Anda di halaman 1dari 101

PENGARUH CARA PENGERINGAN TERHADAP

KAPASITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL DAUN


DEWANDARU (Eugenia uniflora) DENGAN METODE DPPH
(1,1-difenil-2-pikrilhidrazil)

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan


Pendidikan Diploma III Kesehatan

OLEH :
HASTIN SUMEKAR
NIM: PO.71.39.0.16.017

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN FARMASI
2019
HalamanPersembahan

Dengan megucap syukur atas kehadiran Allah SWT, aku persembahan karya
sederhana ini untuk :
Mamak dan bapakku tercinta yang senantiasa dengan ikhlas membimbingku,
memberiku nasehat, serta selalu menyertakan namaku di dalam doa disetiap sujudnya
demi manantikan keberhasilanku, maaf jika aku belum bias menjadi yang terbaik
untuk kalian.
Adik-adikku yang tersayang, Terima kasih untuk selalu bersama mbakmu ini dan
memberikan semangat serta selalu pengertian akan kesibukan dan kesulitan yang
mbakmu alami, maaf jika mbak mu ini belum mampu untuk menjadi mbak yang
terbaik untuk kalian.
Dosen Pembimbingku yang luar biasa, Ibu Mindawarnis, S.Si, Apt, M.Kes. terima
kasih untuk pembelajaran hidup yang ibu berikan sehingga membuka pikiranku bahwa
tidak ada yang tidak bias dilakukan jika kita bersabar dan ikhlas. Serta terima kasih
kepada ibu yang selalu memotivasiku, menenangkanku dan mendengarkan curahan
dan keluh kesah selama membimbingku. Terima kasih ibu, maaf jika selama ini aku
belum bias menjadi anak bimbingmu yang sesuai harapanmu
Sahabat – sahabatku tercinta dan tersayang ama, didi dan ummul yang tergabung di
bawah naungan geng bernama ”KECIL ” terimakasih atas semua
kenyamanan yang telah diberikan, selalu menjadi tempat terbaik untuk bersandar, dan
selalu membantuku dalam terselesainya penelitian ini.
My geng DPPH Squad didi, ummul dan ane, terima kasih ya untuk semua bantuan
yang telah diberikan, rela pulang malam, bolak – balik ke BBLK demi terselesainya
penelitian ini.
Suskes untuk kita semua ya !!! ☺☺

Almamater Tercinta dan Rekan Sejawat di Poltekkes Kemenkes Palembang


Jurusan Farmasi

i
BIODATA

Nama : Hastin Sumekar

Panggilan : Hastin

Tempat Tanggal Lahir : Oku Timur, 09 Januari 1999

Alamat : Jl.Kolonel Sulaiman Amin, Perumahan Perumdam

Kartika No.A7 RT.24 / RW 07 KM 7, Kel. Karya

Baru, Kec. Alang-Alang Lebar, Palembang

Agama : Islam

Nama Orang Tua

a. Ayah : Yoko

b. Ibu : Wiwik Hartini

No.Hp : 0812 8208 3576

Jumlah Saudara :2

Anak Ke :1

Riwayat Pendidikan :

1. SD Negeri 1 Tanjung Mas

2. SMP Negeri 1 Buay Madang Timur

3. SMA Negeri 1 Buay Madang

ii
ABSTRAK

Latar Belakang: Salah satu tumbuhan yang digunakan sebagai obat tradisoional

yaitu dewandaru. Tumbuhan dewandaru memiliki senyawa yang berkhasiat

sebagai antioksidan. Kestabilan aktivitas antioksidan dalam suatu simplisia

dipengaruhi oleh proses pengeringan. Proses pengeringan berpengaruh terhadap

kandungan senyawa kimia maupun efek farmakologis yang terkandung dalam

suatu tanaman obat. Penelitian ini dilakukan untuk mengukur apakah metode

pengeringan yang berbeda dapat mempengaruhi kapasitas antioksidan daun

dewandaru.

Metode Penelitian : Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah eksperimental

dengan melakukan pengukuran kapasitas antioksidan pada ekstrak etanol daun

dewandaru menggunakan pengeringan kering angin dan kering oven terhadap

peredaman radikal bebas DPPH secara spektrofotometri UV-Vis, kemudian

diukur absorbannya dan dihitung nilai kapasitas antioksidan menggunakan rumus

persamaan asam askorbat equivalen.

Hasil : Kapasitas rata-rata antioksidan kering angin dan oven dengan konsentrasi

0,0004%, 0,0006%, 0,0008%, 0,001%, 0,0012% berturut-turut yaitu sebesar

0,4860; 0,8046; 1,0747; 1,3813; 1,7083 mgAAE/g sampel dan 0,4860; 0,7536;

1,0173; 1,3223; 1,6520 1,8314 mgAAE/g sampel.

Kesimpulan : Kapasitas antioksidan pada ekstrak etanol daun dewandaru dengan

metode pengeringan kering angin lebih besar daripada dengan metodepengeringan

oven, namun secara statistik nilai tersebut tidak berbeda secara signifikan.

iii
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat izin dan ridho-Nya yang
telah melimpahkan segala nikmat, rahmat, karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Pengaruh Cara
Pengeringan Terhadap Kapasitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Dewandaru
(Eugenia uniflora) Dengan Metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil)”.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, peneliti banyak mendapatkan
motivasi, bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak secara langsung maupun
tidak langsung. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. Ibu Mindawarnis, S.Si, Apt, M.Kes selaku pembimbing dan Ketua Jurusan
Farmasi Poltekkes Kemenkes Palembang yang telah banyak memberikan
bimbingan, pengarahan, dan motivasi dalam penyelesaian Karya Tulis
Ilmiah ini.
2. Bapak dan Ibu dosen pengajar serta staf Poltekkes Kemenkes Palembang
Jurusan Farmasi.
3. Kedua Orang Tua dan Keluarga yang tak henti-hentinya memberikan doa
dan motivasi kepada penulis.
4. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Diploma III Farmasi Poltekkes
Kemenkes Palembang, serta
5. Teman-teman yang telah memberikan semangat dalam menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah ini.
Penulis menyadari akan keterbatasan kemampuan, pengetahuan, dan
pengalaman yang dimiliki sehingga Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Maka dari itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan.
Wassalammu’alaikum Wr. Wb.

Palembang, 03 Juli 2019

Peneliti

iv
DAFTAR ISI

JUDUL Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PERSEMBAHAN
BIODATA
ABSTRAK ........................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ...................................................................... v
DAFTAR ISI ..................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................ viii
DAFTAR GRAFIK .......................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 5

BAB II TINJAUAN
A. Tumbuhan Dewandaru (Eugenia Uniflora) ................................ 7
1. Taksonomi Tanaman ............................................................ 7
2. Nama Daerah ....................................................................... 7
3. Morfologi ............................................................................. 7
4. Kandungan Kimia ................................................................ 8
5. Potensi ........................................................................ ......... 8
B. Pengeringan ................................................................................ 9
1. Pengertian Pengeringan.................................................. ..... 9
2. Cara Pengeringan ......................................................... ....... 10
C. Ekstraksi ...................................................................................... 13
1. Pengertian Ekstraksi ............................................................ 13
2. Macam-macam Metode Ekstraksi ....................................... 14
3. Cairan Penyari ...................................................................... 12
D. Radikal Bebas...................................................................... ....... 16
1. Definisi Radikal Bebas....... ................................................. 16
2. Tipe-Tipe Radikal Bebas................................................ ..... 17
3. Sumber Radikal Bebas................................................... ...... 18
4. Efek Radikal Bebas Dalam Tubuh.................................. ..... 21
E. Antioksidan ................................................................................. 22
1. Definisi Antioksidan .............................................................. 22
2. Klasifikasi Antioksidan .......................................................... 23
3. Aktivitas Antioksidan..................................................... ....... 24
4. Fungsi Antioksidan........................................................ ........ 25
5. Metode Pengujian Antioksidan........................................ ...... 25

v
F. Baku Pembanding................................................................ ....... 29
G. Spektrofotometri ......................................................................... 30
1. Definisi Spektrofotometri .................................................... 30
2. Warna-Warna Komplementer .............................................. 30
3. Analisa Spektrofotometri................................................ ..... 31
4. Hukum Lambert-Beer..................................................... ..... 33
H. Kerangka Teori ........................................................................... 35
I. Pertanyaan Penelitian............................................................ ...... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Jenis Penelitian............................................................................ 36
B. Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... 36
C. Objek Penelitian .......................................................................... 36
D. Alat dan Bahan ............................................................................ 37
E. Prosedur Kerja............................................................................. 37
F. Variabel Penelitian ...................................................................... 43
G. Definisi Operasional ................................................................... 43
H. Cara Pengolahan dan Analisis Data........................................ .... 44
I. Kerangka Operasional ................................................................. 45
J. Rencana Kegiatan ....................................................................... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil
1. Rendemen Ekstrak Etanol Daun Dewandaru ....................... 46
2. Uji Kadar Air Simplisia ....................................................... 46
3. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum DPPH ............. 47
4. Pembuatan Kurva Kalibrasi Asam Askorbat ....................... 48
5. Pengukuran Absorban DPPH dan Sampel ........................... 49
6. Perhitungan Kapasitas Antioksidan ..................................... 52
B. Pembahasan ................................................................................ 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan ................................................................................. 62
B. Saran .......................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 64
LAMPIRAN ...................................................................................... 84

vi
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Struktur Radikal Bebas Reaktif .............................................. 18


2. Spektrum Cahaya Tampak dan Warna Komplementernya ... 31
3. Panjang gelombang maksimum larutan DPPH.................... .. 47
4. Data absorban asam askorbat............................................ ..... 48
5. Hasil Pengukuran absorbansi DPPH dengan ekstrak............ . 50
6. Hasil perhitungan kapasitas antioksidan ekstrak.................... 53

vii
DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman

1. Panjang Gelombang Maksimum Larutan DPPH ................... 48


2. Data Absorbans Asam Askorbat ............................................ 49
3. Absorban Pereaksi DPPH dan Sampel ................................... 52

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tanaman Dewandaru (Eugenia Uniflora) .............................. 7


2. Reaksi Kimia Redoks DPPH dengan Antioksidan................. 26
3. Struktur Kimia Vitamin C................................................ ...... 29
4. Penimbangan dan Pengekstraksian Sampel ........................... 84
5. Larutan Induk Sampel ............................................................ 85
6. Uji Flavonoid dan Uji Vitamin C Sampel .............................. 86

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Perhitungan Pengenceran Baku Pembanding Asam Askorbat


2. Perhitungan Pengenceran Ekstrak ..........................................
3. Prosedut Penggunaan Spektrofotometer
4. Hasil Identifikasi Flavonoid Dan Vitamin C Sampel ............
5. Regresi Linier Asam Askorbat ...............................................
6. Uji perbedaan Menggunakan Independent Sample T-Test.....

x
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah.

Hampir segala jenis tumbuhan dapat tumbuh di wilayah negara ini. Sebagian

besar sudah dimanfaatkan oleh nenek moyang kita untuk mengobati berbagai

penyakit. Tumbuhan-tumbuhan tersebut dalam penggunaannya dikenal dengan

obat tradisional (Pratama, 2016). Salah satu tumbuhan yang digunakan dan diteliti

yaitu dewandaru (Eugenia uniflora).

Dewandaru mengandung vitamin C, senyawa atsiri seperti sineol, sitronela,

sesquiterpen, flavonoid, antosianin, saponin dan tannin. Secara empiris buah

dewandaru (Eugenia uniflora) berkhasiat sebagai obat batuk, kurap, disentri juga

sebagai antiinflamasi, dan anti diabetes (Einbond, 2004). Berbagai ekstrak daun

dewandaru (Eugenia uniflora) diketahui memiliki aktivitas antidiabetes dan

antihipertensi, antibakteri, antiradikal (Novack, 2012). Penelitian lain

menyebutkan bahwa dewandaru dapat berfungsi sebagai penangkal radikal bebas,

penghambat hidrolisis dan oksidasi enzim, dan antiinflamasi (Pourmorad, et al,

2006). Eugenia uniflora merupakan salah satu tanaman yang memiliki prospek

yang bagus untuk dikembangkan sebagai obat antikanker dengan kemampuannya

mengikat radikal bebas (Sjahid, 2008).

Menurut Supriyati (2010), nilai IC50 ekstrak daun dewandaru terhadap sel

T47D (cell line kanker payudara) sebesar 117 μg/ml dan nilai IC50 ekstrak daun

1
2

dewandaru terhadap sel MCF-7 (sel kanker payudara) sebesar 155 μg/ml. Hasil

ini menunjukkan bahwa daun dewandaru potensial untuk digunakan sebagai terapi

kanker mengingat bahan uji yang dipakai masih belum murni.

Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang mempunyai elektron

tidak berpasangan. Elektron tidak berpasangan tersebut menyebabkan radikal

bebas sangat reaktif yang kemudian akan menangkap atau mengambil elektron

dari senyawa lain seperti protein, lipid, karbohidrat dan DNA untuk menetralkan

diri. Radikal bebas dapat masuk kedalam tubuh dan menyerang sel-sel yang sehat

sehingga menyebabkan sel-sel tersebut kehilangan fungsi dan strukturnya.

Akumulasi dari kerusakan tersebut berkontribusi terhadap berbagai penyakit dan

menyebabkan berbagai penyakit kronik dan degeneratif (Liochev, 2013).

Efek negatif radikal bebas terhadap tubuh dapat dicegah dengan senyawa

yang disebut antioksidan. Antioksidan mempunyai kemampuan memberikan

elektron, mengikat dan mengakhiri reaksi berantai radikal bebas (Halliwell, 2012).

Antioksidan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu antioksidan alami dan sintetik.

Antioksidan alami berasal dari ekstraksi bahan alami yang berpotensi menangkap

radikal bebas, sedangkan antioksidan sintetik diperoleh dari hasil sintetis senyawa

kimia (Isfahlan, dkk, 2010).

