Anda di halaman 1dari 14

KRISIS MORAL KEBANGSAAN HOAKS DAN UJARAN KEBENCIAN

Disusun oleh :

Kelompok 3

Estiningtiyas A 101911133107

Fayza N. I. 101911133108

R. Aj. Safitra R 101911133109

Elizabeth Tasya O. T. 101911133110

Muhammad Taqi Falah R 101911133112

Amirah Salma F. 101911133113

Nadiyah Ulfa 101911133255

IKM 1B 2019

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MSAYRAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019

1
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah yang telah memberikan hikmah,
hidayah, kesehatan serta umur yang panjang sehingga makalah ini yang berjudul “Krisis
Moral Kebangsaan Hoaks dan Ujaran Kebencian” ini dapat terselesaikan. Kami juga
berterima kasih kepada bu Adel yang memberikan tugas ini untuk pembelajaran dan
penilaian untuk mata kuliah Bahasa Indonesia ini.
Makalah ini akan membahas masalah mengenai krisi moral yang terjadi akibat dari hoaks
dan ujaran kebencian. Kami menyadari sepenuhnya, bahwa dalam pembuatan makalah
ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
bisa membangun menuju kesempurnaan dari pada pembaca untuk kesempurnaan
makalah kami selanjutnya. Kami berharap dalam penulisan makalah ini dapat bermanfaat
bagi kami sendiri dan para pembaca serta dapat mengembangangkan dan meningkatkan
prestasi di masa yang akan datang.

Surabaya, Oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ......................................................................................................................... 2
BAB 2 PEMBAHASAN .............................................................................................................. 3
2.1 Pengaruh Fenomena Hoaks Melalui Media Sosial Terhadap Pancasila........................ 3
2.2 Peran Pemerintah dan Masyarakat Dalam Menyikapi Hoaks ....................................... 4
2.3 Contoh Kasus yang Ada Di Indonesia yang Berhubungan dengan Hoaks dan Ujaran
Kebencian.................................................................................................................................. 6
BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 8
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 8
3.2 Saran.............................................................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 9

ii
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku)
sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah. Globalisasi
membuat kita mudah dalam mengikuti perkembangan zaman terutama pada teknologi
yang membuat kita hidup lemih mudah dan efektif. Globalisasi secara langsung
maupun tidak langsung dapat mempengaruhi perkembangan moral. Efek dari
Globalisasi tersebut dapat kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari, contohnya
meleburnya norma dan nilai di masyarakat akibat Globalisasi membuat generasi muda
tidak lagi mematuhi aturan. Tindakan dan perilaku masyarakat yang arogan,
mengikuti mode/trend, bergaya hidup mewah/boros, merupakan contoh nyata dari
adanya globalisasi.
Remaja pada era globalisasi sekarang ini seperti kehilangan arah dan tujuan.
Dari media cetak maupun elektronik yang kita baca dan saksikan setiap hari,
semuanya menyajikan bacaan dan tontonan yang kurang memperhatikan moralitas,
sopan santun, dan etika. Sehingga secara langsung para pembaca dapat terpengaruh
moral dan tingkah lakunya. Terutama bila para pembaca tersebut adalah remaja
(pelajar) yang belum memilki bekal pengetahuan agama yang kuat. Tak hanya itu,
dari segi ilmu pengetahuan kita memang memperoleh banyak manfaat dari era
globalisasi ini. Namun, dari segi kebudayaan, kita lebih mendapatkan banyak
pengaruh negatif.
Akhir-akhir ini kerusakan moral remaja semakin meluas. Banyak sekali
ungkapan para pendidik yang membahasa tentang kerusakan moral remaja khususnya
di Indonesia. Pada era globalisasi saat ini, teknologi semakin canggih dan banyak
kemudahan yang di dapat. Kesempatan ini seolah membuka berbagai celah bagi
remaja untuk berbuat negatif.
Kerusakan moral yang dilakukan oleh remaja tanpa disadari sangat
berpengaruh pada moral kebangsaan. Moral bangsa saat ini tidak lagi sesuai dengan
kepribadian bangsa Indonesia. Permasalahan moral ini terus menjadi sorotan
masyarakat Indonesia yang telah memasuki tahap krisis. Indonesia yang notabene
sebagai bangsa yang sopan santun dan ramah oleh bangsa luat ternyata sedang
mengalami degradasi moral yang cukup memprihatikan.
Krisis moral yang terjadi di Indonesia ini tidak di sadari oleh masyarakat
Indonesia sendiri. Krisis moral ini udah berimbas dan banyak terjadi pada anak remaja
di jaman sekarang, dan krisis yang dimaksud disini salah satunya adalah terjadinya
terjadinya ketidak jujuran seperti hoaks yang banyak terjadi di media sosial.
Teknologi yang semakin berkembang di jaman sekarang ini dapat menimbulkan krisis
moral juga yang terjadi di Indonesia yaitu salah satunya hoaks suatu hal yang
dikatakan tidak sesuai dengan faktanya atau hanya di buat-buat oleh oknum tertentu
yang tidak bertanggung jawab. Informasi-informasi sekarang sudah mudah di
dapatkan melalui media sosial, infomasi-informasi itu di buat oleh banyak situs dan
juga banyak situs yang hasilnya adalah hoaks yang tidak berbicara soal fakta. Saluran
yang banyak digunakan dalam penyebaran hoaks adalah situs web, aplikasi chatting

