Politik Luar Negeri Indonesia PDF
Politik Luar Negeri Indonesia PDF
Uraian Materi
3.3.1. Sejarah Singkat dan Konsepsi dasar Landasan Politik Luar Negeri Indonesia
Sejarah politik luar negeri Indonesia banyak mengalami periodesiasi yang di awali pada
masa awal kemerdekaan, pada masa Orde Lama, pada masa Orde Baru, dan Pasca Reformasi yang
terdiri dari beberapa masa pemerintahan. Penentuan arah dan tujuan politik luar negeri Indonesia
sebenarnya telah ditentukan pada awal kemerdekaan yang mengusung politik luar negeri yang
tidak berpihak dengan blok-blok tertentu atau gerakan non-blok terhadap dua kekuatan yakni; Uni
Soviet dan Amerika Serikat. Gerakan non-blok ini kemudian dijadikan sebagai landasan politik
luar negeri Indonesia bebas aktif yang disesuaikan dengan keperluan-keperluan dalam negeri
(national interest) yang meliputi bidang keamanan, ekonomi, budaya dan pemulihan kondisi
politik nasional (Leifer; 1983).
Politik luar dapat dipahami sebagai aplikasi dari kepentingan-kepentingan politik dalam
negeri atau kepentingan nasional suatu negara yang akan diperjuangkan dalam konstelasi politik
global (Roy: 1991). Dengan bahasa yang lebih luas, politik luar negeri dapat dikonsepsikan sebagai
tindakan dan aktivitas negara terhadap lingkungan eksternalnya yang meliputi 4 (empat)
komponen yakni orientasi, peranan, tujuan dan tindakan (Holsti dalam Rahman; 2016).
Berdasarkan kepentingan nasional tersebut para pengambil kebijakan disebuah negara akan
mengambil sikap atau keputusan politik ketika berhubungan negara lain, unit-unit politik
internasional, dan dalam dinamika politik internasional. Hal inilah yang menurut Holsti dan
Wawan Juanda (1992) bahwa sesungguhnya politik luar negeri memiliki beberapa tujuan;
1. adanya Nilai (value) yang telah ditetapkan para pembuat kebijakan atau keputusan.
2. politik luar negeri pasti membutuhkan skema waktu untuk menetapkan suatu tujuan. Oleh
sebab itu politik luar negeri harus memiliki tujuan jangka pendek, tujuan jangka menengah
dan jangka panjang.
3. jenis tuntutan tujuan yang dibebankan atas negara lain.
Saat ini, politik luar negeri bebas aktif ini tidak lagi mengacu kepada politik ketidak
berpihakan terhadap dua kekuatan. Politik luar negeri bebas aktif Indonesia saat ini lebih diarahkan
kepada partisipasi aktif negara Indonesia yang di awali dari kepentingan-kepentingan nasional
kemudian disesuaikan kepada konstelasi dan dinamika politik internasional yang meliputi isu-isu
keamanan, ekonomi, pendidikan, budaya, maupun politik. Meskipun terjadi pergeseran makna
politik bebas aktif pada masa lalu dengan masa sekarang, tujuan utama politik luar negeri
Indonesia tidak meninggalkan esensi yang penting yakni ikut menciptakan kedamaian dan
ketertiban dunia. Adapun Landasan politik luar negeri Indonesia terbagi dalam 3 (tiga) landasan
utama yang terdiri dari;
1. Landasan Idiil.
Landasan idiil ini menjadikan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara sekaligus
menjadi acuan politik luar negeri Indonesia.
2. Landasan Konstitusional.
UUD NRI 1945 merupakan konstitusi negara yang memuat tentang tujuan-tujuan negara,
seperti yang tertuang dalam pembukaan (alinea ke 4).