Salah satu metode yang paling umum digunakan dalam peredaman radikal

bebas adalah metode DPPH. Metode DPPH dipilih karena metode ini mempunyai

keuntungan yaitu mudah digunakan, mempunyai tingkat sensitivitas tinggi dan

dapat menganalisis sejumlah besar sampel dalam jangka waktu yang singkat

(Aziz, 2017). Menurut Sayuti (2015) pada metode ini, larutan DPPH berperan
3

sebagai radikal bebas yang akan bereaksi dengan senyawa antioksidan sehingga

DPPH akan berubah menjadi 1,1- diphenyl-2-picrylhydrazin yang bersifat non

radikal. Peningkatan jumlah 1,1- diphenyl-2-picrylhydrazin akan ditandai dengan

berubahnya warna ungu tua menjadi warna merah muda atau kuning pucat dan

bisa diamati dan dilihat menggunakan spektrofotometer sehingga aktivitas

peredaman radikal bebas oleh sampel dapat ditentukan.

Parameter yang digunakan untuk aktivitas antioksidan dengan metode

penangkapan radikal DPPH ini adalah IC50, yaitu konsentrasi senyawa uji yang

dibutuhkan untuk menangkap radikal bebas DPPH sebanyak 50%. Semakin kecil

nilai dari IC50, maka semakin kuat senyawa uji tersebut sebagai penangkap

radikal DPPH. Sedangkan pada kapasitas antioksidan adalah menghitung

konsentrasi sampel nilai asam askorbat equivalen (AAE) yang didapatkan dari

persamaan linier kurva baku pembanding. Sehingga didapatkanlah nilai kapasitas

antioksidan sampel, dengan satuan ppm asam askorbat/gram sampel.

Kestabilan aktivitas antioksidan dalam suatu simplisia dipengaruhi oleh

proses pengeringan (Luliana, 2016). Pengeringan adalah proses perpindahan

panas dan uap air dari permukaan bahan dengan menggunakan energi panas

(Sundari, 2013). Proses pengeringan berpengaruh terhadap kandungan senyawa

kimia maupun efek farmakologis yang terkandung dalam suatu tanaman obat.

Menurut Manoi (2006) bahwa pengeringan suatu bahan terlalu lama dan suhunya

yang terlalu tinggi dapat menurunkan mutu karena dapat merusak komponen-

komponen yang terdapat di dalamnya.


4

Pengeringan dengan oven (50°C) dianggap lebih menguntungkan karena

akan terjadi pengurangan kadar air dengan jumlah besar dalam waktu yang

singkat (Muller et al, 2006). Pengeringan menggunakan oven suhu 50°C

merupakan pengeringan yang paling baik dengan kadar air paling sedikit 8.4%

(Winangsih, 2013). Sedang metode kering angin dianggap murah akan tetapi

kurang efisien waktu dalam pengeringan simplisia (Pramono, 2006). Perolehan

aktivitas antioksidan dari kelima sampel ekstrak metanol daun M. malabathricum

L. menunjukkan bahwa cara pengeringan simplisia memberikan pengaruh yang

signifikan dengan perolehan persen inhibisi tertinggi hingga terendah secara

berturut-turut yaitu pengeringan kering angin sebesar 54,60 %, pengeringan oven

sebesar 52,76 %, pengeringan matahari tidak langsung sebesar 49,19 %,

pengeringan matahari langsung 38,06 % dan sampel segar sebesar 35,79 %

(Luliana, 2016).

Penelitian ini dilakukan untuk mengukur apakah metode pengeringan yang

berbeda dapat mempengaruhi kapasitas antioksidan daun Eugenia uniflora

Penelitian ini akan menggunakan dua metode pengeringan, meliputi pengeringan

oven dan kering angin. Perbedaan penelitian yang akan diteliti dengan penelitian

sebelumnya adalah mengukur kapasitas antioksidan, baku pembanding, variasi

pengeringan, metoda yang digunakan, waktu dan tempat. Pada penelitian ini,

pengukuran kapasitas antioksidan akan dilakukan dengan menggunakan metode

DDPH dengan baku pembanding vitamin C.


5

B. Rumusan Masalah

1. Adakah pengaruh cara pengeringan terhadap kapasitas antioksidan pada

ekstrak etanol daun dewandaru (Eugenia Uniflora) dengan metode DPPH?

2. Berapakah besar kapasitas antioksidan pada ekstrak daun dewandaru

(Eugenia Uniflora) dengan metoda pengeringan oven?

3. Berapakah besar kapasitas antioksidan pada ekstrak daun dewandaru

(Eugenia Uniflora) dengan metoda pengeringan kering angin?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengukur pengaruh cara pengeringan terhadap kapasitas antioksidan

ekstrak etanol daun dewandaru (Eugenia Uniflora) dengan metode DPPH.

2. Tujuan Khusus

a. Menghitung kapasitas antioksidan ekstrak etanol daun dewandaru (Eugenia

Uniflora) dengan pengeringan oven (suhu 50°C).

b. Menghitung kapasitas antioksidan ekstrak etanol daun dewandaru (Eugenia

Uniflora) dengan pengeringan kering angin (suhu ruang).


6

D. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan khususnya ilmu kefarmasian tentang pengaruh cara

pengeringan terhadap kapasitas antioksidan ekstrak etanol daun dewandaru

(Eugenia Uniflora).

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat

tentang kapasitas antioksidan ekstrak etanol daun dewandaru (Eugenia

Uniflora) sehingga bisa dimanfaatkan untuk memelihara kesehatan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tumbuhan Dewandaru

(a) (b)

Gambar 1 : (a) Tanaman Dewandaru (b) Daun Dewandaru.


Sumber : (www.google.com)

1. Taksonomi Tumbuhan Dewandaru

Menurut ilmu taksonomi tumbuhan, taksonomi dewandaru adalah sebagai

berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiosperma

7
8

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Myrtales

Suku : Myrtaceae

Marga : Eugenia

Jenis : Eugenia uniflora L.

Sinonim : Eugenia michelii Lam.

Stenocalyx michelii Berg.

Plinia rubra Vell. (Hutapea, 1994)

2. Nama Daerah

Jawa : Asam Selong, Belimbing Londo, Dewandaru.

Sumatra : Cereme asam. (Hutapea, 1994)

3. Morfologi

Tanaman Eugenia uniflora L. berbentuk perdu yang tumbuh secara tahunan

dengan tinggi lebih dari 5 meter. Batangnya tegak berkayu, berbentuk bulat, dan

berwarna coklat. Daun dewandaru berwarna hijau, yang merupakan daun tunggal,

tersebar berbentuk lonjong dengan ujung runcing dan pangkal meruncing. Tepi

daun rata, pertulangan menyirip dengan panjang lebih dari 5 cm dan lebar kurang

lebih 4 cm. Tanaman ini memiliki bunga berbetuk tunggal, berkelamin dua

dengan daun pelindung yang kecil berwarna hijau. Kelopak bunga bertaju tiga

sampai lima, memiliki banyak benangsari yang berwarna putih. Putik berbentuk

silindris, makota bunga berbentuk kuku dan berwarna kuning. Buah Eugenia

uniflora berupa buah buni bulat dengan diameter kurang lebih 1,5 cm dan
9

berwarna merah. Bijinya keras, berwarna coklat, dan kecil. Akar yang dimiliki

berwarna coklat dan merupakan akar tunggang (Hutapea, 1994).

Tanaman Eugenia uniflora tersebar luas di negara-negara Amerika Selatan

terutama di Brasil, Argentina, Uruguay, dan Paraguay (Consolini & Sarubbio,

2002). Tanaman ini menyebar di Indonesia hingga di daerah Sumatera dan Jawa

(Hutapea, 1994).

4. Kandungan Kimia

Daun tanaman Eugenia uniflora mengandung flavonoid, saponin, dan tanin

(Hutapea, 1994). Flavonoid dari ekstrak daun berupa kelompok flavonol

(mirisetrin, mirsitrin, kuersetin, kuersitrin) dan kelompok katekin (galokatekin)

(Schmeda-Hirschmann et al., 1987).

5. Potensi

Secara empiris buah dewandaru (Eugenia uniflora) berkhasiat sebagai obat

batuk, kurap, disentri juga sebagai antiinflamasi, dan anti diabetes (Einbond,

2004). Berbagai ekstrak daun dewandaru (Eugenia uniflora) diketahui memiliki

aktivitas antidiabetes dan antihipertensi, antibakteri, antiradikal (Novack, 2012).

Penelitian lain menyebutkan bahwa dewandaru dapat berfungsi sebagai penangkal

radikal bebas, penghambat hidrolisis dan oksidasi enzim, dan antiinflamasi

(Pourmorad, et al, 2006). Berdasarkan penelitian, senyawa yang diduga

bertanggungjawab sebagai antiradikal adalah flavonoid (Einbond, 2004).


10

B. Pengeringan

1. Pengertian Pengeringan

Pengeringan adalah suatu upaya untuk menurunkan kadar air bahan

simplisia hingga tingkat yang diinginkan. Pengeringan juga bermanfaat untuk

mencegah timbulnya jamur dan bakteri, yang membutuhkan air dalam jumlah

tertentu untuk kelangsungan hidupnya. Persyaratan kadar air untuk mencegah

terjadinya reaksi enzimatis dan pertumbuhan jamur dan bakteri, terutama untuk

simplisia nabati adalah 10%. Bahkan ada beberapa pustaka yang

mempersyaratkan kurang dari 5%. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses

pengeringan adalah suhu, kelembaban udara, waktu pengeringan dan luas

permukaan bahan (Depkes RI, 2008).

Tanaman hidup mengalami keseimbangan proses metabolisme, yaitu proses

biosintesis, transformasi dan penggunaan isi sel. Segera setelah dipanen, terjadi

perubahan keseimbangan, awalnya masih terjadi penggunaan cadangan makanan

untuk bertahan hidup, kemudian setelah cadangan makanan habis terjadi kematian

sel. Kecepatan kematian sel tergantung pada jenis tanaman yang dipanen, suhu

dan kelembaban udara. Pada kadar air tertentu (diatas 10%) tanaman yang sudah

dipanen mengalami reaksi enzimatis, kapang dan jamur masih dapat tumbuh

sehingga kerusakan bahan tidak dapat dihindari, kerusakan tersebut akan

mengakibatkan penurunan kualitas simplisia yang dihasilkan (Depkes RI, 2008).

Flavonoid merupakan metabolit sekunder yang mempunyai aktivitas

biologis yang cukup beragam, antara lain diuretik, analgetik, pengendur otot, anti-

oksidan dan anti inflamasi. Cara pengeringan dan lama pelayuan akan
11

berpengaruh terhadap kadar antioksidan yaitu flavonoid dan minyak atsirinya,

Untuk daun yang dikeringkan dengan oven, produk berwarna lebih hijau

dibandingkan dengan penjemuran matahari karena suhu oven bersifat lebih stabil

dibandingkan dengan suhu sinar matahari yang sangat bervariasi (35-47°C).

Kadar flavonoid yang tertinggi dihasilkan dari lama pelayuan dengan pengeringan

oven suhu 50°C (Hernani, 2009).

2. Cara pengeringan

Pada dasarnya pengeringan bahan simplisia dapat dilakukan dengan dua

cara, yaitu secara alamiah dan buatan (Depkes RI, 2008).

a) Pengeringan secara alamiah

Cara pengeringan ini memanfaatkan unsur iklim, diantaranya cahaya

matahari, hembusan angin dan pergantian udara. Pengeringan secara alamiah

dapat dilakukan dengan dua cara :

1) Pengeringan dibawah sinar matahari langsung

Bahan-bahan yang akan dikeringkan ditebar di tanah dengan dialasi tikar,

kain atau di atas baki besar dari aluminium, dapat juga bambu/kayu yang dibuat

berlubang-lubang. Lama pengeringan tergantung dari jenis bahan yang

dikeringkan. Biasanya pengeringan dengan cara ini memerlukan waktu 1-2

minggu. Bahan tanaman yang dapat dikeringkan dengan cara ini adalah simplisia

dari akar, rimpang, kulit, dan biji-bijian. Penge-ringan bahan dengan sinar

matahari langsung dalam keadaan terbuka, seringkali menyebabkan bahan

mengalami pencemaran dan bila terjadi perubahan cuaca secara tiba-tiba akan

merupakan suatu masalah. Pada proses pengeringan dengan matahari langsung,


12

kemungkinan akan terjadi kontaminasi dari lingkungan seperti debu, insekta,

burung, dan rodensia. Secara ekonomi, sinar matahari akan lebih menguntungkan

dari alat pengering. Akan tetapi dari segi kualitas, alat pengering buatan akan

memberikan produk yang lebih baik. Selain itu, pengeringan dengan matahari

tidak dapat diterapkan di semua daerah karena kondisi cuaca yang tidak sama.

Sinar ultra violet dari matahari juga dapat menimbulkan kerusakan kandungan

kimia pada bahan yang dikeringkan (Pramono, 2006). Sebagai contoh,

kurkuminoid yang terdapat pada temulawak, kunyit, dan golongan curcuma sangat

peka terhadap sinar ultra violet, sehingga untuk mengeringkan simplisia sebaiknya

ditutup dengan kain hitam

2) Pengeringan ditempat teduh

Cara pengeringan ini dilakukan dengan menghamparkan bahan diatas tikar

atau anyaman bambu didalam suatu ruangan yang terlindung dari sinar matahari

dan hujan. Cara ini biasanya digunakan pada bahan baku simplisia yang

kandungan utamanya minyak atsiri atau senyawa kimia lain yang bersifat

termolabil. Salah satu kelemahan cara ini adalah waktu yang dibutuhkan relatif

lebih lama karena lambatnya penguapan air dalam bahan simplisia sehingga

sangat berpotensi sebagai media tumbuhnya jamur, kapang dan khamir.

b) Pengeringan Buatan

Pengeringan buatan dilakukan dengan menggunakan suatu alat yang

memanfaatkan energi panas, listrik atau api. Pada prinsipnya mekanisme kerja alat

pengering adalah pengaliran udara panas yang berasal dari sumber panas tertentu.

Salah satu alat pengeringan buatan adalah oven.


13

Oven adalah alat untuk memanaskan, memanggang dan mengeringkan.

Oven dapat digunakan sebagai pengering apabila dengan kombinasi pemanas

dengan humidity rendah dan sirkulasi udara yang cukup. Pengeringan

menggunakan oven lebih cepat dibandingkan dengan pengeringan menggunakan

panas matahari. Akan tetapi, kecepatan pengeringan tergantung dari tebal bahan

yang dikeringkan. Penggunaan oven biasanya digunakan untuk skala kecil. Oven

yang paling umum digunakan yaitu elektrik oven yang dioperasikan pada tekanan

atmosfer dan yang terdiri dari beberapa tray didalamnya, serta memiliki sirkulasi

udara didalamnya.

