Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH KECANTIKAN (FIQH KONTEMPORER)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna di antara makhluk ciptaan
Allah yang lain, diciptakan juga akal pikiran untuk berfikir sebagai kesempurnaan atas
penciptaan manusia tersebut. Akal manusia mulai berkembang seiring dengan perkembangan
zaman. Perkembangan zaman yang makin maju membuat manusia semakin menginginkan
kesempurnaan dalamkehidupannya.
Kesempurnaan fisik menjadi paling utama untuk diperhitungkan, sesuai dengan
pergantian zaman maka akan selalu ada perubahan. Oleh karenanya pada setiap perubahan
zaman akan ada sesuatu yang baru maupun suatu permasalahan yang baru. Selalu tampil
cantik membuat permasalahan tentang hukum Islam makin pelik dibahas, salah satunya
adalah pembahasan tentang Memakai Rambut Palsu dan Pergi ke Salon, Hijab dan
Berpakaian Syar’i Hijab dan Berpakaian Syar’i dan Make Up dalam Pandangan Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hukum wanita memakai rambut palsu dan pergi ke salon?
2. Apa yang dimaksud hijab dan berpakaian Syar’i?
3. Bagaimana hukum Make up dalam pandangan Islam?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui hukum wanita memakai rambut palsu dan pergi ke salon.
2. Untuk mengetahui tentang hijab dan berpakaian syar’i.
3. Untuk mengetahui hukum tentang make up dalam pamdangan Islam.

PEMBAHASAN

A. HUKUM WANITA MEMAKAI RAMBUT PALSU DAN PERGI KE SALON


Islam datang untuk memerangi kekusutan sebagaimana yang terkenal pada sebagian
agama terdahulu, dan menyeru orang untuk berhias dan mempercantik diri serta seimbang
dan sederhana, dan mengingkari orang-orang yang mengharamkan perhiasan Allah yang
diberikan untuk hamba-hamba-Nya. Karena itu Allah menjadikan pemakaian perhiasan ini
sebagai mukadimah shalat. “Pakailah pakaianmuyang indah pada setiap memasuki masjid”
(Al A’raf:31). Maksudnya, setiap akan mengerjakan shalat atau thawaf sekeliling Ka’bah
atau ibadah-ibadah lainnya.
Kaum Islam mensyariatkan berhias kepada laki-laki dan wanita secara keseluruhan,
berarti Islam memelihara fitrah wanita dan kewanitaannya. Dengan demikian diperbolehkan
mereka berhias dengan sesuatu yang diharamkan bagi laki-laki, seperti memakai sutera dan
perhiasan emas.
Tetapi Islam mengharamkan sebagian bentuk perhiasan yang sudah menyimpang dari
fitrah dan mengubah ciptaan Allah, yakni perhiasan yang menjadi sarana setan untuk
menyesatkan manusia.
Sehubungan dengan ini Rasulullah saw. bersabda: yang artinya: “Allah melaknat wanita
yang menato (menulisi kulitnya dengan cara mengukirnya dan memberi warna biru) serta
minta ditato, yang mengikir giginya dan minta dikikir giginya, yang mencukur alisnya dan
minta dicukur alisnya, dan wanita yang menyambung rambutnya (dengan rambut asli atau
rambut buatan) serta yang minta disambung rambutnya.” (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim,
Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i, Ibnu Majah, dan Thabrani dari Ibnu Uimar dan Ibnu Mas’ud)
Al wasym (tato), al wasyr (mengikir gigi), al washl (menyambung rambut), semua itu
diharamkan Allah, dan orang yang melakukannya atau minta diperlakukan begitu akan
dilaknat sebagaimana disebutakan dalam hadits di atas.
Pemakaian wig dari sudut manapun dipandang negatif. Ia merupakan tindakan penipuan
dan pemalsuan, kemubaziran, tabarruj (membuka aurat) dan pemikatan. Semua ini sangat
diharamkan. Seperti yang diriwayatkan Sa’id bin Al Musayyab “Muawiyah pada akhir
perjalanannya datang di Madinah. Beliau berpidato kepada kami dan mengeluarkan
segulungan rambut seraya berkata, ‘aku tidak melihat seorangpun yang membuat ini selain
kaum Yahudi. Nabi saw. menamainya az-zuur yakni penyambung rambut.
