Anda di halaman 1dari 18

3.3.

Uraian Materi
3.3.1. Sejarah Singkat dan Konsepsi dasar Landasan Politik Luar Negeri Indonesia
Sejarah politik luar negeri Indonesia banyak mengalami periodesiasi yang di awali pada
masa awal kemerdekaan, pada masa Orde Lama, pada masa Orde Baru, dan Pasca Reformasi yang
terdiri dari beberapa masa pemerintahan. Penentuan arah dan tujuan politik luar negeri Indonesia
sebenarnya telah ditentukan pada awal kemerdekaan yang mengusung politik luar negeri yang
tidak berpihak dengan blok-blok tertentu atau gerakan non-blok terhadap dua kekuatan yakni; Uni
Soviet dan Amerika Serikat. Gerakan non-blok ini kemudian dijadikan sebagai landasan politik
luar negeri Indonesia bebas aktif yang disesuaikan dengan keperluan-keperluan dalam negeri
(national interest) yang meliputi bidang keamanan, ekonomi, budaya dan pemulihan kondisi
politik nasional (Leifer; 1983).
Politik luar dapat dipahami sebagai aplikasi dari kepentingan-kepentingan politik dalam
negeri atau kepentingan nasional suatu negara yang akan diperjuangkan dalam konstelasi politik
global (Roy: 1991). Dengan bahasa yang lebih luas, politik luar negeri dapat dikonsepsikan sebagai
tindakan dan aktivitas negara terhadap lingkungan eksternalnya yang meliputi 4 (empat)
komponen yakni orientasi, peranan, tujuan dan tindakan (Holsti dalam Rahman; 2016).
Berdasarkan kepentingan nasional tersebut para pengambil kebijakan disebuah negara akan
mengambil sikap atau keputusan politik ketika berhubungan negara lain, unit-unit politik
internasional, dan dalam dinamika politik internasional. Hal inilah yang menurut Holsti dan
Wawan Juanda (1992) bahwa sesungguhnya politik luar negeri memiliki beberapa tujuan;
1. adanya Nilai (value) yang telah ditetapkan para pembuat kebijakan atau keputusan.
2. politik luar negeri pasti membutuhkan skema waktu untuk menetapkan suatu tujuan. Oleh
sebab itu politik luar negeri harus memiliki tujuan jangka pendek, tujuan jangka menengah
dan jangka panjang.
3. jenis tuntutan tujuan yang dibebankan atas negara lain.
Saat ini, politik luar negeri bebas aktif ini tidak lagi mengacu kepada politik ketidak
berpihakan terhadap dua kekuatan. Politik luar negeri bebas aktif Indonesia saat ini lebih diarahkan
kepada partisipasi aktif negara Indonesia yang di awali dari kepentingan-kepentingan nasional
kemudian disesuaikan kepada konstelasi dan dinamika politik internasional yang meliputi isu-isu
keamanan, ekonomi, pendidikan, budaya, maupun politik. Meskipun terjadi pergeseran makna
politik bebas aktif pada masa lalu dengan masa sekarang, tujuan utama politik luar negeri
Indonesia tidak meninggalkan esensi yang penting yakni ikut menciptakan kedamaian dan
ketertiban dunia. Adapun Landasan politik luar negeri Indonesia terbagi dalam 3 (tiga) landasan
utama yang terdiri dari;
1. Landasan Idiil.
Landasan idiil ini menjadikan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara sekaligus
menjadi acuan politik luar negeri Indonesia.
2. Landasan Konstitusional.
UUD NRI 1945 merupakan konstitusi negara yang memuat tentang tujuan-tujuan negara,
seperti yang tertuang dalam pembukaan (alinea ke 4).
3. Landasan Operasional
Landasan operasional ini memang bervariasi yang disesuai dengan periode pemerintahan
saat itu, seperti Undang-Undang No 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri,
Undang-Undang No 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, Undang-Undang No
25 tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional, Keputusan Presiden No 108
tahun 2003 tentang Organisasi Perwakilan Negara Indonesia di Luar Negeri Serta
Keputusan Menteri Luar Negeri No SK.06/A/OT/VI/2004/01 tahun 2004 tentang Tata
Kerja Perwakilan Negera Indonesia di Luar Negeri (Kementerian Kelautan dan Perikanan
yang diakses melalui kkp.go.ig). Untuk penjelasan lebih lengkap landasan politik luar
negeri Indonesia dapat dilihat di url http://ropeg.kkp.go.id/asset/source/2017/ujian_dinas
/Perkembangan%20politik%20luar%20negeri%20terutama%20kerjasama%20negara-
negara%20ASEAN.pdf .

3.3.2. Landasan dan Dinamika Politik Luar Negeri Indonesia

Dinamika Politik luar negeri Indonesia bergerak sangat dinamis yang dititik beratkan pada
pemerintahan yang sedang berkuasa pada saat itu, dan ditentukan dengan isu-isu politik
internasional pada saat itu. Konstelasi politik domestik (dalam negeri) Indonesia sangat
mempengaruhi politik luar negeri. Di Indonesia, dinamika politik luar negeri Indonesia dapat
dilihat dari beberapa periode; pada masa awal kemerdekaan, masa orde lama, orde baru dan pasca
reformasi yang telah melahirkan beberapa pemimpin. Berikut ini adalah dinamika politik luar
negeri yang dapat dilihat periode pemerintahan yang berkuasa pada saat itu.
1. Politik Luar Negeri Pada Awal Kemerdekaan
Sejarah politik luar negeri Indonesia sangat berkaitan erat dengan terproklamirnya bangsa
Indonesia yang merdeka pada tanggal 17 Agustus tahun 1945. Ketika Negara Republik Indonesia
merdeka, maka Kementerian Luar Negeri merupakan kementerian yang paling pertama dibentuk
pada tanggal 19 Agustus 1945 usai penataan berbagai macam esensi-esensi pemerintahan pada
tanggal 18 Agustus 1945 (Hanzel ; 2015). Dibentuknya Kementerian luar negeri sebagai lembaga
kementerian pertama di Indonesia sangat mudah dipahami sebagai upaya dari bangsa Indonesia
untuk mendapatkan pengakuan dari negara-negara lain. Oleh sebab itu, kementerian luar negeri
memiliki tugas yang sangat penting pada masa awal kemerdekaan dengan tugas melakukan banyak
perundingan dan perjanjian yang dilakukan sebagai upaya memperoleh kemerdekaan yang
mendapat pengakuan luas dari dunia Internasional. Menurut Hanzel (2015) terdapat 8 (delapan)
perundingan besar yang digerakkan oleh kementerian luar negeri Indonesia pada rentang waktu
1945-1949.
