Anda di halaman 1dari 23

BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Penyakit

2.1 Definisi

Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidermis dan dermis ) sebagai respon terhadap
pengaruh fakor eksogen atau pengaruh factor endogen, menimbulkan kelainan klinis
berupa efloresensi polimorfik ( eritema, edema, papul, vesikel, skuama ) dan keluhan
gatal ( Djuanda, Adhi, 2007 ).

Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berubah eflo-
resensi polimorfik (eritema, edema,papul, vesikel, skuama, dan keluhan gatal). (Adhi
Juanda,2005)

Dermatitis lebih dikenal sebagai eksim, merupakan penyakit kulit yang mengalami
peradangan. Dermatitis dapat terjadi karena bermacam sebab dan timbul dalam berbagai
jenis, terutama kulit yang kering. Umumnya enzim dapat menyebabkan pembengkakan,
memerah, dan gatal pada kulit. Dermatitis tidak berbahaya, dalam arti
tidak membahayakan hidup dan tidak menular. Walaupun demikian, penyakit ini jelas
menyebabkan rasa tidak nyaman dan amat mengganggu. Dermatitis muncul dalam
beberapa jenis, yang masing-masing memiliki indikasi dan gejala Dermatitis yang
muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun yang terdapat pada
berbeda.

2.2 Epidemiologi

Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan
umur, ras, dan jenis kelamin. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan
cukup banyak, namun angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara

1
lain oleh banyak penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat. Bila
dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergik
lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif).
Namun sedikit sekali informasi mengenai prevalensi dermatitis ini di masyarakat.

2.3 Etiologi

Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar(eksogen), misalnya bahan kimia


(contoh : detergen,asam, basa, oli, semen), fisik (sinar dan suhu), mikroorganisme
(contohnya : bakteri, jamur) dapat pula dari dalam(endogen), misalnya dermatitis atopik.
(Adhi Djuanda,2005)

Sejumlah kondisi kesehatan, alergi, faktor genetik, fisik, stres, dan iritasi dapat
menjadi penyebab eksim. Masing-masing jenis eksim, biasanya memiliki penyebab
berbeda pula. Seringkali, kulit yang pecah-pecah dan meradang yang disebabkan eksim
menjadi infeksi. Jika kulit tangan ada strip merah seperti goresan, kita mungkin
mengalami selulit infeksi bakteri yang terjadi di bawah jaringan kulit. Selulit muncul
karena peradangan pada kulit yang terlihat bentol-bentol, memerah, berisi cairan dan
terasa panas saat disentuh dan. Selulit muncul pada seseorang yang sistem kekebalan
tubuhnya tidak bagus. Segera periksa ke dokter jika kita mengalami selulit dan eksim.

2.4 Faktor Predisposisi

 Keringnya kulit.

 Iritasi oleh sabun, deterjen, pelembut pakaian, dan bahan kimia lain.

 Menciptakan kondisi yang terlalu hangat untuk anak, misalnya membungkus anak
dengan pakaian berlapis.

 Alergi atau intoleransi terhadap makanan tertentu.

 Alergi terhadap debu, serbuk bunga, atau bulu hewan.

2
 Virus dan infeksi lain.

 Perjalan ke Negara dengan iklim berbeda.

2.5 Gejala klinis

Pada umumnya penderita dermatitis akan meneluh gatal, dimana gejala klinis
lainnya bergantung pada stradium penyakitnya.

 Stadium akut : kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan
eksudasi sehingga tampak basah.

 Stadium subakut : eritema, dan edema berkurang, eksudat mongering menjadi


kusta.

 Stadium kronis : lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul dan


likenefikasi.

Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja sejak awal suatu dermatitis sejak
awal memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis.

Subyektif ada tanda–tanda radang akut terutama priritus ( sebagai pengganti


dolor). Selain itu terdapat pula kenaikan suhu (kalor), kemerahan (rubor), edema atau
pembengkakan dan gangguan fungsi kulit (function laisa).Obyektif, biasanya batas
kelainan tidak tgas an terdapt lesi polimorfi yang dapat timbul scara serentak atau
beturut-turut. Pada permulaan eritema dan edema.Edema sangat jelas pada klit yang
longgar misalya muka (terutama palpebra dan bibir) dan genetelia eksterna .Infiltrasi
biasanya terdiri atas papul.