3. Landasan Operasional
Landasan operasional ini memang bervariasi yang disesuai dengan periode pemerintahan
saat itu, seperti Undang-Undang No 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri,
Undang-Undang No 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, Undang-Undang No
25 tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional, Keputusan Presiden No 108
tahun 2003 tentang Organisasi Perwakilan Negara Indonesia di Luar Negeri Serta
Keputusan Menteri Luar Negeri No SK.06/A/OT/VI/2004/01 tahun 2004 tentang Tata
Kerja Perwakilan Negera Indonesia di Luar Negeri (Kementerian Kelautan dan Perikanan
yang diakses melalui kkp.go.ig). Untuk penjelasan lebih lengkap landasan politik luar
negeri Indonesia dapat dilihat di url http://ropeg.kkp.go.id/asset/source/2017/ujian_dinas
/Perkembangan%20politik%20luar%20negeri%20terutama%20kerjasama%20negara-
negara%20ASEAN.pdf .
Dinamika Politik luar negeri Indonesia bergerak sangat dinamis yang dititik beratkan pada
pemerintahan yang sedang berkuasa pada saat itu, dan ditentukan dengan isu-isu politik
internasional pada saat itu. Konstelasi politik domestik (dalam negeri) Indonesia sangat
mempengaruhi politik luar negeri. Di Indonesia, dinamika politik luar negeri Indonesia dapat
dilihat dari beberapa periode; pada masa awal kemerdekaan, masa orde lama, orde baru dan pasca
reformasi yang telah melahirkan beberapa pemimpin. Berikut ini adalah dinamika politik luar
negeri yang dapat dilihat periode pemerintahan yang berkuasa pada saat itu.
1. Politik Luar Negeri Pada Awal Kemerdekaan
Sejarah politik luar negeri Indonesia sangat berkaitan erat dengan terproklamirnya bangsa
Indonesia yang merdeka pada tanggal 17 Agustus tahun 1945. Ketika Negara Republik Indonesia
merdeka, maka Kementerian Luar Negeri merupakan kementerian yang paling pertama dibentuk
pada tanggal 19 Agustus 1945 usai penataan berbagai macam esensi-esensi pemerintahan pada
tanggal 18 Agustus 1945 (Hanzel ; 2015). Dibentuknya Kementerian luar negeri sebagai lembaga
kementerian pertama di Indonesia sangat mudah dipahami sebagai upaya dari bangsa Indonesia
untuk mendapatkan pengakuan dari negara-negara lain. Oleh sebab itu, kementerian luar negeri
memiliki tugas yang sangat penting pada masa awal kemerdekaan dengan tugas melakukan banyak
perundingan dan perjanjian yang dilakukan sebagai upaya memperoleh kemerdekaan yang
mendapat pengakuan luas dari dunia Internasional. Menurut Hanzel (2015) terdapat 8 (delapan)
perundingan besar yang digerakkan oleh kementerian luar negeri Indonesia pada rentang waktu
1945-1949.
1. perundingan Indonesia dengan Belanda Perserikatan Kerajaan yang dilaksanakan pada
tahun 1946.
2. perundingan Hooge Veluwe yang dilaksanakan pada tanggal 14-25 April 1946 di Belanda.
3. perundingan Sjahrir yang dilaksanakan pada tanggal 9-14 Oktober 1946.
4. perjanjian Linggar Jati yang dilasanakan pada tanggal 10-15 November 1946.
5. perjanjian Renville yang dilaksanakan pada tanggal 8 Desember 1947-17 Januari 1948.
6. perjanjian Roem Royen yang dilaksanakan pada tanggal 17 Mei 1949.
7. konfrensi Antar-Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 19-22 Juli 1949 dan 30 Juli
1949.
8. konferensi Meja Bundar yang dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus sampai dengan 2
November 1949.
Hatta, Ahmad Subardjo, Agus Salim, Sutan Sjahrir beberapa tokoh yang terlibat aktif
dalam penentuan cikal bakal lahirnya politik luar negeri Indonesia. Keterlibatan mereka dalam
berbagai sidang ataupun dalam bentuk perjanjian mengindikasikan bahwa politik luar negeri
Indonesia beranjak dari kepentingan nasional Indonesia yang ingin mendapatkan pengakuan
secara hukum (de jure) dari negara lain sebagai negara yang Merdeka dan berdaulat.
