagi seluruh dunia. Pendidikan bukan hanya
transfer ilmu tanpa aktualisasi ilmu, akan tetapi pembentukan karakter diri dan bangsa
dengan ilmu yang didapat, hingga akhirnya mereka para generasi muda dapat
mengembalikan jati diri bangsa dengan ilmu yang mereka punya.
Di sini Indonesia perlu memperbaiki system pendidikannya. Seharusnya dalam kriteria
kelulusan misalnya tidak hanya memperhatikan nilai ujian nasional. Tetapi juga nilai-nilai
keseharian terkait dengan perilaku anak didik. Dan apa yang ditekankan dalam pendidikan
bukan hanya pengembangan intelektual belaka, tetapi pengembangan spiritual dan
emosional juga perlu diperhatikan. Sehingga tidak hanya kemapanan intelektual yang
dicapai, tetapi anak didik akan lebih bisa bersikap dan menyikapi apa yang dihadapinya
Kemantapan emosional dan spiritual ini akan melahirkan penghayatan dan perilaku positif
anak didik.
Selain berbagai hal di atas, pergerakan moral oleh orang-orang tertentu khususnya
akademisi juga akan sangat membantu dalam pembentukan karakter dan moral juga
penyadaran anak bangsa. Di sini dibutuhkan orang yang menjadi pelopor dalam terwujudnya
pergerakan tersebut.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Akhir-akhir ini banyak ditemukan kasus terkait dengan masalah moral bangsa
Indonesia. Entah kasus tersebut yang menyangkut anak usia dini, remaja sampai pada para
pembesar di Indonesia. Korupsi, prostitusi, judi dan tindakan kriminal kerap terjadi. Media
massa pun hampir tak pernah absen dalam memberitakannya, tanpa ada tindak lanjut yang
serius dalam perubahan. Yang ada justru saling membantah, menutup- menutupi dan hukum
yang diperjual belikan.
Banyak hal yang berperan besar dalam kemerosotan moral bangsa ini.Namun kalau
ditelusuri lagi, maraknya pelbagai problematika sosial yang berkaitan dengan masalah
moralitas ini, disebabkan oleh keringnya nilai-nilai keagamaan pada setiap individu. Agama
hanya dijadikan sebagai simbol tanpa makna. Orang hanya sekedar bangga kalau dirinya
disebut beragama, meskipun ia tidak pernah menjalankan ajaran-ajaran agama. Status
beragama seringkali hanya dijadikan pelengkap dalam kartu tanda penduduk, tanpa pernah
dipikirkan tanggungjawab serta konsekuensi yang harus ditanggungnya.
Pancasila sebagai landasan moral mengandung nilai-nilai universal yang mengikat
seluruh warga negara Indonesia. Nilai-nilai pancasila harus direalisasikan dalam bentuk
perbuatan. Tanpa adanya realisasi, pancasila bukanlah apa-apa dan hanya tinggal nama
sebagai ideologi dan landasan moral. Manusia-manusia pancasilais sebagai bentuk kongkret
dari pancasila lah yang dapat membangun Negara dan menciptakan kesejahteraan bersama.
Istilah Ketuhanan dalam sila pertama berarati keyakinan dan pengakuan yang
diekspresikan dalam bentuk perbuatan. Di sini ada tiga konsep dasar berupa keyakinan,
pengakuan dan konkretisasi iman dengan perbuatan. Sebuah keyakinan tanpa diikuti
pengakuan dan realisasi dalam bentuk perbuatan merupakan sebuah pengingkaran. Dan jika
hanya ada pengakuan tanpa diikuti keyakinan dan perbuatan, maka hal ini hanyalah sebuah
kemunafikan. Penggabungan ketiga konsep di atas melahirkan istilahIman yang merupakan
inti dari sila pertama “Ketuhanan yang Maha Esa”.
Karakter yang baik merupakan hasil internalisasi nilai-nilai agama dan moral yang
ditandai dengan sikap dan perilaku positif. Hal ini sangat terkait dengan hati, bukan dengan
otak sebagai pusat intelektual. Jadi, di sini yang harus dibangun adalah hatinya dan itu terkait
dengan kesadaran dan keyakinan. Hal inilah yang membuat pembangunan karakter atau
pembentukan moral bukanlah hal yang simpel dan membutuhkan proses yang panjang.
Tidak seperti mengingat atau mengetahui sesuatu yang dapat dicatat dan dihafalkan.
Otoritas pendidikan harus menerapkan aspek-aspek pendidikan yang ditetapkan oleh
lembaga pendidikan PBB, UNESCO, yaitu belajar untuk tahu (learn to know), belajar untuk
berbuat (learn to do), belajar untuk menjadi diri sendiri (learn to be her/himself), belajar
untuk hidup bersama (learn to live together). Ketika semua aspek itu dapat dijalankan maka
bangsa ini akan memiliki generasi yang dapat dibanggakan, bagi bangsa maupun bagi
seluruh dunia.

3.2 Saran
Bagi kalangan akademisi sebagai harapan bangsa sebaiknya benar-benar mempersiapkan
diri sebelum terjun dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan politik pemerintahan.
Benar-benar memantapkan diri dan tidak mudah terbawa arus dan opini yang tersebar di
lingkungannya, kritis pada diri sendiri dan pemerintah juga sekalian yang ditemuinya dalam
kebaikan bersama.
Selain hal di atas, para akademisi sebaiknya benar-benar mengawal pemerintah sebagai
wakil rakyat. Mewakili mereka yang tidak begitu tahu tentang Negara. Mereka sebagai moral
force dan agen of change dengan berbagai citra baik yang disandangnya janganlah malah
tersanjung dan melupakan dirinya dan lingkungan yang mengharapkannya.

DAFTAR PUSTAKA

Harahap, Syahrin. 2005. Penegakan Moral Akademik di Dalam dan di Luar Kampus. PT.
Raja Grafindo. Jakarta: Persada

https://www.kompasiana.com/jappy/5500e637a333114f755120ab/dekadensi-moral#
https://www.kompasiana.com/ferranikasma/55186adfa333113107b665e5/pancasila-
sebagai-benteng-dekadensi-moral

https://id.scribd.com/document/357262043/Pancasila-Dekadensi-Moral

https://rosaliaaisyiah15.blogspot.com/2018/09/pancasila-sebagai-solusi-problem.html

https://dzalikanews.blogspot.com/2016/05/kemerosotan-moral-disebabkan-oleh.html

Anda mungkin juga menyukai