Dermatitis madidans (basah) bearti terdapat eksudasi.Disana-sini terdapat sumber


dermatitis, artinya terdapat Vesikel-veikel fungtiformis yang berkelompok yang
kemudian membesar. Kelainan tersebut dapat disertai bula atau pustule, jika disertai
infeksi.Dermatitis sika (kering) berarti tiak madidans bila gelembung-gelumbung
mongering maka akan terlihat erosi atau ekskoriasi dengan krusta. Hal ini berarti
dermatitis menjadi kering disebut ematiti sika.Pada stadium tersebut terjadi deskuamasi,

3
artinya timbul sisik. Bila proses menjadi kronis tapak likenifikasi dan sebagai sekuele
telihat hiperpigmentasi atau hipopigmentasi.

2.6 Patofisiologi

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh iritan melalui kerja
kimiawi atau fisik. Bahan irisan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin,
menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. Keadaan ini akan
merusak sel epidermis.

Ada 2 jenis bahan iritan yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan
menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang
iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-
ulang. Faktor lain yang dapat mempengaruhi yaitu: kelembaban udara, tekanan, gesekan,
mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut. Berkaitan dengan gejala diatas
dapat menimbulkan rasa nyeri yang timbul akibat lesi kulit, erupsi dan gatal. Selain itu,
dapat menimbulkan gangguan intergritas kulit dan gangguan citra tubuh yang timbul
karena vesikel kecil, kulit kering, pecah-pecah dan kulit bersisik.

2.7 Klasifikasi

2.7.1 Berdasarkan etiologinya dermatitis diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :

 Dermatitis kontak ( dermatitis venemata )

Merupakan dermatitis yang disebabkan oleh oleh bahan yang menempel pada kulit
atau dermatitis kontak merupakan respon reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV. Penyakit
ini adalah kelainan inflamasi yang sering bersifat ekzematosa yang disebabkan oleh
reaksi kulit terhadap sejumlah bahan yang iritatif atau alergenik.

Ada 4 bentuk dermatitis kontak yaitu :

1. Dermatitis kontak iritan

Dermatitis yang terjadi akibat kontak dengan bahan yang secara kimiawi atau
fisik merusak kulit tanpa dasar imunologik. Terjadi sesudah kontak pertama dengan iritan

4
atau kontak ulang dengan iritan ringan selama waktu yang lama. Dermatitis ini terjadi
karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran molekul, daya larut, konsentrasi
bahan tersebut, lama kontak, kekerapan, gesekan dan trauma fisis, shu serta kelembaban.
Selain faktor diatas faktor lain yang mendukung terjadinya dermatitis kontak alergik
adalah faktor individu misalnya perbedaan kelembaban kulit, usia ( anak dibawah umur 8
tahun dan usia lanjut lebih mudah teritasi ), ras ( kulit hitam lebih rentan dari kulit putih )
dan jenis kelamin ( insidans DKI lebih banyak pad wanita ). Gejala klinis yamg terjadi
adalah kekeringan kulit yang berlangsung beberapa hari hingga bulan. Vesikulasi, fisura
dan pecah-pecah. Tangan dan lengan bawah merupakan bagian yang paling sering
terkena.

 Dermatitis kontak alergik.

Merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV yang terjadi akibat kontak kulit dengan
bahan alergik ( bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas ). Tipe ini memiliki periode
sensitisasi 10 – 14 hari. Reaksi hipersensitivitas tipe IV terjadi melalui 2 fase yaitu:

Fase sensitisasi

Hapten masuk ke dalam epidermis melewati stratum korneum akan ditangkap


oleh sel langerhans denagn cara pinositosis dan diproses secara kimiawi oleh enzim
lisosom. Pada awalnya sel langerhans dalam keadaan istirahat, dan hanya berfungsi
sebagai makrofag dengan sedikit kemampuan menstimulasi sel T. Terjadinya sensitisasi
kontak tergantung pada sinyal iritan yang dapat berasal dari alergen kontak sendiri dari
ambang rangsang yang rendah terhadap respon iritan, dari bahan kimia inflamasi pada
kulit yang meradang. Jadi sinyal bahaya yang menyebabkan sensitisasi tidak berasal dari
sinyal antigenik sendiri melainkan dari iritasi yang menyertainya. Suatu tindakan
mengurangi iritasi akan menurunkan potensi sensitisasi.

