Anda di halaman 1dari 7

Allahu Akbar, wa lillahilh hamd

Khutbah Idul Fitri: Pembentukan Jati Diri Pasca- Dengan bersyukur ke hadirat Allah SWT atas karunia dan rahmat-Nya
Ramadhan pagi hari yang berbahagia ini kita menyambut kedatangan hari yang agung, hari
raya fitri, hari raya kemuliaan dan kesucian.
Senin, 04 Juli 2016 08:00
Dengan rasa haru dan penuh ikhlas, kita semua melepas bulan
Ramadhan, bulan yang luhur dan mulia yang dipenuhi dengan ampunan dan
karunia. Kita bertakbir, mengagungkan Allah SWT dan menyucikan-Nya dengan
bertasbih, menyucikan dari segala sesuatu yang tidak layak pada-Nya.
Takbir, tahlil dan tahmid silih berganti, berkumandang di angkasa raya
diucapkan dengan lisan yang fasih dengan penuh keikhlasan dan kepasrahan.
Rona dan wajah setiap Muslim menampakkan kebahagiaan yang cemerlang dan
ketulusan yang mendalam, jauh sampai ke lubuk hati. Melukiskan kesan yang
kuat dan mengakar ke dalam jiwa yang suci. Semua itu merupakan perwujudan
dari pernyataan syukur kita ke hadirat Allah SWT atas segala karunia dan
nikmat-Nya, terutama karunia yang paling agung berupa petunjuk dan hidayah-
Nya. Hidayah itu membibing kita meniti cahaya yang terang benderang, menuju
kehidupan yang sukses, lahir dan bathin. Kita bersyukur telah dapat
melaksanakan ibadah shiyam sebulan penuh dengan ketabahan dan keikhlasan.

Artinya: “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan,


bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir
(di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada
bulan itu. (Al-Baqarah [2]: 185)
Pagi ini, kita merayakan Idul Fitri, hari raya kesucian yang dinantikan
kehadirannya oleh setiap insan yang beriman, dengan demikian kita kembali
kepada fitrah, yaitu kemurnian dan kesucian. Kembali kepada kemurnian dan
kesucian berarti kita kembali kepada suasana yang bersih telepas dari dosa dan
kesalahan. Setiap orang yang melaksanakan puasa Ramadhan sesuai denga
petunjuk al-Qur’an dan al-Sunnah akan terlepas dosa dan kesalahannya
sehingga menjadi suci kembali, seperti bayi yang baru dilahirkan dari rahim
ibunya. Kesucian yang telah kita peroleh dengan susah payah itu hendaklah
terus dipertahankan sampai bulan-bulan berikutnya dengan meingkatkan iman
dan takwa kita serta bertaqarub kepada-Nya dengan tunduk dan patuh.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar


Puasa Ramadhan yang baru saja kita jalani membentuk setiap diri umat Islam
agar memiliki kemampuan untuk mengendalikan hawa nafsu dan dapat
meningkatkan potensi kesucian rohaninya. Ibadah shiyam dapat membentu jati
diri Muslim yang pari purna dengan meningkatkan iman dan takwa kepada
Allah SWT. Iman dan takwa itu dibuktikan dengan senantiasa berpegang teguh
kepa petunjuk-Nya, melaksanakan segala perintah dan meninggalkan segala
larangan-Nya. Dengan mempertahankan kelestarian iman dan taqwa, kita meniti
jalan yang lurus untuk mencapai keridhaan Allah SWT, keridhaan yang
senantiasa didambakan oleh setiap manusia yang beriman. Menuju keridhaan
yang agung dan luhur itu harus ditempuh dengan melaksankan ibadah dan amal
shaleh secara ikhlas dan jujur, sesuai dengan ikrar kita yang selalu kita ucapkan
dalam do’a iftitah yang dibaca pada saat awal melaksanakan shalat.
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam, tidak ada sekutu baginya dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama kali menyerahkan
diri (kepada Allah) (QS. al-An’am : 162-163).
Pembentukan jati diri dalam ibadah shiyam merupakan aktivitas yang
sangat penting dalam kehidupan seorang mukmin, karena dengan jati diri itulah
kita akan bersikap istiqomah dalam menjalani ajaran agama. Ibadah shiyam
yang kita laksanakan, harus mampu membentuk jati diri setiap Muslim dan
meningkatkan kualitasnya dari tahapan yang paling rendah menuju tahapan
yang paling tinggi.
Kaum Muslimin, para jamaah yang kami muliakan, Pembentukan jati diri
itu, menuju perubahan pada yang lebih sempurna, sebagaimana yang
dicontohkan oleh kehidupan para sahabat Nabi dan Tabiin generasi awal.
Perubahan yang sangat mendasar menuju jati diri yang sempurna misalnya kita
bisa mengambil contoh dar peristiwa berikut ini:
Pada suatu saat Rasulullah Muhammad SAW menerima tamu, seorang
pria dari kalangan musyrik Arab jahiliyah. Nabi menerima tamu itu sebagaimana
layaknya beliau menerima tamu yang lain, dihormati selayaknya dan
dipersilahkan duduk di ruang yang telah disediakan. Nabi SAW menyuguhkan
kepada tamu itu segelas air susu murni. Demikianlah kebiasaan dan kebangaan
orang-orang Arab pada waktu itu, mereka sangat berbahagia
sekali apabila dapat menyuguhkan pada tamunya air susu murni yang
mereka perah dari kambing atau unta.
Setalah disuguhi segelas air susu, tamu itu meminumnya sampai habis.
Kemudian Nabi menyediakan gelas yang keduanya, itupun diminum sampai
habis lalu Nabi menyediakan gelas yang ketiga itupun diminum sampai habis.
Hal itu terus berlangsung sampai tujuh gelas. Pertemuan itu kemudian berlalu
begitu saja, tidak ada hal yang perlu dicatat, pria Arab jahiliyah kembali ke
rumahnya dan Nabi pun melaksanakan aktivitas dakwahnya sebagaimana biasa.
Kira-kira beberapa bulan setelah itu, pria Arab jahiliyah tadi masuk Islam,
sebagai seorang mualaf dia merasa ketinggalan dengan para sahabat lain, karena
itu dia terus mempelajari agama dengan sungguh-sungguh dan
mengamalkannya dengan baik. Dalam jangka waktu tidak begitu lama pria
mualaf itu telah menjadi seorang Muslim yang sangat baik. Setelah menjadi pria
Muslim yang baik dia mengujungi rumah Nabi kembali. Nabi menerima tamu
mualaf ini, langsung teringat dengan kunjungan yang pertama dulu, kemudian
Nabi menyediakan segelas air susu, sebagaimana dulu menyediakannya. Pria
mualaf itu kemudian minum segelas air susu yang disediakan oleh Nabi
sebagaimana dulu ia meminumnya.
Ketika Nabi akan menyediakan gelas yang kedua, tiba-tiba pria mualaf itu
mengatakan, “Wahai Rasulullah cukup untukku, cukup untukku dengan segelas
susu itu.” Nabi SAW mengomentari sikap pria mualaf yang telah berubah drastis
dari kebiasaan jahiliyahnya dan menggantinya dengan jati diri seorang Muslim,
beliau mengatakan:
Seorang mukmin cukup meminum dengan satu gelas, sedangkan orang kafir tergolong dalam kelompok manusia yang paling buruk dari umat Nabi
baru puas minum dengan tujuh gelas. (HR. Muslim. No Hadis: 3843) Muhammad SAW.
Dari contoh itu kita bisa melihat secara langsung betapa besarnya Kalau orang pertama tadi menjadi budak perutnya sendiri, sehingga ia
perubahan sikap dan jati diri dari seorang jahiliyah menjadi seorang mukmin. terjerembab dalam kehinaan dan kehancuran, sedangkan kelompok kedua
Pola hidup yang tadinya dipenuhi dengan kerakusan digantinya dengan banyak orang yang menjadi budak dari dorongan libidonya sehingga ia menjadi
kesederhanaan. Kesederhanaan dalam pola makan, dalam pola berpakaian dan budak nafsu seksualnya. Keadaan seperti ini lebih membahayakan lagi, karena
bertingkah laku. akan menimbulkan kerusakan dan kehinaan yang lebih parah. Banyak keluarga
dan masyarakat yang hancur karena menjadi budak libido dan nafsu seksualnya.
Akibat memperturutkan nafsu seksual banyak menyebabkan manusia
bergelimang dengan dosa, seperti; perselingkuhan, perzinahan, dan timbulnya
Manusia mukmin yang melaksanakan ibadah Ramadhan juga diarahkan deviasi seksual yang mengerikan.
agar melakukan perubahan yang besar dalam membentuk jati dirinya, dari
manusia yang berkualitas rendah menjadi berkualitas tinggi menuju
kesempurnaan sesuai dengan ajaran Islam. Puasa Ramadhan pada hakikatnya
dapat membentuk jati diri seseorang menjadi pribadi yang berkualitas dan
memiliki kemampuan yang tinggi dalam meraih kesuksesan di dunia dan
akhirat. Salah satu jati diri manusia mukmin adalah berpola hidup sederhana
dan dapat mengendalikan nafsunya sehingga tidak terjerembab dalam lembah
kehinaan dan kehancuran.
Ada tiga macam nafsu yang sering menjerumuskan seseorang ke lembah
kehinaan yaitu nafsu dari dorongan perut, libido seksual, dan hawa nafsu yang
menyesatkan. Nabi SAW sangat mengkhawatirkan umatnya terjerembab dalam
tiga macam nafsu yang menghancurkan itu, sehingga beliau bersabda:

