Anda di halaman 1dari 33

52

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


1. Sejarah PT. Elnusa Tbk
PT. Elnusa Tbk merupakan satu-satunya perusahaan nasional yang
menguasai kompetensi di bidang jasa minyak dan gas bumi antara lain :
Jasa Seismic, Pengeboran dan Pengelolaan Lapangan Minyak. Elnusa
menyediakan jasa migas dengan strategi aliansi global bagi perusahaan
migas berkelas dunia dan juga sesuai dengan standar keselamatan dan
lindung lingkungan.
Sebagai bagian dari afiliasi Pertamina, pemegang saham
pengendali Elnusa memberikan konstribusi yang sangat besar atas
keberadaan Elnusa saat ini.Elnusa memiliki 40 tahun lebih pengalaman di
industri jasa migas dengan klien baik perusahaan nasional maupun
internasional.Elnusa merupakan market leader di industri jasa migas
dengan keahlian yang mumpuni dan membawa sampai kancah pasar
internasional.
Elnusa mengawali kiprahnya sebagai pendukung operasi PT
Pertamina (Persero) pada tahun 1969. Jasa yang ditawarkan Elnusa antara
lain terutama dalam memberikan pelayanan termasuk pemeliharaan dan
perbaikan, di bidang peralatan komunikasi elektronik, peralatan navigasi
dan sistem radar yang digunakan oleh kapal-kapal milik Pertamina.
Pada Oktober 2007, Elnusa kembali melakukan restrukturisasi
menjadi perusahaan pertama Indonesia yang memberikan layanan hulu
migas terpadu (Integrated Upstream Oil and Gas Services
Company).Selain itu, untuk memperkuat lini bisnis, Elnusa memiliki
empat afiliasi yang dikonsolidasikan juga dalam struktur korporasi.PT
Elnusa Tbk secara resmi terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia pada
tanggal 6 Februari 2008. Dengan sikap profesional, transparansi, clean dan
dengan etika bisnis yang terpercaya, Elnusa siap untuk menghadapi
53

tantangan baik secara regional, nasional maupun internasional. Saat ini,


Elnusa merupakan pemimpin di sektor jasa migas dengan kliennya yang
merupakan perusahaan nasional maupun multi-nasional.
Jasa Migas Elnusameliputi :
a. Jasa Data Geofisik: proses dan penyimpanan data melalui metode
seismic dengan peralatan yang dibentangkan di darah, laut dan zona
transisi (laut dangkal/hutan bakau) dan laut dalam. Menjadi pionir
dalan jasa data geofisikadi Indonesia, Elnusa memegang kendali atas
operasi geofisika di Indonesia.
b. Jasa Pengeboran Migas: menyediakan solusi pengeboran dengan
manajemen pengeboran, peralatan, pengadaan dan provisi. Tahun
2009, Elnusa melalui Divisi Pengeboran merupakan satu-satunya divisi
atau perusahaan yang memiliki dan mengoperasikan Modular Rig
Pertama di Asia Pasifik.
c. Jasa Pengelolaan Lapangan Minyak: mengoperasikan dan memelihara
lapangan migas dan sumur, EPC-M, pipa O&M dan fasilitas produksi,
penanganan produksi migas dan jasa pendukung pengeboran darat
seperti Wireline Logging, Cementing dan Well Testing serta jasa
evaluasi produk.
d. Jasa Pendukung: merupakan pelengkap dari jasa migas yang dimiliki
Elnusa antara lain data manajemen dan jasa telekomunikasi. Dimana
jasa pendukung ini dioperasikan oleh Anak Perusahaan dan Afiliasi
Elnusa.
2. Visi dan Misi Perusahaan
Visi :“Perusahaan Jasa Energi Terkemuka yang Memberikan Solusi Total”
Misi :
a. Meningkatkan kelangsungan bisnis yang berkelanjutan dan
menguntungkan dalam industri energi dalam negeri dan internasional
untuk memenuhi harapan pemegang saham.
54

b. Memenuhi dan menjaga kepuasan pelanggan dengan memberikan


Total Solution melalui sinergi, operational Excellence, QHSE dan
prinsip-prinsip GCG.
c. Meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan untuk berkembang bagi
karyawan.
d. Membangun hubungan yang harmonis dan saling menguntungkan
dengan pemerintah, mitra, dan masyarakat.
Nilai-Nilai Perusahaan
a. Clean :memiliki integritas, komitmen tinggi dan dapat diandalkan
dalam menjalankan setiap aktivitas bisnis perusahaan.
b. Respectful :Terpercaya di dalam komunitas bisnis dan lingkungan
karena memiliki keahlian dan semangat yang tinggi di bidangnya
dalam menyelesaikan pekerjaan secara cepat dan akurat, memahami
kebutuhan pelanggan, memberikan pelayanan terbaik untuk mencapai
kepuasan pelanggan serta menjadikan keselamatan kerja sebagai
prioritas utama dalam melaksanakan setiap aktivitas.
c. Synergy :Bersikap proaktif menjalin kerja sama dengan pelanggan,
mitra usaha, masyarakat, karyawan dan pemegang saham.
3. Lokasi Kegiatan
PT Elnusa TBK memiliki dua operasi pusat, yang pertama
dibangun Wisma Mulia di Jakarta untuk administrasi dan untuk
melakukan kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi termasuk fasilitas
produksi di Kalimantan Timur.Lapangan-lapangan yang telah di
kembangkan tersebut terbagi dalam empat wilayah yaitu Badak, Nilam,
Samberah, Mutiara, Beras dan Pemaguan.
a. Lapangan Badak
Lapangan Badak merupakan daerah yang pertama kali ditemukan,
yaitu pada tahun 1972 dengan luas wilayah 107.305 ha.Lapangan yang
berlokasi di dekat delta Sungai Mahakam ini memiliki serangkaian
reservoir gas dan terdistribusi secara vertical ke berbagai area yang
telah terstruktur.Wilayah ini menjadi pusat oprasi utama kegiatan
55

operasi minyak dan gas sekaligus menjadi pusat bangunan dari setiap
departemen yang ada diperusahaan ini.Hingga saat ini hampir 200
sumur telah dibor di lapangan badak untuk mendapatkan volume dan
potensi hidrokarbon yang besar.Pengeboran sumur-sumur ini
dilengkapi dengan beberapa fasilitas produksi gas, produksi minyak
mentah, stabilisasi konsesial, pemanfaatan gas, tankpram dan power
plant.Namun karena umur lapangan ini yang telah tua, maka
manajemen terhadap reservoir menjadi lebih kompleks.Gas yang
dihasilkan di lapangan badak disalurkan menjadi 56 km ke utara
melalui pipa berdiameter besar dan bertekanan tinggi menuju Bontang
LNG Plant dan Perusahaan Industri Kalimantan Timur yang terdiri
dari 7 perusahaan pupuk dan perusahaan petrokimia.Minyak dan
kondensat disalurkan menuju Unocal Operated Santan
Terminal.Lapangan Badak saat ini telah jauh berkembang pesat dari
sejak pertama kaliwilayah ini ditemukan.Hal ini terlihat dari kemajuan
infra strukturnya dan perekonomian sekitar.
b. Lapangan Nilam
Lapangan Nilam yang ditemukan pada juli 1974 ini memiliki hampir
1.000 sumber terpisah dan 167 lapisan tanah, sehingga menyebabkan
lapangan ini begitu kompleks. Lapangan seluas 40.000 ha ini
memproduksi sekitar 30% produksi gas yang berasal dari 218 sumber
di Nilam, delapan sumur di Lempake dan dua lapangan baru yang
mulai dimanfaatkan ditahun 2002. Gas dan minyak yang diproduksi
dikumpulkan di 6 stasiun pengumpulan (Satelit 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 yang
selanjutnya diproses di Nilam Central Plant (NCP).Sungai Mahakam
yang menjadi jalur distribusi dari Lapangan Nilam membuat
transportasi hanya dapat dilakukan dengan menggunakan perahu.
c. Lapangan Samberah
Lapangan Samberah ditemukan pada januari 1974 dan merupakan
wilayah yang paling utama dari keseluruhan area
pengeboran.Lapangan ini juga memiliki banyak reservoir minyak dan
56