 Fase elisitasi

Fase kedua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada pajanan ulang alergen
(hapten), hapten akan ditangkap sel langerhans dan diproses secara kimiawi menjadi
antigen, diikat oleh HLA-DR, kemudian diekskresi di permukaan kulit. Selanjutnya
kompleks HLA-DR-antigen akan dipresentasikan kepada sel T yang telah tersensitisasi

5
baik di kulit maupun di kelenjar limfe sehingga terjadi proses aktivasi. Fase elisitasi
umumnya berlangsung antara 24-48 jam. Gambaran klinisnya dapat berupa vasodilatasi
dan infiltrat perivaskuler pada dermis, edema intrasel, biasanya terlihat pada permukaan
dorsal tangan.

2. Dermatitis kontak fototoksik

Merupakan dermatitis yang menyerupai tipe iritan tetapi memerlukan kombinasi


sinar matahari dan bahan kimia yang merusak epidermis kulit. Gambaran klinis yang
terjadi serupa dengan dermatitis iritan.

3. Dermatitis kontak fotoalergik

Menyerupai dermatitis alergi tetapi memerlukan pajanan cahaya disamping


kontak alergen untuk menimbulkan reaktivitas imunologik. Gambaran klinis serupa
dengan dermatitis iritan.

a. Dermatitis Atopik

Adalah peradangan kulit yang melibatkan perangsangan berlebihan limfosit T dan


sel Mast. Tipe gatal kronik yang sering timbul, dalam keadaan yang sering disebut
eksema. Manifestasi klinik dimulai sejak selama kanak-kanak. Dalam keadaan akut, yang
pertama tampak kemerahan dan banyak kerak. Pada bayi lesi kulit tampak pada wajah
dan bokong. Pada anak yang yang lebih tua dan remaja, lesi tampak lebih sering muncul
di tangan dan kaki, di belakang lutut dan lipat siku. Gejala terbesar adalah pruritus hebat
menyebabkan berulangnya peradangan dan pembentukan lesi yang merupakan keluahan
utama mencari bantuan..

b. Dermatitis medikamentosa

Adalah kelainan hipersensitivitas tipe I, merupakan istilah yang digunakan untuk


ruang kulit karen pemakaian internal obat-obatan atau medikasi tertentu. Pada
umumnya reaksi obat timbul mendadak, ruam dapat disertai dengan gejala sistemik
atau menyeluruh.

6
2.7.2 Berdasarkan morfologinya, dermatitis dapat diklasifikasikan menjadi 4 , yaitu :

 Dermatitis papulosa

 Dermatitis vesikulosa

 Dermatitis madidans

 Dermatitis eksfloliative

I.7.3. Berdasarkan bentuknya , dermatitis diklasifikasikan menjadi :

 Dermatitis numularis

Merupakan dermatitis yng lesinya berbentuk mata uang atau agak lonjong,
berbatas tegas, dengan efloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah pecah
sehingga basah.

Gambaran klinis yang terjadi adalah : umumnya mengeluh sangat gatal,


lesi akut berupa vesikel dan papolu vesikel ( 0,3 – 1.0 cm ) kemudian membesar
dengan cara berkonploensi atau meluas kesamping. Membentuk satu lesi
karakteristik seperti uang logam ( koin ), eritematosa, sedikit edematosa, dan
berbatas tegas. Jumlah lesi dapat 1 dapat pula banyak dan tersebar, bilateral atau
simetris dengan ukuran bervariasi mulai dari miliar – numular.

7
2.8 Pemeriksaan fisik

 Kulit

Pemeriksaan kulit meliputi pemeriksaan inspeksi dan palpasi.

1.Inspeksi

a. Higiene kulit

Penilaian atas kebersihan yang merupakan petunjuk umum atas kesehatan seseorang.

b. Kelainan yang bisa nampak pada inspeksi, yaitu:

 Makula: suatu bercak yang nampak berwarna kemerahan, permukaan kulit datar
dan ukurannya kueang dari 1 cm, misalnya pada morbili atau campak.
 Eritema: suatu bercak kemerahan yang ukurannya lebih besar dari makula,
misalnya: crysipelas
 Papula: suatu lesi kulit yang menonjol lebih tinggi daripada sekitarnya, misalnya
gigitan.
 Vesikula: suatu tonjolan kecil kurang dari 1 cm, berisi cairan yang jernih,
misalnya cacar air , herpes simpleks. Jika tonjolannya besar-besar lebih dari 1 cm
disebut bula, misalnya luka bakar.
 Pustula: suatu tonjolan berisi cairan nanah, misalnya impetigo, jerawat, infeksi
kuman staphilococcus (bisul ).
 Ulkus: suatu lesi yang terbuka yang diakibatkan pecahnya vesikula dan pustula.
 Ikterus: warna kuning- kuning kehijauan yang bisa tampak di kulit, telapak
tangan, dan sklera mata karena bilirubin yang tinggi pada penyakit-penyakit hati.