1
seperti whatsapp, line, telegram biasanya terjadi melalui grup ke grup lain sehingga
terjadinya penyebaran hoaks dan melalui media sosial facebook, twitter, instagram,
dan path.
Persebaran berita bohong (hoaks) dan ujaran kebencian di media sosial sudah
sangat mengkhawatirkan. Salah satu contoh yang bisa kita ambil adalah saat
menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) beberapa
waktu yang lalu. Penyebaran hoaks dan ujaran kebencian tidak hanya dilakukan oleh
satu atau dua orang saja. Banyak oknum yang menyebarkan hal tersebut ke media
sosial dan tidak sedikit masyarakat yang percaya. Tanpa disadari ujaran kebencian
yang di unggah di media sosial ini menyebabkan perpecahan antar bangsa.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Begaimana pengaruh fenomena hoaks melalui media social terhadap sila
ketiga Pancasila?
1.2.2 Bagaimana peran pemerintah dan masyarakat dalam menyikapi hoaks?
1.2.3 Apakah ada contoh-contoh kasus yang ada di Indonesia yang
berhubungan dengan hoaks dan ujaran kebencian dan bagaimana
analisisnya?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui pengaruh fenomena hoaks melalui media sosial terhadap sila
ketiga Pancasila
1.3.2 Mengetahui peran pemerintah dan masyarakat dalam menyikapi hoaks
1.3.3 Mengetahui contoh-contoh kasus yang ada di Indonesia yang
berhubungan dengan hoaks dan ujaran kebencian dan menganalisisnya

1.4 Manfaat
Manfaat dari terbuatnya makalah ini agar kita mengetahui faktor penyebab dan
dampak-dampak dari hoaks dan ujaran kebencian, agar kedepannya fenomena
tersebut dapat diminimalisir.

2
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Pengaruh Fenomena Hoaks Melalui Media Sosial Terhadap Pancasila


Pada era yang modern ini, teknologi memegang kendali atas kehidupan kita, salah
satunya ialah teknologi informasi. Perkembangan teknologi informasi, seperti media
sosial mengambil bagian yang cukup besar dalam setiap kehidupan manusia. Media
sosial dapat dengan mudah diakses melalui ponsel oleh setidaknya 170 juta
masyarakat yang memilikinya. Media sosial banyak digunakan masyarakat untuk
berkomunikasi, mendapat update berita terbaru, ajang/media untuk memamerkan
sesuatu, berjualan, dsb. Media sosial tersebut dapat kita gambarkan layaknya pasar
bebas, yang dimana setiap informasi dapat mengalir di dalamnya tanpa tersaring.
Tidak adanya penyaringan inilah yang dapat menyebabkan hoaks dan ujaran
kebencian mudah untuk disebarluaskan. Beberapa media sosial yang menjadi sasaran
empuk dalam penyebaran hoaks antara lain Facebook, Whatsapp, Google, bahkan
Youtube. Faktor lain yang memengaruhi penyebaran hoaks ialah kurang tanggung
jawab masyarakat dalam bermedia sosial dan menerima informasi. Banyak sekali
masyarakat yang tidak mencari terlebih dahulu kebenaran dari berita tersebut setelah
mendapatkannya, mereka lebih sering menyebarkan langsung berita yang sudah
mereka dapatkan.
Menurut Setyo Wastito, Kadiv Humas Polri Irjen ada beberapa alasan yang
menyebabkan masyarakat langsung membeberkan berita yang mereka dapatkan.
Pertama, 48% berita tersebut didapat dari orang-orang yang dipercaya, maka mereka
yakin berita tersebut benar adanya dan bukan hoaks. Kedua, 31% orang merasa
informasi yang ia dapatkan bermanfaat. Ketiga, 18% orang mengira bahwa berita itu
benar. Keempat, 3% merasa berita itu benar dan ingin menjadi orang pertama yang
menyebarluaskan berita tersebut. Bahaya berita hoaks paling banyak menyerbu
generasi milenial. Selain rentan karena jiwa mudanya yang gampang terpengaruh,
berita hoaks bisa menyesatkan dan berpotensi memecah persatuan dan kesatuan.
Seperti dilansir kompas.com dari TheVerge, kepala penelitian Ofcom, James
Thickett, mengungkapkan internet membuat anak-anak lebih mudah belajar, mencari
sesuatu dari sudut pandang beragam dan tetap terkoneksi dengan semua orang.
Namun, James menyatakan kemudahan arus informasi tak berbanding lurus dengan
kecerdasan. Mudahnya akses informasi membuat generasi milenial cenderung mudah
percaya dan kurang kritis. Dampak paling buruknya ialah melemahkan nilai