gas dengan kedalaman produksi mulai dari 1.000 feet hingga 10.000
feet.Hingga tahun 2009, yaitu sebesar 180MMSCFD (One Milion
Cubic Feet per Day).Gas dan minyak dari lapangan Samberah
selanjutnya dikumpulkan di plant Samberah 13 dan Samberah 14
untuk dilakukan proses pemisahan tiga fase yakni gas, minyak dan air.
Gas yang dihasilkan akan dialirkan ke jalur pipa Badak-Bontang,
minyak dipompakan ke tangki pengumpulan di Badak dan air
terproduksi dialirkan ke Instalasi Pengelolahan Air Limbah (Polution
Control Unit) di Samberah 14 kemudian dipompakan ke Badak untuk
diinjeksikan. Gas dan minyak yangdiproduksikan harus di kirim
sebagai konsekunsi fokusnya pengembangan di wilayah Badak dan
Nilam. Untuk Meningkatkan daya produksi direncanakan untuk
meningkatkan pengeboran dimasa yang akan datang dan meningkatkan
fasilitas yang digunakan.
d. Lapangan Mutiara, Pamaguan, dan Beras
Pada tahun 1974, menemukan sumber minyak di daerah
Pamaguan.Kemudian pada tahun 1991 cadangan gas pada daerah ini
dikembangkan. Pada tahun 1993, kembali menemukan sumber minyak
dan gas lain yaitu di daerah Mutiara dan Beras. Selanjutnya lapangan
Mutiara, Beras, dan Pemaguan tergabung dalam satu wilayah lapangan
mutiara yang merupakan wilayah paling selatan dari keseluruhan area
pengeboran.Lapangan Mutiara yang merupakan lapangan terbesar,
berlokasi di selatan Sungai Mahakam di sebelah barat Kota Kecil
Handil.Namun sumber minyak terbesar berasal dari lapangan Beras
yang berlokasi disebelah selatan lapangan Mutiara.Sedangkan
lapangan Pamaguan yang menjadi lapangan yang paling awal
ditemukan, berlokasi disebelah utara Lapangan Mutiara dan terletak di
pinggir Sungai Dondang.Produksi gas meningkat secara signifikan di
tahun 1999 dan tahun 2003 sebagai hasil dari strategi kebijakan yang
matang untuk memaksimalkan recovery dan hasil dari percepatan
57

kehabisan persediaan persedian minyak.Saat ini lapangan Mutiara


memasok sepertiga dari produksi total gas.
4. Deskripsi Logo BaruPerusahaan
Logo baru elnusa terdiri dari ‘logogram’ dan ‘logotype’.

a. Logogram
Gagasan dasarnya adalah“circular energy” yang divisualisasikan
seperti bentuk huruf “e” sebagai huruf awal nama Perseroan yaitu
elnusa dan ruang lingkup bisnis Perseroan yaitu jasa energi. struktur
bentuk logogram bulat, bermaknadinamis dan sempurna. Elnusa
sebagai perusahaan jasa, memiliki semangat dan kekuatan besar
yang secara dinamis berperilaku responsif, adaptif, dan inovatif
untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Sempurna
adalah komitmen dan integritas elnusa untuk membangun negeri
melalui bisnis jasa energi. Konfigurasi gradasi ketebalan garis
pada logogram menciptakan impresi kecepatan berputar yang
mengartikulasikan continuous improvement dalam penguasaan
teknologi, peningkatan mutu sumberdaya insani, dan menghasilkan
profesionalisme yang terpercaya guna mengakselerasi pertumbuhan
bisnis dan pengembangan usaha. Komposisi warna logogram
mencerminkan karakteristik dan nilai inti elnusa: hijau = Clean;
merah = Respectful; biru = Synergy.
b. Logotype
Tulisan ‘elnusa’ menggunakan huruf Frutiger sain Bd v.1
denganformat huruf kecil (lowercase) dan tebal (bold), hal ini
memberi kesan elnusa ramah dan tegas.
58

5. Struktur Organisasi

Gambar 4.1.Struktur Organisasi PT.Elnusa Tbk.


59

B. Hasil Penelitian
1. Analisis Univariat
a. Umur
Umur karyawan Service Well Company PT. Elnusa Tbk
Wilayah Muara Badak dapat dilihat pada tabel 4.1 :
Tabel 4.1. Distribusi frekuensi berdasarkan umur karyawan Service
Well Company PT. Elnusa Tbk Wilayah Muara Badak

No Umur Frekuensi Persentase (%)


1 Dewasa Madya
16 35
(41-60 tahun)
2 Dewasa Awal
24 65
(18-40 tahun)
Jumlah 40 100
Sumber : Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 4.1 diperoleh gambaran bahwa dari 40


responden yang terlibat dalam penelitian ini proporsi tertinggi pada
responden dengan umur dewasa awal (18-40 tahun)berjumlah 26
responden (65%), sedangkan dewasa madya (41-60 tahun)berjumlah
14 responden (35%).
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin karyawan Service Well Company PT. Elnusa Tbk
Wilayah Muara Badak dapat dilihat pada tabel 4.2 :
Tabel 4.2. Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin karyawan
Service Well Company PT. Elnusa Tbk Wilayah Muara
Badak

No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)


1 Laki-laki 40 100
2 Perempuan 0 0
Jumlah 40 100
Sumber : Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 4.2 diperoleh gambaran bahwa dari 40


responden yang terlibat dalam penelitian ini seluruhnya jenis kelamin
laki-laki berjumlah 40 responden (100%).
60

c. Status Pernikahan
Status Pernikahan karyawan Service Well Company PT. Elnusa
Tbk Wilayah Muara Badak dapat dilihat pada tabel 4.3 :
Tabel 4.3. Distribusi frekuensi berdasarkan status pernikahan
karyawan Service Well Company PT. Elnusa Tbk
Wilayah Muara Badak

No Status Pernikahan Frekuensi Persentase (%)


1 Menikah 29 72,5
2 Belum Menikah 11 27,5
Jumlah 40 100
Sumber : Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 4.3 diperoleh gambaran bahwa dari 40


responden yang terlibat dalam penelitian ini proporsi tertinggi pada
responden yang telah menikah berjumlah 29 responden (72,5%),
sedangkan belum menikah berjumlahberjumlah 11 responden (27,5%).
d. Pendidikan
Pendidikan karyawan Service Well Company PT. Elnusa Tbk
Wilayah Muara Badak dapat dilihat pada tabel 4.4 :
Tabel 4.4. Distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan karyawan
Service Well Company PT. Elnusa Tbk Wilayah Muara
Badak

No Pendidikan Frekuensi Persentase (%)


1 SMU/Sederajat 24 60
2 S1 16 40
Jumlah 40 100
Sumber : Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 4.4 diperoleh gambaran bahwa dari 40


responden yang terlibat dalam penelitian ini proporsi tertinggi pada
responden pendidikan terakhir tamat SMU/Sederajat berjumlah 24
responden (60%), sedangkan tamat S1 berjumlahberjumlah 16
responden (40%).

e. Masa Kerja
61

Masa kerja karyawan Service Well Company PT. Elnusa Tbk


Wilayah Muara Badak dapat dilihat pada tabel 4.5 :
Tabel 4.5. Distribusi frekuensi berdasarkan masa kerja karyawan
Service Well Company PT. Elnusa Tbk Wilayah Muara
Badak

No Masa Kerja Frekuensi Persentase (%)


1 > 3 tahun 26 65
2 ≤ 3 tahun 14 35
Jumlah 40 100
Sumber : Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh gambaran bahwa dari 40


responden yang terlibat dalam penelitian ini proporsi tertinggi pada
responden masa kerja > 26 tahun berjumlah 26 responden (65%),
sedangkan masa kerja ≤ 3 tahun berjumlahberjumlah 14 responden
(35%).
f. Beban Kerja
Beban kerja karyawan Service Well Company PT. Elnusa Tbk
Wilayah Muara Badak dapat dilihat pada tabel 4.6 :
Tabel 4.6. Distribusi frekuensi berdasarkan beban kerja karyawan
Service Well Company PT. Elnusa Tbk Wilayah Muara
Badak