1. perundingan Indonesia dengan Belanda Perserikatan Kerajaan yang dilaksanakan pada
tahun 1946.
2. perundingan Hooge Veluwe yang dilaksanakan pada tanggal 14-25 April 1946 di Belanda.
3. perundingan Sjahrir yang dilaksanakan pada tanggal 9-14 Oktober 1946.
4. perjanjian Linggar Jati yang dilasanakan pada tanggal 10-15 November 1946.
5. perjanjian Renville yang dilaksanakan pada tanggal 8 Desember 1947-17 Januari 1948.
6. perjanjian Roem Royen yang dilaksanakan pada tanggal 17 Mei 1949.
7. konfrensi Antar-Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 19-22 Juli 1949 dan 30 Juli
1949.
8. konferensi Meja Bundar yang dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus sampai dengan 2
November 1949.
Hatta, Ahmad Subardjo, Agus Salim, Sutan Sjahrir beberapa tokoh yang terlibat aktif
dalam penentuan cikal bakal lahirnya politik luar negeri Indonesia. Keterlibatan mereka dalam
berbagai sidang ataupun dalam bentuk perjanjian mengindikasikan bahwa politik luar negeri
Indonesia beranjak dari kepentingan nasional Indonesia yang ingin mendapatkan pengakuan
secara hukum (de jure) dari negara lain sebagai negara yang Merdeka dan berdaulat.
Tercatat dalam sejarah bahwa Mesir merupakan negara secara de facto mengakui negara
Indonesia pada tanggal 22 Maret tahun 1946, dan mengakui Indonesia secara de jure pada tanggal
10 Juni 1947. Menurut Rahman (2007) pengakuan negara Mesir ini dianggap sebagai landasan
utama dari diplomasi Repbulik Indonesia sebagai bagian dari politik luar negeri Indonesia yang
ingin mendapatkan legitimasi kuat dari forum-forum internasional dan mendorong negara-negara
lain, khususnya negara-negara arab yang tergabung dalam liga arab untuk mengakui kemerdekaan
Indonesia. Setelah negara Mesir, pengakuan dari negara lain yang tergabung dalam liga Arab pun
menyusul untuk mengakui kemerdekaan Indonesia seperti negara Iraq, Lebanon, Yaman, Saudi
Arabia dan Afganistan.
2. Politik Luar Negeri pada Masa Orde Lama
Politik luar negeri bebas aktif merupakan ciri khas dari politik luar negeri pada masa Orde
Lama. Hal ini dipertegas dengan pidato Mohammad Hatta yang berjudul Berdayung di Antara
Dua Karang yang mengatakan bahwa sikap politik luar negeri Indonesia tidak memihak kepada
blok manapun baik blok Uni Soviet dan Amerika Serikat (Anwar; 2009). Arah kebijakan politik
luar negeri Indonesia lebih ditujukan untuk memperoleh pengakuan internasional atas proses
dekolonialisasi dan menentang segala bentuk penjajahan di atas dunia (Wuryandari; 2008 dalam
buku kementerian kelautan dan perikanan yang diakses dari kkp.go.id).
Selain dikenal dengan politik luar negeri yang bebas-aktif karakteristik politik luar negeri
pada masa Orde Lama di bawah kepimpinan Soekarno bercorak konfrontatif dan lebih corak high
profile (Bandoro; 1994). Sebagai cacatan, gaya kepemimpinan eksplosif presiden Soekarno, dan
hubungan Soekarno dengan pemimpin komunis dunia seperti pemimpin Uni Soviet, China dan
Kuba ternyata berimbas juga terhadap kebijakan politik luar negeri Indonesia pada saat itu.
Indikasi itu dapat dilihat dari kebijakan konfrontasi Indonesia kepada negara Malaysia yang
dianggap Soekarno sebagai new imperialisme di kawasan Asia Tenggara. Selain itu, Presiden
Soekarno juga menyelenggarakan even olah raga GANEFO pada tahun 1962 di Jakarta (Games of
New Emerging Force). Meskipun dalam kegiatan olah raga, ternyata penyelenggaraan even ini
sangat bernuansa politis. GANEFO sendiri lahir dari semangat negara-negara yang baru merdeka
yang memang anti terhadap kolonialisasi (penjelasan lebih lengkap yang berkaitan dengan sejarah
politik GANEFO dapat dilihat di url majalah historia dihttp://historia.id/olahraga/articles/ganefo-
olimpiadenya-bangsa-asia-afrika-DWV9M).
Sikap politik luar negeri Soekarno yang bercorak konfrontatif adalah ketika Soekarno
dengan lantang ingin melakukan konfrontasi dengan Malaysia dengan slogan ‘mengganyang
proyek neo-kolonialisme Malaysia’ (Penjelasan lengkap tentang politik soekarno yang menentang
proyek federasi Malaysia dapat dilihat melalui http://historia.id/modern/articles/percikan-awal-
sebuah-konfrontasi-v27Ya). Soekarno menolak keras pembentukan wilayah Federasi Malaysia
yang dianggap sebagai proyek kolonialisme baru di kawasan Asia Tenggara.
3. Politik Luar Negeri Pada Masa Orde Baru
Politik luar negeri Indonesia pada masa Orde Baru tetap mengusung kepada politik luar
negeri bebas-aktif. Hanya saja, politik bebas-aktif tidak lagi dimaknai dengan politik keberpihakan
terhadap suatu kekuatan dunia melain berpartisipasi aktif terhadap dinamika politik internasional
yang berkontribusi besar terhadap kepentingan nasional Indonesia.
Pada masa kepemimpinan Soeharto, Politik Luar Negeri Indonesia lebih difokuskan
kepada pembangunan Ekonomi dalam negeri. Kerjasama-kerjasama dengan negara-negara barat.
Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto lebih memfokuskan kepada pencarian sumber
bantuan, oleh sebab itu politik luar negeri Indonesia dapat dikatakan sebagai low politics, suatu
politik luar negeri yang berorientasi pada pembangunan dan kesejahteraan rakyat (Bandoro ;1994).