8
1. Palpasi

Pada palpasi pertama dirasakan kehangatan kulit ( dingin, hangat, deman )


kemudian kelembabannya, psien dehidrasi terasa kering dan pasien hipertiroidisme
berkeringat terlalu banyak.

a. Tekstur kulit dirasakan halus, lunak, lentur, pada kulit normal. Teraba ksar pada
defisiensi vitamin A, hipotitoid, terlalu sering mandi, banyak ketombe, diaper-rash
(di selangkangan bayi ) akibat popok bayi.
b. Turgor dinilai pada kulit perut dengan cubitan ringan. Bila lambat kembali ke
keadaan semula menunjukkan turgor turun pada pasien dehidrasi.
c. Krepitasi teraba ada gelembung-gelembung udara di bawah kulit akibat fraktura
tulang-tulang iga atau trauma leher yang menusuk kulit sehingga udara paru-paru
bisa berada di bawah kulit dada.
d. Edema adalah terkumpulnya cairan tubuh di jaringan tubuh lebih daripada jumlah
semestinya.

2.9 Pemeriksaan Penunjang

a. Tes Tempel Terbuka.

Pada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah belakang telinga
karena daerah tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca dan dievaluasi
hasilnya. Indikasi uji tempel terbuka adalah alergen yang menguap.

b. Tes Tempel Tertutup.

Untuk uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam plester
yang pada bagian tengahnya terdapat lokasi dimana bahan tersebut diletakkan. Bahan
yang dicurigai ditempelkan dipunggung atau lengan atas penderita selama 48 jam setelah
itu hasilnya dievaluasi.

c. Tes tempel dengan Sinar

Uji tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir
yaitu bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan yang dengan sinar ultra

9
violet baru akan bersifat sebagai alergen. Tehnik sama dengan uji tempel tertutup, hanya
dilakukan secara duplo. Dua baris dimana satu baris bersifat sebagai kontrol. Setelah 24
jam ditempelkan pada kulit salah satu baris dibuka dan disinari dengan sinar ultraviolet
dan 24 jam berikutnya dievaluasi hasilnya. Untuk menghindari efek daripada sinar, maka
punggung atau bahan test tersebut dilindungi dengan secarik kain hitam atau plester
hitam agar sinar tidak bisa menembus bahan tersebut. Untuk dapat melaksanakan uji
tempel ini sebaiknya penderita sudah dalam keadaan tenang penyakitnya, karena bila
masih dalam keadaan akut kemungkinan salah satu bahan uji tempel merupakan
penyebab dermatitis sehingga akan menjadi lebih berat. Tidak perlu sembuh tapi dalam
keadaan tenang. Disamping itu berbagai macam obat dapat mempengaruhi uji tempel
sebaiknya juga dihindari paling tidak 24 jam sebelum melakukan uji tempel misalnya
obat antihistamin dan kortikosteroid.

2.10 Penatalaksanaan

Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang
baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya,
terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit.

 Pencegahan

Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan
kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya
penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan
mesin cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan deterjen.

 Pengobatan
Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.

 Pengobatan topikal

Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan


dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan
terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut
berikan kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta

10
pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila kering superfisial
diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep.
Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya
adalah :
1. Radiasi ultraviolet

Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak melalui
sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans
dan menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang
dapat mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya
molekul permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi
penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan
reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan histologis PUVA akan
mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel
mast di dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh
UVB. Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel
Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik.
UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
3) Siklosporin A

Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas


kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek minimal,
mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau
dermis.

4) Antibiotika dan antimikotika

Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E.


coli, Proteus dan Candida sp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan
antibiotika (misalnya gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk
topikal.

1. Pengobatan sistemik

11
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga
pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah
a. Antihistamin

Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada


yang berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada
juga yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan
histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.

Diet

Penatalaksanaan diet pada dermatitis msih merupakan masalah yang


kontriversional. Alergi makanan yang signifikan tidak diketahui seganai penyebab dari
dermatitis atau berapa persentase dari klien dermatitis yang mempunyai alergi terhadap
makanan. Diet pada penyakit dermatitis adalah diet TKTP ( Tinggi Kalori Tinggi
Protein).

a. Tujuan diet dermatitis:

 Memberikan makanan secukupnya tanpa menimbulkan gejala alergi,


meringankan intensitas serangan, mengurangi frekuensi serangan.