3
Pancasila, khususnya sila ketiga, Persatuan Indonesia. Adanya hoaks dapat memecah
belah persatuan dan kesatuan bangsa dikarenakan timbul rasa kurang menghargai satu
sama lain, dan memaksakan kehendak. Selain itu, pembahasan mengenai berita hoaks
ini juga berkaitan erat dengan pancasila sila pertama yaitu ‘’Ketuhanan Yang Maha
Esa’’ yang menuntut kita kepada kebaikan,kedamaian, dan kebenaran. Pancasila
adalah pegangan bangsa Indonesia dan sumber dari segala sumber hukum Dalam
setiap silanya pastilah mengandung makna yang dalam. Seperti nilai-nilai kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Yang sudah sepatutnya kita aplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari.
Pada masa sekarang, nilai-nilai Pancasila sudah mulai memudar. Sudah mulai
terbawa kita sebagai manusia harus lebih bijak menggunakan teknologi dan bisa
menerapkan nilai-nilai Pancasila lebih baik bukan malah memudar. Arus modern
globalisasi yang masuk perlu dipilah mana yang baik untuk di baca dan ditonton. Jadi,
dapat dipilih mana yang sesuai dengan budaya bangsa Indonesia, mana yang tidak.
Meskipun ada yang bagus dan menarik tapi kalau tidak sesuai dengan kepribadian
bangsa Indonesia, sudah sikap kita untuk tidak menerima. Selain itu pemikiran yang
semakin maju dan luas jangan sampai disalahgunakan, apalagi sampai melunturkan
nilai-nilai Pancasila dan ingin mengubah Pancasila. Akan menjadi sesuatu yang
berguna jika digunakan untuk kepentingan yang bermanfaat bagi diri sendiri,
masyarakat, agama, dan negara.
Sila kedua Pancasila yang berbunyi ‘’Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab’’
terdapat nilai yang berkaitan dengan sikap yang harus dilakukkan oleh masyarakat
dalam menghadapi kasus hoaks yaitu berani membela kebenaran dan keadilan.
Mereka harus tahu bahwa hoaks itu merupakan suatu hal yang kesalahan, maka sudah
seharusnya kita menentangnya, bukannya malah mendukung dan menyukseskan
kasus hoaks tersebut. Sebagai negara yang berdemokrasi Pancasila haruslah
didasarkan pada Pancasila. Pengamalan dari nilai yang terkandung dalam Pancasila,
benar-benar dilakukan. Karena proses untuk melahirkan Pancasila tidaklah mudah
dan membutuhkan proses yang panjang. Dengan asas gotong royong yang sudah
menjadi budaya bangsa Indonesia, perlu adanya sikap untuk tidak mementingkan diri
sendiri. Adanya kerjasama gotong royong yang tercipta, maka hidup akan lebih
dinamis. Dan lebih mudah bersimpati dan empati dengan orang lain sehingga tidak
banyak manusia yanng tertipu dengan adanya kasus-kasus hoaks.
2.2 Peran Pemerintah dan Masyarakat Dalam Menyikapi Hoaks
4
2.2.1 Peran pemerintah
Menurut Badan Siber, Kominfo , Polri juga bersama-sama
memerangi berita hoaks ditengah tensi masyarakat yang mudah
tersulutkan karena berita hoaks. Beberapa langkah yang dilakukan oleh
pemerintah dalam memerangi berita hoaks :
2.2.1.1 Penegakan hukum :
Penegakkan hukum berupa penangkapan dan hukuman
penjaga kepada penyebar dan pembuat seperti pada Undang-
Undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE) dan KUHP.
Seperti pada ketentuan pidana pada UU ITE tercantum rincian
ancaman pidana penyebar hoaks. Pasal 45 atau 2 UU ITE
berbunyi setiap orang yang memenuhi unsur yang dimaksud
dalam pasal 28 ayat 1 atau ayat 2 maka dipidana penjara paling
lama enam tahun dan atau denda paling banyak Rp1 miliar.
2.2.1.2 Melibatkan penyelenggara platform :
Penyebaran hoaks banyak terjadi di media sosial, untuk
itu ia berharap penyelenggara platform tersebut dilibatkan untuk
melawan hoaks, misalnya pemerintah memberlakukan denda bagi
penyelenggara media sosial yang tidak melakukan langkah yang
cukup untuk meredam informasi tidak benar.
2.2.1.3 Edukasi masyarakat dan Sosialisasi masyarakat :
Selain itu, perlu ada edukasi bagi masyarakat untuk
melapor bila menemukan hoaks dan pelakunya. Pengguna
internet dapat melapor ke aduankonten@mail.kominfo.go.id
dengan menyertakan tautan dan foto gambar tersebut. Selain
melalui jalur pemerintah, sekarang ini muncul gerakan
masyarakat yang peduli terhadap peredaran berita palsu, antara
lain adalah Masyarakat Indonesia Anti Hoaks.
2.2.2 Peran masyarakat
Dalam kondisi “War of Minds” yaitu perang pemikiran, dimana
berita hoaks tersebar untuk membentuk suatu stigma dan paradigm bagi
pembaca dan pengguna media sosial, Dalam situasi apapun, Badan Siber,
Polri, KPU dan Kominfo tidak dapat bekerja dengan sendirian, oleh karena
itu harus adanya kesadaran dari masyarakat untuk tidak mudah terpancing
begitu saja akan berita-berita yang belum teruji kebenarannya. Maka dari
itu, Dibutuhkan suatu pemikiran kritis dan mencoba untuk melihat lebih
dalam tentang kebenaran suatu berita dan konten yang diposting di sosial
media. Salah satu kekuatan dalam keamanan negara salah satu nya adalah
mahasiswa sebagai moral force atau kekuatan moral. Pada dasarnya
mahasiswa adalah generasi pembelajar yang berlandaskan oleh ilmu ,
dimana ilmu memiliki pepatah “manusia boleh bersalah tetapi tidak boleh
berbohong.”
Berikut beberapa langkah kecil yang dapat dilakukan sebagai masyarakat
dalam memerangi berita hoaks yang beredar :
 Menguji kebenaran berita tersebut.