Dengan bahasa lain, Wuryandari (2008 dalam buku Kementerian Kelautan dan Perikanan yang
diakses melalui kkp.go.ig) politik luar negeri pada masa orde baru juga dikenal dengan kebijakan
Polugri yaitu membangun hubungan ekonomi dengan negara-negara barat dan good
neighbourhood policy melalui Association South East Asia Nation. Imbas dari kebijakan ini adalah
mengalirnya sumber-sumber keuangan dari pihak luar negeri untuk pembangunan ekonomi dalam
negeri. Oleh sebab itu presiden Soeharto disebut dengan bapak pembangunan.
Konsekuensi logis perubahan politik luar negeri Indonesia pada masa Orde Lama ke Orde
Baru adalah perubahan style diplomasi. Diplomasi Pembangunan merupakan istilah yang dipakai
untuk menunjukkan sifat low policy dari politik luar negeri Indonesia (Bandoro; 1994). Bandoro
juga menambahkan bahwa prioritas utama “diplomasi pembangunan” adalah mendapatkan
pengikatan diri dari Amerika Serikat, Jepang dan mitra perdagangan untuk memulihkan
perekonomian Indonesia (Bandoro; 1994).
Di Kawasan Asia Tenggara, sosok presiden Soeharto begitu disegani dengan
keberhasilannya membangun ekonomi Indonesia. Replita pembangunan Seoharto dianggap begitu
berhasil untuk memajukan ekonomi Indonesia pada sehingga kebjikan politik luar negeri Seoharto
yang sangat akomodatif dalam menanggapi politik internasional membuat politik luar negeri
Indonesia cukup berhasil meyakinkan bahwa bangsa Indonesia merupakan salah satu negara
berkembang yang patut diperhitungkan. Hal inilah yang disebutkan Shambazy (dalam Kompas;
02/01/2010) bahwa politik luar negeri pak Seoharto berhasil menjaga kesinambungan
kepemimpinan di Asia Tengga dengan melanjutkan gagasan Bung Karno mengenai kerjasama
regional melalui pembetukan ASEAN lewat deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Mei 1967.
Sayangnya sifat Soeharto yang sangat akomodatif dalam kancah politik internasional tidak
berbanding lurus dengan sifatnya ke dalam negeri. Soeharto justru lebih melakukan tindakan
refresif terhadap tindakan-tindakan yang dapat mengganggu kestabilan ekonomi.
4. Politik Luar Negeri Indonesia pada masa Reformasi (B.J. Habibie)
B. J Habibie merupakan presiden yang menggantikan presiden Soeharto yang
mengundurkan diri pada tahun 1998. Periode singkat B. J Habibie ternyata memberikan kontribusi
besar terhadap pelatakan pembangunan demokrasi sebagai isu utama dalam politik internasional.
Keterpurukan ekonomi dan belum stabilnya politik dalam negeri pasca lengsernya presiden
Soeharto merupakan tanggung jawab besar yang harus diemban oleh B.J. Habibie. Dapat dikatakan
bahwa kebijakan politik luar negeri yang dibangun oleh B.J Habibie melaui Soft Diplomacy untuk
memulihkan kepercayaan dunia luar terhadap negara Indonesia mengingat keterpurukan ekonomi
Indonesia cukup berimbas kepada seluruh lini kehidupan negara. Lepasnya Timor Leste dari
Indonesia, dan Lepasnya Sipadan dan Ligitan menjadi menjadi indikasi bagaimana dinamika
politik dalam negeri belum benar-benar di bawah titik nadir.
Sosok B.J Habibie yang dikenal sebagai teknokrat dibidang dirgantara memudahkan beliau
untuk melaksanakan soft diplomacy untuk kembali mendapatkan simpati dan dukungan dari
negara-negara maju untuk memperbaiki ekonomi Indonesia yang terpuruk dan membangun
pondasi demokrasi Indonesia. Selain memperbaiki keadaan ekonomi yang terpuruk, politik luar
negeri yang dikembangkan oleh B.J Habibie juga mengarah kepada kebijakan luar negeri yang
sifat nya kearah pembangunan teknologi untuk percepatan pembangunan infra struktur yang dapat
mempercepat pembangunan ekonomi.

5. Politik Luar Negeri Indonesia pada masa Reformasi (Abdurrahman Wahid)


Abdurrahman Wahid atau yang dikenal dengan Gusdur merupakan presiden keempat
Indonesia yang berhasil dipilih melalui MPR. Menurut Wuryundari (2008 dalam buku Materi
Perkembangan Politik Luar negeri Indonesia oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan yang
diakses melalui kkp.go.ig) politik luar negeri yang dibangun oleh Abdurrahman Wahid sangat
mirip dengan presiden Soekarno yang mengedapan pencitraan kepada dunia Internasional untuk
mendapatkan simpati dan kepercayaan dari dunia internasional.
Sosok Abdurrahman Wahid sebagai penganut agama Islam yang taat sekaligus berjiwa
demokrat ingin memadukan hubungan Indonesia dengan negara-negara timur tengah lebih dekat
yang sekaligus juga ingin menjalin komunikasi dengan hubungan dengan negara demokrasi Barat.
Presiden Abdurrahman Wahid lah presiden Indonesia yang pertama mampu menghabiskan 23 dari
40 hari pertamanya untuk “tur keliling dunia” (Kompas; 02/01/2010). Diplomasi luar negeri yang
terkenal pada masa Abdurrahman Wahid dikenal dengan “diplomasi persatuan” yang bertujuan
untuk memperoleh dukungan Internasional terhadap wilayah kedaulatan Indonesia yang telah
mengalami gejolak disintegrasi (dalam buku Materi Perkembangan Politik Luar negeri Indonesia
oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan yang diakses melalui kkp.go.ig).
Isu-isu dalam negeri yang berkaitan tentang pembangunan demokrasi seperti, kontrol sipil
terhadap militer, pencabutan UU yang mendiskriminasikan etnis tertentu, dan isu-isu pengekan
HAM (Hak Asasi Manusia) semata-mata dilakukan untuk mengembalikan kepercayaan dunia
internasional terhadap Indonesia. Bahkan, untuk mendapatkan simpati lebih dari negara luar,
Abdurrahman Wahid pun pernah mewacakan untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel
yang mendapatkan begitu banyak pertentangan dalam negeri.