Adapun mengenai wanita pergi ke salon kecantikan, yakni kepada laki-laki asing (bukan
mahromnya), maka itu adalah haram secara qath’i. Sebab lelaki yang bukan suami dan
mahrom itu tidak boleh menyentuh wanita muslimah dan tubuhnya, dan tidak boleh pula si
wanita memperkenankannya berbuat demikian.

B. HIJAB DAN BERPAKAIAN SYAR’I


Masyarakat islam adalah masyarakat yang bertumpu setelah iman kepada allah dan hari
akhir, pada pemeliharaan keutamaan, harga diri dan penjagaan dalam hubungan antara laki-
laki dan perempuan, dan memerangi faham ibahiyyah (serba boleh ) serta kebebasan
mengumbar syahwat. Seperti berdua-duan antara laki-laki dan perempuan ditempat sunyi
serta tabaruj (membuka aurat). Islam juga ditegakkan pada prinsip memberi kemudahan dan
menolak kesukaran dengan memperbolehkan apa yang seharusnya diperbolehkan untuk
memenuhi keperluan hidup dan kebutuhan pergaulan antara sesama manusia, seperti
menampakkan perhiasan bagi wanita, disamping memerintahkan laki-laki dan wanita
sekaligus untuk menundukkan pandangan dan memelihara kehormatannya.
Seperti firman Allah dalam surat An Nuur yang artinya: “katakanlah kepada laki-laki
yang beriman, ‘hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya,
yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetaui apa
yang mereka perbuat.’ Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka
menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya kecuali yang (biasa) tampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutuo kain
kerudung kedadanya……” (An- Nur 30-31)
Menurut beberapa pendapat:
1. Menurut Ibnu Abbas, “(yang biasa tampak itu) ialah telapak tangan, cincin, dan muka
(wajah).” Ibnu Umar berkata, “wajah da kedua telapak tangan”, Anas berkata, “telapak
tangan dan cincin”
2. Menurut Al Hadi dan Al Qasim, seluruh tubuh wanita selain wajah dan kedua telapak tangan
adalah aurat.
3. Menurut Al Qasim dari pendapatnya Abu Hanifah, seluruh tubuh wanita itu aurat kecuali
wajah, kedua telapak tangan, kedua telapak kaki dan gelang kaki.
4. Menurut Imam hambal dan Daud, seluruh tubuh wanita aurat kecuali wajah.
Sebagian ahli hadis dan fuqaha mengistimbatkan (menetapkan sesuatu dengan
mengambil sumber) dari hadis ini tentang bolehnya melihat wajah wanita jika aman dari
fitnah, karena beliau saw. tidak memerintahkan wanita tersebut menutup wajahnya. Tapi
untuk menahan pandangannya, yang diperintahkan Allah bukalah memejamkan mata atau
menundukkan kepala sehingga tidak dapat melihat seseorang, karena yang demikian itu tidak
mungkin dilakukan manusia. Makna al-ghadhdhu minal bashar ialah menundukkan
pandangan atau membebaskan pandangan dari tempat-tempat fitnah dan merangsang.
Allah menjadikan hukum-hukum yang khusus untuk para istri Nabi karena kedudukan
mereka dan status keibuan ruhiyyah mereka bagi kaum mukminin, sebagaimana dijelaskan
dalam surat Al-Ahzab :28-34. Adapun sikap berlebihan mengenai hijab sebagaimana
umumnya dikenal di berbagai lingkungan dan masa islam, maka itu merupakan tradisi yang
dibuat manusia saja karena kehati-hatian mereka dan sebagai tindakan pemikiran mereka,
umat islam sudah sepakat mengenai disyari’atkannya shalat bagi wanita di masjid dengan
terbuka wajah dan kedua telapak tangan, serta posisi shaf mereka berada di belakang shaf
laki-laki, begitu pula tentang bolehnya mereka menghadiri majlis-majlis ta’lim.