Tercatat dalam sejarah bahwa Mesir merupakan negara secara de facto mengakui negara
Indonesia pada tanggal 22 Maret tahun 1946, dan mengakui Indonesia secara de jure pada tanggal
10 Juni 1947. Menurut Rahman (2007) pengakuan negara Mesir ini dianggap sebagai landasan
utama dari diplomasi Repbulik Indonesia sebagai bagian dari politik luar negeri Indonesia yang
ingin mendapatkan legitimasi kuat dari forum-forum internasional dan mendorong negara-negara
lain, khususnya negara-negara arab yang tergabung dalam liga arab untuk mengakui kemerdekaan
Indonesia. Setelah negara Mesir, pengakuan dari negara lain yang tergabung dalam liga Arab pun
menyusul untuk mengakui kemerdekaan Indonesia seperti negara Iraq, Lebanon, Yaman, Saudi
Arabia dan Afganistan.
2. Politik Luar Negeri pada Masa Orde Lama
Politik luar negeri bebas aktif merupakan ciri khas dari politik luar negeri pada masa Orde
Lama. Hal ini dipertegas dengan pidato Mohammad Hatta yang berjudul Berdayung di Antara
Dua Karang yang mengatakan bahwa sikap politik luar negeri Indonesia tidak memihak kepada
blok manapun baik blok Uni Soviet dan Amerika Serikat (Anwar; 2009). Arah kebijakan politik
luar negeri Indonesia lebih ditujukan untuk memperoleh pengakuan internasional atas proses
dekolonialisasi dan menentang segala bentuk penjajahan di atas dunia (Wuryandari; 2008 dalam
buku kementerian kelautan dan perikanan yang diakses dari kkp.go.id).
Selain dikenal dengan politik luar negeri yang bebas-aktif karakteristik politik luar negeri
pada masa Orde Lama di bawah kepimpinan Soekarno bercorak konfrontatif dan lebih corak high
profile (Bandoro; 1994). Sebagai cacatan, gaya kepemimpinan eksplosif presiden Soekarno, dan
hubungan Soekarno dengan pemimpin komunis dunia seperti pemimpin Uni Soviet, China dan
Kuba ternyata berimbas juga terhadap kebijakan politik luar negeri Indonesia pada saat itu.
Indikasi itu dapat dilihat dari kebijakan konfrontasi Indonesia kepada negara Malaysia yang
dianggap Soekarno sebagai new imperialisme di kawasan Asia Tenggara. Selain itu, Presiden
Soekarno juga menyelenggarakan even olah raga GANEFO pada tahun 1962 di Jakarta (Games of
New Emerging Force). Meskipun dalam kegiatan olah raga, ternyata penyelenggaraan even ini
sangat bernuansa politis. GANEFO sendiri lahir dari semangat negara-negara yang baru merdeka
yang memang anti terhadap kolonialisasi (penjelasan lebih lengkap yang berkaitan dengan sejarah
politik GANEFO dapat dilihat di url majalah historia dihttp://historia.id/olahraga/articles/ganefo-
olimpiadenya-bangsa-asia-afrika-DWV9M).
Sikap politik luar negeri Soekarno yang bercorak konfrontatif adalah ketika Soekarno
dengan lantang ingin melakukan konfrontasi dengan Malaysia dengan slogan ‘mengganyang
proyek neo-kolonialisme Malaysia’ (Penjelasan lengkap tentang politik soekarno yang menentang
proyek federasi Malaysia dapat dilihat melalui http://historia.id/modern/articles/percikan-awal-
sebuah-konfrontasi-v27Ya). Soekarno menolak keras pembentukan wilayah Federasi Malaysia
yang dianggap sebagai proyek kolonialisme baru di kawasan Asia Tenggara.
3. Politik Luar Negeri Pada Masa Orde Baru
Politik luar negeri Indonesia pada masa Orde Baru tetap mengusung kepada politik luar
negeri bebas-aktif. Hanya saja, politik bebas-aktif tidak lagi dimaknai dengan politik keberpihakan
terhadap suatu kekuatan dunia melain berpartisipasi aktif terhadap dinamika politik internasional
yang berkontribusi besar terhadap kepentingan nasional Indonesia.
Pada masa kepemimpinan Soeharto, Politik Luar Negeri Indonesia lebih difokuskan
kepada pembangunan Ekonomi dalam negeri. Kerjasama-kerjasama dengan negara-negara barat.
Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto lebih memfokuskan kepada pencarian sumber
bantuan, oleh sebab itu politik luar negeri Indonesia dapat dikatakan sebagai low politics, suatu
politik luar negeri yang berorientasi pada pembangunan dan kesejahteraan rakyat (Bandoro ;1994).
Dengan bahasa lain, Wuryandari (2008 dalam buku Kementerian Kelautan dan Perikanan yang
diakses melalui kkp.go.ig) politik luar negeri pada masa orde baru juga dikenal dengan kebijakan
Polugri yaitu membangun hubungan ekonomi dengan negara-negara barat dan good
neighbourhood policy melalui Association South East Asia Nation. Imbas dari kebijakan ini adalah
mengalirnya sumber-sumber keuangan dari pihak luar negeri untuk pembangunan ekonomi dalam
negeri. Oleh sebab itu presiden Soeharto disebut dengan bapak pembangunan.
Konsekuensi logis perubahan politik luar negeri Indonesia pada masa Orde Lama ke Orde
Baru adalah perubahan style diplomasi. Diplomasi Pembangunan merupakan istilah yang dipakai
untuk menunjukkan sifat low policy dari politik luar negeri Indonesia (Bandoro; 1994). Bandoro
juga menambahkan bahwa prioritas utama “diplomasi pembangunan” adalah mendapatkan
pengikatan diri dari Amerika Serikat, Jepang dan mitra perdagangan untuk memulihkan
perekonomian Indonesia (Bandoro; 1994).
Di Kawasan Asia Tenggara, sosok presiden Soeharto begitu disegani dengan
keberhasilannya membangun ekonomi Indonesia. Replita pembangunan Seoharto dianggap begitu
berhasil untuk memajukan ekonomi Indonesia pada sehingga kebjikan politik luar negeri Seoharto
yang sangat akomodatif dalam menanggapi politik internasional membuat politik luar negeri
Indonesia cukup berhasil meyakinkan bahwa bangsa Indonesia merupakan salah satu negara
berkembang yang patut diperhitungkan. Hal inilah yang disebutkan Shambazy (dalam Kompas;
02/01/2010) bahwa politik luar negeri pak Seoharto berhasil menjaga kesinambungan
kepemimpinan di Asia Tengga dengan melanjutkan gagasan Bung Karno mengenai kerjasama
regional melalui pembetukan ASEAN lewat deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Mei 1967.
Sayangnya sifat Soeharto yang sangat akomodatif dalam kancah politik internasional tidak
berbanding lurus dengan sifatnya ke dalam negeri. Soeharto justru lebih melakukan tindakan
refresif terhadap tindakan-tindakan yang dapat mengganggu kestabilan ekonomi.
4. Politik Luar Negeri Indonesia pada masa Reformasi (B.J. Habibie)
B. J Habibie merupakan presiden yang menggantikan presiden Soeharto yang
mengundurkan diri pada tahun 1998. Periode singkat B. J Habibie ternyata memberikan kontribusi
besar terhadap pelatakan pembangunan demokrasi sebagai isu utama dalam politik internasional.
Keterpurukan ekonomi dan belum stabilnya politik dalam negeri pasca lengsernya presiden
Soeharto merupakan tanggung jawab besar yang harus diemban oleh B.J. Habibie. Dapat dikatakan
bahwa kebijakan politik luar negeri yang dibangun oleh B.J Habibie melaui Soft Diplomacy untuk
memulihkan kepercayaan dunia luar terhadap negara Indonesia mengingat keterpurukan ekonomi
Indonesia cukup berimbas kepada seluruh lini kehidupan negara. Lepasnya Timor Leste dari
Indonesia, dan Lepasnya Sipadan dan Ligitan menjadi menjadi indikasi bagaimana dinamika
politik dalam negeri belum benar-benar di bawah titik nadir.