Sayangnya dalam masa kepemimpinan Abdurrahman Wahid politik luar negeri Indonesia
tidak terlalu fokus untuk menentukan arah kebijakan luar negeri. Maklum saja, dinamika politik
dalam pada masa Abdurrahman Wahid banyak terjadi pergolakan, seperti kabinet pemerintahan
yang sering berganti, penghapusan beberapa lembaga negara (penghapusan departemen sosial dan
departemen penerangan, dan seringnya Abdurrahman Wahid berkunjung ke luar negeri.
6. Politik Luar Negeri Indonesia pada masa Reformasi (Megawati Soekarno Putri)
Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarno Putri atau yang dikenal dengan Megawati
Soekarno Putri resmi menjadi presiden perempuan pertama di Indonesia sekaligus menjadi
presiden ke 5 (Lima) di Indonesia. Megawati diangkat menjadi presiden melalui sidang istimewa
MPR pada tanggal 21 Juli yang kemudian dilantik pada tanggal 23 Juli tahun 2001. Secara singkat,
Megawati Seokarno Putri diangkat menjadi presiden tatkala hubungan yang kurang harmonis
antara Abdurrahman Wahid dengan poros tengah di DPR. DPR kemudian mengeluarkan
memorandum I dan II untuk menjatuhkan Abdurrahman Wahid dari kursi presiden.
Selain perbaikan dalam bidang ekonomi, isu-isu keamanan seperti terorisme, dan
serangkaian bom di tanah air menjadi perhatian serius presiden Megawati. Untuk menjalan politik
luar negeri, Megawati Soekarno mempercayakan sepenuhnya kepada kementerian luar negeri serta
mengangkat diplomat-diplomat karir untuk menjalankan diplomasi Indonesia (Wuryundari; 2008
dalam Kementerian Kelautan dan Perikanan yang diakses melalui www.kkp.go.id). Wuryundari
juga menambahkan bahwa corak khas diplomasi yang dibangun oleh Megawati cenderung kepada
diplomasi konservatif ditengah politik dalam negeri yang sedang berbenah dan konstelasi politik
internasional yang cepat berubah.
Kabinet gotong royong adalah ciri khas dari pemerintahan Megawati. Fokus utama politik
luar negeri pada masa Megawati Soekarno putri menurut Hamidah (2009) dapat dilihat dari pidato
kenegaraan yang disampaikan Megawati pada tanggal 16 Agusutus 2001 yang mengatakan bahwa
fokus utama politik luar negeri Indonesia menekankan kepada “perbaikan imej bangsa dan negara”
serta mengembalikan kepercayaan pihak luar, maka unsur stabilas keamanan di bawah
pengawasan pemerintah harus memegang 3 (tiga) kata kunci penting yakni; keamanan,
pemerintah, dan masyarakat itu sendiri. Jika dilihat dalam aspek politik internasional, kebijakan
politik luar negeri yang diambil oleh Megawati Soekarno Putri sangat tepat, mengingat pada masa
pemerintahan Megawati teror bom marak terjadi.
7. Politik Luar Negeri Indonesia pada masa Reformasi (Susilo Bambang Yudhoyono)
Susilo Bambang Yudhoyono adalah presiden Indonesia yang lahir dari sistem pemilihan
presiden dan wakil presiden yang dilakukan secara langsung. Oleh sebab itu, keberhasilan bangsa
Indonesia dalam penyelenggaraan demokrasi dengan damai pada tahun 2004 mendapat sambutan
positif dimata Intenasional.
Politik luar negeri Indonesia pada masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono
dijalankan dengan menggunakan prinsip pembangunan humanis/komunitas regional yang lebih
komprehensif terutama pada ASEAN (dalam buku Kementerian Kelautan dan Perikanan yang
diakses melalui kkp.go.id). Selain itu, politik luar negeri yang di bawah kepemimpinan Susilo
Bambang Yudhoyono difokuskan pada pada lingkaran konsentris II yaitu kemitraan strategis
dengan negara-negara tetangga di Selatan seperti negara Australia, Timor Leste, dan Selandia Baru
dan negara dunia ketiga melalui beberapa even-even besar seperti konfrensi dengan kepala negara
Asia dan Afrika serta memperbaiki hubungan lebih erat dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa
(Inyati; 2016).
Corak diplomasi dari politik luar negeri Indonesia pada masa Susilo Bambang Yudhonyo
cenderung high-profile yang juga mengusung Soft-diplomacy. Tindakan-tindakan preventif dan
persuasif lebih dikedepankan dalam berkomunikasi dengan negara-negara lain yang dianggap
lebih menguntungkan kepentingan nasional dari pada hard-diplomacy, seperti tindakan
konfrontasi dengan Malaysia diganti dengan kemitraan strategis dari Indonesia, sehingga politik
luar negeri Indonesia pada masa Susilo Bambang Yudhoyono lebih bersifat netral dan humanis
terhadap negara-negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, dan hal inilah yang disebutkan
Susilo Bambang Yudhoyono sebaga “Thaousand Friends, Zero Enemy” (dalam buku Materi
Perkembangan Politik Luar negeri Indonesia oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan yang
diakses melalui kkp.go.ig). Oleh sebab itu, dampak perubahan politik luar negeri yang dilakukan
Susilo Bambang Yudhoyono bahwa Bangsa Indonesia telah muncul sebagai negara yang memiliki
global responsibilities dan global interest dimana tidak ada satupun isu global yang luput dari
perhatian politik luar negeri Indonesia (Situmorang; 2014).
8. Politik Luar Negeri Indonesia pada masa Reformasi (Joko Widodo)
Politik luar negeri pada masa kepemimpinan Jokowi Widodo tetap menggunakan politik
luar negeri bebas aktif. Kemenlu telah mengeluarkan Rentra 2015-2019 dalam capaian untuk lima
tahun ke depan, dimana politik luar negeri Indonesia akan difokuskan pada beberapa hal yang di
antaranya adalah; mengedepankan identitas sebagai negara kepulauan dalam pelaksanaan
diplomasi dan membangun kerja sama internasional, menguatkan diplomasi middle power yang
menempatkan Indonesia sebagai kekuatan regional dengan keterlibatan global secara selektif dan
memperluas keterlibatan regional di kawasan Indo Pasifik (Renstra Kemenlu 2015-2019).