No Beban Kerja Frekuensi Persentase (%)


1 Tinggi 25 62,5
2 Rendah 15 37,5
Jumlah 40 100
Sumber : Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 4.6 diperoleh gambaran bahwa dari 40


responden yang terlibat dalam penelitian ini proporsi tertinggi pada
responden beban kerja tinggi berjumlah 25 responden (62,5%),
sedangkan beban kerja rendah berjumlahberjumlah 15 responden
(37,5%).

g. Stres Kerja
62

Stres kerja karyawan Service Well Company PT. Elnusa Tbk


Wilayah Muara Badak dapat dilihat pada tabel 4.7 :
Tabel 4.7. Distribusi frekuensi berdasarkan stres kerja karyawan
Service Well Company PT. Elnusa Tbk Wilayah Muara
Badak

No Stres Kerja Frekuensi Persentase (%)


1 Stres Kerja 20 50
2 Tidak Stres Kerja 20 50
Jumlah 40 100
Sumber : Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh gambaran bahwa dari 40


responden yang terlibat dalam penelitian ini seimbang antara yang
mengalami stres kerja dan tidak mengalami stres kerja yang masing-
masing berjumlah 20 responden (50%).
2. Analisis Bivariat
a. Hubungan usia dengan stress kerja pada karyawan Service Well
Company PT. Elnusa Tbk Wilayah Muara Badak tahun 2018.
Hubungan usia dengan stress kerja pada karyawan Service Well
Company PT. Elnusa Tbk Wilayah Muara Badak tahun 2018pada
penelitian ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 4.8. Hubungan usia dengan stress kerja pada karyawan Service
Well Company PT. Elnusa Tbk Wilayah Muara Badak
tahun 2018

Stres Kerja
No Usia Tidak Total % p value
Stres
% Stres %
Kerja
Kerja
Dewasa
Madya (41- 10 25 4 10 14 35
1 60 tahun)
Dewasa 0,048
Awal (18-40 10 25 16 40 26 65
2 tahun)
Jumlah 20 50 20 50 40 100
Sumber : Data Primer, 2018
Dari tabel tersebut terlihat dari 14 responden dengan usia
dewasa madya (41-60 tahun), proporsi tertinggi yang mengalami stres
63

kerja berjumlah 10 responden (25%), terdapat pula responden usia


dewasa madya (41-60 tahun) yang tidak mengalami stres kerja
berjumlah 4 responden (10%). Adapun dari 26 responden dengan usia
dewasa awal (18-40 tahun), proporsi tertinggi yang tidak mengalami
stres kerja berjumlah 16 responden (40%), terdapat pula responden
usia dewasa awal (18-40 tahun) yang mengalami stres kerja berjumlah
10 responden (25%). Hasil uji statistik diperolehp value = 0,048 < 0,05
sehingga Ho ditolak yaitu ada hubungan usia dengan stress kerja pada
karyawan Service Well Company PT. Elnusa Tbk Wilayah Muara
Badak tahun 2018.
b. Hubungan masa kerja dengan stress kerja pada karyawan Service Well
Company PT. Elnusa Tbk Wilayah Muara Badak tahun 2018.
Hubungan masa kerja dengan stress kerja pada karyawan
Service Well Company PT. Elnusa Tbk Wilayah Muara Badak tahun
2018pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 4.9. Hubungan masa kerja dengan stress kerja pada karyawan
Service Well Company PT. Elnusa Tbk Wilayah Muara
Badak tahun 2018

Stres Kerja
No Masa Kerja Tidak Total % p value
Stres
% Stres %
Kerja
Kerja
1 > 3 tahun 18 45 8 20 26 65
2 ≤ 3 tahun 2 5 12 30 14 35 0,001
Jumlah 20 50 20 50 40 100
Sumber : Data Primer, 2018
Dari tabel tersebut terlihat dari 26 responden dengan masa
kerja > 3 tahun, proporsi tertinggi yang mengalami stres kerja
berjumlah 18 responden (45%), terdapat pula responden masa kerja >
3 tahun yang tidak mengalami stres kerja berjumlah 8 responden
(20%).Adapun dari 14 responden dengan masa kerja ≤ 3 tahun,
proporsi tertinggi yang tidak mengalami stres kerja berjumlah 12
responden (30%), terdapat pula responden masa kerja ≤ 3 tahun yang
mengalami stres kerja berjumlah 2 responden (5%). Hasil uji statistik
64

diperolehp value = 0,001 < 0,05 sehingga Ho ditolak yaitu ada


hubungan masa kerja dengan stress kerja pada karyawan Service Well
Company PT. Elnusa Tbk Wilayah Muara Badak tahun 2018.
c. Hubungan beban kerja dengan stress kerja pada karyawan Service Well
Company PT. Elnusa Tbk Wilayah Muara Badak tahun 2018.
Hubungan beban kerja dengan stress kerja pada karyawan
Service Well Company PT. Elnusa Tbk Wilayah Muara Badak tahun
2018pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 4.10. Hubungan beban kerja dengan stress kerja pada karyawan
Service Well Company PT. Elnusa Tbk Wilayah Muara
Badak tahun 2018

Stres Kerja
No Beban Kerja Tidak Total % p value
Stres
% Stres %
Kerja
Kerja
1 Tinggi 16 40 9 22,5 25 62,5
2 Rendah 4 10 11 27,5 15 37,5 0,024
Jumlah 20 50 20 50 40 100
Sumber : Data Primer, 2018
Dari tabel tersebut terlihat dari 25 responden dengan beban
kerja tinggi, proporsi tertinggi yang mengalami stres kerja berjumlah
16 responden (40%), terdapat pula responden beban kerja tinggi yang
tidak mengalami stres kerja berjumlah 9 responden (22,5%). Adapun
dari 15 responden dengan beban kerja rendah, proporsi tertinggi yang
tidak mengalami stres kerja berjumlah 11 responden (27,5%), terdapat
pula responden beban kerja rendah yang mengalami stres kerja
berjumlah 4 responden (10%). Hasil uji statistik diperolehp value =
0,024< 0,05 sehingga Ho ditolak yaitu ada hubungan beban kerja
dengan stress kerja pada karyawan Service Well Company PT. Elnusa
Tbk Wilayah Muara Badak tahun 2018.

C. Pembahasan
65

Berdasarkan hasil penelitian, maka dilakukan pembahasan mengenai


hubungan usia, masa kerja dan beban kerja dengan stress kerja pada karyawan
Service Well Company PT. Elnusa Tbk Wilayah Muara Badak tahun 2018
sebagai berikut :
1. Hubungan usia dengan stress kerja pada karyawan Service Well Company
PT. Elnusa Tbk Wilayah Muara Badak tahun 2018.
Hasil penelitian mengenai hubungan usia dengan stress kerja pada
karyawan Service Well Company PT. Elnusa Tbk Wilayah Muara Badak
tahun 2018 terlihat dari responden dengan usia dewasa madya (41-60
tahun) yang mengalami stres kerja berjumlah 10 responden (25%), hal ini
dikarenakan semakin tua usia seorang pekerja maka akan semakin tinggi
kemungkinan menderita stres kerja. Pekerja dengan usia yang lebih tua
cenderung mempunyai kondisi kesehatan mental yang kurang baik
dibanding pekerja dengan usia yang lebih muda.
Terdapat pula responden usia dewasa madya (41-60 tahun) yang
tidak mengalami stres kerja berjumlah 4 responden (10%). Hal ini
dikarenakan responden memiliki pekerjaan yang ringan, sehingga tidak
berdampak pada psikologi pekerja.
Adapun dari 26 responden dengan usia dewasa awal (18-40 tahun)
yang tidak mengalami stres kerja berjumlah 16 responden (40%). Hal ini
dikarenakan semakin muda usia seorang pekerja maka akan semakin
rendah kemungkinan menderita stres kerja. Pekerja dengan usia yang lebih
muda cenderung mempunyai kondisi kesehatan mental yang lebih baik
dibanding pekerjadengan usia yang lebih tua.
Terdapat pula responden usia dewasa awal (18-40 tahun) yang
mengalami stres kerja berjumlah 10 responden (25%). Hal ini dikarenakan
pekerjaan yang dilakukan responden cukup banyak sehingga responden
cenderung mengalami stress.
Hasil uji statistik diperoleh p value = 0,048 < 0,05 sehingga Ho
ditolak yaitu ada hubungan usia dengan stress kerja pada karyawan Service
Well Company PT. Elnusa Tbk Wilayah Muara Badak tahun 2018.
66