5
 Tidak menyebar luaskan berita begitu saja
 Mensosialisakan dampak dari berita hoaks
 Menegur pengirim konten berita jika terjadi adanya hoaks dan
ujaran kebencian
 Follow konten yang positif dan Unfollow konten yang negative.

2.3 Contoh Kasus yang Ada Di Indonesia yang Berhubungan dengan Hoaks dan
Ujaran Kebencian
Selama ini, kasus penyebaran ujaran kebencian dan hoaks melalui media
sosial cukuk menjadi perhatian masyarakat. Contoh kasus ujaran kebencia yang
kami cari dinternet salah satunya adalah kasus Ki Grndeng Pamungkas.
Paranormal Ki Gendeng Pamungkas membuat video sepanjang 54 detik yang
yang memuat unsur kebencian yang bersifat rasial. Video itu dibuatnya pada 2
Mei 2017. Selain video, Ki Gendeng juga memproduksi atribut seperti kaus,
stiker, jaket, hingga kantong plastik bermuatan kebencian suku, agama, ras, dan
antargolongan (SARA). Bahkan, Ki Gendeng membagikan atribut berkonten
SARA itu kepada orang-orang di lingkungannya. Kepada polisi, ia mengaku
sudah lama memendam kebencian terhadap etnis tertentu.
Selain itu, kasus hoaks yang kita cari diinternet adalah kasus sebuah
masjid yang dibakar di Papua. Beredearnya kabar itu melalui aplikasi pesan
Whatssap. Kepolisian memastikan, informasi tersebut hoaks alias bohong.
Kepolisian menyatakan, peristiwa yang sebenarnya terjadi adalah, kebakaran
Masjid Agung Belopa di Kompleks Perkantoran Pemerintah Kabupaten Luwu,
Sulawesi Selatan pada Selasa 29 Januari 2019 lalu. "Sejak dua pekan terakhir
pascakejadian di Papua, kian marak konten-konten hoaks. Tim siber kemudian
berselancar dan menemukan soal masjid itu siang tadi di medsos. Sepertinya ada
pihak-pihak yang memang sengaja melakukan provokasi, sebar gambar seperti itu
supaya orang emosi," kata Dicky, Sabtu 31 Agustus 2019.
Kasus-kasus di atas dapat kita lihat bahwa berita bohong dan ujaran
kebencian dapat dengan mudah disebarkan di dunia virtual seperti di media sosial.
Berdasarkan adanya kasus-kasus ini dapat memperburuk dan merusak keutuhan
bangsa Indonesia dimana seakan – akan mengadu domba antar ras dan bahkan
suatu agama dengan agama lainnya seperti kasus pembakaran rumah ibadah tadi.
Tentunya, salah satu kelompok akan merasa di intimidasi sehingga membuat
kelompok tersebut dengan sengaja menyampaikan kembali berita hoaks tersebut
kepada keluarga atau kelompok yang memiliki keyakinan yang sama. Jika berita

