4. Larangan
Larangan biasanya dikeluarkan jika anak melakukan sesuatu yang tidak baik, yang
merugikan atau yang membahayakan dirinya. Seorang ibu atau ayah yang sering
melarang perbuatan anaknya, dapat mengakibatkan bermacam-macam sikap atau
sifat yang kurang baik pada anak itu, seperti:
a. Keras kepala atau melawan
b. Pemalu dan penakut
c. Perasaan kurang harga diri
d. Kurang mempunyai perasaan bertanggung jawab
e. Pemurung atau pesimis
f. Acuh tak acuh terhadap sesuatu.
5. Keteladanan
Dalam pendidikan, alat pendidikan yang paling diutamakan adalah teladan. Pada
diri anak-anak terdapat rasa bangga pada orang tua mereka. Dalam istilah agama
dikenal dengan Uswatun Hasanah (tauladan yang baik). Terutama dalam masalah
ini perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari guru atau pendidik
dalam pepatah sering kita dengar bahwa guru kencing berdiri murid kencing
berlari. Pendidik dalam konteks ilmu pendidikan islam berfungsi sebagai warasatu
al- anbiya. Fungsi ini pada hakikatnya mengemban misi sebagai rahmatan lil
‘alamin yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan taat pada
hukum Allah. Misi ini dikembangkan kepada pembentikan kepribadian yang
berjiwa tauhid, kreatif, beramal shaleh dan berakhlak mulia. Menurut al Ghazali
seperti yang disitir oleh fatiyah hasan sulaiman, terdapat beberapa sifat penting
yang harus dimiliki oleh pendidik sebagai orang yang diteladani, yaitu : amanah
dan tekun bekerja, lemah lembut dan kasih sayang terhadap peserta didik, dapat
memahami dan berlapang dada dalam ilmu dan terhadap orang-orang yang
diajarkan, tidak rakus pada materi, berpengetahuan luas, istiqamah dan memegang
teguh prinsip islam. Sifat-sifat penting yang harus ada dalam diri peserta didik
menurut al-Ghazali, yaitu: rendah hati, mensucikan diri dari segala keburukan,
taat dan istiqamah.
6. Hukuman
Dalam islam hukuman disebut juga dengan ‘iqab. Abdurrahman an-Nahlawi
menyebutkan dengan tarhid yang berarti ancaman atau intimidasi melalui
hukuman karena melakukan sesuatu yang dilarang. Menurut Amir Daien Indra
Kusuma menyebutkan hukuman adalah suatu perbuatan dimana kita secara sadar,
dan sengaja menjatuhkan nestapa kepada orang lain, yang baik dari segi
kejasmanian maupun kerohanian orang itu mempunyai kelemahan dibandingkan
diri kita, dan oleh karena itu kita mempunyai tanggung jawab untuk
membimbingnya dan melindunginya. Tujuan memberi hukuman kepada anak
didik adalah sebagai berikut:
a. Hukuman diberikan karena ada pelanggaran
b. Hukuman diberikan dengan tujuan agar tidak terjadi pelanggaran
Berikut ini beberapa ciri-ciri pemberian hukuman sesuai dengan perspektif
pendidikan islam oleh Asma Hasan Fahmi :
a. Hukuman diberikan untuk memperoleh perbaikan dan pengarahan.
b. Memberikan kesempatan kepada anak memperbaiki kesalahannya sebelum
dipukul. Anak yang belum berusia sepuluh tahun tidak boleh dipukul, kalaupun
dipukul tidak boleh lebih dari tiga kali.
c. Pendidik harus tegas dalam melaksanakan hukuman, artinya apabila sikap keras
pendidik telah dianggap perlu, maka harus dilaksanakan dan diutamakan dari
sikap lunak dan kasih sayang.
7. Ganjaran
Ganjaran adalah sebagai alat untuk mendidik anak-anak supaya anak dapat merasa
senang karena perbuatan atau pekerjaannya mendapat penghargaan. Umumnya,
anak mengetahui bahwa pekerjaan atau perbuatan yang menyebabkan mendapat
ganjaran itu baik. Pendidik bermaksud juga supaya dengan ganjaran itu anak
menjadi lebih giat lagi usahanya untuk memperbaiki dan mempertinggi prestasi
yang telah dicapainya.
Macam-macam contoh perbuatan atau sikap pendidik yang dapat merupakan
ganjaran bagi anak didiknya yaitu
a. Guru mengangguk-angguk tanda senang dan membenarkan suatu jawaban yang
diberikan oleh seorang anak
b. Guru memberi kata-kata yang menggembirakan (pujian)
c. Pekerjaan biasa juga menjadi suatu ganjaran
d. Ganjaran yang ditujukan kepada seluruh kelas sangat perlu
e. Ganjaran biasa juga berupa benda-benda yang menyenangkan dan berguna bagi
anak-anak.
Dalam Al-quran surat al-kahfi
•
•
“Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu
“maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini
terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu
anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan.”
Kalau perkataan tersebut diucapkan sebagai ganjaran terhadap kekuasaan Allah
yang tidak memerlukan pujian, tentulah perlu lagi mengucapkannya kepada
keberhasilan yang dicapai manusia yang biasanya suka dipuji.
DAFTAR PUSTAKA
Al-qur’an
Anshari Hafi, Pengantar Ilmu Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya,
1983.
Jalaluddin,Teolog pendidikan, Raja Grafindo Persada, Jakarta,2003.
Purwanto Ngalim,Ilmu Pendidikan, Remaja Rosdakarya, Jakarta,1995.
Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2009.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan
karena pendidikan adalah suatu proses untuk mendewasakan manusia. Atau
dengan kata lain pendidikan merupakan suatu upaya untuk “memanusiakan”
manusia. Melalui pendidikan manusia dapat tumbuh dan berkembang secara wajar
dan “sempurna” sehingga ia dapat melaksanakan tugasnya sebagai manusia.
Pendidikan dapat mengubah manusia dari yang asalnya tidak tahu menjadi tahu,
asalnya tidak baik menjadi baik. Sedemikian pentingnya nilai pendidikan bagi
manusia, maka keharusan untuk mendapatkannya pun adalah suatu keharusan. Hal
ini sebagaimana dikatakan Sadulloh U. (2009:9) bahwa pendidikan itu merupakan
suatu keharusan bagi manusia karena pada hakekatnya manusia lahir dalam
keadaan tidak berdaya dan tidak langsung dapat berdiri sendiri, dapat memelihara
dirinya sendiri. Manusia pada saat lahir sepenuhnya memerlukan bantuan orang
tuanya. Karena itu pendidikan merupakan bimbingan orang dewasa mutlak
diperlukan manusia.