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Purwindasari


(2011) yang menunjukan bahwa faktor umur berhubungam dengan stres
kerja.Sama halnya dengan penelitian Prabowo (2009) juga diperoleh hasil
bahwa faktor umur berhubungan dengan kejadian stres kerja.
Begitupula hasil penelitian yang dilakukan Azizah (2013) yang
menunjukkan bahwa uji hubungan yang dilakukan antara usia dan stres
kerja menggunakan uji korelasi rank spearman menunjukkan p value yang
diperoleh sebesar 0,031 < 0,05 yang berarti ada hubungan antara usia
dengan stres kerja. Umur merupakan faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya stres kerja. Pekerja dengan umur yang lebih tua akan
mempunyai pengalaman yang tidak dimiliki oleh pekerja dengan umur
yang relatif lebih muda. Pengalaman ini seharusnya sangat berguna
terutama dalam menangani stressor yang terjadi di lingkungan kerja.
Menurut Priyanto (2014), usia atau umur adalah satuan waktu yang
mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang masih
hidup maupun yang sudah mati. Menurut kamus besar bahasa indonesia,
usia atau umur adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau
diadakan). Dimana stres merupakan ketegangan atau tekanan emosional
yang dialami seseorang yang sedang menghadapi tuntutan yang sangat
besar atau kesempatan melakukan sebuah kegiatan penting, yang dalam
pemenuhannya terdapat hambatan-hambatan dan ketidakpastian yang
dapat memengaruhi emosi, pikiran, dan kondisi fisik seseorang.
Stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi
emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Jika seseorang / karyawan
mengalami stres yang terlalu besar maka akan dapat menganggu
kemampuan seseorang / karyawan tersebut untuk menghadapi
lingkungannya dan pekerjaan yang akan dilakukannya. Seseorang dapat
dikategorikan mengalami stres kerja bila urusan stres yang dialami
melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat individu bekerja.
Namun penyebabnya tidak hanya di dalam perusahaan, karena masalah
rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah pekerjaan yang
67

terbawa ke rumah dapat juga menjadi penyebab stress kerja.


Mengakibatkan dampak negatif bagi perusahaan dan juga individu.Oleh
karenanya diperlukan kerjasama antara kedua belah pihak untuk
menyelesaikan persoalan stres tersebut.
Secara umum, seseorang yang mengalami stres pada pekerjaan
akan menampilkan gejala-gejala yang meliputi 3 aspek, yaitu
physiological, psychological dan behavior. Physiological memiliki
indikator yaitu: terdapat perubahan pada metabolisme tubuh,
meningkatnya kecepatan detak jantung dan napas, meningkatnya tekanan
darah, timbulnya sakit kepala dan menyebabkan serangan jantung.
Psychological memiliki indikator yaitu: terdapat ketidakpuasan hubungan
kerja, tegang, gelisah, cemas, mudah marah, kebosanan dan sering
menunda pekerjaan. Behavior memiliki indikator yaitu: terdapat
perubahan pada produktivitas, ketidakhadiran dalam jadwal kerja,
perubahan pada selera makan, meningkatnya konsumsi rokok dan alkohol,
berbicara dengan intonasi cepat, mudah gelisah dan susah tidur.
Pekerjaan merupakan sebuah kebutuhan bagi setiap manusia.
Perkembangan teknologi semakin pesat dan penggunaan mesin-mesin
dalam pekerjaan semakin banyak.Namun, manusia sebagai komponen
paling penting tetap menjadi hal yang paling utama dalam pekerjaan.Maka
dari itu, kesehatan dan keselamatan manusia dalam sebuah pekerjaan harus
diperhatikan.Gangguan-gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja fisik
dapat berakibat buruk bagi kesehatan juga dapat mengakibatkan kelelahan
kerja yang berdampak stres kerja.
Manusia dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya
berlangsung sepanjang masa hidupnya sejak bayi hingga dewasa sampai
masa tua. Di dalam struktur anatomis proses menjadi tua terlihat sebagai
kemunduran di dalam sel. Proses ini berlangsungnya secara alamiah, terus
menerus dan berkesinambungan, yang selanjutnya akan menyebabkan
perubahan anatomi, fisiologi dan biokimia pada jaringan tubuh dan
akhirnya akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara
68

keseluruhan. Menjadi tua atau menua membawa pengaruh serta perubahan


menyeluruh baik fisik, sosial, mental dan moral spiritual yang
keseluruhannya saling mengait antara satu bagian dengan bagian lainnya.
Menurut Prasetyo (2008) bahwa peranan faktor umur pada individu
dalam bereaksi dalam situasi yang potensial menimbulkan stress
tampaknya banyak dipengaruhi faktor lain, mereka yang usianya sudah
lanjut (60 tahun) jelas sudah menurun kemampuannya dalam beradaptasi,
karena adanya penurunan fungsi organ. Fungsi organ yang menurun
seperti otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume
udara inspirasi berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.
Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga
potensial terjadi penumpukan sekret. Penurunan aktivitas paru
(mengembang dan mengempisnya) sehingga jumlah udara pernafasan
yang masuk keparu mengalami penurunan, kalau pada pernafasan yang
tenang kira kira 500 ml. Alveoli semakin melebar dan jumlahnya
berkurang (luas permukaan normal 50m²), Ù menyebabkan terganggunya
prose difusi. Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg
menggangu prose oksigenasi dari hemoglobin, sehingga O2 tidak
terangkut semua kejaringan.CO2 pada arteri tidak berganti sehingga
komposisi O2 dalam arteri juga menurun yang lama kelamaan menjadi
racun pada tubuh sendiri. Kemampuan batuk berkurang, sehingga
pengeluaran sekret dan corpus alium dari saluran nafas berkurang
sehingga potensial terjadinya obstruksi. Sistem persyarafan yaitu cepatnya
menurunkan hubungan persyarafan, lambat dalam merespon dan waktu
untuk berfikir, mengecilnya syaraf panca indera, berkurangnya
penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf pencium dan
perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan
terhadap dingin.
Menurut Ringenbach dan Jacob, umur berkaitan erat dengan stress.
Semakin tua usia seseorang maka akan menyebabkan organ dan kondisi
fisik menurun, sehingga lebih rentan untuk mengalami stres. Umur adalah
69

salah satu faktor yang penting, semakin tinggi usia semakin mudah
mengalami stres. Hal ini antara lain disebabkan oleh faktor fisiologis yang
telah mengalami kemunduran dalam berbagai kemampuanseperti
kemampuan visual, berpikir,mengingat dan mendengar (Kawatu, 2012).
Menurut Anoraga dalam Munandar (2011), semakin tua seseorang maka
orang tersebut semakin rentan mengalami stres, sedangkan menurut
Gunarsa dalam Munandar (2011), seseorang akan rentan mengalami stres
pada usia 21–40 tahun dan pada usia 40–60 tahun.
Umur adalah salah satu faktor yang penting, semakin tinggi usia
semakin mudah mengalami stres. Hal ini antara lain disebabkan oleh
faktor fisiologis yang telah mengalami kemunduran dalam berbagai
kemampuan seperti kemampuan visual, berpikir, mengingat dan
mendengar. Biasanya pekerja yang memiliki umur yang lebih muda
memiliki penglihatan dan pendengaran lebih tajam, gerakan yang lincah
serta daya tahan tubuh yang kuat. Tetapi, untuk jenis pekerjaan lain umur
yang lebih tua biasanya lebih berpengalaman dan pemahaman yang lebih
banyak, sehingga pada jenis pekerjaan tertentu umur dapat memicu
terjadinya stres kerja (Munandar, 2010).
Biasanya pekerja yang memiliki umur yang lebih muda memiliki
penglihatan dan pendengaran lebih tajam, gerakan yang lincah serta daya
tahan tubuh yang kuat. Tetapi, untuk jenis pekerjaan lain umur yang lebih
tua biasanya lebih berpengalaman danpemahaman yang lebih banyak,
sehingga pada jenis pekerjaan tertentu umur dapat memicu terjadinya stres
kerja (Munandar, 2011). Kategori umur tua yang mengalamistres berat
bisa terjadi karena kondisi fisikyang semakin menurun karena faktor
umursudah tidak seimbang dengan beban kerjayang diterimanya. Kategori
umur tua yang mengalami stres ringan bisa diakibatkanoleh kondisi fisik
yang sudah tidak kuatnamun masih bias mengedalikan bebankerja yang
diterimanya sehingga hanyamengalami stres ringan.
Menurut Bayuwega (2016) hubungan antara umur dengan tingkat
stres kerja membentuk kurva “U” terbalik. Tingkat stres yang dialami
70