Suhu pengeringan tergantung dari bahan simplisia dan cara

pengeringannya. Bahan simplisia umumnya dapat dikeringkan pada suhu kurang

dari atau sama dengan 60°C. Bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif

volatile dan termolabil, sebaiknya dikeringkan pada suhu tertentu (30-40°C)

selama waktu tertentu. Pada pengeringan buatan umumnya didapatkan simplisia

dengan mutu lebih baik, karena pengeringan lebih merata dan waktu yang

diperlukan relatif cepat, tidak tergantung pada cuaca serta kadar air simplisia juga

dapat ditekan serendah mungkin.

C. Ekstraksi

1. Pengertian Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif

dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
14

tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (FI

edisi IV, 1995).

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Direktorat

Pengawasan Obat Tradisional, 2000). Pelarut yang digunakan untuk

mengekstraksi yaitu, air, eter atau campuran etanol dan air. Ekstraksi simplisia

dilakukan dengan cara maserasi, perkolasi atau penyeduhan dengan air mendidih

(FI edisi III, 1979).

2. Macam- Macam Ekstraksi

Proses ekstraksi dibedakan menjadi :

a. Maserasi

Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana dengan cara bahan

simplisia dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope disatukan dengan bahan

pengekstraksi atau pelarut yang sesuai. Selanjutnya redaman tersebut disimpan

terlindung dari cahaya langsung dalam beberapa waktu dan kocok kembali (Voigt,

1995).

b. Digestasi

Digestasi adalah cara maserasi pada suhu yang di tinggikan (300 - 500C).

Dengan cara ini perolehan bahan aktif agak lebih banyak, meskipun pada saat

pendinginannya pada suhu kamar, bahan ekstraktif dalam skala besar, mengendap

(Voigt, 1995).
15

c. Perkolasi

Perkolasi adalah proses ekstraksi dengan cara merendam serbuk simplisia

dengan pelarut yang sesuai kemudian dialirkan secara kontinyu dari atas, yang

akan mengalir turun secara lambat melintasi simplisia yang umumnya berupa

serbuk kasar (Voigt, 1995).

d. Infus

Infus adalah simplisia yang telah dihaluskan sebelumnya diuji dengan

sejumlah kecil air dan setelah didiamkan beberapa saat disiram dengan air

mendidih. Campuran tersebut dibiarkan dalam penangas air dan diaduk berulang-

ulang pada suhu kira-kira 300C, kemudian disari (Voigt, 1995).

e. Dekokta

Dekokta atau rebusan merupakan proses ekstraksi simplisia atau tanaman

segar menggunakan pelarut air dengan jumlah pemanasan pada suhu 90 - 98°C

sambil diaduk-aduk dalam pemanasan air selama 30 menit (Voigt, 1995).

f. Sokletasi

Sokletasi adalah bahan yang akan diekstraksi berada dalam kantong ekstrak

didalam sebuah alat ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinyu, yang diletakkan

diantara labu suling dari suatu pendinginan aliran balik dan dihubungkan melalui

pipet. Labu yang berisi bahan pelarut akan terkonsensasi dan menetes ke atas

bahan yang diekstrak dan menarik keluar bahan yang disektraksi. Kemudian hasil

ekstraksi akan ditampung didalam labu (Voigt, 1995).

g. Destilasi Vakum
16

Memisahkan dua kompenen yang titik didihnya sangat tinggi, motode yang

digunakan adalah dengan menurunkan tekanan permukaan lebih rendah dari 1

atm, sehingga titik didihnya juga menjadi rendah, dalam prosesnya suhu yang

digunakan untuk mendistilasinya tidak perlu terlalu tinggi (Voigt, 1995).

3. Cairan Penyari

Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), cairan penyari dalam proses

pembuatan ekstrak adalah pelarut yang dapat dengan optimal menarik kandungan

zat aktif dari bahan atau senyawa kandungan lain dimana pelarut yang

diperbolehkan digunakan sampai saat ini adalah air dan alkohol (etanol) serta

campurannya. Faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan cairan penyari

adalah sebagai berikut :

1) Selektivitas

2) Kemudahan bekerja dan proses cairan tersebut

3) Ekonomis

4) Ramah lingkungan

5) Keamanan

D. Radikal Bebas

1) Definisi Radikal Bebas

Radikal bebas dapat didefinisikan sebagai molekul atau fragmen molekul

yang mengandung satu atau lebih elektron pada atom atau molekul orbital. Dalam
17

konsentrasi yang tinggi, radikal bebas akan membentuk stress oksidatif, suatu

proses penghancuran yang dapat merusak seluruh sel tubuh (Pham-Huy et al,

2008). Proses kerusakan tubuh ini terjadi bila tidak diimbangi dengan kadar

antioksidan tubuh yang baik. Radikal bebas merupakan molekul yang kehilangan

satu atau lebih elektron pada permukaan kulit luarnya. Contohnya, O2 merupakan

struktur normal dengan elektron yang lengkap dari oksigen. Bila kehilangan

elektronnya, struktur kimianya berubah menjadi O2- atau dinamakan Superoksida

yang merupakan salah satu radikal bebas (Kumalaningsih, 2006).

2) Tipe Radikal Bebas

Radikal bebas terpenting dalam tubuh adalah radikal derivat dari oksigen

yang disebut kelompok oksigen reaktif (reactive oxygen species/ROS), termasuk

didalamnya adalah triplet (3O2), tunggal (singlet/1O2), anion superoksida (O2.-),

radikal hidroksil (-OH), nitrit oksida (NO-), peroksinitrit (ONOO-), asam

hipoklorus (HOCl), hidrogen peroksida (H2O2), radikal alkoxyl (LO-), dan

radikal peroksil (LO-2). Radikal bebas yang mengandung karbon (CCL3-) yang

berasal dari oksidasi radikal molekul organik. Radikal yang mengandung hidrogen

hasil dari penyerangan atom H (H-). Bentuk lain adalah radikal yang mengandung

sulfur yang diproduksi pada oksidasi glutation menghasilkan radikal thiyl (R-S-).

Radikal yang mengandung nitrogen jugaditemukan, misalnya radikal fenyldiazine

(Arief 2006). Tabel 2.1. menunjukkan struktur radikal bebas biologis yang

menggangu sel-sel tubuh.


18

Tabel 1.Struktur Radikal Bebas Reaktif


(Sumber: Arief, 2006)

3) Sumber Radikal Bebas

Radikal bebas dapat berasal dari:

1. Endogen

a. Mitokondria

Di antara berbagai organel dalam sel, mitokondria adalah tempat utama

pembentukan ROS (Reactive Oxygen Species) selama proses metabolisme

normal. Beberapa studi meyakini bahwa 90% pembentukan ROS dihasilkan di

mitokondria. Fosforilasi oksidatif selular mengakibatkan pengurangan univalen

oksigen dan pembentukan ROS. Beberapa reaksi enzimatik lain di mitokondria

juga berperan dalam reduksi univalen atau divalen O2 sehingga membentuk O2-

atau H2O2. Contohnya, Xantine oksidase dapat menghasilkan O2- atau H2O2
19

saat mengkonversi hypoxantine menjadi xantine sebelum dikonversi menjadi

asam urat (Vallyathan dan Shi, 1997).

b. Mikrosom

Mikrosom merupakan tempat kedua terbanyak dalam memproduksi radikal

bebas. Pada saat berlangsungnya proses transpor elektron, terbentuk O2- dan

H2O2. Autooksidasi dari sitokrom P-450 dan oksidasi dari NADPH oleh NADPH

dehidrogenase akan memicu terbentuknya O2-. Aktivasi nukleofil melalu proses

reduksi oleh flavin monooxygenase system merupakan proses lain terbentuknya

ROS di mikrosom (Vallyathan dan Shi, 1997).

c. Enzim

Beberapa enzim dapat memproduksi O2- dalam sel. Dalam keadaan

hipoksia, oksidasi xantine dan hipoxantine oleh xantine oksidase menghasilkan

O2- yang akan memicu kerusakan sel. Indole amine dioxgenase, enzim yang

umumnya terdapat di jaringan kecuali di hati, terlibat dalam pembentukan O2-.

Tryptophan dehydrogenase yang terdapat di sel hati juga memproduksi O2-ketika

bereaksi dengan triptophan (Vallyathan dan Shi, 1997).

d. Fagosit

Fagosit dapat memproduksi ROS dalam perannya melawan

mikroorganisme, partikel asing, dan stimulus-stimulus lain. Aktivasi fagosit

memicu suatu respiratory burst, yang ditandai dengan peningkatan uptake O2,

metabolisme glukosa, dan penggunaan NADPH. NADPH-oksidase mengkatalisis

reaksi tersebut, dan memicu pembentukan ROS (Vallyathan dan Shi,1997).


20

2. Eksogen

a. Obat-obatan

Beberapa macam obat dapat meningkatkan produksi radikal bebas dalam

bentuk peningkatan tekanan oksigen. Bahan-bahan tersebut bereaksi bersama

hiperoksia dapat mempercepat tingkat kerusakan. Termasuk didalamnya

antibiotika kelompok quinoid atau berikatan logam untuk aktifitasnya

(nitrofurantoin), obat kanker seperti bleomycin, anthracyclines

(adriamycin), dan methotrexate, yang memiliki aktifitas pro-oksidan. Selain

itu, radikal juga berasal dari fenilbutason, beberapa asam fenamat dan komponen

aminosalisilat dari sulfasalasin dapat menginaktifasi protease, dan penggunaan

asam askorbat dalam jumlah banyak mempercepat peroksidasi lemak (Arief,

2006).

b. Radiasi :

Radioterapi memungkinkan terjadinya kerusakan jaringan yang disebabkan

oleh radikal bebas. Radiasi elektromagnetik (sinar X, sinar gamma) dan radiasi

partikel (partikel elektron, photon, neutron, alfa, dan beta) menghasilkan radikal

primer dengan cara memindahkan energinya pada komponen seluler seperti air.

Radikal primer tersebut dapat mengalami reaksi sekunder bersama oksigen yang

terurai atau bersama cairan seluler (Arief, 2006).

c. Asap rokok :

Oksidan dalam rokok mempunyai jumlah yang cukup untuk memainkan

peranan yang besar terjadinya kerusakan saluran napas. Telah diketahui bahwa

oksidan asap tembakau menghabiskan antioksidan intraseluler dalam sel paru (in
21

vivo) melalui mekanisme yang dikaitkan terhadap tekanan oksidan. Diperkirakan

bahwa tiap hisapan rokok mempunyai bahan oksidan dalam jumlah yang sangat

besar, meliputi aldehida, epoxida, peroxida, dan radikal bebas lain yang mungkin

cukup berumur panjang dan bertahan hingga menyebabkan kerusakan alveoli.

Bahan lain seperti nitrit oksida, radikal peroksil, dan radikal yang mengandung

karbon ada dalam fase gas. Juga mengandung radikal lain yang relatif stabil dalam

fase tar. Contoh radikal dalam fase tar meliputi semiquinone moieties

dihasilkandari bermacam-macam quinone dan hydroquinone. Perdarahan kecil

berulang merupakan penyebab yang sangat mungkin dari desposisi besi dalam

jaringan paru perokok. Besi dalam bentuk tersebut meyebabkan pembentukan

radikal hidroksil yang mematikan dari hidrogen peroksida. Juga ditemukan bahwa

perokok mengalami peningkatan netrofil dalam saluran napas bawah yang

mempunyai kontribusi pada peningkatan lebih lanjut konsentrasi radikal bebas

(Arief, 2006).

4) Efek Radikal Bebas dalam Tubuh

Dalam jumlah yang berlebihan, radikal bebas dan oksidan dapat

mengakibatkan suatu proses penghancuran yang disebut oxidative stress, suatu

proses penghancuran yang mempengaruhi struktur sel seperti protein, lipid,

lipoprotein, dan DNA. Jika tidak diregulasi dengan baik, oxidative stress dapat

menyebabkan berbagai penyakit kronik dan degeneratif seperti stoke (Arief,

2006).

Berikut ini merupakan contoh penyakit dan sistem yang terganggu akibat

radikal bebas:
22

1. Kanker

2. Kardiovaskular

3. Neurologi

4. Respiratori

5. Artritis Reumatoid

6. Nefropati

7. Penyakit Mata

8. Gangguan pada Janin

E. Antioksidan

1) Definisi Antioksidan

Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki elektron tidak

berpasangan (unpaired electron). Adanya elektron yang tidak berpasangan

menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan, dengan cara

menyerang dan mengikat elektron molekul yang ada disekitarnya. Target utama

radikal bebas adalah protein, asam lemak tak jenuh dan lipoprotein, serta unsur

DNA termasuk karbohidrat. Dari molekul-molekul target tersebut, yang paling

rentan terhadap serangan radikal bebas adalah asam lemak tak jenuh. Senyawa

radikal bebas didalam tubuh dapat merusak asam lemak tak jenuh ganda pada

membran sel sehingga dinding sel menjadi rapuh, merusak basa DNA sehingga

mengacaukan sistem genetika dan berlanjut pada pembentukan sel kanker

(Winarsi, 2007).
23

2) Klasifikasi Antioksidan

a. Penggolongan antioksidan secara umum, digolongkan menjadi 2

yaitu

1. Antioksidan enzimatis : enzim superoksida dismutase(SOD), katalase dan

glutation peroksidase.

2. Antioksidan non enzimatis :

a) Larut lemak: tokoferol, karotenoid,flavonoid, dan quinon

b) Larut air : asam askorbat (vitamin C), asam urat, protein pengikat

logam

c) dan aprotein pengikat heme (winarsi, 2007)

b. Penggolongan antioksidan berdasarkan mekanisme kerjanya

menjadi 3 kelompok,yaitu :

1) Antioksidan primer

Antioksidan primer adalah senyawa yang mampu dengan cepat memberikan

atom hydrogen kepada senyawa radaikal bebas sehingga berubah menjadi

senyawa stabil dan mencegah pembentukan radikal bebas baru dan memutus

reaksi berantai (polimerasi), anyioksidan primer disebut juga antioksidan

enzimatis

2) Antioksidan sekunder

Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogen atau non enzimatis.