1. Hukum dalam berpakaian
Sebagian ulama membuat perumpamaan mengenai membuka aurat “sesungguhnya
kucing itu mengetahui mana yang halal dan yang haram. Jika anda memberikan sepotong
daging, maka dia akan memakannya dengan tenang. Tetapi jika dia sendiri yang mencuri
daging, maka ia akan membawanya lari, karena dia tau bahwa dia mengambilnya secara tidak
benar. Ia mengetahui itu dengan fitrahnya.” Kalau demikian keadaan binatang, maka
bagaimana pendapat anda dengan seseorang yang nenampakkan perhiasannya?
Tidak perlu diragukan haramnya pakaian yang menampakkan auratnya, atau meragukan
hukumya bila ada wanita yang mengenakannya di depan laki-laki lain. Bila ada wanita yang
mengenakannya maka sudah jelas hukumnya. Tetapi kebolehan menampakkan kepada
wanita lain itu pun terbatas dan wajar, tidak seperti yang kita lihat sekarang, yang super mini
dan super ketat, dan mode-mode lain yang merupakan bid’ah-bid’ah ciptaan manusia zaman
sekarang, yang sudah menyimpang dari islam, akal akhlak dan tradisi. Semua itu merupakan
ciptaan kaum yahudi yang memang telah mereka programkan untuk merusak dunia dan
merusak nilai-nilai ide-ide yang luhur. Mereka cekokki umat dengan syahwat sehingga benar-
benar terjerat. Hamper setiap tahun bahkan setiap waktu mereka menciptakan mode-mode
baru bagi kaum wanita. Bermacam-macam mode pakaian mereka tampilkan seperti: ketat
diatas lutut, di bawah lutut, membuka bahu, dada dsb.
Mode-mode seperti itu tentu saja tidak patut diterima oleh wanita muslimah yang
berbudaya dan beradab. Lebih-libih pakaian itu untuk keluar ke jalan-jalan sehingga dilihat
orang banyak. Maka wajiblah bagi wanita muslimah untuk mematuhi dan melaksanakan
perintah Allah. Allah menegaskan kembali: Tidak halal bagi wanita untuk menampakan
perhiasannya kepada laki-laki lain kecuali yang biasa Nampak daripadanya, dan yang biasa
tampak itu, sebagaimana penafsiran Ibnu Abbas dan lain-lainnya adalah muka dan telapak
tangan. Dan ini merupakan pendapat yang paling kuat, paling mudah, dan paling layak
dengan kondisi zaman kita sekarang ini. Sesungguhnya Allah telah menentukan batasan
pakaian wanita dan telah menentukan auratnya. Seperti dalam surat An Nur:31 yang artinya:
“katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman, “hendaklah mereka menahan
pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya kecuali yang biasa Nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan
kain kudung ke dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali pada suami
mereka, atau ayah mereka, atau ayah mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-puttera
suami mereka, atau saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara mereka, atau putera-
putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka
miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) ,
atau anak-anak yang belum mengetahui tentang aurat wanita.”
2. Sifat-sifat pakaian yang disyari’atkan islam
a. Menutup seluruh tubuh selain yang kecualikan oleh Al Quran.
b. Tidak tipis dan tidak menampakkan bentuk badan. Nabi saw bersabda:
“diantara yang termasuk ahli neraka ialah wanita yang berpakaian tetapi telanjang, yang
berjalan dengan lenggak lenggok untuk merayu dan untuk dikagumi. Mereka ini tidak akan
masuk surga dan tidak akan mencium baunya.” (HR Muslim dari Abu Hurairah)
c. Tidak membentuk batas-batas bagian tubuh dan tidak menampakkan bagian-bagian yang
cukup menimbulkan fitnah pakaian semacam ini lebih merangsang dan lebih dapat
menimbulkan fitnah daripada pakaian yang tipis.
d. Bukan merupakan pakaian khusus laki-laki. Sudah jelas bahwa laki-laki mempunyai pakaian
khusus laki-laki, dan wanita mempunyai pakaian khusus wanita. Apabila laki-laki biasa
mengenakan pakaian tertentu yang dikenal sebagai pakaian laki-laki, maka wanita tidak
boleh memakainya karena yang demikian iitu haram hukumnya. Sebab rasulullah saw,
melaknat laki-laki yang menyerupai laki-laki dan laki-laki yang menyerupai wanita, karena
hal ini bertentangan dengan fitrah.