Artinya: “Sesungguhnya aku mengkhawatiri kamu sekalian terjerembab dalam


keinginan hawa nafsu dari dorongan perutmu, dorongan seksualmu dan hawa
nafsu yang menyesatkan. (HR. Ahmad. No Hadis:18951)
Dalam kehidupan modern yang kita jalani sekarang, di mana sikap hidup
materialisme, konsumtivisme, dan hedonisme, terus menggerogoti masyarkat
kita, kita jumpai betapa banyakanya orang yang telah terjerembab dalam
lembah kenistaan dan kehinaan. Ada sebagian dari masyarakat yang
terjerembab ke dalam hawa nafsu perutnya sehingga ia menjadi budak perutnya
sendiri, maka ia pun makan secara berlebihan, minum secara berlebihan,
sehingga hidupnya hanya memenuhi dorongan perutnya. Orang seperti ini
Kalau orang kedua tadi menjadi budak dari dorongan seksualnya sendiri,
maka kelompok yang ketiga, adalah manusia-manusia yang diperbudak oleh
hawa nafsunya sendiri, keadaan ini jauh lebih berbahaya lagi, karena
memperturutkan hawa nafsu akan mencampakkan pelakunya menuju
kehancuran yang sangat menakutkan. Bahkan terkadang hanya berapa detik saja
orang tidak bisa mengendalikan hawa nafusnya ia telah terjerumus dalam
kerusakan dan kehancurn dan penyesalan yang sangat berat selama-lamanya di
dunia dan akhirat Karena itu Nabi menyatakan: “Musuhmu yang paling
berbahaya adalah hawa nafsumu yang berada di antara kedua lambungmu
sendiri” (Ihya’ Ulumuddin).
Al-Qur’an memperingatkan orang-orang yang terjerembab dalam
kemauan hawa nafsu yang menyesatkan, sebagaimana dijelaskan dalam surat al-
Ahqaf: 20.
Dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka
(kepada mereka dikatakan): "Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik
dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang
dengannya; maka pada hari ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan
karena kamu telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa hak dan karena
kamu telah fasik".
Berbagai kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat, karena manusia
meuruti hawa nafsunya sendiri. Ibadah puasa Ramadhan yang telah kita jalani
dapat melatih dan melindungi diri kita agar tidak terjerembab dalam kubangan
hawa nafsu, sebagaimana yang disebutkan di atas. Dengan demikian puasa dapat
membentuk jati diri yang paripurna, menjadi manusia Muslim yang beriman dan
bertakwa.
Allahu Akbar, wa lillahil hamd
Hadirin dan hadirat yang mulia,
Kembali kepada fitrah yang suci dan bersih itulah yang sesungguhnya
kita jalani sekarang ini. Hari yang amat berbahagia ini dinamakan ‘Idul Fitri’,
yaitu kesucian dan keutuhan yang telah kita peroleh kembali setelah kita
melakukan puasa Ramadhan sebulan penuh. Karena itu hari ini adalah hari
kemenangan dan kejayaan bagi kita semua, karena kita telah berusaha
meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah SWT, ucapan yang paling tepat
kita ikrarkan pada hari ini adalah suatu do’a:

“Wahai Allah jadikanlah kami termasuk orang-orang yang kembali kepada fitrah
yang memperoleh sukses dan kemenangan serta diterima amal ibadahnya oleh
Allah Swt”.
Dengan kembali kepada fitrah, kita akan mencapai kebahagiaan dan
kesuksesan lahir batin yang selalu kita harapkan. Sesuai dengan petunjuk Ilahi,
marilah kita bertakbir mengagungkan asma Allah atas segala petunjuk-Nya dan
marilah kita bersyukur atas segala rahmat dan karunia-Nya.
Semoga kita semua senantiasa dapat mengikuti petunjuk Allah dan
senantiasa memperoleh rahmat-Nya. Amiin.

Anda mungkin juga menyukai