Mekanisme kerjanya dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai radikal

bebas atau dengan mengkapnya, sehingga efek negatif radikal bebas bisa dicegah.
24

Sumber makan yang mengandung antiksidan tersier contohnya adalah sayuran,

buah-buahan, dan daging merah.

3) Antioksidan tersier

Enzim DNA repair dan metionin, sulfoksida, reduktase merupakan

kelompok antioksidan tersier. Enzim enzim ini berfungsi sebagai prbaikan

biomolekuler sel yang rusak akibat efek radikal bebas. ( Winarsi, 2007)

c. Penggolongan antioksidan berdasarkan sumbernya:

1) Antioksidan alami

Antioksidan yang berasal dari alam didapatkan dari tumbuhan dan telah

diisolasi seperti vitamin C, Vitamin E, karoten, polifenol bioflavonoid dan

katekin.

2) Antioksidan sintetik

Antioksidan sintetik digunakan untuk memelihara kualitas makanan karena

proses oksidasi terutama pada pada saat penyimpanan. Contohnya BHA

(Butylated Hidroxyanisol), BHT (Butylated Hidroxytoluene), TBHQ

(TertierButyl Hidroxy Quinon) (Ardiansyah,2007).

3) Aktivitas Antioksidan

Menurut Purba et al (2009), aktivitas antioksidan terdiri atas beberapa

mekanisme, antara lain :

1) mencegah reaksi berantai.

2) mencegah pembentukan peroksida.

3) mencegah pengambilan atom hidrogen.

4) mereduksi dan menangkap radikal.


25

4) Fungsi Antioksidan

Berikut adalah fungsi dari antioksidan, antara lain:

a. Menyelamatkan sel-sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas

(Rohmatussolihat, 2009).

b. Mengurangi risiko terhadap penyakit kronis, seperti kanker dan

penyakit

jantung koroner (Rohmatussolihat,2009).

c. Antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari serangan

radikal bebas (Zuhra, 2008).

5) Metode Pengujian Antioksidan

a) Metode DPPH (1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazin)

Menurut Sayuti dan yenrina (2015) DPPH merupakan radikal bebas yang

stabil pada suhu kamar dan sering digunakan untuk menilai aktivitas antioksidan

beberapa senyawa atau ekstrak bahan alam. Prinsip uji DPPH adalah penghilang

warna untuk antioksidan yang langsung menjangkau radikal DPPH dengan

pemantauan absorbansi dengan panjang gelombang 518 nm menggunakan

spektrofotometer. Radikal DPPH dengan nitrogen organik terpusat adalah radikal

bebas stabil dengan warna ungu gelap yang ketika direduksi menjadi bentuk

nonradikal oleh antioksidan menjadi warna kuning.berwarna ungu gelap. Setelah

bereaksi dengan senyawa antioksidan, DPPH tersebut akan tereduksi dan

warnanya akan berubah menjadi kuning. Perubahan tersebut dapat diukur dengan

spektrofotometer, dan diplotkan terhadap konsentrasi Penurunan intensitas warna

yang terjadi disebabkan oleh berkurangnya ikatan rangkap terkonjugasi pada


26

DPPH. Hal ini dapat terjadi apabila adanya penangkapan satu elektron oleh zat

antioksidan, menyebabkan tidak adanya elektron untuk beresonansi.

Gambar. Reaksi kimia Redoks DPPH dengan Antioksidan


(sumber: Sayuti dan Yenrina, 2015)

Penggunanan metode DPPH dalam uji aktivitas antioksidan dipilih karena

penggunaannya yang dapat menghasilkan hasil yang bersifat akurat, reliable (hasil

tetap sama jika dilakukan uji berulang-ulang), pengerjaannya yang relative cepat

(hanya membutuhkan waktu dalam hitungan menit) dan praktis (Ain, 2007).

Selain itu, Metode DPPH dipilih karena metode ini juga mempunyai keuntungan

yaitu mudah digunakan, mempunyai tingkat sensitivitas tinggi dan dapat

menganalisis sejumlah besar sampel dalam jangka waktu yang singkat (Praditya,

2014).

Aktivitas antioksidan dari suatu senyawa dapat digolongkan berdasarkan

nilai IC50 yang diperoleh. Jika nilai IC50 suatu ekstrak berada dibawah 50 ppm

maka aktivitas antioksidannya kategori sangat kuat, nilai IC50 berada diantara 50-

100 ppm berarti aktivitas antioksidannya kategori kuat, nilai IC50 berada di antara

100-150 ppm berarti aktivitas antioksidannya kategori sedang, nilai IC50 berada
27

di antara 150-200 ppm berarti aktivitas antioksidannya kategori lemah, sedangkan

apabila nilai IC50 berada diatas 200 ppm maka aktivitas antioksidannya

dikategorikan sangat lemah (Molyneux, 2004).

b) Metode CUPRAC (cupric ion reducing antioxidant capacity)

Reagen Cu(II)-neokuproin (Cu(II)-(Nc)2) digunakan sebagai agen

mengoksidasi kromogenik karena reduksi ion Cu(II) dapat diukur. Metode

kapasitas antioksidan menggunakan pereaksi di atas disebut sebagai CUPRAC

(cupric ion reducing antioxidant capacity), serapan yang dibentuk kelat-(Cu(I)-

(Nc)2) hasil dari reduksi senyawa antioksidan diukur pada panjang gelombang 450

nm. Reaksi yang terjaadi antara reagen Cu(II)-(Nc)2) dengan senyawa antioksidan

yaitu :

nCu(Nc)2²+ + n – elektron reduktan (AO) ⇔ n

Cu ((Nc) 2²+ + produk teroksidasi n – elektron + n H+

Reaksi diatas melibatkan golongan Ar-OH yang dioksidasi menjadi kuinon

(Ar=O) dan Cu(II)-(Nc)2 direduksi hingga muncul warna kelat (Cu(II)- (Nc)2)

yang menunjukkan serapan maksimum pada UV panjang gelombang 450 nm.

Secara stoikiometri ion Cu2+ yang dilepaskan oleh kompleks neokuproin akan

membawa reaksi kesetimbangan redoks ke arah kanan. Hal ini disebabkan adanya

oksidan spesies Cu(Nc) 2²+ yang dilepaskan oleh kompleks neokuproin akan

membawa reaksi kesetimbangan redoks ke arah kanan. Hal ini menyebabkan


2+
adanya oksidan spesies Cu(Nc) 2 yang memiliki potensial redoks standar

kompleks Cu(II/I)-neokuproin sebesar 0,6 V yang lebih tinggi dibandingkan Cu2+


28

Cu+ tanpa terkompleks dengan neokuproin yang sebesar 0,17 V. Hasilnya

poliferol dioksidasi lebih cepat, efesien, dan jumlah kelat Cu(I)-Nc yang muncul

pada akhir reaksi redoks ekivalen dengan Cu(II)-Nc yang bereaksi. Proton yang

dibebaskan ditajan dalam ammonium asetat.

Metode CUPRAC ini memiliki kelebihan antara lain sederhana, reagen

stabil, mudah diperoleh, keterulangan berada pada kisaran konsentrasi luas,

bekerja pada pH fisiologis dan mampu mengukur antioksidan hidrofilik dan

lipofilik. Selain itu reaksi redoks CUPRAC terhadap berbagai flavanoid tidak

membutuhkan waktu lama, oksidasi selektif senyawa antioksidan tanpa

dipengaruhi kandungan asam sitrat dan gula dalam bahan makanan, serta mampu

menguji antioksidan yang mempunyai ikatan-tiol (Apak et al. 2007).

c) Metode FRAP (ferric reducing antioxidant power)

Prinsip metode ini adalah adanya reduksi ion ferri menjadi ion ferro oleh

senyawa antioksidan. Metode ini menggunakan 2,4,6-trypyridyl-s-triazine yang

akan membuat ion ferro menjadi senyawa kompleks berwarna biru. Reagen lain

yang juga dapat memberikan warna spesifik pada ion ferri adalah 1,10-

fenantrolin. Ion ferro akan bereaksi dengan 1,10-fenantrolin membentuk

kompleks berwarna jingga-merah [(C12H8N2)3.Fe]2+ yang intensitas warnanya

tidak bergantung pada keasaman dalam jangka pH 2-9, dan stabil dalam waktu

yang lama. Senyawa kompleks ini dapat dibaca absorbansinya pada λ 510 nm

(Apak et al. 2007).


29

F. Baku Pembanding Asam Askorbat (Vitamin C)

Gambar. Struktur Kimia Asam Askorbat


Sumber : Farmakope Indonesia Edisi IV, 1995

Nama Kimia : L-Asam askorbat (C6H8O6)

Berat Molekul : 176,13

Pemerian : Hablur atau serbuk putih atau agak kuning

Kelarutan : Mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol;

tidak mudah larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam

benzena

Suhu Lebur : Lebih kurang dari 190°

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya.

G. Spektrofotometri

1. Definisi

Spektrofotometri serap adalah pengukuran serapan radiasi elektromagnetik

panjang gelombang tertentu yang sepit, mendekati monokromatis yang diserap zat

(FI III, 1979).

Menurut Depkes RI (1995), analisa secara spektrofotometri dapat dipakai

untuk analisa kualitatif dan kuantitatif, terutama sangat cocok untuk penetapan
30

kuantitatif dan beberapa zat berguna untuk membantu identifikasi. Pengukuran

serapan dapat dilakukan pada daerah :

a. Ultraviolet (UV) pada panjang gelombang 190-380 nm.

b. Cahaya tampak atau visible pada panjang gelombang 380-780 nm.

c. Inframerah pada panjang gelombang 780-3000 nm.

d. Spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 200-800 nm.

2. Warna-Warna Komplementer

Apabila radiasi atau cahaya putih dilewatkan melalui larutan yang berwarna

maka radiasi dengan panjang gelombang tertentu akan diserap secara selektif dan

radiasi sinar lainnya akan diteruskan. Absorbansi maksimum dari larutan

berwarna terjadi pada daerah warna yang berlawanan dengan warna yang diamati,

misalnya larutan berwarna merah akan menyerap radiasi maksimum pada daerah

warna hijau. Dengan kata lain warna yang diserap adalah warna komplementer

dari warna yang diamati (Suharta, 2005).

Warna yang dapat dilihat oleh manusia disebut sinar tampak (visible) yang

merupakan campuran dari sinar-sinar yang mempunyai bermacam-macam

panjang gelombang dari 400-750nm seperti kita lihat pada pelangi. Warna-warna

komplementer adalah salah satu pasangan dari setiap dua warna dari spektrum

yang menghasilkan warna putih.


31

Tabel 2. Spektrum Cahaya Tampak dan Warna-warna Komplementer

Sumber : Google

3. Analisa Spektrofotometri

Pada Farmakope Indonesia Edisi III (1979), dijelaskan bahwa analisa

spektrofotometri terbagi atas:

a. Analisa Kualitatif

Analisa kualitatif spektrofotometri adalah analisa yang bertujuan untuk

mengidentifikasi suatu zat. Umumnya dilakukan dengan menggambarkan

spektrum serapan larutan dalam pelarut dan dengan kadar tertentu untuk

menetapkan letak serapan maksimum dan minimum. Dalam daerah ultraviolet

identifikasi dapat dilakukan dengan menghitung perbandingan dan serapan

maksimum. Sehingga kesalahan yang disebabkan untuk alat dapat dihindari dan

larutan pembanding tidak diperlukan.

b. Analisa Kuantitatif

Analisa kuantitatif spektrofotometri adalah penetapan kuantitatif yang

dilakukan dengan mengukur serapan larutan zat dalam pelarut pada panjang
32

gelombang tertentu. Pengukuran serapan biasa dilakukan pada panjang

gelombang maksimum masing-masing zat. Penetapan kadar juga dapat dilakukan

dengan membandingkan serapan larutan zat terhadap larutan zat pembanding

klinis. Mula-mula pengukuran serapan dilakukan terhadap larutan pembanding

kemudian terhadap larutan zat yang diperiksa. Sebagai pengganti zat pembanding

kimia, dapat digunakan kurva baku yang dibuat dari zat pembanding kurva.

Berdasarkan metode analisa yang digunakan dalam pengukur densitas

warna, dapat dibagi menjadi:

a) Analisa kolorimetri, yaitu berdasarkan pada perbandingan densitas warna

atau pengukuran secara spektrofotometri yang dilakukan pada daerah visible

(cahaya tampak)

b) Analisa spektrofotometri, yaitu dengan membandingkan absorban yang

dihasilkan untuk larutan zat yang dibuat sesuai prosedur (Farmakope)

dengan absorban dan larutan standar yang diketahui konsentrasinya. (FI IV,

1995)

4. Hukum Lambert-Beer

Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel

(b) yang disinari, dengan bertambahnya sel, maka serapan akan bertambah.

A = k. B

A = serapan

K = konstanta

B = ketebalan sel
33

Menurut Beer, yang berlaku untuk radiasi monokromatis dalam larutan yang

sangat encer, serapan berbanding lurus dengan konsentrasi.