Sosok B.J Habibie yang dikenal sebagai teknokrat dibidang dirgantara memudahkan beliau
untuk melaksanakan soft diplomacy untuk kembali mendapatkan simpati dan dukungan dari
negara-negara maju untuk memperbaiki ekonomi Indonesia yang terpuruk dan membangun
pondasi demokrasi Indonesia. Selain memperbaiki keadaan ekonomi yang terpuruk, politik luar
negeri yang dikembangkan oleh B.J Habibie juga mengarah kepada kebijakan luar negeri yang
sifat nya kearah pembangunan teknologi untuk percepatan pembangunan infra struktur yang dapat
mempercepat pembangunan ekonomi.
Rangkuman
1. Sejarah lahirnya politik luar negeri Indonesia sangat berkaitan erat dengan kemerdekaan
bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus tahun 1945. Hal ini itu dilihat dari berdirinya
Kementerian Luar Negeri pada tanggal 19 Agustus 1945 yang diberikan amanah untuk
mengemban misi politik luar negeri yang akan mengakomodasi kepentingan nasional
untuk mendapat pengakuan kemerdekaan Indonesia. Landansan dari tujuan politik luar
negeri Indonesia di awal kemerdekaan adalah politik luar negeri yang tidak berpihak
dengan blok-blok tertentu atau non-blok terhadap dua kekuatan yakni Uni Soviet dan
Amerika Serikat.
2. Mesir merupakan negara secara de facto mengakui negara Indonesia pada tanggal 22 Maret
tahun 1946, dan mengakui Indonesia secara de jure pada tanggal 10 Juni 1947. Setelah
negara Mesir, pengakuan dari negara lain yang tergabung dalam liga Arab pun menyusul
untuk mengakui kemerdekaan Indonesia seperti negara Iraq, Lebanon, Yaman, Saudi
Arabia dan Afganistan
3. Secara umum politik luar negeri dapat dikatakan sebagai pengejewantahan dari
kepentingan-kepentingan nasional suatu negara terhadap negara lain yang akan
diperjuangkan dalam tatanan politik global. Pelaksanaan kebijakan politik luar negeri
dilakukan dengan rangkaian kegiatan diplomasi. Oleh karena itu politik luar negeri
memiliki beberapa tujuan yakni: 1) adanya Nilai (value) yang telah ditetapkan para
pembuat kebijakan atau keputusan; 2) politik luar negeri pasti membutuhkan skema waktu
untuk menetapkan suatu tujuan; 3) jenis tuntutan tujuan yang dibebankan atas negara lain.
4. Landasan politik luar negeri Indonesia terbagi dalam 3 (tiga) landasan utama: 1) landasan
Idiil; landasan Konstitusional; landasan Operasional.
5. Pada masa Orde Lama. Politik luar negeri bebas aktif merupakan ciri khas dari politik luar
negeri pada masa Orde Lama. Arah kebijakan politik luar negeri Indonesia lebih ditujukan
untuk memperoleh pengakuan internasional atas proses dekolonialisasi dan menentang
segala bentuk penjajahan di atas dunia. Selain dikenal dengan politik luar negeri yang
bebas-aktif karakteristik politik luar negeri pada masa Orde Lama di bawah kepimpinan
Soekarno bercorak konfrontatif dan lebih corak high profile.
6. Pada masa Orde Baru Politik luar negeri Indonesia pada masa Orde Baru tetap mengusung
kepada politik luar negeri bebas-aktif. Hanya saja, politik bebas-aktif tidak lagi dimaknai
dengan politik keberpihakan terhadap suatu kekuatan dunia melain berpartisipasi aktif
terhadap dinamika politik internasional yang berkontribusi besar terhadap kepentingan
nasional Indonesia. Pada masa kepemimpinan Soeharto, Politik Luar Negeri Indonesia
lebih difokuskan kepada pembangunan Ekonomi dalam negeri. Kerjasama-kerjasama
dengan negara-negara barat. Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto lebih
memfokuskan kepada pencarian sumber bantuan, oleh sebab itu politik luar negeri
Indonesia dapat dikatakan sebagai low politics, suatu politik luar negeri yang berorientasi
pada pembangunan dan kesejahteraan rakyat
7. Pada masa Reformasi politik luar negeri Indonesia terbagi ke dalam beberapa
pemerintahan. Kebijakan politik luar negeri yang dibangun oleh B.J Habibie melalui Soft
Diplomacy untuk memulihkan kepercayaan dunia luar terhadap negara Indonesia
mengingat keterpurukan ekonomi Indonesia cukup berimbas kepada seluruh lini kehidupan
negara. Pada masa Abdurrahman Wahid dikenal dengan “diplomasi persatuan” yang
bertujuan untuk memperoleh dukungan Internasional terhadap wilayah kedaulatan
Indonesia yang telah mengalami gejolak disintegrasi.