pekerja muda (< 35 tahun) cenderung rendah dan mulai mengalami


peningkatan hingga mencapai puncak stres kerja pada pekerja usia
menengah (36-50 tahun) kemudian mengalami penurunan stres ketika
pekerja memasuki golongan usia tua (> 50 tahun). Pekerja berumur tua
cenderung mengalami stres yang lebih tinggi akibat beban kerja dan
tanggung jawab yang besar.Semakin tua umur seseorang, besar
kemungkinan terjadinya stres kerja, mengingat bertambahnya umur
seseorang semakin kompleks persoalan yang dihadapinya.Selain itu, bisa
terjadi penurunan tingkat adaptasi oleh seseorang di lingkungan
kerja.Selain itu, semakin tua umur semakin pendek waktu tidur, sehingga
keluhan mental pun lebih banyak dialami pekerja yang sudah tua daripada
pekerja masih muda.
2. Hubungan masa kerja dengan stress kerja pada karyawan Service Well
Company PT. Elnusa Tbk Wilayah Muara Badak tahun 2018.
Hasil penelitian mengenai hubungan masa kerja dengan stress kerja
pada karyawan Service Well Company PT. Elnusa Tbk Wilayah Muara
Badak tahun 2018 diketahui responden dengan masa kerja > 3 tahunyang
mengalami stres kerja berjumlah 18 responden (45%). Hal ini dikarenakan
semakin tinggi rutinitas yang dilakukan membuat pekerja mudah
mengalami stress kerja. Terdapat pula responden masa kerja > 3 tahun
yang tidak mengalami stres kerja berjumlah 8 responden (20%).Hal ini
dikarenakan pekerjaan yang dilakukan ringan.
Adapun dari 14 responden dengan masa kerja ≤ 3 tahun yang tidak
mengalami stres kerja berjumlah 12 responden (30%).Hal ini dikarenakan
responden memiliki rutinitas pekerjaan yang ringan dan mendapat bantuan
dari pekerja yang sudah memiliki pengalaman.
Terdapat pula responden masa kerja ≤ 3 tahun yang mengalami
stres kerja berjumlah 2 responden (5%).Hal ini dikarenakan masa kerja
memiliki pengaruh penting dalam memicu munculnya stres kerja.Pekerja
dengan masa kerja lebih lama cenderung mempunyai kemampuan dan
pemahaman yang lebih baik mengenai pekerjaannya dibandingkan dengan
71

pekerja yang mempunyai masa kerja lebih pendek.Hal ini dikarenakan


pengalaman yang dimiliki oleh pekerja dengan masa kerja yang lebih lama
mempunyai pengalaman yang lebih banyak mengenai pekerjaan yang
dilakukannya.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masa kerja
mempunyai hubungan yang signifikan dengan stres kerja, dan pekerja
dengan masa kerja yang lebih pendek mempunyai kemungkinan lebih
besar untuk mengalami stres kerja.Hal ini disebabkan karena kemungkinan
karyawan sebagian besar bukan berlatar belakang pendidikan sesuai
bidang pekerjaan, sehingga pada tahun-tahun pertama karyawan bekerja,
mereka masih harus belajar mengenai masalah pekerjaan sekaligus
langsung terjun dalam pekerjaan tersebut.Hal ini dapat mengakibatkan
beban tugas dan tekanan yang dimiliki pekerja pada tahun-tahun pertama
pekerjaannya sangat besar sehingga dapat memicu munculnya stres kerja.
Hasil uji statistik diperoleh p value = 0,001 < 0,05 sehingga Ho
ditolak yaitu ada hubungan masa kerja dengan stress kerja pada karyawan
Service Well Company PT. Elnusa Tbk Wilayah Muara Badak tahun 2018.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang
dilakukan Azizah (2013) yang menunjukkan bahwa sebagian besar
responden penelitian memiliki masa kerja lebih dari 7,5 tahun yakni
sebanyak 51,4% responden, dengan masa kerja paling pendek adalah 4
tahun sedangkan masa kerja paling lama adalah 11 tahun dan rata-rata
masa kerja responden adalah 7,5 tahun. Hubungan antara masa kerja
dengan stres kerja diuji dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman
dan diperoleh p value sebesar 0,015 < 0,05 yang berarti Ho ditolak dan Ha
diterima, sehingga dapat disimpulkan ada hubungan antara masa kerja
dengan stres kerja.
Stres kerja adalah sesuatu kondisi ketegangan yang menciptakan
adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis yang mempengaruhi emosi,
proses berpikir, dan kondisi seorang karyawan.Orang-orang yang
mengalami stres menjadi nervous dan merasakan kekuatiran kronis
sehingga mereka sering menjadi marah-marah, agresif, tidak dapat relaks,
72

atau memperlihatkan sikap yang tidak kooperatif. Stres kerja adalah


perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami karyawan
dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja tampak dari gejala antara lain
emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur,
merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan
darah meningkat dan mengalami gangguan pencernaan.
Dampak stres kerja dapat menguntungkan atau merugikan
karyawan. Dampak yang menguntungkan diharapkan akan memacu
karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan bersemangat
sebaik-baiknya, namun jika stres tidak mampu diatasi maka akan
menimbulkan dampak yang merugikan karyawan. Beberapa dampak dan
akibat yang ditimbulkan dari stres kerja antara lain subjektif, berupa
kekhawatiran atau ketakutan, agresi, apatis, rasa bosan, depresi, keletihan,
frustrasi, kehilangan kendali emosi, penghargaan diri yang rendah, gugup,
kesepian.Perilaku, berupa mudah mendapat kecelakaan, kecanduan
alkohol, penyalahgunaan obat, luapan emosional, makan atau merokok
secara berlebihan, perilaku impulsif, tertawa gugup. Kognitif, berupa
ketidakmampuan untuk membuat keputusan yang masuk akal, daya
konsentrasi rendah, kurang perhatian, sangat sensitif terhadap kritik,
hambatan mental.Fisiologis, berupa kandungan glukosa darah meningkat,
denyut jantung dan tekanan darah meningkat, mulut kering, berkeringat,
bola mata melebar, panas, dan dingin. Organisasi, berupa angka absensi,
omset, produktivitas rendah, terasing, dari mitra kerja, komitmen
organisasi dan loyalitas berkurang.
Masa kerja yang lebih lama erat kaitannya dengan pengalaman dan
pemahaman mengenai job description yang lebih baik. Pengalaman dan
pemahaman ini akan membantu dalam mengatasi masalah (stresor) yang
ada dalam upaya pencegahan stres.Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003
tentang ketenagakerjaan dalam pasal 86 dinyatakan bahwa tenaga kerja
berhak mendapat perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja,
moral dan kesusilaan serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan
73