A = k. C

A = serapan

K = konstanta

C = konsentrasi

Jika konsentrasi bertambah, jumlah molekul yang dilalui berkas sinar akan

bertambah, sehingga serapan juga bertambah. Kedua persamaan ini digabungkan

dalam Hukum Lambert-Beer, maka diperoleh bahwa serapan berbanding lurus

dengan konsentrasi dan ketebalan sel yang dapat ditulis dengan persamaan:

A = k.c.b

A = serapan

K = konstanta

C = konsentrasi

B = ketebalan sel

Umumnya digunakan dua satuan c (konsentrasi zat yang menyerap) yang

berlainan, yaitu gram per liter atau mol per liter. Nilai tetapan (k) dalam hukum

Lambert-Beer tergantung pada sistem konsentrasi mana yang digunakan. Bila c

dalam gram per liter, tetapan disebut dengan absorptivitas (a) dan bila dalam mol

per liter, tetapan tersebut adalah absorptivitas molar (ε). Jadi dalam sistem

dikombinasikan, hukum Lambert-Beer dapat dinyatakan dalam rumus berikut:

A= a.b.c (g/liter) atau A= ε. b. c (mol/liter)

Dimana:
34

A = serapan

a = absorptivitas

b = ketebalan sel

c = konsentrasi

ε = absorptivitas molar

Hukum Lambert-Beer menjadi dasar aspek kuantitatif spektrofotometri

dimana konsentrasi dapat dihitung berdasarkan rumus di atas. Absorptivitas (a)

merupakan konstanta yang tidak tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet dan

intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel. Absorptivitas tergantung pada

suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi (Day and

Underwood, 1999).
35

H. Kerangka Teori
Daun Dewandaru

(Eugenia uniflora)

Kering Angin (Suhu Ruang) Kering Oven ( Suhu 50°)

Kurang efisien waktu tapi metabolit Terjadi Pengurangan Jumlah Air Yang Besar Dalam
sekunder terjaga (Pramono, 2006) Waktu Singkat (Muller et al, 2006)

Ekstrak Etanol Daun Ekstrak Etanol Daun


Dewandaru Dewandaru
Senyawa
Antioksidan

Vitamin C, Senyawa Atsiri (sineol,


sitronela, sesquiterpen), Flavonoid,
Antosianin, Saponin, Tanin (Sjahid, 2008)

Menangkap Radikal Bebas


(Sayuti dan Yenrina, 2015)

Memberikan Elektron, Mengikat dan


Mengakhiri Reaksi Berantai Radikal
Bebas (Halliwell, 2012)

Baku Standar
Metode DPPH Vitamin C

Perubahan warna
Ungu → Kuning
(Sayuti dan Yenrina, 2015)

Kapasitas Antioksidan
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah eksperimental dengan

melakukan pengukuran kapasitas antioksidan yang terdapat pada ekstrak etanol

daun Dewandaru (Eugenia uniflora) menggunakan dua metode pengeringan yaitu

kering angin dengan suhu ruang (alamiah) dan kering oven dengan suhu 50°C

(manipulasi) terhadap peredaman radikal bebas DPPH secara spektrofotometri

UV-Vis.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret–Juni 2019 di laboratorium

Farmakognosi dan laboratorium fisika Jurusan Farmasi Politeknik Kementerian

Kesehatan Departemen Kesehatan Palembang dan Balai Besar Laboratorium

Kesehatan Palembang.

C. Objek Penelitian

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah daun Dewandaru (Eugenia

uniflora) dengan kriteria daun tua yang berwarna hijau segar dengan bentuk dan

ukuran yang sama yang diambil dari halaman rumah sendiri yang berada di

Belitang, Oku Timur.

36
37

D. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat-alat yang akan digunakan yaitu Alat destilasi vakum, Botol maserasi

warna coklat, Oven (Elektro-mag M 6040 p), Corong (Pyrex), Erlenmenyer

(Pyrex), Gelas ukur (Pyrex), Labu ukur (Pyrex), Neraca analitik balance

(Santorius), Pipet Volume 1,0 ml (Pyrex), Spektrofotometri Uv-Vis (Wagtech

Internasional 803600), Tabung reaksi kimia (Pyrex), Vial, Kuvet, Pisau,

Timbangan kasar dan Anak timbangan.

2. Bahan

Bahan-bahan yang akan digunakan adalah daun Dewandaru (Eugenia

uniflora), pereaksi DPPH, larutan etanol, aquadest, Vitamin C, serbuk Mg, larutan

Amonia 10%, kloroform, H2SO4 2 N, pereaksi Meyer, pereaksi Liebermann-

Burchard, dan Larutan FeCl3 1 %, HCl P, pereaksi benedict.

E. Prosedur Kerja

1. Ekstrak Etanol Daun Dewandaru (Eugenia uniflora)

a. Daun Dewandaru dibersihkan dengan menggunakan air mengalir.

b. Setelah itu, daun Dewandaru dirajang halus dengan pisau, sampel segar yang

digunakan yaitu sebanyak 2 kg, 1 kg dikeringkan dengan oven (suhu 50°C),

dan 1 kg dikering anginkan.

c. Parameter awal dihentikannya proses pengeringan ditandai dengan daun


dewandaru yang sudah bisa diremas, kemudian dilakukan uji penetapan susut

pengeringan simplisia sampai terjadi penyusutan berat hingga 90%.


38

d. Daun Dewandaru yang sudah dikeringkan dengan oven dan kering angin

ditimbang dan beratnya disamakan untuk proses ekstraksi kemudian

dimasukkan ke dalam botol maserasi yang berwarna gelap.

e. Kemudian masing-masing botol ditambahkan pelarut etanol sampai seluruh

sampel terendam dan ada selapis etanol diatasnya.

f. Botol ditutup dan biarkan selama 5 hari di tempat gelap atau terlindung dari

cahaya sambil sering dikocok, pengocokan dilakukan sebanyak 3 kali dalam 1

hari.

g. Setelah 5 hari, kedua sampel disaring dan dibiarkan selama beberapa jam

kemudian sampel dienaptuangkan selama 2 hari dan saring lagi dengan kertas

saring whatman ke wadah lain.

h. Proses maserasi diulangi sebanyak 3 kali sampai seluruh sampel tersari

sempurna.

i. Maserasi dianggap selesai apabila cairan penyari mendekati bening. Ekstrak

cair yang didapatkan, diuapkan pada suhu dan tekanan yang rendah sehingga

didapatkan ekstrak kental.

j. Filtrat hasil maserasi tersebut di uji apakah masih terkandung senyawa

antioksidan didalamnya, yaitu dengan melakukan pengujian kualitatif kimia

vitamin C, flavonoid, saponin dan tanin.

k. Setelah itu ekstrak kental diencerkan sehingga didapatkan larutan uji dengan

berbagai konsentrasi b/v, larutan uji disaring sehingga dapat larutan uji yang

sesuai untuk pengujian pada spektrofotometri Uv-Vis.


39

2. Pengujian Kimia

a. Uji Flavonoid

Sebanyak 1 gram ekstrak daun dewandaru masing-masing akan dilarutkan

ke dalam 2 ml etanol, kemudian ditambahkan serbuk Mg dan HCl pekat sebanyak

5 tetes. Adanya senyawa flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah

atau jingga (Ningsih, Zusfahair, dan Kartika, 2016).

b. Uji Saponin

Sebanyak 1 gram ekstrak daun dewandaru masing-masing ditambah dengan

etanol, kemudian dipanaskan selama beberapa menit. Larutan dituang kedalam

tabung reaksi dalam keadaan panas. Larutan diambil sebanyak 10 ml, kemudian

dikocok kuat secara vertikal. Adanya saponin ditandai dengan terbentuknya busa

dan tidak hilang pada saat ditambahkan dengan satu tetes HCl 2 N (Rasyid, 2012).

c. Uji Tanin

Sebanyak 1 ml ekstak daun dewandaru masing-masing dimasukkan kedalam

tabung reaksi, kemudian ditambahkan FeCL3 1% sebanyak 2-3 tetes. Sampel

positif mengandung tanin bila mengalami perubahan warna menjadi hijau

kehitaman (Huliselan, Runtuwene dan wewengkang, 2015)

d. Vitamin C

Analisis kualitatif dari vitamin C dapat dilakukan dengan menggunakan

pereaksi benedict. Cara kerja dari metode ini yaitu: Ekstrak / filtrat dimasukkan ke

dalam tabung reaksi menggunakan pipet sebanyak 5 tetes. Kemudian ditambah 15

tetes pereaksi benedict dan dipanaskan di atas api kecil sampai mendidih selama 2
40

menit. Adanya perubahan warna hijau kekuningan menandakan adanya vitamin C

pada sampel (Fadriyanti, 2015).

3. Langkah Kerja

a. Pembuatan Larutan DPPH

Senyawa DPPH Kristal sebanyak 4 mg ditimbang, kemudian dimasukkan

kedalam labu takar 100 ml, setelah itu ditambahkan etanol sebagai pelarut sampai

tanda batas sehingga didapatkan konsentrasi 0,004% (Handayani, 2014).

b. Pembuatan kurva kalibrasi

Larutan induk vitamin C disiapkan dengan menimbang asam askorbat

sebanyak 25 mg dan dilarutkan dengan aquadest dalam labu ukur 250 ml sehingga

konsentrasinya menjadi 100 ppm. Kemudian larutan induk vitamin C tersebut

diencerkan lagi menjadi beberapa konsentrasi yaitu 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40

ppm dan 50 ppm. Kemudian tiap konsentrasi tersebut diukur absorbannya dengan

spektrofotometri Uv-Vis 1800 yang telah dikalibrasi terlebih dahulu (wassalwa,

2016).

c. Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Etanol Daun Dewandaru

Ekstrak etanol daun Dewandaru metode Oven dan Kering Angin masing-

masing ditimbang 50 mg kemudian larutkan ke dalam etanol p.a ad 50 ml

sehingga didapat konsentrasi 0,1%. Kemudian dari larutan tersebut dibuat deret

larutan dengan konsentrasi 0,0004%, 0,0006%, 0,0008%, 0,0010% dan 0,0012%.

d. Uji Kapasitas Antioksidan.

1) Penetapan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan mengukur

panjang gelombang larutan DPPH, lalu diukur panjang gelombang


41

maksimumnya dengan rentang 400 sampai 800 nm dengan interval 10 nm.

Larutan didiamkan selama 30 menit, panjang gelombang dengan absorban

tertinggi dipakai untuk pengujian sampel.

2) Pengukuran absorban baku pembanding, yaitu masukkan larutan asam askorbat

yang telah diencerkan ke dalam kuvet. Sebagai blangko digunakan aquadest.

Kemudian ukur absorbannya pada panjang gelombang maksimum yang telah

ditetapkan sebelumnya.

3) Pengukuran absorban sampel uji, dilakukan dengan cara larutan ekstrak dipipet

sebanyak 2,0 mL ke dalam kuvet, kemudian ditambahkan dengan larutan

DPPH sebanyak 2,0 mL. Larutan didiamkan selama 30 menit dan absorban

dibaca pada panjang gelombang maksimum (Indranila dan Ulfah, 2015).

e. Untuk menghitung nilai kapasitas antioksidan pada masing-masing sampel,

mula-mula hasil absorbansi rata-rata sampel dimasukkan ke dalam persamaan

regresi linier yang didapatkan dari kurva kalibrasi baku pembanding, yaitu

asam askorbat. Pada penelitian ini akan didapatkan persamaan regresi linier y =

Ax + B. Sebagai pengganti y adalah nilai absorbansi rata-rata pada masing-

masing sampel, sehingga diperoleh nilai asam askorbat ekuivalen (AAE)

sampel (x). Selanjutnya nilai AAE sampel tersebut dimasukkan ke dalam

rumus untuk mendapatkan nilai kapasitas antioksidan, yaitu:

V sampel (ml) x (AAE sampel) x Fp x 10ֿ³


𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)

v Sampel = volume sampel (ml) dalam konsentrasi

yang digunakan saat pengukuran absorban

sampel
42

AAE sampel = nilai asam askorbat ekuivalen sampel

Fp = faktor pengenceran

Bobot sampel = bobot sampel pada larutan induk (gram)

F. Variabel

1. Variabel Dependent : Kapasitas antioksidan ekstrak etanol daun Dewandaru

2. Variabel Independent : Ekstrak etanol daun Dewandaru metode

pengeringan oven, Ekstrak etanol daun Dewandaru metode kering angin.

G. Definisi Operasional

1. Konsentrasi Ekstrak Etanol daun Dewandaru metode pengeringan oven

a. Definisi : konsentrasi ekstrak etanol daun Dewandaru dengan berbagai

variasi konsentrasi.

b. Alat Ukur : Menggunakan gelas ukur, timbangan analitik

c. Cara ukur : Membandingkan berat ekstrak didalam gram/ml larutan

d. Hasil Ukur : Konsentrasi ekstrak

2. Konsentrasi Ekstrak Etanol daun Dewandaru metode kering angin

a. Definisi : Konsentrasi ekstrak etanol daun Dewandaru dengan berbagai

variasi konsentrasi.

b. Alat Ukur : Menggunakan gelas ukur, timbangan analitik

c. Cara ukur : Membandingkan berat ekstrak didalam gram/ml larutan

d. Hasil Ukur : Konsentrasi ekstrak

3. Kapasitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Dewandaru

a. Definisi : Nilai aktivitas antioksidan yang menunjukkan AAE/g sampel


43

b. Alat Ukur : Spektrofotometri

c. Cara ukur : Menghitung absorbansi yang didapatkan

d. Hasil Ukur : Absorban sampel

H. Cara pengolahan dan Analisis Data

Pengumpulan data akan dilakukan dengan cara melakukan pengamatan dan

pengukuran terhadap hasil peredaman radikal bebas DPPH pada menit ke-30.

Analisis data dilakukan dengan cara analisis kuantitatif. Data yang diperoleh

disajikan dalam bentuk tabel dan grafik berdasarkan daya aktivitas antioksidan

dalam meredam radikal bebas. Pengukuran kapasitas antioksidan ditentukan

berdasarkan penentuan absorbansi sampel dengan menggunakan nilai asam

askorbat equivalen (AAE) yang didapatkan dari persamaan linier kurva baku

pembanding. Kemudian dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai kapasitas

antioksidan pada masing-masing sampel.


44

I. Kerangka Operasional

Daun Dewandaru (Eugenia uniflora)

Dikeringkan

Oven (50°C) Kering Angin (suhu ruang)

Ekstrak Etanol Daun Ekstrak Etanol Daun


Dewandaru Dewandaru

Uji Kualitatif Uji Kualitatif


Kimia Kimia

Variasi Konsentrasi

Larutan Uji

Metode DPPH Baku Pembanding


Vitamin C

Spektrofotometri
UV-VIS

Absorbansi Sampel Nilai AAE daun Absorbansi Sampel Nilai AAE daun
Dewandaru pengeringan oven Dewandaru kering angin

Kapasitas Antioksidan daun Kapasitas Antioksidan daun


Dewandaru pengeringan oven Dewandaru kering angin

Meredam Radikal Bebas

Memenuhi Syarat
46

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Hasil Rendemen Ekstrak Etanol Daun Dewandaru Pengeringan Oven

dan Kering Angin.