Jika pada masa pemerintahan sebelumnya Indonesia dikenal dengan high-profile maka
presiden Joko Widodo cenderung kepada low profile yang lebih mengedepankan perbaikan-
perbaikan dalam negeri. Oleh sebab itu, presiden Joko Widodo kerap melakukan blusukan ke
berbagai daerah di Indonesia untuk melihat dan mendengarkan masalah-masalah apa yang
dihadapi pada tiap-tiap daerah. Pembangunan infrastruktur besar-besaran diberbagai daerah, dan
mengeluarkan berbagai paket kebijakan ekonomi dan membangun Indonesia sebagai poros
maritim yang kompetitif ditujukan untuk pembangunan Indonesia yang lebih baik yang dapat
memainkan peran dalam konstelasi politik internasional. Adapun landasan rumusan politik luar
negeri Indonesia pada masa Joko Widodo didasarkan pada Ideologi Pancasila dan Tri Sakti yakni,
Berdaulat dalam Bidang Politik, Berdikari dalam Bidang Ekonomi, dan Berkepribadian dalam
Kebudayaan (buku Materi Perkembangan Politik Luar negeri Indonesia oleh Kementerian
Kelautan dan Perikanan yang diakses melalui
http://ropeg.kkp.go.id/asset/source/2017/ujian_dinas/Perkembangan%20politik%20luar%20neg
eri%20terutama%20kerjasama%20negara-negara%20ASEAN. pdf).
Landasan dari rumusan tersebut kemudian diterjamahkan dalam tujuan politik luar negeri
Indonesia dalam kabinet kerja Joko Widodo yang meliputi (Prioritas Politik Luar Negeri Dalam
Kabinet Kinerja; 2016);
a. menjaga kedaulatan indonesia
b. meningkatkan perlindungan Warga Negara dan Badan Hukum Indonesia
c. meningkatkan diplomasi ekonomi
d. peningkatan peran aktif Republik Indonesia dalam forum regional dan multilateral
e. menegaskan Indonesia sebagai poros maritim dunia, sebagai kekuatan yang berada
diantara dua samudera: samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Khusus pada bagian poros maritim, presiden Joko Widodo memang sangat
memprioritaskan pada diplomasi maritim yang berguna untuk mempercepat penyelesaian
perbatasan dengan 10 negara tetangg, yang juga termasuk perbatasan darat (untuk lebih lengkap
berkaitan tentang diplomasi maritim dapat dilihat di url
https://www.kemlu.go.id/AKIP/Laporan%20Kinerja%20Kemenlu%202016.pdf dan juga dapat
dilihat di url https://www.kemlu.go.id/AKIP/Rencana%20Strategis %20Kemlu%202015-
2019.pdf). Bagi Indonesia hal ini sangat penting untuk menjaga keamanan dan integritas wilayah
Indonesia (Renstra Kemenlu; 2015). Selain ciri khas negara. Negara Indonesia memang dikenal
sebagai maritim yang sebagian teritorial wilayahnya adalah laut. Oleh sebab itu, presiden Joko
Widodo dengan kabinet kerjanya ingin memfokuskan untuk membangun ekonomi kelautan secara
maksimal dengan mengoptimalkan sumber-sumber kekayaan laut secara berkelanjutan serta
membangun konektivitas dan pertahan maritim.
Sikap politik presiden Joko Widodo untuk menanggapi isu-isu yang berkembang dalam
konstelasi politik internasional dapat dikatakan cukup berani. Indikasi itu dapat dilihat dari
beberapa hal seperti, pidato pembukaan konfrensi Asia-Afrika pada tahun 2015 dimana prisiden
Joko Widodo menyentil negara-negara maju dan mengkritisi lembaga-lembaga Internasional
seperti PBB, dan lembaga keuangan dunia yakni World Bank, IMF yang dianggapnya tidak akan
mampu menyelesaikan apa-apa. Sikap yang ditunjukkan oleh presiden Joko Widodo tersebut
ternyata mendapatkan simpati yang luar biasa bagi negara-negara Asia-Afrika. Selain itu, presiden
Joko Widodo juga secara terbuka untuk mendukung kemerdekaan Palestina dan serta mengecam
agresi militer yang dilakukan oleh Israel.
Selain sikap politik yang berani, presiden Joko Widodo juga memiliki sikap humanis yang
ditunjukkannya ketika menanggapi isu-isu kemanusiaan, seperti kerusuhan yang terjadi di
Myanmar dimana presiden langsung menginstruksikan menteri luar negeri Retno Marsudi untuk
memberikan bantuan kepada muslim Rohingya dan menyerukan perdamaian untuk mengatasi
konflik yang terjadi di negara Myanmar.
3.3.3. Arah Politik Luar Negeri Indonesia
Dinamika politik internasional yang cepat berubah dan polarisasi kekuatan ekonomi,
militer, teknologi, yang tidak lagi didominasi oleh negara-negara barat memberikan dampak baik
secara langsung maupun tidak langsung terhadap arah politik luar negeri Indonesia. Munculnya
negara China, Jepang, India, sebagai kekuatan baru pada abad 21 juga berdampak munculnya
tatanan politik inernasional yang baru. Derasnya arus globalisasi menyebabkan begitu banyak
perubahan-perubahan dengan peningkatan saling keterkaitan dan ketergantungan diseluruh dunia
melalui melalui peningkatan perdagangan, investasi, dan berbagai interaksi lainnya (Sudjono
dalam Wuryundari; 2016).
Seperti yang telah disinggung pada bagian sebelumnya, bahwa arah politik luar negeri
Indonesia sangat ditentukan oleh kepentingan nasional dalam negeri dan juga ditentukan siapa
pemimipin yang sedang berkuasa. Oleh sebab itu, pada bagian ini, penentuan arah politik luar
negeri Indonesia dilihat dari pemimpin yang berkuasa saat ini, yakni presiden Jokowi Widodo.