 Mencapai status gizi yang optimal.

b. Syarat diet dermatitis:

 Tinggi Energi, protein, mineral dan vitamin sesuai dengan kebutuhan.

 Tidak menggunakan bahan makanan yg disangka menimbulkan alergi.

c. Bahan makanan yang dapat menimbulkan alergi:

 Sumber zat tenaga : beras, gandum, cantel, havemut, jagung, kentang,


lombok, terong .

 Sumber zat pembangun : daging sapi, susu sapi, ayam, kalkun, itik, burung
dara dan telur hewan tsb., ikan tawar, ikan laut, cumi, kerang, keong,

12
kepiting, rajungan, udang, belut, kura-kura,penyu, telur penyu, ular ,
kacang tanah,kacang polong, kedelai dan hasil olahan.

 Sumber Zat Pengatur : daun selada, bit, bawang merah,bawang putih, labu,
ragi, semangka, kurma, peterseli, brocoli,lobak,kol,anggur, apel, murbei,
stroberi,kayu manis, kakao, coklat

13
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan anamnesis


yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel.

Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk mencari


kausanya. Karena hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjutnya, yaitu
mencegah kekambuhan. Diperlukan kesabaran, ketelitian, pengertian dan kerjasama yang
baik dengan pasien. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan
penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh
dokter maupun dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan tentang pakaian
baru, sepatu lama, kosmetika, kaca mata, dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat
medis umum dan mungkin faktor psikologik.

Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan
pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi
pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke
daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi
dibandingkan bagian tubuh yang lain maka predileksi regional diagnosis regional akan
sangat membantu penegakan diagnosis.

 Kriteria diagnosis dermatitis kontak alergik adalah :


- Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa
kali atau satu kali tetapi sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan
serupa.

- Terdapat tanda-tanda dermatitis terutama pada tempat kontak.

- Terdapat tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak dan lain tempat yang
serupa dengan tempat kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih lambat,
yang tumbuhnya setelah pada tempat kontak.

14
- Rasa gatal.

- Uji tempel dengan bahan yang dicurigai hasilnya positif.

 Dermatitis atopik : erupsi kulit yang bersifat kronik residif, pada tempat-
tempat tertentu seperti lipat siku, lipat lutut dise rtai riwayat atopi pada
penderita atau keluarganya. Penderita dermatitis atopik mengalami efek pada
sisitem imunitas seluler, dimana sel TH2 akan memsekresi IL-4 yang akan
merangsang sel Buntuk memproduksi IgE, dan IL-5 yang merangsang
pembentukan eosinofil. Sebaliknya jumlah sel T dalam sirkulasi menurun dan
kepekaan terhadap alergen kontak menurun.

 Dermatitis numularis : merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif


dengan lesi berukuran sebesar uang logam dan umumnya berlokasi pada sisi
ekstensor ekstremitas.

 Dermatitis medikamentosa: adanya riwayat minum obat sebelumnya, setelah


itu timbul reaksi obat mendadak, ruam dapat disertai dengan gejala sistemik
atau menyeluruh.

2. Diagnosa Keperawatan

 Kerusakan integritas kulit b/d adanya lesi, perubahan pigmentasi, penebalan


epidermis dan kekakuan kulit.

 Nyeri b/d agen cedera fisik: adanya vesikel atau bula, erosi , papula, garukan
berulang

 Gangguan pola tidur b/d pruritus, nyeri.

 Ganguan citra tubuh b/d penyakit dermatitis.

 Kurang pengetahuan b/d program terapi.

15
3. Intervensi dan Rasionalisasi

Dx 1: Kerusakan integritas kulit b/d adanya lesi, perubahan pigmentasi, penebalan

epidermis dan kekakuan kulit.

Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kondisi kulit klien


menunjukkan perbaikan.

Kriteria hasil :

Klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya
peradangan, ditandai dengan:

- Mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit.

- Berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan,


berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan area kulit yang telah rusak.

Intervensi:

 Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 – 20 menit. Segera oleskan salep
atau krim yang telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda
dan gejala meningkat.

Rasional : dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit. Pengolesan krim
pelembab selama 2 – 4 menit setelah mandi untuk mencegah penguapan air dari kulit.