Rendemen ekstrak dihitung berdasarkan perbandingan berat akhir (berat ekstrak

yang dihasilkan) dengan berat awal (berat simplisia awal) dikalikan 100%. Berat

ekstrak yang dihasilkan dari daun dewandaru (Eugenia uniflora) kering angin

yaitu sebesar 48,02 g sedangkan kering oven sebesar 53,91 g. Sehingga dapat

dihitung nilai rendemen ektrak etanol daun dewandaru sebagai berikut :

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
Rendemen = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥 100 %

48,02 𝑔
1. Oven : 𝑥 100 % = 16 %
300 𝑔

53,91 𝑔
2. Kering amgin : 𝑥 100 % = 17,97 %
300 𝑔

2. Hasil uji kadar air pengeringan simplisia daun dewandaru (Eugenia

uniflora) metode pengeringan oven dan kering angin.

Kadar air ditentukan berdasarkan metode Sudarmadji dan Bambang

(2003). Sampel simplisia daun dewandaru (Eugenia uniflora) metode

pengeringan oven dan kering angin setelah diberikan perlakuan pengeringan

ditimbang sebanyak 1 g, kemudian dipanaskan kembali dengan oven pada suhu


47

105 °C selama 30 menit, selanjutnya didinginkan selama 30 menit. Kemudian

berat sampel ditimbang, penentuan kadar air dihitung dengan rumus:

Berat Sampel sebelum dipanaskan


%Kadarair = 𝑥 100%
Berat Sampel sebelum dipanaskan−Berat sampel setelah dipanaskan

1 𝑔 −0,92 𝑔
• % kadar air pengeringan oven = 𝑥 100% = 8 %
1𝑔

1 𝑔− 0,94 𝑔
• % kadar air kering angin = 𝑥 100% = 6 %
1𝑔

Dari hasil perhitungan diketahui bahwa kadar air yang terkandung pada

sampel pengeringan oven sebesar 8% dan pada kering angin sebesar 6% dan

sudah memenuhi syarat diberhentikannya proses pengeringan.

3. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan DPPH

Hasil pengukuran panjang gelombang maksimum larutan DPPH dapat dilihat

pada tabel 1.

Tabel 1. Panjang Gelombang Maksimum Larutan DPPH


λ (nm) Absorban λ (nm) Absorban

400 0,684 510 0,782

410 0,693 519 0,796

420 0,702 530 0,780

430 0,711 540 0,773

440 0,720 550 0,760

450 0,728 560 0,752

460 0,736 570 0,739

470 0,743 580 0,729


48

480 0,755 590 0,719

490 0,764 600 0,713

500 0,775

0.82
0.8
0.78
0.76
absorbansi

0.74
0.72
0.7
0.68
0.66
0.64
0.62
400
410
420
430
440
450
460
470
480
490
500
510
519
530
540
550
560
570
580
590
600
Panjang Gelombang (nm)

Grafik 1. Panjang Gelombang Maksimum Larutan DPPH

4. Pembuatan Kurva Kalibrasi Asam Askorbat

Hasil pengukuran absorban asam askorbat konsentrasi 0,001%; 0,002%; 0,003%;

0,004% dan 0,005% dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Data Absorbans Asam Askorbat


Konsentrasi Absorban

0,001 % 0,1252

0,002 % 0,1981
49

0,003 % 0,2171

0,004 % 0,2654

0,005 % 0,3249

Kurva Kalibrasi Asam Askorbat


0.35
Y = 46,670x + 0,086 dengan R² = 97,4%
0.3
0.25
Absorbansi

0.2
0.15
0.1
0.05
0
0.001 0.002 0.003 0.004 0.005
Konsentrasi (%)

Grafik 2. Data Absorbans Asam Askorbat


Dari Kurva kalibrasi asam askorbat, dapat dihitung konsentrasi sampel

equivalen vitamin C yng digunakan untuk menghitung kapasitas antioksidan

sampel. Selanjutnya menghitung nilai kapasitas antioksidan dengan rumus asam

askorbat equivalen.

5. Pengukuran Absorbansi DPPH yang direaksikan dengan larutan uji

sampel ekstrak etanol daun dewandaru pengeringan oven dan kering

angin.
50

Hasil pengukuran absorbansi DPPH yang direaksikan dengan larutan uji

sampel ekstrak etanol daun dewandaru pengeringan oven dan kering angin dapat

dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil Pengukuran absorbansi DPPH yang direaksikan dengan larutan uji

sampel ekstrak etanol daun dewandaru pengeringan oven dan kering angin.

Sampel t (menit) Konsentrasi Abs sampel

0,6535

0,0004 % 0,6578

0,6548

0,7348

0,0006 % 0,7251

0,6778
Kering angin 30 menit
0,7032

0,0008 % 0,7040

0,7322

0,7384

0,0010 % 0,7247

0,7284
51

0,7510

0,0012 % 7326

0,7673

0,6520

0,0004 % 0,6542

0,6552

0,7005

0,0006 % 0,6498

0,6681

0,6826
Oven 30 menit
0,0008 % 0,6959

0,6611

0,7091

0,0010 % 0,6955

0,7053

0,7156
0,0012 %
0,7413
52

0,7290

0.76
0.74
0.72
0.7
Absorbansi

0.68 absorbansi kering


angin
0.66
absorbansi oven
0.64
0.62
0.6
0.0004 0.0006 0.0008 0.001 0.0012
Konsentrasi (%)

Grafik 3. Hasil Pengukuran absorbansi DPPH yang direaksikan dengan larutan uji
sampel ekstrak etanol daun dewandaru pengeringan oven dan kering
angin.
6. Perhitungan Kapasitas Antioksidan

Dari kurva kalibrasi asam askorbat, absorban sampel dimasukkan kedalam

persamaan regresi linear dengan konsentrasi sebagai sumbu X dan absorban

sebagai sumbu Y. Lalu absorbansi rata-rata sampel, dimasukkan kedalam

persamaan regresi linear tersebut sebagai pengganti Y. Sehingga hasil yang

didapat digunakan untuk perhitungan kapasitas antioksidan sampel dengan rumus

asam askorbat equivalen.

Persamaan garis hubungan antara absorban dan konsentrasi

Y = 46,670x + 0,086 dengan R² = 97,4%


53

Konsentrasi equivalen asam askorbat

Y = 46,670x + 0,086

0,6479 = 46,670x + 0.086

x = 0,0120

Jadi nilai AAE sampel pada absorban 0,6479 sebesar 0,0120 % = 0,0120 g/100ml.

𝑣 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑙)𝑥 𝐴𝐴𝐸 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 𝑓𝑝 𝑥 10⁻³


Kapasitas Antioksidan (mgAAE/g sampel) = 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)

50 𝑚𝑙 𝑥 0,0120 𝑔𝐴𝐴𝐸/100𝑚𝑙 𝑥 1/250 𝑥 10⁻³


0,05 𝑔

= 0,4810 mgAAE/g sampel

Tabel 5. Hasil Perhitungan Kapasitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun


Dewandaru Pengeringan Oven dan Kering Angin.
Kap.
Volume
Konsentrasi Bobot Antioksidan
Sampel Sampel Fp Abs AAE
(%) (gram) (mgAAE/g
(ml)
sampel)
0,6479 0,0120 0,4810
0,0004 0,05 50 1/250 0,6578 0,0122 0,4900
0,6548 0,0121 0,4870
Kering
0,7348 0,0139 0,8330
angin
0,0006 0,05 50 1/166,7 0,7251 0,0136 0,8210
0,6778 0,0126 0,7600
0,7032 0,0132 1,0580
0,0008 0,05 50 1/125
0,7040 0,0132 1,0590
54

0,7322 0,0138 1,1070


0,7384 0,0140 1,4000
0,0010 0,05 50 1/100 0,7247 0,0136 1,3680
0,7284 0,0137 1,3760
0,7510 0,0142 1,7100
0,0012 0,05 50 1/83,3 0,7326 0,0138 1,6630
0,7673 0,0146 1,7520
Rata-rata tiap konsentrasi secara berurutan = 0,4860; 0,8046; 1,0747;
1,3813; 1,7083
0,6520 0,0121 0,4850
0,0004 0,05 50 1/250 0,6542 0,0121 0,4860
0,6552 0,0122 0,4870
0,7005 0,0131 0,7890
0,0006 0,05 50 1/166,7 0,6498 0,0120 0,7240
0,6681 0,0124 0,7480
0,6826 0,0127 1,0220
0,0008 0,05 50 1/125 0,6959 0,0130 1,0450
Oven 0,6611 0,0123 0,9850
0,7091 0,0133 1,3350
0,0010 0,05 50 1/100 0,6955 0,0130 1,3050
0,7053 0,0132 1,3270
0,7156 0,0135 1,6180
0,0012 0,05 50 1/83,3 0,7413 0,0140 1,6850
0,7290 0,0137 1,6530
Rata-rata tiap konsentrasi secara berurutan = 0,4860; 0,7536; 1,0173;
1,3223; 1,6520
55

B. Pembahasan

Pada penelitian ini menggunakan tanaman dewandaru (Eugenia uniflora)

berupa daunnya yang dikeringkan dengan cara pengeringan oven dan kering

angin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kapasitas

antioksidan yang terdapat pada ekstrak etanol daun dewandaru (Eugenia uniflora)

tersebut dan untuk mengetahui besarnya perbedaan kapasitas antioksidan dari

keduanya serta untuk mengetahui yang mana yang paling baik dalam hal

pemberian antioksidan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan DPPH

secara Spektrofotometri.

Tanaman dewandaru (Eugenia uniflora) dipilih karena tanaman ini telah

dijumpai di masyarakat untuk pengobatan tradisional berupa rebusannya, yang

berkhasiat sebagai obat batuk, kurap, disentri juga sebagai antiinflamasi, dan anti

diabetes (Einbond, 2004). Berbagai ekstrak daun dewandaru (Eugenia uniflora)

diketahui memiliki aktivitas antidiabetes dan antihipertensi, antibakteri,

antiradikal (Novack, 2012). Tanaman dewandaru (Eugenia uniflora)

mengandung vitamin C, senyawa atsiri seperti sineol, sitronela, sesquiterpen,

flavonoid, antosianin, saponin dan tannin. Senyawa flavonoid dilaporkan mampu

menghambat enzim siklooksigenase serta telah terbukti memiliki aktivitas

penangkapan radikal bebas (Ebadi, Haraguchi, 2001).Lalu senyawa vitamin C

juga berkhasiat sebagai antioksidan (Winarsih, 2011).

Perbedaan metode pengeringan berpengaruh pada rendemen ekstrak.

Rendemen ekstrak tertinggi diperoleh dari pengeringan dengan oven yaitu 17,97%

dan kering angin sebanyak 16%. Kandungan air bahan pada simplisia sangat
56

mempengaruhi kualitas ekstrak jika kadar air masih tinggi aktivitas enzim juga

akan tinggi, enzim tersebut akan mengubah kandungan kimia yang telah terbentuk

menjadi bentuk lain. Semakin rendah kandungan kadar air pada simplisia semakin

tinggi rendemen ekstraknya (Ketaren 1986), hal tersebut juga terjadi pada

penelitian ini pada simplisia pengeringan dengan oven yang kadar airnya lebih

rendah dibandingkan pengeringan kering angin menghasilkan rendemen ekstrak

lebih tinggi.

Kemudian dilakukan penentuan panjang gelombang maksimum larutan

DPPH , ini dilakukan untuk mengetahui pada panjang gelombang berapa larutan

DPPH dapat menghasilkan absorban maksimum, yang kemudian panjang

gelombang maksimum tersebut akan digunakan untuk pengujian peredaman

pereaksi DPPH. Penentuan panjang gelombang maksimum dimulai dari 400 nm –

550 nm dengan interval 10 nm. Berdasarkan hasil pengukuran, didapatkan bahwa

pada panjang gelombang 400-519 nm absorban terus mengalami kenaikan

sehingga didapatkan panjang gelombang maksimum larutan DPPH adalah 519 nm

dengan absorban 0,796. Sedangkan pada panjang gelombang 520-800 nm

absorban terus mengalami penurunan. Menurut Sayuti (2015) absorban

maksimum larutan DPPH adalah pada panjang gelombang 517 nm. Pada

penelitian ini didapatkan absorban maksimum larutan DPPH terjadi pada panjang

gelombang 519 nm dengan absorban 0,796 menggunakan spektrofotometer

Shimadzu UV-VIS 1800.

Selanjutnya yaitu membuat kurva kalibrasi asam askorbat dengan

mengukur absorban asam askorbat dengan variasi konsentrasi 0,001%; 0,002%;


57

0,003%; 0,004% dan 0,005%. Dari kurva kalibrasi asam askorbat diperoleh suatu

persamaan regresi linear, kemudian data dimasukkan kedalam persamaan tersebut

dengan konsentrasi asam askorbat sebagai sumbu X dan absorban asam askorbat

sebagai konstanta. Lalu absorbansi rata-rata sampel dimasukkan kedalam

persamaan regresi linear tersebut sebagai pengganti Y. Dimana hasil yang

diperoleh adalah nilai asam askorbat eqivalen yang akan digunakan untuk

perhitungan kapasitas antioksidan sampel.

Sebelum melakukan pengujian kapasitas antioksidan, dilakukan

pengenceran konsentrasi pada masing-masing sampel, yaitu pada konsentrasi

0,0004%; 0,0006%; 0,0008%; 0,001% dan 0,0012%. Kelima variasi konsentrasi

ini memiliki absorban yang masuk dalam range absorban terbaik (0,2 – 0,8) dan

merupakan variasi konsentrasi yang digunakan dalam pengujian aktivitas

antioksidan.

Kemudian dilakukan pengukuran kapasitas antioksidan dengan mengukur

absorban ekstrak etanol daun dewandaru (Eugenia uniflora) yang direaksikan

dengan larutan DPPH, waktu reaksi yang digunakan dalam pengujian aktivitas

antioksidan dengan menggunakan DPPH ialah selama 30 menit yang akan

ditandai dengan berubahnya warna ungu tua menjadi warna merah muda atau

kuning pucat. Semakin banyak kandungan antioksidan dalam sampel maka warna

kuning secara visual akan terbentuk semakin pekat (Sayuti, 2015).

Metode DPPH dipilih karena metode ini mempunyai keuntungan yaitu

mudah digunakan, mempunyai tingkat sensitivitas tinggi dan dapat menganalisis


58

sejumlah besar sampel dalam jangka waktu yang singkat (Aziz, 2017). Menurut

Sayuti (2015) pada metode ini, larutan DPPH berperan sebagai radikal bebas yang

akan bereaksi dengan senyawa antioksidan sehingga DPPH akan berubah menjadi

1,1- diphenyl-2-picrylhydrazin yang bersifat non radikal. Peningkatan jumlah 1,1-

diphenyl-2-picrylhydrazin akan ditandai dengan berubahnya warna ungu tua

menjadi warna merah muda atau kuning pucat dan bisa diamati dan dilihat

menggunakan spektrofotometer sehingga aktivitas peredaman radikal bebas oleh

sampel dapat ditentukan.