Selain kepentingan nasional yang dijadikan patokan untuk penentuan arah politik luar negeri
Indoneisa, ada 4 (empat) komponen acuan yang kerap menjadi arah penentuan politik luar negeri
setelah era reformasi (Wuryundari; 2016).
a. politik luar negeri Indonesia diarahkan untuk memperbaiki citra bangsa Indonesia
dikancah internasional
b. politik luar negeri Indonesia untuk membantu program stabilitas ekonomi, terutama
untuk menarik investasi dari luar negeri dan mendapatkan pasar peluang ekspor produk
Indonesia
c. politik luar negeri Indonesia ditujukan untuk mencegah meluasnya internasionalisasi
masalah politik domestik Indonesia yang berkaitan dengan ancaman sparatisme,
seperti konflik Papua.
d. politik luar negeri Indonesia diarahkan untuk mendorong terciptanya keamanan dan
stabilitas regional serta terpeliharanya perdamaian dunia.
Untuk Indonesia sendiri, arah politik luar negeri Indonesia telah ditetapkan dengan politik
luar negeri bebas-aktif yang meskipun pada prakteknya dapat disesuaikan dengan konstelasi
tatanan politik global yang sedang berkembang. Menurut Wuryundari (2016) Politik luar negeri
Indonesia dimasa mendatang diwarnai dengan berbagai perkembangan tantangan baru, bukan saja
karena dunia terglobalisasi dan terliberalisasi, namun Indonesia dihadapkan dengan perkembangan
ekonomi politik internasional dan isu-isu yang berkembang seperti terorisme dan isu-isu nuklir.
Oleh sebab itu, Indonesia harus segera berbenah untuk menghadapi arus perubahan yang begitu
cepat dan salah satu sarana yang tepat untuk melakukan hal itu adalah dengan penentuan prioritas
politik luar negeri yang jelas dan kongkrit karena politik luar negeri tersebut merupakan bagian
dari kebijakan nasional. Menurut Dewi Fortuna Anwar bahwa arah politik luar negeri Indonesia
saat ini harusnya memusatkan pada target-target yang penting dan diharapkan memenuhi
kepentingan rakyat.
Arah politik luat negeri Indonesia harus diselaraskan dengan kepentingan-kepentingan
nasional yang berkontribusi terhadap kedaulatan politik, kedaulatan ekonomi, dan kedaulatan
wilayah NKRI. Melihat konstelasi tatanan politik internasional yang cepat berubah maka arah
kebijakan politik luar negeri Indonesia harus selaras dengan arah kebijakan dan strategi nasional.
Saat ini Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ke tiga (2015-2019),
disusun sebagai penjabaran dari Visi Misi, Program Aksi Presiden/Wakil Presiden Jokowi dan
Jusuf Kalla serta berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
2005-2025 (Renstra Kemenlu; 2015). Dengan memperhatikan Tantangan pembangunan yang
dihadapi dan capaian pembangunan selama ini, maka visi pembangunan nasional untuk tahun
2015-2019 adalah; “TERWUJUDNYA INDONESIA YANG BERDAULAT, MANDIRI, DAN
BERKEPRIBADIAN BERLANDASKAN GOTONG ROYONG” (Renstra Kemenlu; 2015).
Upaya untuk mewujudkan visi tersebut adalah melalui 7 Misi Pembangunan yang telah
tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ke tiga (2015-2019)
yaitu: a. mewujudkan keamnan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang
kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritime dan mencerminlan
kepribadian Indonesia sebagai kepualauan; b. mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan,
dan demokratis berlandaskan negara hukum; c. mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan
memperkuat jati diri sebagai negara maritim; d. mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia
yang tinggi, maju, dan sejahtera; e. mewujudkan bangsa yang berdaya saing; f. mewujudkan
Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan
nasional; g. mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Merujuk dari Renstra yang dituliskan Kemenlu tahun 2015 sasaran utama yang ingin
dicapai adalah Indonesia secara konsisten dapat melaksanakan kebijakan politik luar negeri yang
bebas dan aktif dan jati dirinya sebagai negara maritim untuk mewujudkan tatanan dunia yang
semakin baik, dan memperjuangkan kepentingan nasionalnya dalam rangka mencapai tujuan
nasional Indonesia yang diukur dari target sasaran sebagai berikut;
a. karakter kebijakan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif yang dilandasi
kepentingan nasional dan jati diri sebagai negara maritim.
b. menguatnya diplomasi maritim untuk mempercepat penyelesaian perbatasan Indonesia
dengan 10 negara tetangga, menjamin integritas wilayah NKRI, kedaulatan maritime
dankeamanan/kesejahteraan pulau-pulau terdepan, dan mengamankan sumber daya
alam dan ZEE.
c. meningkatnya peran dan kontribusi Indonesia dalam mendorong penyelesaian sengketa
teritorial di kawasan.
1.3.4. Peran Indonesia dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia
Seperti yang telah termaktub dalam pembukaan UUD NRI 1945 aline ke 4 bahwa
”kewajiban bangsa Indonesia tidak hanya melindungi segenap tumpah darah Indonesia semata,
melainkan juga ikut berpartisipasi melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Amanah UUD NRI 1994 ini tampaknya seleras dengan
politik luar negeri Indonesia bebas aktif yang dijalankan dengan menggunakan pendekatan all-
direction foreign policy atau politik luar negeri ke segala arah dan sangat mengedepankan
semangat a million friends, zero enemy (Effendi; 2017). Pendekatan inilah yang digunakan
Indonesia untuk berkontribusi bagi ketertiban dunia, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Politik luar negeri Indonesia secara konsisten untuk menciptakan perdamaian dunia. Di
tengah arus perubahan politik global yang cepat, Indonesia dituntut berperan aktif untuk
menciptakan pedamaian dunia serta mencegah timbulnya konflik yang dapat merugikan banyak
pihak. Optimalisasi diplomasi dalam menjalankan politik luar negeri menjadi kewajiban yang
harus diperankan oleh Indonesia, karena peran dan kepemimpinan Indonesia dirasakan semakin
penting dalam berbagai macam kerjasama, baik dalam kawasan Regional maupuan kawasan
Global yang bertujuan untuk memberikan ruang bagi berjalan dan efektifnya proses pembangunan
di Indonesia demi kesejahteraan rakyat Indonesia (Renstra Kemenlu; 2015).