6
hoaks tersebut sudah tersebar luas dapat memicu suatu gerakan yang ditujukkan
kepada kelompok agama lain yaitu bisa dengan cara mengintimidasi agama
tersebut dan dengan begitu menyebabkan perpecahan di antara rakyat Indonesia.
Perselisihan diantara kedua agama tersebut dapat berjalan dengan waktu yang
lama. Sebagai hukumannya orang yang membuat berita hoaks tersebut harus
diamankan dan dihukum dengan hukuman yang setimpal.

7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kasus hoaks dan ujaran kebencian bukanlah suatu kejadian yang jarang terjadi,
melainkan sudah menjadi camilan dimulut masyarakat tanpa menyadari penyebab
dari hal hal yang sering dilakukan dalam cara menerima informasi dengan benar
demikian juga bagi orang-orang yang berprofesi sebagai penyebar hoaks harusnya
pemerintah lebih mempertegas hukum tentang penyebaran berita hoaks yang
dilakukan banyak orang, bagi kita anak bangsa marilah mulai berkarya sesuai degan
perkembanngan teknologi yang kian meningkat dan memanfaatkan alat alat yang
tecipta supaya negara kita aman dengan asupan-asupan yang tidak baik untuk
perkembangan yang lebih baik dengan adanya berita berita hoaks yang menyebar
akan mengakibatkan suatu hal yang kecil menjadi berakibat fatal.
3.2 Saran
Berdasarkan kehidupan yang serba teknologi ini, berita hoaks dan ujaran
kebencian semakin marak dari tahun ke tahun, maka dari itu masyarakat diimbau
untuk tidak langsung percaya begitu saja terhadap suatu berita. Perlunya kerja sama
lebih antara apparat penegak hokum, organisasi masyarakat dan masyarakat untutk
melakukan pencegahan dan penanggulangan ke setiap daerah yang masyarakatnya
masih belum paham dan mengetahui apa itu hoaks dan ujaran kebencian dan UU yang
mengatur mengenai hoaks dan ujaran kebencian serta dampak yang ditimbulkan dari
pelaku penyebar hoaks dan ujaran kebencian. Kita sebagai masyarakat harus lebih
berhati-hati dan lebih bijak dalam menggunakan media internet khususnya media
sosial sehingga tidak sembarang menyebarluaskan informasi yang mengandung
kebencian maupun informaso lain yang belum jelas kebenarannya.

8
DAFTAR PUSTAKA

Nadia Kemala Movanita, Ambaranie. (2017). "11 Kasus Ujaran Kebencian dan Hoaks
yang Menonjol Selama 2017",
https://nasional.kompas.com/read/2017/12/24/23245851/11-kasus-ujaran-kebencian-
dan-hoaks-yang-menonjol-selama-2017?page=all.

Sumanto, S. (2016). Pengelolaan Karakter Kedisiplinan Di SD Al-Islam 3 Gebang


Surakarta (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Juditha, C. (2018). Hoax Communication Interactivity in Social Media and Anticipation


(Interaksi Komunikasi Hoax di Media Sosial serta Antisipasinya). Pekommas, 3(1).

9
x
11

Anda mungkin juga menyukai