Pada saat penelitian, didapatkan perubahan warna yang jelas dari warna

ungu menjadi kuning pada sampel ekstrak etanol daun dewandaru (Eugenia

uniflora) pengeringan kering angin. Sedangkan pada ekstrak etanol daun

dewandaru (Eugenia uniflora) pengeringan oven terlihat perubahan warna dari

ungu menjadi merah muda. Dari perubahan warna secara visual tersebut, dapat

diartikan bahwa kapasitas antioksidan ekstrak etanol daun dewandaru (Eugenia

uniflora) pengeringan kering angin lebih besar dari kapasitas antioksidan

pengeringan oven.

Besarnya aktivitas antioksidan dari sampel dapat dinyatakan dengan rumus

kapasitas antioksidan asam askorbat equivalen terhadap radikal bebas DPPH yang

diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 519 nm. Dari

data kurva kalibrasi asam askorbat pada tabel 2, didapatkan hasil persamaan

regresi linear yaitu Y = 46,670x + 0,086 dengan R2 = 97,4%. Untuk mengitung

asam askorbat equivalen, absorbansi rata-rata sampel dimasukkan kedalam

persamaan regresi linear tersebut sebagai pengganti Y. Sehingga didapatkan nilai


59

x sebagai asam askorbat equivalen. Selanjutnya nilai tersebut dimasukkan

kedalam rumus kapasitas antioksidan dengan cara di kali dengan faktor

pengenceran dan volume sampel lalu dibagi bobot sampel.

Dapat dilihat pada tabel 5, rata-rata kapasitas antioksidan pada ekstrak etanol daun

dewandaru (Eugenia uniflora) pengeringan kering angin dengan konsentrasi

0,0004%, 0,0006%, 0,0008%, 0,001%, 0,0012% berturut-turut yaitu sebesar

0,4860; 0,8046; 1,0747; 1,3813; 1,7083 mgAAE/g sampel yang artinya satu gram

sampel dengan konsentrasi 0,0012% setara dengan kapasitas antioksidan 1,7083

mg asam askorbat. Sedangkan rata-rata kapasitas antioksidan pada ekstrak etanol

daun dewandaru (Eugenia uniflora) pengeringan oven dengan konsentrasi

0,0004%, 0,0006%, 0,0008%, 0,001%, 0,0012% berturut-turut yaitu sebesar

0,4860; 0,7536; 1,0173; 1,3223; 1,6520 mgAAE/g sampel yang artinya satu

gram sampel dengan konsentrasi 0,0012% setara dengan kapasitas antioksidan

1,653 mg asam askorbat. Semakin besar nilai kapasitas antioksidan maka semakin

besar aktivitas antioksidan sampel tersebut. Sehingga bila dilihat dari nilai

kapasitas antioksidannya, dapat dikatakan bahwa ekstrak etanol daun dewandaru

(Eugenia uniflora) pengeringan kering angin memiliki aktivitas antioksidan lebih

besar daripada ekstrak etanol daun dewandaru (Eugenia uniflora) pengeringan

oven. Hal ini terjadi disebabkan karena semakin tinggi suhu pengeringan maka

kecepatan aliran udara pada proses pengeringan juga akan semakin cepat,

penguapan dalam sel-sel juga semakin besar sehingga menyebabkan senyawa

antioksidan tersebut ikut menguap bersama air dan kadarnya menyusut setelah

pemanasan oven tersebut (Parfiyanti, 2016).


60

Selanjutnya data tersebut dianalisis menggunakan Independent sample T

Test melalui program SPSS 22.0 untuk mengetahui perbedaan kapasitas

antioksidannya. Hasil uji Independent sample T Test menunjukkan bahwa dari

data kapasitas antioksidan ekstrak etanol daun dewandaru (Eugenia uniflora)

pengeringan oven dan kering angin tersebut didapatkan nilai sig sebesar 0,78

(p>0,05) yang berarti kapasitas antioksidan ekstrak etanol daun dewandaru

(Eugenia uniflora) pengeringan oven dan kering angin tidak memiliki perbedaan

yang signifikan menurut statistik.

Dari hasil tersebut diketahui bahwa nilai kapasitas antioksidan pada

ekstrak etanol daun dewandaru (Eugenia uniflora) pengeringan kering angin lebih

besar nilainya daripada ekstrak etanol daun dewandaru (Eugenia uniflora)

pengeringan oven. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang

mengatakan bahwa perolehan aktivitas antioksidan dari kelima sampel ekstrak

metanol daun M. malabathricum L. menunjukkan bahwa cara pengeringan

simplisia memberikan pengaruh yang signifikan dengan perolehan persen inhibisi

tertinggi hingga terendah secara berturut-turut yaitu pengeringan kering angin

sebesar 54,60 %, pengeringan oven sebesar 52,76 %, pengeringan SMTL sebesar

49,19 %, pengeringan SML 38,06 % dan sampel segar sebesar 35,79 % (Luliana,

2016).

Namun secara statistik kapasitas antioksidan ekstrak etanol daun

dewandaru (Eugenia uniflora) pengeringan oven dan kering angin tidak memiliki

perbedaan yang signifikan. Kapasitas antioksidan ekstrak etanol daun dewandaru

(Eugenia uniflora) pengeringan kering angin lebih kuat dibandingkan dengan


61

kapasitas antioksidan ekstrak etanol daun dewandaru (Eugenia uniflora)

pengeringan oven dikarenakan senyawa yang bersifat antioksidan tersebut

kadarnya akan berkurang akibat pemanasan suhu oven yaitu 50°C selama 9 jam

sehingga nilai kapasitas antioksidan lebih besar dengan pengeringan kering angin

yaitu suhu ±25°C selama 14 hari.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh cara pengeringan terhadap

kapasitas antioksidan ekstrak etanol daun dewandaru (Eugenia uniflora) dengan

metede DPPH secara spektrofotometri dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kapasitas antioksidan pada ekstrak etanol daun dewandaru dengan metode

pengeringan kering angin lebih besar daripada dengan metode pengeringan

oven.

2. Kapasitas rata-rata antioksidan pada ekstrak etanol daun dewandaru

dengan pengeringan kering angin dengan konsentrasi 0,0004%, 0,0006%,

0,0008%, 0,001%, 0,0012% berturut-turut yaitu sebesar 0,4860; 0,8046;

1,0747; 1,3813; 1,7083 mgAAE/g sampel.

3. Kapasitas rata-rata antioksidan pada ekstrak etanol daun dewandaru

dengan pengeringan oven dengan konsentrasi 0,0004%, 0,0006%,

0,0008%, 0,001%, 0,0012% berturut-turut yaitu sebesar 0,4860; 0,7536;

1,0173; 1,3223; 1,6520 1,8314 mgAAE/g sampel.

4. Hasil uji Independet Sample T Test menunjukkan bahwa pengeringan

oven dan kering angin tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai

kapasitas antioksidan dengan nilai sig 0,78 (p>0,05) .

62
63

2. Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan, yang dapat disarankan adalah Perlunya

penelitian lebih lanjut untuk mengisolasi kandungan metabolit sekunder apa yang

lebih dominan sebagai antioksidan.


DAFTAR PUSTAKA

Ain, Q., 2007. Aktivitas Penangkap Radikal DPPH oleh kurkumin dan turunan 4-
fenilkurkumin. Universtitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, hal 24-25.
Apak. et al., 2007. Comparative Evaluation of Various Total Antioxidant
Capacity Assays Apllied to Phenolic Compounds with the CUPRAC Assay.
Molecules (12). (http://www.mdpi.org/molecules diakses pada tanggal 21
Januari 2019)
Ardiansyah, 2007. Antioksidan dan Peranannya bagi Kesehatan. Artikel IPTEK
(www.beritaiptek.com, diakses 23 Januari 2019)
Arief, S., 2006. Radikal Bebas. SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR.
Surabaya.
AZIZ, G., 2017. Uji Aktivitas Antibakteri Dan Antioksidan Dari Ekstrak Etil
Asetat Kapang Endofit Daun Tanaman Bakung Rawa (Crinum jagus
(J.Thomps.) Dandy). Skripsi, Jurusan Farmasi UIN Syarif Hidayatullah.
Consolini, A. E. and Gracı, M, 2002. Pharmacological effects of Eugenia uniflora
(Myrtaceae ) aqueous crude extract on rat ’ s heart. Journal of
Ethnopharmacology. 81, pp. 57–63.
Day, R.A dan A.L.Underwood., 2002. Analisa Kimia Kuantitatif. Erlangga :
Jakarta
Departemen Kesehatan RI, 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, hal. 752.
Departemen Kesehatan RI, 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, hal. 7
Departemen Kesehatan RI, 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta
Departemen Kesehatan RI, 2008. Pengelolaan Pasca Panen Tanaman Obat. Balai
Besar Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Obat Tradisional, pp. 30–35.
Einbond, L. S. et al., 2004. Anthocyanin antioxidants from edible fruits. Food
Chemistry.84, pp. 23–28. doi: 10.1016/S0308-8146(03)00162-6.
Fadriyanti, 2015. Makalah Analisis Kualitatif Dan Kuantitatif Vitamin B, C, K.
Available at: http://documentslide.com/documents/makalah Analisis
Kualitatif dan Kuantitatif Vitamin B, C, K docx.html [diakses pada 2
Februari 2019]

64
65

Halliwell, B., 2012. Free Radical and Antioxidant : Updating a Personal View,
Nutrition Review. 4th eds. New York: Oxford.
Handayani, V. et al., 2014. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Bunga dan
Daun Patikala ( Etlingera elatior ( Jack ) R . M . Sm ) Menggunakan
Metode DPPH. Pharm Sci Res, 1(2), pp. 86–93.
Hernani dan R. Nurdjanah, 2009. Aspek Pengeringan Dalam Mempertahankan
Kandungan Metabolit Sekunder Pada Tanaman Obat. Perkembangan
Teknologi TRO . 21(2), pp. 33–39.
Huliselan, Y.M., M.R.J. Runtuwene dan D.S. Wewengkang, 2015. Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Etanol, Etil Asetat, dan n-Heksan Dari Daun
Sesewanua (Clerodendron squamatum Vahl.) Pharmacon Jurnal Ilmu
Farmasi, 4(3) : 2302-2493.
Hutapea, J.R., 1994. Inventaris Tanaman Obat Indonesia, Jilid III. Departemen
Kesehatan RI dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 29-30.
Indranila, dan M. Ulfah, 2015. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun
Kartika dengan Metode DPPH beserta Identifikasi Senyawa Alkaloid,
Fenol, dan Flavonoid. Prosiding. Seminar Nasional Peluang Herbal sebagai
Alternatif Medicine. Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim,
Semarang.
Isfahlan, A. J. et al., 2010. Antioxidant and antiradical activities of phenolic
extracts from Iranian almond (Prunus amygdalus L.) hulls and shells.
Turkish Journal of Biology, 34(2), pp. 165–173. doi: 10.3906/biy-0807-21.
Kumalaningsih, S., 2006. Antioksidan Alami Penangkal Radikal Bebas, Sumber
manfaat, Cara penyediaan, dan Pengolahan. Surabaya : Trubus.
Agrisarana.
Liochev, S.I., 2013. Reactive Oxygen Species and the Free Radical Theory of
Aging. Free Radical Biology and Medicine, 60, 1-4.
Luliana, S., Purwanti, N. U. and Manihuruk, K. N., 2016. Pengaruh Cara
Pengeringan Simplisia Daun Senggani (Melastoma malabathricum L.)
Terhadap Aktivitas Antioksidan Menggunakan Metode DPPH (2,2-difenil-1-
pikrilhidrazil). Pharm Sci Res, 3, pp. 120–129.
Manoi, F., 2006. Pengaruh Cara Pengeringan Terhadap Mutu Simplisia
Sambiloto. Bul. Littro, 17(1), pp. 1–5.
Marjuki, A. S., 2009. Uji Aktivitas Penangkap Radikal Isolat Dari Fraksi V
Ekstrak Etanol Daun Dewandaru (Eugenia uniflora L.) dengan Metode
DPPH. Skripsi, Jurusan Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta,
pp. 0–10.
66

Molyneux, P., 2004. The Use Of The Stable Free Radikal Diphenilpicrylhydrazyl
(DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin J. Sci.
Technol. 26 (2) : 211-219.
Muller, J and Heindl. 2006. Drying Of Medical Plants In R.J. Bogers, L.E.Cracer,
and D> Lange (eds). Medical and Aromatic Plant, Springer, The
Netherland, p.237-252.
Ningsih, D.R., Zusfahair dan D. Kartika, 2016. Identifikasi Senyawa Metabolit
Sekunder Serta Uji Aktivitas Ekstrak Daun Sirsak Sebagai Antibakteri
Molekul, 11(1) : 101-111.
Novack, F. et al., 2012. Essential oil of the leaves of Eugenia uniflora L .:
Antioxidant and antimicrobial properties. Food and Chemical Toxicology.
Elsevier Ltd, 50(8), pp. 2668–2674. doi: 10.1016/j.fct.2012.05.002.
Pham-huy, L. A., He, H. and Pham-huy, C., 2008. Free Radicals , Antioxidants in
Disease and Health. Int J Biomed Sc, 4(2), pp. 89–96.
Phongpaichit, S. et al., 2007. Biological Activities Of Extracts From Endophytic
Fungi Isolated From Garcinia Plants. FEMS Immunology and Medical
Microbiology, 51(3), pp. 517–525. doi: 10.1111/j.1574-695X.2007.00331.x.
Pourmorad, F., Hosseinimehr, S. J. and Shahabimajd, N., 2006. Antioxidant
activity , Phenol and Flavonoid Contents Of Some Selected Iranian
Medicinal Plants. African Journal of Biotechnology, 5(6), pp. 1142–1145.
Praditya, A. G., 2014. Penangkapan Radikal Bebas DPPH oleh Piperin. Fakulta
Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Hal 15.
Pramono, S., 2006. Penanganan Pasca Panen Dan Pengaruhnya Terhadap Efek
Terapi Obat Alami. Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia
XXVIII, Bogor, 15-18 Sept 2005. Hal 1-6
Pratama, D. G. A. Y., Bawa, G. A. G. and Gunawan, I. W. G., 2016. Isolasi Dan
Identifikasi Senyawa Minyak Atsiri Dari Tumbuhan Sembukan (Paederia
foetida L.) Dengan Metode Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa (GC-
MS). Jurnal Kimia, 10(1), pp. 149–154.
Purba, E.R. dan M. Martosupono., 2009. Kurkumin Sebagai Senyawa
Antioksidan. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains IV,
No, 3:607- 621. Fakultas Biologi. Universitas Kristen Satya Wacana, Jawa
Tengah.
Rohmatussolihat., 2009. Antioksidan Penyelamat Sel-Sel Tubuh Manusia. 4(1):5-
9.
Sayuti, K. dan R. Yenrina, (2015) ANTIOKSIDAN ALAMI dan SINTETIK.
Andalas University Press, Padang, Indonesia, hal. 1-81.
67