Kontribusi Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia telah banyak dilakukan. Hal
itu dapat dilihat dari keterlibatan Indonesia untuk mengirimkan personil Peacekeeping Operations
(PKO) yang menempatkan bangsa Indonesia sebagai peringkat ke 12 terbesar dari 125 negera yang
mengirimkan 2.840 personil untuk menjaga perdamaian di bawah kordinasi PBB (buku II Laporan
Kinerja Kementerian Luar Negeri; 2015). Sampai saat ini, keterlibatan personil Peacekeeping
Operations untuk menciptakan perdamaian berada di 9 (Sembilan) misi perdamaian di 6 (enam)
negara yakni (Renstra Kemenlu; 2015). Untuk melihat keterlibatan Indonesia dalam peacekeeping
operations silahkan klik url yang tertera di bawah ini.
https://www.kemlu.go.id/AKIP/Rencana%20Strategis% 20Kemlu%202015-2019.pdf.
Upaya bangsa Indonesia untuk terlibat aktif dalam menciptakan perdamaian dunia semakin
kuat ketika presiden Joko Widodo menginstruksikan melalui Kemenlu agar pemerintah Indonesia
terus meningkatkan partisipasi dalam UN PKO sebagai net contributor dari perdamaian dunia
dengan mewujudkan 4000 Indonesia Peacekeepers pada tahun 2019 (Renstra Kemenlu; 2015).
Selain terlibat mengirimkan pasukan perdamaian, keterlibatan Indonesia untuk berperan
aktif dalam menjaga perdamaian adalah berperan aktif dalam kerjasama di forum regional
termasuk ASEAN dimana Indonesia sebagai pelopor forum Asean Community dengan sub-
ordinasi yakni Asean Security Community, Asean Economic Community dan Asean Socio-Cultural
Community, kemudian Indonesia juga terlibat dalam APEC, FEALAC, ASIA COOPERATION
DIALOGUE (ACD), Asia Middle-East Dialogue (AMED), New Asian-African Strategic
Partnership (NASSP), Southwest Pacific Dialogue (SwPD) dan Indian Ocean Rim Association
(IORA) Untuk melihat keterlibatan Indonesia dalam kegiatan forum ASEAN silahkan klik url
yang tertera di bawah ini.
https://www.kemlu.go.id/AKIP/Rencana%20Strategis%20Kemlu%202015-2019.
Peran Indonesia untuk mencipatakan perdamaian dunia yang lain adalah keterlibatan
Indonesia secara konsiten dalam upaya membangun Palestina melalui UNESCO, UNWRA
(United Nations Relief and Works Agency, dan OIC (Organization of The Islamic Cooperation).
Selain Palestina, Indonesia juga terlibat untuk mencipatakan perdamaian di Suriah melalui
perundingan perdamaian yang dihadiri oleh Indonesia di Montreaux Swiss pada tahun 2014.
Bangsa Indonesia yang mayoritas Muslim dianggap memiliki peran penting upaya perdamaian di
Suriah. Tak hanya itu, pada tahun 2016 Indonesia kembali menyerukan perdamaian atas konflik
yang terjadi di Aleppo Suriah dengan mendorong Dewan Keamanan PBB dapat mengambil
langkah secara jelas dan kongkrit terhadap tercapainya gencatan senajat dan penghentian
kekerasan.
Indonesia juga telibat aktif untuk menciptakan perdamaian di Afganistan, dimana hal itu
dapat dilihat dari kunjungan presiden Joko Widodo untuk bertemu secara langsung presiden
Mamnoon Hussein di Afganistan pada tahun 2018. Inti pertemuan tersebut, presiden Joko Widodo
mengusulkan bahwa untuk menyelesaikan konflik di Afganistan harus diselesaikan dengan
menggunakan komite ulama tripartit (Afganistan, Pakistan, dan Indonesia) (Republika/1/03/2018).
Di wilayah Asia Pasifik, Indonesia yang dianggap sebagai negara yang netral juga terlibat
untuk menyelesaikan konflik di Laut Tiongkok Selatan yang melibatkan yakni Filipina, Vietnam,
Malaysia, serta Taiwan yang mengancam stabilitas kemanan di kawasan Asia Pasifik. Di Wilayah
Asia Tenggara, Indonesia juga terlibat untuk menjaga perdamaian atas konflik etnis Muslim
Rohingya di Rakhine State Myanmar dengan menggunakan Diplomasi Kemanusiaan. Selain
bertemu dengan pemimpin Myanmar, Indonesia salah satu negara yang cepat memberikan bantuan
terhadap etnis Rohingya yang menderita akibat konflik tersebut.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa politik luar negeri Indonesia memiliki
komitmen yang tinggi untuk menciptakan perdamaian baik di kawasan regional maupun di
kawasan global. Semangat untuk menciptakan perdamaian ini selaras dengan tujuan hidup
berbangsa dan bernegara sebagaimana telah tertuang dalam pembukaan UUD NRI 1945.

Rangkuman
1. Sejarah lahirnya politik luar negeri Indonesia sangat berkaitan erat dengan kemerdekaan
bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus tahun 1945. Hal ini itu dilihat dari berdirinya
Kementerian Luar Negeri pada tanggal 19 Agustus 1945 yang diberikan amanah untuk
mengemban misi politik luar negeri yang akan mengakomodasi kepentingan nasional
untuk mendapat pengakuan kemerdekaan Indonesia. Landansan dari tujuan politik luar
negeri Indonesia di awal kemerdekaan adalah politik luar negeri yang tidak berpihak
dengan blok-blok tertentu atau non-blok terhadap dua kekuatan yakni Uni Soviet dan
Amerika Serikat.
2. Mesir merupakan negara secara de facto mengakui negara Indonesia pada tanggal 22 Maret
tahun 1946, dan mengakui Indonesia secara de jure pada tanggal 10 Juni 1947. Setelah
negara Mesir, pengakuan dari negara lain yang tergabung dalam liga Arab pun menyusul
untuk mengakui kemerdekaan Indonesia seperti negara Iraq, Lebanon, Yaman, Saudi
Arabia dan Afganistan
3. Secara umum politik luar negeri dapat dikatakan sebagai pengejewantahan dari
kepentingan-kepentingan nasional suatu negara terhadap negara lain yang akan
diperjuangkan dalam tatanan politik global. Pelaksanaan kebijakan politik luar negeri
dilakukan dengan rangkaian kegiatan diplomasi. Oleh karena itu politik luar negeri
memiliki beberapa tujuan yakni: 1) adanya Nilai (value) yang telah ditetapkan para
pembuat kebijakan atau keputusan; 2) politik luar negeri pasti membutuhkan skema waktu
untuk menetapkan suatu tujuan; 3) jenis tuntutan tujuan yang dibebankan atas negara lain.