Kalau manusia mau berpikir, insyaf, dan mau mematuhi batas-batas ketentuan syari’at,
niscaya mereka akan merasa senang dan lega. Namun, sangat disesalkan banyak wanita
terfitnah dengan bid’ah-bid’ah yang dinamakan “mode”. Laki-laki juga terfitnah menjadi
lemah, atau menjadi tidak berakal. Setelah laki-laki menjadi pemimpin wanita, maka
berubahlah keadaan seakan-akan wanita yang menjadi pemimpin terhadap laki-laki. Ini
merupakan keburukan dan salah satu fitnah zaman pada saat seorang suami tak dapat lagi
berkata kepada istrinya, “berhentilah pada batasmu!” bahkan tidak dapat berkata hal yang
sama kepada anak putrinya, tak dapat mengharuskan puterinya beradab dan sopan.
C. MAKE UP DALAM PANDANGAN ISLAM
Dalam dunia muslimah, make up adalah sebuah keajaiban. Dengan make up, pipi yang
chubby bisa dibuat lebih tirus. Dengan make up, mata yang sayu bisa dibuat lebih berbinar
dan indah. Dengan make up pula, bibir yang tipis bisa tampak lebih berisi dan menarik.
Beberapa merk make up memproklamirkan produknya berbahan alami sehingga aman
dipakai dan tidak menimbulkan efek samping. Namun demikian, dipasaran kita akan
menemukan beberapa merk lipstik, bedak, perona pipi, dan pensil alis tidak bertanggung
jawab yang menggunakan bahan kimia berbahaya. Harganya yang lebih terjangkau kerap
membuat wanita tergiur tanpa berfikir panjang akan bahaya yang menghadang akibat
pemakaian kosmetik berbahaya tersebut.
Selain itu, beberapa produk kosmetik pun menggunakan bahan-bahan yang
dipertanyakan kehalalanya. Beberapa kosmetik bahkan terdeteksi mengandung minyak babi.
Tentu saja, disamping berbahaya, pemakaian kosmetik jenis ini bertentangan dengan syariat
islam yang mewajibkan penggunaan produk halal.
1. Penggunaan make up bisa dibagi berdasarkan fungsinya, yaitu:
a. Make up kesehatan, artinya make up yang digunakan hanya sebatas melindungi kulit agar
tetap sehat tanpa harus mengubah kealamiannya. Selain itu, bahan yg di gunakan pun
tergolong sederhana dan aman.
b. Make up kecantikan, artinya make up yang fungsinya tidak lagi sebatas perlindungan dan
perawatan, tetapi sudah berfungsi sebagai penambah kecantikan dan pastinya mengubah
kealamian kulit yang diberikan
c. Make up tersebut . harganya sudah dipastikan hanya dijangkau oleh kalangan tertentu.
d. Make up berbahaya, artinya bahan yang digunakan mengandung zat-zat tertentu yang
membahayakan. baik fungsinya sebatas melindungi atau menambah kecantikan.
2. Bagaimana hukum menggunakan make up dalam islam ?
Make up kesehatan, sudah jelas tidak menjadi masalah berdasarkan tinjauan fiqih islam
karena tidak terdapat unsur-unsur yang melanggar syar'i ataupun medis. Make up jenis ini
bahkan dianjurkan karena seorag muslimah harus terlihat sehat dan segar
Make up kecantikan, status halal-haramnya atau boleh tidaknya bergantung pada
syarat-syatat berikut :
a. Tidak ada unsur menyambung rambut, baik rambut kepala ataupun bulu mata
b. Tidak ada unsur bertato
c. Tidak ada unsur mencukur alis
d. Tidak ada unsur membuka aurat
Keempat syarat ini wajib terpenuhi, bila tidak dipenuhi meskipun hanya salah satu di
antaranya, make up jenis ini menjadi terlarang.