martabat manusia serta nilai-nilai agama. Salah satu upaya keselamatan


kesehatan kerja (K3) adalah memelihara faktor-faktor lingkungan kerja
agar senantiasa dalam batas-batas yang aman dan sehat sehingga tidak
terjadi penyakit atau kecelakaan akibat kerja dan tenaga kerja dapat
menikmati derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.Gangguan-gangguan
kesehatan akibat lingkungan kerja fisik dapat berakibat buruk bagi
kesehatan juga dapat mengakibatkan kelelahan kerja.
Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja dari pertama
mulai masuk hingga sekarang masih bekerja. Masa kerja dapat diartikan
sebagai sepenggal waktu yang agak lama dimana seorang tenaga kerja
masuk dalam satu wilayah tempat usaha sampai batas waktu tertentu
(Suma’mur, 2009).Masa kerja adalah jangka waktu yang telah dilalui
seseorang sejak menekuni pekerjaan.Masa kerja dapat menggambarkan
pengalaman seseorang dalam menguasai bidang tugasnya.Pada umumnya
petugas dengan pengalaman kerja yang banyak tidak memerlukan
bimbingan dibandingkan dengan petugas yang pengalaman kerjanya
sedikit.
Masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanyatenaga kerja itu
bekerja disuatu tempat. Masa kerja merupakan salah satu alat yang dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang,dengan melihat masa kerjanya kita
dapat mengetahui telah berapa lama seseorang bekerja dan kita dapat
menilai sejauh mana pengalamannya dalam kerja menunjukan berapa lama
seseorang bekerja pada masing-masing pekerjaan atau jabatan. Masa kerja
yang lama akan cenderung membuat seorang pegawai lebih merasa betah
dalam suatu organisasi, hal ini disebabkan diantaranya karena telah
beradaptasi dengan lingkungan yang cukup lama sehingga seorang pekerja
akan merasa nyaman dengan pekerjaannya. Penyebab lain juga
dikarenakan adanya kebijakan dari instansi atau perusahaan mengenai
jaminan hidup di hari tua.
Pengalaman untuk kewaspadaan terhadap kecelakaan bertambah
sesuai dengan usia, masa kerja di perusahaan dan lamanya bekerja
74

ditempat kerja yang bersangkutan. Tenaga kerja yang baru biasanya belum
mengetahui secara mendalam pekerjaan dan keselamatannya, selain itu
tenaga kerja baru mementingkan selesainya sejumlah pekerjaan yang
diberikan kepada mereka.Dalam suatu perusahaan pekerja-pekerja baru
yang kurang pengalaman sering mendapat kecelakaan sehingga perhatian
khusus perlu diberikan kepada mereka. Lama kerja seseorang dapat
dikaitkan dengan pengalaman yang didapatkan di tempat kerja. Semakin
lama seorang pekerja semakin banyak pengalaman dan semakin tinggi
pengetahuannya dan keterampilannya.Masa kerja yang lebih lama
menunjukkan pengalaman yang lebih seseorang dibandingkan dengan
rekan kerja lainnya, sehingga sering masa kerja/pengalaman kerja menjadi
pertimbangan sebuah perusahaan dalam mencari pekerja.
Masa kerja dihitung sejak adanya hubungan kerja antara pekerja
dan pengusaha atau sejak pekerja pertama kali mulai bekerja di perusahaan
dengan berdasarkan pada Perjanjian Kerja. Hal ini merujuk pada Pasal 50
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan disebutkan hubungan kerja terjadi karena adanya
perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Perjanjian kerja yaitu
perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang
memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak sebagaimana
diatur dalam Pasal 1 angka 14Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Menurut Pasal 56 ayat (1)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu (PKWT)
atau untuk waktu tidak tertentu (“PKWTT”). Dengan demikian pekerja
dengan PKWT yang kemudian diangkat menjadi pekerja dengan PKWTT,
selama masih dalam 1 (satu) perusahaan, masa kerja dihitung sejak
pertama kali adanya hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha.Jadi
dalam hal ini masa kerja dihitung berdasarkan sejak adanya perjanjian
kerja sampai perjanjian kerja selesai. Jika pernah berhenti dan berakhirnya
perjanjian kerja, kemudian bekerja kembali dengan perjanjian kerja yang
75

baru walaupun diperusahaan yang sama, masa kerja dihitung berdasarkan


pembuatan perjanjian kerja terbaru.
Menurut Munandar (2011) bahwa masa kerja mempunyai potensial
untuk terjadinya stress kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Robbin
(2012) berdasarkan teori pola hubungan U terbalik yang memberikan
reaksi terhadap stress sepanjang waktu dan terhadap perubahan intensitas
stress, baik masa kerja yang sebentar ataupun lama dapat menjadi pemicu
terjadinya stress kerja serta diperberat dengan adanya beban kerja yang
besar. Menurut Munandar (2011) bahwa masa kerja baru maupun lama
dapat menjadi pemicu terjadinya stress kerja dan diperberat dengan adanya
beban kerja yang berat. Namun masa kerja yang mempengaruhi pekerja
karena menimbulkan rutinitas dalam bekerja, sehingga pada akhirnya
membuat jenuh. Hal ini disebabkan karena semakin lama masa kerja maka
semakin besar pula beban dan tanggung jawab yang ditanggungnya.
Sedangkan masa kerja baru yang mengalami stres kerja berat disebabkan
karena pekerja masih membutuhkan penyesuaian diri dengan lingkungan
kerja dan risiko kerja apa yang bisa terjadi. Masa kerja baru maupun lama
dapat menjadi pemicu terjadinya stress kerja dan diperberat dengan adanya
beban kerja yang berat. Namun masa kerja yang mempengaruhi pekerja
karena menimbulkan rutinitas dalam bekerja, sehingga pada akhirnya
menimbulkan stress. Rutinitas kerja yang selalu monoton meimbulkan
kebosanan disertai dengan lingkungan kerja yang terbatas membuat
pekerja menjadi jenuh.
Masa kerja berkorelasi positif dengan psikologis karyawan, yang
artinya bahwa semakin tinggi masa kerja seseorang maka akan semakin
tinggi pula psikologisnya. Khususnya rasa saling membutuhkan antara
karyawan dengan perusahaan yang sudah terjalin sangat lama (Dickson
dan Lorenz, 2009). Masa kerja mempunyai potensial untuk terjadinya stres
kerja.Baik masa kerja yang sebentar ataupun lama dapat memicu
terjadinya stres kerja serta di perberat denganadanya beban kerja yang
besar. Masa kerja yang mempengaruhi pekerja karena menimbulkan
76

rutinitas dalam bekerja, sehingga pada akhirnya Hal ini disebabkan karena
semakin lama masa kerja maka semakin besar pula beban dan tanggung
jawab yang ditanggungnya.
3. Hubungan beban kerja dengan stress kerja pada karyawan Service Well
Company PT. Elnusa Tbk Wilayah Muara Badak tahun 2018.
Hasil penelitian mengenai hubungan beban kerja dengan stress
kerja pada karyawan Service Well Company PT. Elnusa Tbk Wilayah
Muara Badak tahun 2018 terlihat dari 25 responden dengan beban kerja
tinggi yang mengalami stres kerja berjumlah 16 responden (40%). Hal ini
dikarenakan beban kerja yang terlalu tinggi akan menyebabkan pemakaian
energi yang berlebihan, sehingga memicu terjadinya kelelahan, baik
kelelahan mental maupun kelelahan fisik yang dapat menyebabkan
terjadinya overstress.
Terdapat pula responden beban kerja tinggi yang tidak mengalami
stres kerja berjumlah 9 responden (22,5%). Hal ini dikarenakan usia yang
masih muda dan pengalaman yang banyak sehingga pekerjaan mudah
dilakukan.
Adapun dari 15 responden dengan beban kerja rendah, yang tidak
mengalami stres kerja berjumlah 11 responden (27,5%). Hal ini
dikarenakan pekerjaan mudah dilakukan, didukung usia yang masih muda
dan pengalaman yang banyak sehingga pekerjaan mudah dilakukan.
Terdapat pula responden beban kerja rendah yang mengalami stres
kerja berjumlah 4 responden (10%).Hal ini dikarenakan beban kerja yang
tidak optimal merupakan salah satu sumber stres. Beban kerja yang terlalu
sedikit akan menyebabkan rasa jenuh dan menimbulkan kebosanan pada
pekerja.
Hasil uji statistik diperoleh p value = 0,024 < 0,05 sehingga Ho
ditolak yaitu ada hubungan beban kerja dengan stress kerja pada karyawan
Service Well Company PT. Elnusa Tbk Wilayah Muara Badak tahun 2018.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang
dilakukan Azizah (2013) yang menunjukkan bahwa beban kerja mental
77