4. Landasan politik luar negeri Indonesia terbagi dalam 3 (tiga) landasan utama: 1) landasan
Idiil; landasan Konstitusional; landasan Operasional.
5. Pada masa Orde Lama. Politik luar negeri bebas aktif merupakan ciri khas dari politik luar
negeri pada masa Orde Lama. Arah kebijakan politik luar negeri Indonesia lebih ditujukan
untuk memperoleh pengakuan internasional atas proses dekolonialisasi dan menentang
segala bentuk penjajahan di atas dunia. Selain dikenal dengan politik luar negeri yang
bebas-aktif karakteristik politik luar negeri pada masa Orde Lama di bawah kepimpinan
Soekarno bercorak konfrontatif dan lebih corak high profile.
6. Pada masa Orde Baru Politik luar negeri Indonesia pada masa Orde Baru tetap mengusung
kepada politik luar negeri bebas-aktif. Hanya saja, politik bebas-aktif tidak lagi dimaknai
dengan politik keberpihakan terhadap suatu kekuatan dunia melain berpartisipasi aktif
terhadap dinamika politik internasional yang berkontribusi besar terhadap kepentingan
nasional Indonesia. Pada masa kepemimpinan Soeharto, Politik Luar Negeri Indonesia
lebih difokuskan kepada pembangunan Ekonomi dalam negeri. Kerjasama-kerjasama
dengan negara-negara barat. Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto lebih
memfokuskan kepada pencarian sumber bantuan, oleh sebab itu politik luar negeri
Indonesia dapat dikatakan sebagai low politics, suatu politik luar negeri yang berorientasi
pada pembangunan dan kesejahteraan rakyat
7. Pada masa Reformasi politik luar negeri Indonesia terbagi ke dalam beberapa
pemerintahan. Kebijakan politik luar negeri yang dibangun oleh B.J Habibie melalui Soft
Diplomacy untuk memulihkan kepercayaan dunia luar terhadap negara Indonesia
mengingat keterpurukan ekonomi Indonesia cukup berimbas kepada seluruh lini kehidupan
negara. Pada masa Abdurrahman Wahid dikenal dengan “diplomasi persatuan” yang
bertujuan untuk memperoleh dukungan Internasional terhadap wilayah kedaulatan
Indonesia yang telah mengalami gejolak disintegrasi.
8. Pada masa Megawati Soekarno fokus utama politik luar negeri menekankan kepada
“perbaikan imej bangsa dan negara” serta mengembalikan kepercayaan pihak luar, maka
unsur stabilas keamanan di bawah pengawasan pemerintah harus memegang 3 (tiga) kata
kunci penting yakni, keamanan, pemerintah, dan masyarakat itu sendiri.
9. Pada masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono politik luar negeri dijalankan
dengan menggunakan prinsip pembangunan humanis/komunitas regional yang lebih
komprehensif terutama pada ASEAN dan politik luar negeri juga difokuskan pada pada
lingkaran konsentris II yaitu kemitraan strategis dengan negara-negara tetangga di Selatan
seperti negara Australia, Timor Leste, dan Selandia Baru dan negara dunia ketiga melalui
beberapa even-even besar seperti konfrensi dengan kepala negara Asia dan Afrika serta
memperbaiki hubungan lebih erat dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa. Pada masa
pemerintahan Joko Widodo politik luar negeri Indonesia difokuskan pada beberapa hal
yang di antaranya adalah; mengedepankan identitas sebagai negara kepulauan dalam
pelaksanaan diplomasi dan membangun kerja sama internasional, menguatkan diplomasi
middle power yang menempatkan Indonesia sebagai kekuatan regional dengan keterlibatan
global secara selektif dan memperluas keterlibatan regional di kawasan Indo Pasifik.
10. Arah politik luat negeri Indonesia harus diselaraskan dengan kepentingan-kepentingan
nasional yang berkontribusi terhadap kedaulatan politik, kedaulatan ekonomi, dan
kedaulatan wilayah NKRI. Oleh sebab itu, pada bagian ini, penentuan arah politik luar
negeri Indonesia dilihat dari pemimpin yang berkuasa saat ini, yakni presiden Jokowi
Widodo. Ada 4 (empat) komponen acuan yang kerap menjadi arah penentuan politik luar
negeri setelah era reformasi hingga sampai saat ini;
 Politik luar negeri Indonesia diarahkan untuk memperbaiki citra bangsa Indonesia
dimata internasional
 Politik luar negeri Indonesia untuk membantu program stabilitas ekonomi, terutama
untuk menarik investasi dari luar negeri dan mendapatkan pasar peluang ekspor
produk Indonesia
 Politik luar negeri Indonesia ditujukan untuk mencegah meluasnya
internasionalisasi masalah politik domestik Indonesia yang berkaitan dengan
ancaman sparatisme, seperti konflik Papua.
 Politik luar negeri Indonesia diarahkan untuk mendorong terciptanya keamanan
dan stabilitas regional serta terpeliharanya perdamaian dunia.
11. Peran Indonesia untuk menciptakan perdamain dunia sebenarnya telah termaktub dalam
pembukaan UUD NRI 1945 aline ke 4 bahwa”kewajiban bangsa Indonesia tidak hanya
melindungi segenap tumpah darah Indonesia semata, melainkan juga ikut berpartisipasi
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial”. Bentuk partipasi Indonesia untuk menciptakan perdamaian dunia telah
banyak dilakukan yang di antaranya adalah; pengiriman pasukan keamanan dunia melalui
UN PKO di PBB, terlibat dalam forum-forum ASEAN, dalam APEC, FEALAC, ASIA
COOPERATION DIALOGUE (ACD), Asia Middle-East Dialogue (AMED), New Asian-
African Strategic Partnership (NASSP), Southwest Pacific Dialogue (SwPD) dan Indian
Ocean Rim Association (IORA), keterlibatan perdamaian di Palestina, Suriah, penyelesain
konflik di kawasan Asia Pasifik, dan perdamaian di Myanmar.

Anda mungkin juga menyukai