Make up berbahaya, sudah jelas dilarang dalam islam. Jangankan memakai dalil naqli (
Al-quran dan As-Sunnah), secara aqli (rasio) pun sudah selayaknya dijauhi sebab penggunaan
bahan berbahaya pasti akan mendatangkan banyak kemadharatan.
3. Hukum Alkohol yang Terkandung Dalam Kosmetik
Ulama fiqih yang mengharamkannya mengatakan bahwa penggunaan kosmetika
berbahan alkohol sama hukumnya dengan mengkonsumsi khamar karena alkohol termasuk
dari definisi khamar tersebut. Hal tersebut disebabkan karena 60% dari kosmetika yang
dipakai di tubuh akan diserap kulit dan masuk ke dalam pembuluh darah dan akan diserap
oleh tubuh. Pendapat yang mengharamkan penggunaan kosmetika berbahan alkohol tersebut
berpatukan pada hadist Rasulullah SAW, “Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap
khamr hukumnya haram.” (HR. Muslim).
Sebagian ulama fiqih lainnya menghalalkan penggunaan kosmetika yang mengandung
alkohol karena alkohol merupakan zat yang mudah menguap. Seperti contohnya pada
parfum, setelah disemprotkan ke tubuh maka alkohol yang terkandung di dalamnya akan
menguap dan yang tersisa hanyalah zat pengharumnya saja. Terlebih lagi derivat alkohol,
yaitu etanol yang dipergunakan dalam kosmetik berbeda dengan yang digunakan dalam
pembuatan khamar. Keduanya pun mempunyai rumus kimia yang berbeda walaupun berasal
dari derivat yang sama.
Ir. Muti Arintawati Msi, Wakil Direktur Lembaga Pengawasan Pangan Obat dan
Makanan Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) Bidang Auditing mengatakan bahwa
tidak seluruh jenis alkohol diharamkan. Muti menuturkan bahwa alkohol dalam kosmetika
yang diharamkan hanyalah alkohol jenis ethyl alcohol (etanol dan methylated spirit). Alkohol
jenis ini banyak terdapat pada lotion aftershave ataupun parfum wanita.
Sedangkan alkohol berjenis cetyl alcohol dan cetearyl alcohol dikategorikan halal.
Jenis alkohol ini berbentuk padat sehingga tak dapat diminum dan diserap oleh kulit. Jenis
alkohol ini banyak digunakan pada kosmetik dan skin care. Cetearyl alcohol sejatinya
bukanlah benar-benar alkohol, melainkan merupakan lilin (wax) yang teremulsi yang dibuat
dari tumbuhan. Hal tersebut seperti ditetapkan dalam sidang komisi fatwa 13 Juli 2013.
Dalam sidang komisi fatwa 13 Juli 2013 dinyatakan bahwa penggunaan kosmetika
untuk kepentingan berhias hukumnya boleh dengan syarat bahan yang digunakan halal dan
suci, juga ditujukan untuk kepentingan yang dibolehkan secara syar`i dan tidak
membahayakan.
Penggunaan kosmetika dalam yang dikonsumsi atau masuk ke tubuh yang
menggunakan bahan najis atau haram hukumnya ialah haram. Namun jika untuk penggunaan
luar (tidak masuk ke tubuh) yang menggunakan bahan najis atau haram selain babi
diperbolehkan, namun harus melakukan penyucian setelah pemakaian (tathhir syar`i).
Berkenaan dengan ini, MUI mengimbau masyarakat untuk memilih kosmetika yang
suci dan halal serta menghindari penggunaan produk kosmetika yang haram dan najis.

Anda mungkin juga menyukai