Schmeda., 1987. Preliminary Pharmacological Studies On Eugenia Uniflora


Leaves : Xanthine Oxidase Inhibitory activity. Journal of
Ethnopharmacology, 21, pp. 183–186.
Sjahid, L. R., 2008. Isolasi Dan Identifikasi Flavonoid Dari Daun Dewandaru
(Eugenia uniflora L.). Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Suharta., 2005. Spektroskopi Serapan Atom dan Aplikasinya. FMIPA UNIMED,
Medan.
Sundari, U., et al., 2013. Performance Evaluation Of a Forced Convection Solar
Drier With Evacuated Tube Collector For Drying Amla. International
Journal of Engineering and Technology, 5(3), pp. 2853–2858.
Vallyathan, V., Shi, X. and Virginia, W., 1997. The Role of Oxygen Free Radicals
in Occupational and Environmental Lung Diseases. Environmental Health
Perspectives, 105(February), pp. 165–177.
Voigh, R., 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi.Univesitas Gajah Mada.
Yogyakarta, Indonesia, hal. 564-578.
Wassalwa, M., 2016. Pengaruh Waktu Infusa dan Suhu Air yang Berbeda
Terhadap Aktivitas Antioksidan dan Vitamin C pada Infused Water Kulit
Pisang. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Biologi, 1(1), pp. 107–118.
Winangsih., et al., 2013. Pengaruh Pengeringan Terhadap Kualitas Simplisia
Lempuyang Wangi (Zingiber aromaticum L.). Buletin Anatomi dan
Fisiologi, 21, pp. 19–25. Available at:
http://eprints.undip.ac.id/42551/1/jurnal_winangsih.pdf.
Winarsi, H., 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta
Zuhra, C.F, J.B. Tarigan, H. Sihotang, 2008. Aktivitas Antioksidan Senyawa
Flavanoid dari Daun Katuk (Sauropus androgunus (L) Merr.). Jurnal
Biologi Sumatera Vol.3, No.1. (http://repository.usu.ac.id diakses pada
tanggal 5 februari 2019)
68

Lampiran 1

Perhitungan Pengenceran Konsentrasi Asam Askorbat

Pembuatan larutan induk asam askorbat dengan konsentrasi 0,1%, dengan

cara: Timbang serbuk asam askorbat sebanyak 100 mg kemudian dilarutkan

dengan aquadest ad 100 ml dalam labu ukur. Kemudian di encerkan lagi menjadi

konsentrasi 0,001% dengan cara pipet 10 ml larutan induk asam askorbat

kemudian dilarutkan dengan aquadest ad 100 ml dalam labu ukur 100 ml sehingga

didapat konsentrasi 0,01%.

1. Pengenceran asam askorbat larutan induk 0,01% menjadi konsentrasi

0,001%.

V1 x C1 = V2 x C2

V1 x 0,01% = 50 ml x 0,001%

50 𝑥 0,001
V1= = 5 𝑚𝑙 =
0,01

V1 = 5 ml

Caranya: Pipet larutan induk 0,001% sebanyak 5 ml kemudian dilarutkan

dengan aquadest ad 50 ml dalam labu ukur.

2. Pengenceran asam askorbat larutan induk 0,01% menjadi konsentrasi

0,002%.

V1 x C1 = V2 x C2

V1 x 0,01% = 50 ml x 0,002%
69

50 𝑥 0,002
V1 = = 10 𝑚𝑙
0,01

V1 = 10 ml

Caranya: Pipet larutan induk 0,01% sebanyak 10 ml kemudian dilarutkan

dengan aquadest ad 50 ml dalam labu ukur.

3. Pengenceran asam askorbat larutan induk 0,01% menjadi konsentrasi

0,003%.

V1 x C1 = V2 x C2

V1 x 0,01% = 50 ml x 0,003%

50 𝑥 0,003
V1 = = 15 𝑚𝑙
0,01

V1 = 15 ml

Caranya: Pipet larutan induk 0,01% sebanyak 15 ml kemudian dilarutkan

dengan aquadest ad 50 ml dalam labu ukur.

4. Pengenceran asam askorbat larutan induk 0,01% menjadi konsentrasi

0,004%.

V1 x C1 = V2 x C2

V1 x 0,01% = 50 ml x 0,004%

50 𝑥 0,004
V1 = = 20 𝑚𝑙
0,01

V1 = 20 ml
70

Caranya: Pipet larutan induk 0,01% sebanyak 20 ml kemudian dilarutkan

dengan aquadest ad 50 ml dalam labu ukur.

5. Pengenceran asam askorbat larutan induk 0,01% menjadi konsentrasi

0,005%.

V1 x C1 = V2 x C2

V1 x 0,01% = 50 ml x 0,005%

50 𝑥 0,005
V1 = = 25 𝑚𝑙
0,01

V1 = 25 ml

Caranya: Pipet larutan induk 0,01% sebanyak 25 ml kemudian dilarutkan

dengan aquadest ad 50 ml dalam labu ukur.


71

Lampiran 2

Perhitungan Pengenceran Konsentrasi ekstrak etanol daun dewandaru

dengan pengeringan oven dan kering angin.

Ekstrak etanol daun dewandaru dengan pengeringan oven dan kering angin
50 𝑚𝑔
: = 0,1 %, Kemudian di encerkan lagi menjadi konsentrasi 0,001% dengan
50 𝑚𝑙

cara pipet masing-masing 10 ml larutan induk ekstrak etanol daun dewandaru

dengan pengeringan oven dan kering angin kemudian masing-masing dilarutkan

dengan etanol ad 100 ml dalam labu ukur 100 ml sehingga didapat konsentrasi

0,01%.

1. Pengenceran dari larutan induk 0,01% menjadi konsentrasi 0,0004%.

V1 x C1 = V2 x C2

V1 x 0,01% = 50 ml x 0,0004%

50 𝑥 0,0004
V1 = = 2 𝑚𝑙
0,01

V1 = 2 ml

Caranya: Pipet larutan induk 0,01% sebanyak 2 ml kemudian dilarutkan

dengan etanol ad 50 ml dalam labu ukur.

2. Pengenceran dari larutan induk 0,01% menjadi konsentrasi 0,0006%.

V1 x C1 = V2 x C2
72

V1 x 0,01% = 50 ml x 0,0006%

50 𝑥 0,0006
V1 = = 3 𝑚𝑙
0,01

V1 = 3 ml

Caranya: Pipet larutan induk 0,01% sebanyak 3 ml kemudian dilarutkan

dengan etanol ad 50 ml dalam labu ukur.

3. Pengenceran dari larutan induk 0,01% menjadi konsentrasi 0,0008%.

V1 x C1 = V2 x C2

V1 x 0,01% = 50 ml x 0,0008%

50 𝑥 0,0008
V1 = = 4 𝑚𝑙
0,01

V1 = 4 ml

Caranya: Pipet larutan induk 0,01% sebanyak 4 ml kemudian dilarutkan

dengan etanol ad 50 ml dalam labu ukur.

4. Pengenceran dari larutan induk 0,01% menjadi konsentrasi 0,001%.

V1 x C1 = V2 x C2

V1 x 0,01% = 50 ml x 0,001%

50 𝑥 0,001
V1 = = 5 𝑚𝑙
0,01

V1 = 5 ml
73

Caranya: Pipet larutan induk 0,01% sebanyak 5 ml kemudian dilarutkan

dengan etanol ad 50 ml dalam labu ukur.

5. Pengenceran dari larutan induk 0,01% menjadi konsentrasi 0,0012%.

V1 x C1 = V2 x C2

V1 x 0,01% = 50 ml x 0,0012%

50 𝑥 0,0012
V1 = = 6 𝑚𝑙
0,01

V1 = 6 ml

Caranya: Pipet larutan induk 0,01% sebanyak 6 ml kemudian dilarutkan

dengan etanol ad 50 ml dalam labu ukur.


74

Lampiran 3

Prosedur Penggunaan Alat Spektrofotometri Shimadzu UV-1800

Cara Pengukuran Serapan :

1. Hubungkan dengan sumber listrik.

2. Tempat kuvet harus dalam keadaan kosong, nyalakan alat (Power ON).

3. Biarkan alat melakukan kalibrasi secara otomatis sampai seluruh

pengecekan OK.

4. Pada layar akan tampil ABS dan 400 nm. Tentukan panjang gelombang

yang sesuai dengan menekan tombol GO TOλlalu ketik panjang

gelombang yang di inginkan, misalnya 400 nm, kemudian tekan enter.

5. Letakkan kuvet blanko pada tempatnya, serapan (Abs) blanko harus

ditekan dengan cara menekan tombol AUTO ZERO.

6. Letakkan kuvet sampel, kemudian akan tampak nilai Abs dari sampel,

misalnya 0,209.
75

Lampiran 4

Hasil identifikasi kandungan Flavonoid dan Vitamin C pada ekstrak etanol

daun dewandaru (Eugenia uniflora) dengan metode pengeringan oven dan

kering angin.

Senyawa Uji
Pereaksi Hasil Positif
Kimia Kering angin Oven

Warna
HCl pekat
Flavonoid merah/jingga Jingga Jingga
Logam Mg
hingga kuning

Larutan NaHCO3
Vitamin C Ungu Ungu Ungu
Larutan FeSO4
76

Lampiran 5

Regresi Linear dari Kurva Kalibrasi Asam Askorbat

NEW FILE.

DATASET NAME DataSet1 WINDOW=FRONT.

REGRESSION

/DESCRIPTIVES MEAN STDDEV CORR SIG N

/MISSING LISTWISE

/STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA

/CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10)

/NOORIGIN

/DEPENDENT abs

/METHOD=ENTER konsentrasi

/SCATTERPLOT=(*SDRESID ,*ZPRED)

/RESIDUALS NORMPROB(ZRESID).

Regression

[DataSet1]

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

abs ,226140 ,0747525 5

konsentrasi ,003000 ,0015811 5

Correlations

abs Konsentrasi

Pearson Correlation Abs 1,000 ,987

konsentrasi ,987 1,000

Sig. (1-tailed) Abs . ,001


77

konsentrasi ,001 .

N Abs 5 5

konsentrasi 5 5

Variables Entered/Removeda

Variables Variables

Model Entered Removed Method

1 konsentrasib . Enter

a. Dependent Variable: abs

b. All requested variables entered.

Model Summaryb

Adjusted R Std. Error of the

Model R R Square Square Estimate

1 ,987a ,974 ,966 ,0137942

a. Predictors: (Constant), konsentrasi

b. Dependent Variable: abs

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression ,022 1 ,022 114,467 ,002b

Residual ,001 3 ,000

Total ,022 4

a. Dependent Variable: abs

b. Predictors: (Constant), konsentrasi


78

Coefficientsa

Standardized

Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) ,086 ,014 5,953 ,009

konsentrasi 46,670 4,362 ,987 10,699 ,002

a. Dependent Variable: abs

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value ,132800 ,319480 ,226140 ,0737917 5

Std. Predicted Value -1,265 1,265 ,000 1,000 5

Standard Error of Predicted


,006 ,011 ,009 ,002 5
Value

Adjusted Predicted Value ,144200 ,311350 ,226284 ,0697345 5

Residual -,0090400 ,0186300 ,0000000 ,0119462 5

Std. Residual -,655 1,351 ,000 ,866 5

Stud. Residual -,871 1,614 -,002 1,084 5

Deleted Residual -,0190000 ,0266143 -,0001443 ,0193169 5

Stud. Deleted Residual -,823 3,636 ,426 1,873 5

Mahal. Distance ,000 1,600 ,800 ,748 5

Cook's Distance ,067 ,569 ,314 ,244 5

Centered Leverage Value ,000 ,400 ,200 ,187 5

a. Dependent Variable: abs


79

Charts
80
81

Lampiran 6

Hasil Independent sample T Test Untuk Mengetahui pengaruh cara

pengeringan terhadap kapasitas antioksidan ekstrak etanol daun dewandaru

(Eugenia uniflora) dengan metode oven dan kering angin.

T-TEST GROUPS=metode(1 2)

/MISSING=ANALYSIS

/VARIABLES=kapasitas_antioksidan

/CRITERIA=CI(.95).

T-Test

[DataSet0]

Group Statistics

metode N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

kapasitas_antioksidan kering angin 15 1,091000 ,4432197 ,1144388

oven 15 1,046267 ,4257055 ,1099167

Independent Samples Test

kapasitas_antioksidan

Equal variances Equal variances

assumed not assumed

Levene's Test for Equality of F ,023


Variances
Sig. ,880

t-test for Equality of Means t ,282 ,282

df 28 27,955

Sig. (2-tailed) ,780 ,780

Mean Difference ,0447333 ,0447333


82

Std. Error Difference ,1586755 ,1586755

95% Confidence Interval of Lower -,2802988 -,2803226

the Difference Upper ,3697655 ,3697892


83

Lampiran 7

Daun Dewandaru setelah perajangan Simplisia setelah pengeringan

Simplisia yang akan dimaserasi Hasil maserasi simplisia


84

Hasil ekstrak kering oven Hasil ekstrak kering angin

Hasil uji kadar air


85

Sampel + DPPH
86

Baku prmbanding Vitamin C

Uji kandungan flavonoid kering angin dan oven


87

Uji kandungan vitamin C kering angin dan oven


88
89

Anda mungkin juga menyukai