lebih dominan dari pada beban kerja fisiknya. Hal ini disebabkan karena
pekerjaan karyawan lebih banyak berupa aktivitas mental seperti berpikir
daripada aktivitas fisiknya. Sebagian besar subjek penelitian mempunyai
tingkat beban kerja mental renda yakni sebesar 54,3% responden. Pada uji
hubungan antara beban kerja dengan stres kerja menggunakan uji korelasi
Rank Spearman diperoleh p value sebesar 0,300 > 0,05 yang berarti Ho
diterima dan Ha ditolak sehingga disimpulkan tidak ada hubungan antara
beban kerja mental dengan stres kerja.
Stres merupakan dampak penting dari iteraksi antara pekerjaan
individu.Stres dalam konteks ini adalah keadaan tidak seimbang dalam diri
seseorang individu yang sering kali termanifestasi lewat gejala seperti
insomnia, keringat berlebihan, gugup dan tidak tenang.Samosir (2008)
menyebutkan bahwa faktor paling dominan menjadi timbulnya stres
adalah beban kerja.
Kesehatan kerja merupakan bagian dari kesehatan masyarakat atau
aplikasi kesehatan masyarakat dalam suatu masyarakat pekerja dan
masyarakat lingkungannya. Kesehatan kerja bertujuan untuk memperoleh
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental dan sosial
bagi masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungan perusahaan tersebut,
melalui usaha-usaha preventif, promotif, dan kuratif dalam batas-batas
pelayanan dasar terhadap penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan
kesehatan akibat kerja atau lingkungan kerja. Kesehatan kerja cenderung
diartikan sebagai lapangan kesehatan yang mengurusi masalah-masalah
kesehatan kerja secara menyeluruh bagi masyarakat pekerja.Menyeluruh
dalam arti usaha-usaha preventif, promotif, kuratif dan rehabilitative,
higienis, penyesuaian faktor manusia terhadap pekerjaanya dan
sebagianya.Aktivitas fisik yang berlebihan serta tugas dan beban kerja
yang menumpuk juga merupakan sebuah masalah dalam pekerjaan bagi
manusia.Aktivitas fisik dan tugas serta beban kerja yang menumpuk yang
dibarengi ketidakmampuan manusia dalam menyesuaikan diri dapat
mengakibatkan masalah psikologis bagi tenaga kerja.Masalah psikologis
78

tersebut adalah stres, dikarenakan tenaga kerja yang tidak mampu


menyesuaikan diri dengan tugas dan beban dalam pekerjaannya.
Menurut Setyawati (2010) bahwa beban kerja yang diberikan pada
pekerja perlu disesuaikan dengan kemampuan psikis dan fisik pekerja
bersangkutan, keadaan perjalanan, waktu perjalanan dari dan ke tempat
kerja yang seminimal mungkin dan seaman mungkin berpengaruh
terhadap kondisi kesehatan kerja pada umumnya dan kelelahan kerja
khususnya. ILO dalam setyawati (2010) menyebutkan bahwa faktor
psikologis berupa stres merupakan salah satu penyebab kelelahan kerja
pada umumnya.
Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan, pengertian beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus
dipikul oleh suatu jabatan/unit organisasi dan merupakan hasil kali antara
jumlah pekerjaan dengan waktu. Setiap pekerja dapat bekerja secara sehat
tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya,
untuk itu perlu dilakukan upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban
kerja dan lingkungan kerja agar diperoleh produktivitas kerja yang
optimal. Beban kerja juga sebagai jumlah pekerjaan atau waktu bekerja
yang diharapkan kepada pekerja dan total jumlah pekerjaan yang harus
diselesaikan oleh suatu departemen atau kelompok pekerja dalam suatu
periode waktu tertentu. Beban kerja juga diartikan adalah sekumpulan atau
sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau
pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu.Pengukuran beban kerja
diartikan sebagai suatu teknik untuk mendapatkan informasi tentang
efisiensi dan efektivitas kerja suatu unit organisasi, atau pemegang jabatan
yang dilakukan secara sistematis dengan menggunakan teknik analisis
jabatan, teknik analisis beban kerja atau teknik manajemen lainnya.
Secara umum beban kerja adalah beban layak pekerjaan yang
berlebihan yang dibedakan menjadi dua beban layak, yaitu beban layak
kuantitatif dan beban layak kualitatif.Beban layak kuantitatif yaitu beban
yang terlalu banyak untuk dikerjakanatau tidak cukup waktu untuk
79

menyelesaikan suatu pekerjaan sedangkan beban layak kualitatif yaitu


individu merasa kurang memiliki kemampuan menyelesaikan suatu
pekerjaan karena standar yang terlalu tinggi.
Beban kerja adalah suatu perbedaan antara kapasitasatau
kemampuan dengan tuntutan tugas dan pekerjaan yang harus dihadapi.
Beban kerja yang tidak optimal, baik terlalu tinggi maupun terlalu rendah,
akan menjadi penyebab munculnya stres. Beban kerja mental yang terlalu
tinggi akan menyebabkan pemakaian energi yang berlebihan, sehingga
memicu terjadinya kelelahan, baik kelelahan mental maupun kelelahan
fisik yang dapat menyebabkan terjadinya overstress. Sedangkan intensitas
pembebanan yang terlalu rendah akan menyebabkan rasa jenuh dan
menimbulkan kebosanan pada pekerja yang menyebabkan terjadinya
understress.
Beban kerja adalah sebuah proses atau kegiatan yang harus
diselesaikan oleh seorang pekerja dalam jangka waktu tertentu. Jika
seseorang pekerja mampu menyelesaikan dan menyesuaikan diri terhadap
sejumlah tugas yang telah diberikan maka hal itu tidak menjadi suatu
beban kerja.Tapi, jika pekerja tidak berhasil maka tugas dan juga kegiatan
tersebut menjadi suatu beban kerja.Beban kerja berlebih dan beban kerja
terlalu sedikit merupakan pembangkit stres.Menurut Irwandy (dalam
Lathiful, 2015), beban kerja adalah frekuensi kegiatan ratarata dari
masing-masing pekerjaan dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan beban
kerja menurut Menurut KEPMENPAN Nomor 75 Tahun 2004 adalah
sejumlah target pekerjaan atau target hasil yang harus dicapai dalam satu
satuan waktu
tertentu. Sedangkan pengertian beban keja menurut PERMENDAGRI
no.12/2008 Beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh
suatu jabatan atau unit organisasi dan merupakan hasil kali antara volume
kerja dan norma waktu.
Berat ringannya beban kerja yang diterima oleh seorang tenaga
kerja dapat digunakan untuk menentukan berapa lama seorang tenaga
80

kerja dapat melakukan aktivitas pekerjaannya sesuai dengan kemampuan


atau kapasitas kerja yang bersangkutan.Semakin berat beban kerja, maka
semakin pendek waktu kerja seseorang untuk bekerja tanpa kelelahan dan
gangguan fisiologis yang berarti atau sebaliknya.Jenis beban kerja
meliputi beban berlebih kuantitatif yaitu beban berlebih secara fisik
ataupun mental, yaitu individu harus melakukan terlalu banyak hal dalam
pekerjaanya dan dapat memungkinkan menjadi sumber stres pekerjaan.
Unsur lain yang menimbulkan beban berlebih kuantitatif ini adalah
desakan waktu. Pada saat atau kondisi tertentu waktu akhir dapat menjadi
stimulus untuk menghasilkan prestasi kerja yang baik, namun bila tekanan
waktu tersebut menimbulkan banyak kesalahan dalam pekerjaan atau
menyebabkan gangguan kesehatan pada individu maka ini mencerminkan
adanya beban kerja berlebih kuantitatif.Beban berlebih kualitatif.Beban
kerja kualitatif adalah pada individu akibat tuntutan pekerjaan yang lebih
tinggi dari batas kemampuan kognitif dan teknis individu.Pada batasan
tertentu, beban kerja tersebut menyebabkan pekerjaan menjadi tidak
produktif dan menjadi destruktif bagi individu pekerja. Bila berkelanjutan
akan timbul kelelahan mental dan dapat tampil dalam bentuk reaksi
emosional dan psikomotor secara patologis.
Terdapat sebelas dimensi yang menyebabkan terjadinya beban
kerja pada seorang pekerja, yaitu pekerjaan yang berlebihan.Pekerjaan
yang berlebihan yang memerlukan kemampuan maksimal dari
seseorang.Pada umumnya pekerjaan yang berlebihan merupakan hal-hal
yang menekan yang dapat menimbulkan ketegangan (tension). Waktu
yang terdesak atau terbatas.Waktu yang terbatas atau mendesak dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan, merupakan hal-hal yang menekan yang
dapat menimbulkan ketegangan (tension). Apabila pekerjaan yang
dikerjakan terburu-buru maka kemungkinan besar akan terjadi kesalahan
dan dapat merugikan. Sistem pengawasan yang tidak efisien.Sistem
pengawasan yang tidak efisien atau buruk dapat menimbulkan ketidak-
tenangan bagi karyawan dalam bekerja karena salah satu harapan
81