8. Pada masa Megawati Soekarno fokus utama politik luar negeri menekankan kepada
“perbaikan imej bangsa dan negara” serta mengembalikan kepercayaan pihak luar, maka
unsur stabilas keamanan di bawah pengawasan pemerintah harus memegang 3 (tiga) kata
kunci penting yakni, keamanan, pemerintah, dan masyarakat itu sendiri.
9. Pada masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono politik luar negeri dijalankan
dengan menggunakan prinsip pembangunan humanis/komunitas regional yang lebih
komprehensif terutama pada ASEAN dan politik luar negeri juga difokuskan pada pada
lingkaran konsentris II yaitu kemitraan strategis dengan negara-negara tetangga di Selatan
seperti negara Australia, Timor Leste, dan Selandia Baru dan negara dunia ketiga melalui
beberapa even-even besar seperti konfrensi dengan kepala negara Asia dan Afrika serta
memperbaiki hubungan lebih erat dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa. Pada masa
pemerintahan Joko Widodo politik luar negeri Indonesia difokuskan pada beberapa hal
yang di antaranya adalah; mengedepankan identitas sebagai negara kepulauan dalam
pelaksanaan diplomasi dan membangun kerja sama internasional, menguatkan diplomasi
middle power yang menempatkan Indonesia sebagai kekuatan regional dengan keterlibatan
global secara selektif dan memperluas keterlibatan regional di kawasan Indo Pasifik.
10. Arah politik luat negeri Indonesia harus diselaraskan dengan kepentingan-kepentingan
nasional yang berkontribusi terhadap kedaulatan politik, kedaulatan ekonomi, dan
kedaulatan wilayah NKRI. Oleh sebab itu, pada bagian ini, penentuan arah politik luar
negeri Indonesia dilihat dari pemimpin yang berkuasa saat ini, yakni presiden Jokowi
Widodo. Ada 4 (empat) komponen acuan yang kerap menjadi arah penentuan politik luar
negeri setelah era reformasi hingga sampai saat ini;
Politik luar negeri Indonesia diarahkan untuk memperbaiki citra bangsa Indonesia
dimata internasional
Politik luar negeri Indonesia untuk membantu program stabilitas ekonomi, terutama
untuk menarik investasi dari luar negeri dan mendapatkan pasar peluang ekspor
produk Indonesia
Politik luar negeri Indonesia ditujukan untuk mencegah meluasnya
internasionalisasi masalah politik domestik Indonesia yang berkaitan dengan
ancaman sparatisme, seperti konflik Papua.
Politik luar negeri Indonesia diarahkan untuk mendorong terciptanya keamanan
dan stabilitas regional serta terpeliharanya perdamaian dunia.
11. Peran Indonesia untuk menciptakan perdamain dunia sebenarnya telah termaktub dalam
pembukaan UUD NRI 1945 aline ke 4 bahwa”kewajiban bangsa Indonesia tidak hanya
melindungi segenap tumpah darah Indonesia semata, melainkan juga ikut berpartisipasi
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial”. Bentuk partipasi Indonesia untuk menciptakan perdamaian dunia telah
banyak dilakukan yang di antaranya adalah; pengiriman pasukan keamanan dunia melalui
UN PKO di PBB, terlibat dalam forum-forum ASEAN, dalam APEC, FEALAC, ASIA
COOPERATION DIALOGUE (ACD), Asia Middle-East Dialogue (AMED), New Asian-
African Strategic Partnership (NASSP), Southwest Pacific Dialogue (SwPD) dan Indian
Ocean Rim Association (IORA), keterlibatan perdamaian di Palestina, Suriah, penyelesain
konflik di kawasan Asia Pasifik, dan perdamaian di Myanmar.