 Gunakan air hangat jangan panas.

Rasional : air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan meningkatkan pruritus.

 Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive.
Hindari mandi busa.

Rasional : sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan alkalin dan tidak
membuat kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan keluhan.

16
 Kolaborasi: oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga
kali per hari.

Rasional : salep atau krim akan melembabkan kulit.

Dx 2: Nyeri b/d agen cedera fisik: adanya vesikel atau bula, erosi , papula, garukan
berulang.

Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam, rasa nyeri pasien dapat
berkurang

Kriteria Hasil:

- Melaporkan nyeri berkurang/ terkontrol.

- Menunjukkan ekspresi wajah/ postur tubuh rileks.

- Berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur atau istirahat dengan tepat.

Intervensi:

 Observasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter dan intensitas skala
nyeri (0-10 )

Rasional: dapat mengidentifikasi terjadinya komplikasi dan untuk intervensi selanjutnya.

 Ajarkan tehnik relaksasi progresif, nafas dalam guided imagery.

Rasional: membantu klien untuk mengurangi persepsi nyeri atau mangalihkan perhatian
klien dari nyeri.

 Kolaborasi: Berikan obat sesuai indikasi topikal maupun sistemik;


pentoksifilin

Rasional: pemberian obat membantu mengurangi efek peradangan.

17
Dx 3: Gangguan pola tidur b/d pruritus, nyeri.

Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan 3x 24 jam klien bisa beristirahat secara
optimal.

Kriteria Hasil :

- Mencapai tidur yang nyenyak.

- Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.

- Menghindari konsumsi kafein.

- Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.

- Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.

Intervensi :

 Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan
kelembaban yang baik.

Rasional: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman
meningkatkan relaksasi.

 Menjaga agar kulit selalu lembab.

Rasional: Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal biasanya
tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.

 Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.


Rasional: kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.

 Melaksanakan gerak badan secara teratur.

Rasional: memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore hari.

 Mengerjakan hal ritual menjelang tidur.

18
Rasional: Memudahkan peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan tertidur.

Dx 4: Ganguan citra tubuh b/d penyakit dermatitis

Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan 3x24 jam pengembangan peningkatan


penerimaan diri pada klien tercapai.

Kriteria Hasil :

- Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.

- Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.

- Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.

- Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.

- Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.

- Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik


untuk meningkatkan penampilan.

Intervensi :

 Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan


merendahkan diri sendiri).

Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata
bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.

 Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.

Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta
pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.

 Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.

Rasional: klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.

19
 Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas
mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang
tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak adaptasi klien
.

 Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.

 Mendorong sosialisasi dengan orang lain.

Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.

Dx 5: Kurang pengetahuan b/d program terapi

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan 3x 24 jam terapi dapat dipahami dan
dijalankan

Kriteria Hasil :

- Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.

- Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.

- Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.

- Menggunakan obat topikal dengan tepat.

- Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.

Intervensi :

 Kaji apakah klien memahami dan mengerti tentang penyakitnya.


Rasional: memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan.

 Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan


konsepsi/informasi.

20
Rasional: Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka lakukan,
kebanyakan klien merasakan manfaat.

 Peragakan penerapan terapi seperti, mandi dan penggunaan obat-obatan lainnya.


Rasional: memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk melakukan
terapi.

 Nasihati klien agar selalu menjaga hygiene pribadi juga lingkungan.

Rasional: dengan terjaganya hygiene, dermatitis alergi sukar untuk kambuh kembali.

4. Implementasi

Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi keperawatan

5. Evaluasi

Diagnosa 1

 Mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit.

 Berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan, berkurangnya


lecet karena garukan, penyembuhan area kulit yang telah rusak.

Diagnosa 2

 Melaporkan nyeri berkurang/ terkontrol.

 Menunjukkan ekspresi wajah/ postur tubuh rileks.

 Berpartisipasi dalam aktivitas dan tiduratau istirahat dengan tepat.

Diagnosa 3

 Mencapai tidur yang nyenyak.

 Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.

 Menghindari konsumsi kafein.

 Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.

21
 Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.

Diagnosa 4

 Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.

 Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.

 Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.

 Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.

 Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.

 Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk


meningkatkan penampilan.

Diagnosa 5

 Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.

 Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.

 Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.

 Menggunakan obat topikal dengan tepat.

 Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.

22
Daftar Pustaka

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta :
EGC

Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC

Djuanda, Adhi dkk. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI.

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-
proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.:
Balai Penerbit FKUI

23

Anda mungkin juga menyukai