karyawan dalam memenuhi kebutuhan kerjanya adalah adanya bimbingan


dan pengawasan yang baik dan objektif dari atasannya.
Selain itu termasuk kurang tepatnya pemberian kewenangan sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan. Akibat dari Sistem pengawasan
yang buruk akan menimbulkan efek pada pemberian wewenang yang tidak
sesuai dengan tanggung jawab yang dituntut pekerja. Pekerja yang
tanggung jawabnya lebih besar dari wewenang yang diberikan akan
mudah mengalami perasaan tidak sesuai yang akhirnya berpengaruh pada
kinerjanya. Kurang umpan balik prestasi kerja.Kurangnya umpan balik
prestasi kerja dapat menimbulkan ketidakpuasan kerja.Misalnya
mendapatkan pujian atau kenaikan gaji ketika bekerja dengan
baik. Ketidakjelasan peran. Agar menghasilkan performa yang baik,
karyawan perlu mengetahui tujuan dari pekerjaan, apa yang diharapkan
untuk dikerjakan serta tanggung jawab dari pekerjaan mereka.
Ketidakjelasan peran dapat dikarenakan informasi yang tidak lengkap dan
ketidak-sesuaian status kerja.Perubahan-perubahan dalam pekerjaan.
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam pekerjaan akan memengaruhi
cara orang-orang dalam bekerja. Hal ini berarti terjadinya ketidak-stabilan
pada situasi kerja.Perubahan di lingkungan kerja dapat berupa perubahan
jenis pekerjaan, perubahan organisasi, pergantian pemimpin maupun
perubahan kebijakan pemilik perusahaan. Konflik antar pribadi dan antar
kelompok dan seterusnya.Perselisihan juga dapat terjadi akibat perbedaan
tujuan dan nilai-nilai yang dianut dua pihak. Dampak negatif perselisihan
adalah terjadinya gangguan dalam komunikasi, kekompakkan dan kerja
sama. Situasi yang sering menimbulkan perselisihan di tempat
kerja.Suasana politik yang tidak aman.Ketidak-stabilan suasana politik
dapat terjadi di lingkungan kerja maupun di lingkungan lebih luas
lagi.Misalnya situasi politik yang tidak menentu, yang mengganggu
kestabilan perubahan-perubahan dan ekonomi.Frustrasi sebagai kelanjutan
dari konflik yang berdampak pada terhambatnya usaha mencapai
tujuan.Misalnya harapan perusahaan yang tidak sesuai dengan harapan
82

pekerja. Hal ini akan menimbulkan stres apabila berlangsung terus-


menerus.Perbedaan nilai-nilai perusahaan dengan nilai-nilai yang dimiliki
pekerja.Kebijakan perusahaan kadang-kadang sering bertolak belakang
dengan diri pekerja.Hal ini merupakan sesuatu yang wajar, karena pada
dasamya perusahaan lebih berorientasi pada keuntungan
(profit).Sedangkan pekerja menuntut upah yang tinggi, kesejahteraan serta
adanya jaminan kerja yang memuaskan.
Adapun faktor yang mempengaruhi beban kerja meliputi faktor
eksternal, yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerja, seperti; Tugas-
tugas yang bersifat fisik, seperti stasiun kerja, tata ruang, tempat kerja, alat
dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja, dan tugas-tugas yang bersifat
psikologis, seperti kompleksitas pekerjaan, tingkat kesulitan, tanggung
jawab pekerjaan. Organisasi kerja, seperti lamanya waktu bekerja, waktu
istirahat, shift kerja, kerja malam, sistem pengupahan, model struktur
organisasi, pelimpahan tugas dan wewenang. Dan Lingkungan kerja
adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan kimiawi, lingkungan kerja
biologis dan lingkungan kerja psikologis.Serta faktor internal adalah faktor
yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri akibat dari reaksi beban kerja
eksternal.Faktor internal meliputi faktor somatis (jenis kelamin, umur,
ukuran tubuh, status gizi, dan kondisi kesehatan) dan faktor psikis
(motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan dan kepuasan).
Menurut Munandar (2010) beban kerjaberlebih atau beban kerja
terlalu sedikitmerupakan pembangkit stres.Pengukuran beban kerja
diartikan sebagai suatu teknik untukmendapatkan informasi tentang
efisiensi dan efektivitas kerja suatu unit organisasi, atau pemegang jabatan
yang dilakukan secara sistematis dengan menggunakan teknik analisis
jabatan, teknik analisis beban kerja atau teknik manajemen lainnya. Lebih
lanjut dikemukakan pula, bahwa pengukuran beban kerja merupakan salah
satu teknik manajemen untuk mendapatkan informasi jabatan, melalui
proses penelitian dan pengkajian yang dilakukan secara analisis. Informasi
jabatan tersebut dimaksudkan agar dapat digunakan sebagai alat untuk
83

menyempurnakan aparatur baik dibidang kelembagaan, ketatalaksanaan,


dan sumberdaya manusia.Perhitungan beban kerja dapat dilihat dari 3
aspek, yakni fisik, mental dan panggunaan waktu.Aspek fisikmeliputi
beban kerja berdasarkan kriteria-kriteria fisik manusia.Aspek mental
merupakan perhitungan beban kerja dengan mempertimbangkan aspek
mental (psikologis).Sedangkan aspek pemanfaatan waktu lebih
mempertimbangkan pada aspek pengunaan waktu untuk bekerja.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan
usia, masa kerja dan beban kerjadengan stress kerja pada karyawan Service
Well Company PT. Elnusa Tbk Wilayah Muara Badak tahun 2018, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
84

1. Ada hubungan usia dengan stress kerja pada karyawan Service Well
Company PT. Elnusa Tbk Wilayah Muara Badak tahun 2018.
2. Ada hubungan masa kerja dengan stress kerja pada karyawan Service Well
Company PT. Elnusa Tbk Wilayah Muara Badak tahun 2018.
3. Ada hubungan beban kerja dengan stress kerja pada karyawan Service
Well Company PT. Elnusa Tbk Wilayah Muara Badak tahun 2018.

B. Saran
Dari kesimpulan mengenai hubungan usia, masa kerja dan beban
kerjadengan stress kerja pada karyawan Service Well Company PT. Elnusa Tbk
Wilayah Muara Badak tahun 2018, maka dapat disarankan sebagai berikut :
1. Perusahaan harus terus memantau tingkat stres kerja karyawannya dengan
memberikan pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya dan tingkat beban
kerjanya pun disesuaikan dengan kemampuan karyawan. Apabila stres
kerja naik pada tingkat yang tinggi maka perusahaan dapat menambah
nilai kompensasi baik berupa tambahan bonus, uang makan, serta
tambahan hari libur, dan lain-lain. Sebagai langkah untuk mengurangi
stres kerja karyawan agar kinerjanya tetap terjaga.
2. Bagi peneliti berikutnya yang ingin mengadakan penelitian serupa, agar
dapat mengembangkan hasil penelitian ini dengan mengangkat objek
penelitian pada perusahaan lainnya dengan jenis pekerjaan yang berbeda.
3. Menambahkan variabel bebaslain, yang mungkin berpengaruh terhadap
stress kerja karyawan misalnya variabel lingkungan kerja, variabel konflik
kerja, variabel etos kerja dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai